Anda di halaman 1dari 16

PENATALAKSANAAN KURATIF TERBATAS IV

“PERSISTENSI GIGI”

Dosen Pembimbing:
Anderi Fansurna, S.ST., M.Kes
NIP. 198209302006041001

Disusun Oleh:

Afina Risqi Anardha P07125219001


Agus Saputri P07125219002
Anis Rizqi Sulistiowati P07125219004
Ano Aulia Sari P07125219007
Irhaminnisa Azzahra P07125219016
Lailatul Mubarokah P07125219019
Lily Eka Putri P07125219020
M. Yudo Prabowo P07125219024
Novi Sarita P07125219026
Nurus Suraya P07125219031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PRODI SARJANA TERAPAN
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ‘Persistensi Gigi’ ini.

Makalah yang berjudul ‘Persistensi Gigi’ telah disusun dengan maksimal.


Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Banjarbaru, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
A. Pengertian Persistensi Gigi................................................................................ 4
B. Penyebab Persistensi Gigi ................................................................................ 4
C. Akibat Persistensi Gigi ..................................................................................... 6
D. Cara Menangani Persistensi Gigi ..................................................................... 8

BAB III
PENUTUP .................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 10
B. Saran.................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mengalami dua pertumbuhan gigi geligi yaitu gigi sulung
atau yang biasa disebut gigi desidui dan gigi permanen. Gigi sulung mulai
erupsi pada usia kurang lebih 6 bulan hingga erupsi lengkap pada usia 2
tahun dengan jumlah dua puluh gigi. Ke- 20 gigi sulung akan berada pada
rongga mulut dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Pada usia kurang lebih 6
tahun, seorang anak memasuki periode gigi campuran. Periode gigi
campuran adalah keadaan dimana gigi sulung dan gigi permanen dapat
berada dalam satu lengkung gigi yang sama. Periode ini diawali dengan
erupsinya gigi molar pertama permanen pada usia 6 tahun dan dilanjutkan
dengan erupsinya kedelapan gigi insisif permanen. Setelah usia 12 tahun,
hampir seluruh gigi sulung tanggal dari soketnya dan digantikan oleh gigi
permanen. Gigi permanen akan mencapai waktu erupsi lengkap pada usia
21 tahun (Scheid and Weiss, 2013).
Erupsi gigi adalah gerakan gigi secara bertahap dari posisi
pembentukannya melalui tulang alveolar menuju dataran oklusal hingga
mencapai posisi fungsional dalam rongga mulut (Praveenkumar, 2012).
Sebelum erupsi, mahkota gigi dibentuk dari lobus dan mengalami
kalsifikasi di dalam tulang rahang. Setelah kalsifikasi mahkota selesai, akar
gigi mulai terbentuk dan gigi bergerak melewati tulang kearah permukaan.
Akar akan terus mengalami pembentukan hingga terbentuk sempurna. Akar
gigi sulung berada dalam keadaan sempurna hingga usia 3 tahun. Setelah 3
tahun, akar gigi sulung akan mulai mengalami resorpsi. Resorpsi akar gigi
sulung terjadi bersamaan dengan gigi pengganti yang bergerak mendekati
permukaan (Scheid and Weiss, 2013). Pada keadaan umum, gigi sulung
akan tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen penggantinya erupsi.
Gigi sulung yang tetap bertahan pada lengkung gigi melebihi waktu normal
disebut dengan persistensi gigi sulung atau over retained primary tooth
(Siagian, 2008).

1
Persistensi gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi
dan mulut dimana gigi sulung yang menjadi panduan tumbuhnya gigi
permanen tidak tanggal sesuai waktunya, sedangkan gigi penggantinya telah
erupsi (Chelagat, 2008). Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia
masih menjadi salah satu permasalahan yang harus diperhatikan. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan persentase masalah
gigi dan mulut sebesar 57,6 %. Hasil ini meningkat dari hasil Riskesdas
tahun 2013 dengan persentase sebesar 25,9%.
Persistensi gigi dapat disebabkan oleh tidak adanya benih gigi
permanen (Aktan et al., 2012), lambatnya resorpsi akar gigi sulung,
gangguan nutrisi, dan posisi abnormal benih gigi permanen yang tidak
terletak persis dibawah gigi sulung baik terletak didepan atau dibelakang
gigi sulung, sehingga timbul variasi posisi erupsi gigi permanen (Pratiwi et
al., 2014). Prevalensi kasus persistensi gigi sulung cukup tinggi. Pada studi
yang dilakukan oleh Lestari (2010), 67,55% dari kasus persistensi gigi dapat
menyebabkan maloklusi dan permasalahan orthodontik lainnya yang
memerlukan waktu dan biaya cukup besar untuk perbaikannya (Millet dan
Welbury, 2010).
Oleh karena itu, sangat perlu mengetahui lebih lanjut mengenai
penyebab persistensi gigi, akibat persistensi gigi, serta bagaimana cara
menangani persistensi gigi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas yang menjadi
rumusan masalah adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan persistensi gigi?
2. Apa saja penyebab dari persistensi gigi?
3. Apa saja akibat dari persistensi gigi
4. Bagaimana cara menangani persistensi gigi?

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan persistensi gigi
2. Untuk mengetahui penyebab dari persistensi gigi
3. Untuk mengetahui akibat dari persistensi gigi
4. Untuk mengetahui cara menangani persistensi gigi

D. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui yang dimaksud dengan persistensi gigi
2. Dapat mengetahui penyebab dari persistensi gigi
3. Dapat mengetahui akibat dari persistensi gigi
4. Dapat mengetahui cara menangani persistensi gigi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Persistensi Gigi


Persistensi gigi merupakan kondisi gigi sulung yang tidak tanggal
ketika seharusnya sudah tanggal. Gigi sulung yang masih ada ketika gigi
tetap pengganti muncul, akan terlihat berjejal atau berlapis (Usri dkk, 2012).
Persistensi terjadi pada periode gigi campuran, saat gigi permanen sudah
erupsi tetapi gigi sulung belum tanggal yakni keadaan akar gigi sulung yang
tidak mengalami resorpsi secara normal sehingga gigi sulung tetap berada
ditempatnya dan tidak mengalami eksfoliasi.
Gigi yang mengalami persistensi bila tetap berada didalam rongga
mulut dapat menyebabkan beberapa masalah seperti maloklusi. Keadaan
persistensi gigi sering dijumpai pada anak sekolah dasar usia 6-12 tahun
karena rentang umur tersebut merupakan periode gigi campuran (mixed
dentition) yang dikenal sebagai periode kritis pertumbuhan dan
perkembangan.

Gambar 2.1 Persistensi Gigi Sulung

B. Penyebab Persistensi Gigi


Penyebab persistensi dihubungkan dengan terhambatnya proses
resorpsi akar gigi sulung karena faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor
tersebut antara lain (Siagian, 2008; Proffit et al, 2012; Marimo, 2009) :
1. Kelainan benih gigi permanen

4
Benih gigi permanen yang tidak berada dalam posisinya atau malposisi
dapat menyebabkan posisi erupsinya juga menyimpang keluar dari
lengkung gigi. Tidak adanya benih gigi permanen juga menjadi faktor
persisten.
2. Lambatnya proses resorbsi akar gigi sulung
Selain erupsi gigi yang menyimpang, proses resorbsi akar gigi sulung
juga tidak terangsang, baik sebagian maupun seluruhnya. Proses resorbsi
tulang terbagi menjadi 2 proses, yaitu proses aktif dan masa istirahat.
Kedua proses tersebut berjalan secara bergantian. Namun dapat juga
terjadi ketidakseimbangan proses resorbsi antara keduanya. Resorbsi
aktif dapat terjadi lebih pendek dari masa istirahat karena pada masa
istirahat terjadi proses pembentukan jaringan periodontal pada daerah
yang teresorbsi.
3. Gangguan hormon (hypotiroidism)
Hypotiroidsm merupakaan keadaan saat tubuh kekurangan hormon
tiroid. Kurangnya hormon tiroid dapat menyebabkan persistensi gigi
karena resorbsi akar gigi dan perkembangan tulang rahang terganggu.
Hormon tiroid sendiri berfungsi sebagai pengontrol dari perkembangan
dan pertumbuhan tubuh.
4. Defisiensi nutrisi
Defisiensi nutrisi merupakan salah satu faktor eksternal penyebab gigi
persisten. Tubuh yang mengalami defisiensi nutrisi akan menyebabkan
proses pembentukan jaringan periodontal yang berlangsung menjadi
terganggu. Defisiensi nutrisi dapat dilihat dari pola konsumsi makanan
yang kurang merangsang pertumbuhan rahang secara optimal. Selain itu
proses resorbsi tulang yang berlangsung akan sangat lambat atau gagal.
Malnutrisi kronis dapat berdampak pada penanggalan gigi sulung.
5. Ankilosis gigi
Ankilosis adalah keadaan saat sementum pada akar gigi menyatu dengan
tulang alveolar disekitarnya, baik sebagian maupun seluruh bagian. Pada
ankilosis, terbentuk tulang sklerotik akibat adanya nekrosis lokal karena

5
infeksi atau trauma pada membran periodontal. Gigi sulung yang paing
sering mengalami ankilosis yaitu gigi molar pertama dan kedua.
6. Tingkat pengetahuan ibu tentang persistensi gigi
Tingkat pengetahuan orang tua, terlebih ibu, menjadi salah satu faktor
penyebab gigi persisten. Hal ini dikaitkan dengan pengetahuan ibu akan
erupsi gigi anak serta pola makan yang dapat mempengaruhi kesehatan
gigi anak. Karena semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tua tentang
jadwal pertumbuhan gigi anak akan semakin mampu pula orang tua
dalam menjaga kesehatan gigi anak pada masa pergantian gigi.
7. Rampan karies
Mekanisme dalam penanggalan gigi sulung dapat melibatkan tekanan
resorpsi dari akar gigi sulung yang berasal dari erupsi gigi permanen dan
atau diferensiasi dari monosit pada ligamen periodontal yang berubah
menjadi odontoklas. Selanjutnya odontoklas meresorbsi akar gigi sulung
sama dengan proses yang dilakukan osteoklas saat terjadi remodeling
tulang atau resorpsi tanpa adanya respon inflamasi. Pernyataan tersebut
dapat menjadi dasar bahwa kumulatif dan kuantitatif efek dari rampan
karies dapat menghambat mulainya proses resorpsi akar.
8. Kalsifikasi kista odontogenic
Kalsifikasi kista odontogenik dapat mengganggu mekanisme tanggalnya
gigi desidui karena adanya pengurangan kadar serum pada kalsium dan
albumin. Mekanisme ini dapat menjadi penyimpangan yang disebabkan
oleh karena tulang kortikal dan ekspansi alveolar kistik, pengurangan
kadar serum pada kalsium dan albumin atau keduanya. Namun, adanya
ekspansi dari alveolar kistik merupakan hal yang mengganggu integritas
dari ligamen periodontal dimana monosit berdiferensiasi menjadi
odontoklas.

C. Akibat Persistensi Gigi


Persistensi gigi sulung yang tidak ditangani dengan baik dapat
berisiko menyebabkan masalah kesehatan, baik pada proses pertumbuhan

6
gigi maupun pada kesehatan gusi dan mulut. Berikut beberapa masalah
yang terjadi akibat persistensi dibiarkan dalam rongga mulut:
1. Infraoklusi
Infraoklusi adalah kondisi di mana gigi permanen mulai tumbuh di
samping gigi sulung yang belum tanggal. Hal ini membuat posisi gigi
sulung lebih rendah dan memiliki bentuk yang berbeda dari gigi
permanen yang ada di sebelahnya sehingga dapat menyebabkan
komplikasi pertumbuhan gigi lain, seperti gigi tumbuh miring dan tidak
sempurna.
2. Trauma oklusi
Trauma oklusi merupakan kerusakan jaringan di sekitar gigi, seperti gusi
dan tulang penyangga gigi, akibat tekanan antargigi yang terlalu kuat.
Kondisi ini terjadi karena ukuran gigi sulung yang berbeda dengan gigi
permanen, sehingga menyebabkan posisi gigi atas dan gigi bawah tidak
selaras atau tidak rata.
3. Diastema
Diastema atau kerenggangan antargigi terjadi akibat ukuran gigi sulung
yang kecil, sehingga menyebabkan terbentuknya jarak atau celah di
antara gigi satu dengan gigi lainnya. Diastema dapat menyebabkan
penampilan gigi dan senyum menjadi kurang menarik.
4. Maloklusi
Maloklusi adalah setiap keadaan yang menyimpang dari oklusi normal.
Masalah oklusi tidak hanya menyangkut posisi gigi yang tidak normal
tetapi menyangkut juga hubungan lengkung gigi, posisi dan pertumbuhan
rahang yang tidak normal, sehingga wajah terlihat kurang harmonis.
5. Erupsi Ektopik
Erupsi ektopik merupakan gangguan lokal pada masa gigi campuran
yaitu, erupsi gigi permanen yang terjadi dalam keadaan sedemikian rupa
sehingga mengakibatkan resorpsi sebagian atau seluruhnya dari akar gigi
sulung tetangganya (Hermina, 2014).
6. Impaksi

7
Impaksi gigi yaitu. Gigi gagal/ suka rerupsi karena terhalang oleh gigi
lain. Pasien merasa sakit di bagian tertentu ,kadang disertai inflamasi,
infeksi atau abses. Bisa mengenai gigi incisivus atas, incisivus bawah,
kaninus atas, kaninus bawah, premolar atas, premolar bawah, molar atas,
atau molar bawah (Usridkk, 2012).

D. Cara Menangani Persistensi Gigi


1. Pemasangan crown gigi
Gigi susu yang menetap hingga usia dewasa akan terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan gigi permanen. Hal ini bisa membuat penampilan
dan rasa percaya diri seseorang menjadi terganggu, apalagi jika
persistensi gigi sulung terjadi di gigi bagian depan.Salah satu penanganan
untuk mengatasi persistensi gigi sulung adalah pemasangan crown gigi
yang bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki tampilan gigi susu.
Meski demikian, pemasangan crown hanya bisa dilakukan ketika kondisi
gigi susu masih sehat dan berfungsi dengan baik. Selain itu, tindakan ini
juga sebaiknya dilakukan jika tidak ada gigi permanen yang bisa
menggantikan gigi susu tersebut.
2. Pencabutan gigi susu
Prosedur pencabutan gigi susu dapat dilakukan jika kondisi gigi susu
sudah tidak dapat dipertahankan atau telah menyebabkan masalah
kesehatan pada rongga mulut. Contohnya, persistensi gigi sulung yang
menyebabkan gigi gingsul atau tumpang tindih, sehingga bakteri lebih
mudah menumpuk dan menyebabkan masalah kesehatan pada gigi dan
mulut.
3. Pemasangan kawat gigi
Untuk merapatkan gigi setelah prosedur pencabutan gigi susu, dokter
dapat menyarankan pemasangan kawat gigi. Selain itu, kawat gigi juga
dapat dipasang untuk mengatasi susunan gigi yang tidak rapi atau
renggang akibat persistensi gigi sulung.

8
4. Pemasangan implan gigi
Tindakan lain yang dapat dilakukan setelah pencabutan gigi susu adalah
pemasangan implan gigi. Implan merupakan akar gigi buatan berbentuk
seperti baut yang ditanam pada rahang untuk menggantikan akar gigi
yang hilang.Implan gigi kemudian akan dipasangkan crown gigi sebagai
pengganti gigi susu yang telah dicabut. Prosedur ini dapat menjadi
pilihan untuk mengatasi kerenggangan antargigi apabila pemasangan
kawat gigi tidak dapat dilakukan akibat tidak adanya gigi permanen yang
dapat menggantikan gigi susu yang telah dicabut.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang berjudul “Persistensi Gigi”, maka dapat
disimpulkan bawah persistensi gigi merupakan kondisi gigi sulung yang
tidak tanggal ketika seharusnya sudah tanggal. Biasanya persistensi terjadi
ketika masa periode gigi campuran. Ada banyak hal yang menyebabkan
persistensi gigi, antara lain kelainan benih gigi permanen, lambatnya proses
resorbsi akar gigi sulung, gangguan hormon (hypotiroidism), defisiensi
nutrisi, ankilosis gigi, kurangnya tingkat pengetahuan ibu tentang
persistensi gigi, rampan karies dan kalsifikasi kista odontogenic.
Persistensi gigi mengakibatkan infraoklusi yaitu kondisi di mana
gigi permanen mulai tumbuh di samping gigi sulung yang belum tanggal,
trauma oklusi, diastema, maloklusi, erupsi ektopik dan impaksi. Selain itu,
ada beberapa cara untuk menangani persistensi gigi yaitu dengan
pemasangan crown gigi, pencabutan gigi susu, pemasangan kawat gigi dan
pemasangan implant gigi.

B. Saran
Persistensi gigi sering terjadi dikalangan anak-anak karena
kurangnya pengetahuan mengenai proses pergantian gigi sulung dengan
gigi permanen yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya persistensi gigi.
Maka saran yang tepat untuk pembaca khususnya orangtua sebaiknya
mengikuti penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya proses

10
pertumbuhan gigi, prevalensi, dampak, cara mencegah, dan perawatan yang
tepat mengenai persistensi sehingga dapat mengurangi angka persistensi
pada gigi sulung. Jangan menganggap remeh kesehatan gigi dan mulut
karena itu salah satu bagian dari tubuh manusia yang fungsinya tidak kalah
penting dengan anggota tubuh lainnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aktan, A. M., Kara, İ., Şener, İ., Bereket, C., Çelik, S., Kırtay, M., Çiftçi, M.E. dan
Arıcı, N. 2012. An Evaluation Of Factors Associated With Persistent
Primary Teeth. European Journal Of Orthodontics, 34, 208–212.
Azifah Wizatul, 2010. Gambaran, Kasus Pencabutan Gigi Persistensi di Poliklinik
Gigi Rumah Ibu dan Anak Pemerintah Aceh Tahun 2010 Jurnal Banda Aceh
Universitas Syiah Kuala.
Chelagat, R. R. 2008. Knowledge, Attitude And Pracitces On The Importance Of
Decidous Teeth Among Careegivers Visiting The University Of Nairobi
Dental Hospital. Universitas Nairobi.
dr. Sienny Agustin, 2021. https://www.alodokter.com/penyebab-gigi-susu-belum-
tanggal-saat-dewasa-dan-cara-menanganinya. Diakses pada 27 Juli 2022.
Hermina, 2014. Perawatan Gigi Molar Pertama Permanen Yang Erupsi Ektopik.
Jurnal, Sumatera Utara Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
Lestari, Z. D., Wibowo, T. B. dan Pradopo, S. 2010. Prevalensi Persistensi Gigi
Sulung Dan Maloklusi Pada Anak Usia 6-12 Tahun. Indonesian Pediatric
Dentistry Journal, 2(1):9, 12.
Millet, D. dan Welbury, R. 2010. Orthodontics & Paediatric Dentistry 2nd Edition.
London: Churchill Livingstone.
Marimo, C. (2009). Delayed exfoliation of primary teeth due to sec- ond pathoses:
Case series study. Medical Journal of Zam-bia. p; 36(2):92-4.
Oktafiani hamidah, dwimega arianne. 2020. Pravelensi persistensi Gigi Sulung
Pada Anak Usia 6-12 Tahun. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Trisakti: Jakarta.
Pratiwi, A., Sulastri, S. dan Hidayati, S. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Orang Tua Tentang Jadwal Pertumbuhan Gigi Dengan Kejadian Persistensi
Gigi Anak 6-10 Tahun Di SDN Wojo I Bantul. Jurnal Gigi Dan Mulut,
1(1), 12–18.
Proffit, W.R., & Fields, H.W. (2012). Contemporary orthodontics. 4th ed. St
louis: Cv Mosby Co.
Praveenkumar, M. (2012). Early Eruption of third Molars. Indian Journal of
Dental Advancements, 4(4): 1030-1033.
Scheid, R.C. & Weiss, G., 2013. Anatomi Gigi 8 ed., Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Siagian, E.Y. 2008. Beberapa Anomali yang Disebabkan Persistensi Gigi serta
Perawatannya. Medan: USU e-Repository.

iii
Suarniti, Putri Luh. 2014. Pencabutan Dini Gigi Sulung Akibat Caries Gigi Dapat
Menyebabkan Gigi Crowding. Journal of Jurnal Kesehatan Gigi Vol.2 No.2.
http://www.poltekkesdenpasar.ac.id/keperawatangigi/wpcontent/uploads/2
017/01/4.-Pencabutan-Dini-Gigi-Sulung-Akibat-Karies-Gigi-dapat-
Menyebabkan-Gigi-Crowding-Ni-Luh-Putu-Suarniti-JKG-Denpasar.pdf.
Diakses pada 27 Juli 2022.
Usri, Koesterman dkk. 2012. Diagnosis & Terapi Penyakit Gigi Dan Mulut Edisi 2
B.

iv

Anda mungkin juga menyukai