Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH KEHILANGAN DINI GIGI

DESIDUI TERHADAP PERTUMBUHAN

LENGKUNG GIGI
HALAMAN JUDUL

Makalah Ini Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Akreditasi

Untuk Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil

Dari Golongan III/D Ke Golongan IV/A

Oleh:

drg. Fatma Nur

NIP. 197701302009022001

DINAS KESEHATAN KOTA SURABAYA

PUSKESMAS KEDURUS

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disahkan pada tanggal ........ ............................. ............

Mengesahkan,

Atasan langsung, Penulis,

Kapus drg. Fatma Nur


Pembina TK. I Pembina
NIP. 19 NIP. 197701302009022001

Surabaya, Juni 2021

Tim Akreditasi Tanda Tangan

1. drg. Migit Supriati,M.Kes 1. ........................................

2. drg. Ilfin Matiana 2. ........................................

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini dengan baik. Adapun judul yang saya ambil dalam makalah ini adalah

“Pengaruh Kehilangan Dini Gigi Desidui terhadap Pertumbuhan Lengkung Gigi”.

Dalam penyusunan makalah ini saya mendapatkan arahan serta bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami saya sampaikan

rasa hormat dan terima kasih atas bantuannya. Semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat dan berkah.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna baik

dari segi isi ataupun susunannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran demi kempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi tenaga kesehatan

maupun bagi para pembaca lainnya.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 2

BAB II PEMBAHSAN

2.1. Pertumbuhan Gigi Desidui 3

2.1.1. Masa Prenatal 3

2.1.2. Masa Postnatal 3

2.2. Pertumbuhan Lengkung Gigi 7

2.2.1. Lengkung Basal 7

2.2.2. Lengkung Alveolar 8

2.2.3. Lengkung Gigi 8

2.3. Kehilangan Dini Gigi Desidui 9

2.3.1. Lengkung Basal 11

2.3.2. Lengkung Alveolar 12

2.3.3. Lengkung Gigi 13

iv
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 15

3.2. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Andreeva et al. (2016) menegaskan bahwa gigi desidui merupakan gigi

yang menjadi faktor penentu dalam perkembangan oklusi. Keberadaan gigi

desidui dibutuhkan untuk pertumbuhan rahang yang normal, posisi gigi yang

normal, pengunyahan, mempertahankan oklusi, dan ruang untuk gigi permanen.

Namun, masih banyak orang yang beranggapan bahwa gigi desidui tidak penting

karena gigi desidui hanya bersifat sementara. Hal ini menyebabkan kurang

pedulinya masyarakat terhadap tindakan pencegahan dan perawatan gigi desidui

(Petcu, Balan dan Maxim, 2009)

Menurut Al-Dulayme (2013), tanggalnya gigi desidui dan erupsi gigi

permanen merupakan proses fisiologis yang normal. Namum, proses ini akan

terganggu ketika terjadi kondisi kehilangan dini gigi desidui. Kehilangan dini

gigi desidui merupakan suatu keadaan dimana gigi desidui hilang sebelum

waktunya. Kehilangan dini gigi desidui sering disebabkan oleh karies, trauma,

perkembangan gigi yang tidak normal, dan resorpsi akar prematur. Kondisi

kehilangan dini gigi desidui dapat menyebabkan maloklusi yang mana dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan gigi permanen. Selain

itu, kondisi ini juga dapat mengakibatkan perubahan pada lengkung gigi yakni
2

berkurangnya panjang lengkung gigi baik pada maksila maupun mandibula

(Graber, Vanarsdall dan Vig, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herawati, Sukma dan Utami

(2015), sebagian anak (36,4%) mengalami kehilangan dini gigi desidui. Dari

anak-anak tersebut, sebanyak 41,8% diantaranya mengalami kehilangan dini gigi

molar satu desidui dan sisanya mengalami kehilangan dini gigi molar dua

desidui.

Penelitian yang dilakukan oleh Andreeva et al. (2016) menunjukkan

hasil yang menyatakan bahwa kehilangan dini gigi molar desidui menyebabkan

terjadinya pengurangan ruang. Hal ini sejalan dengan Pokorná et al. (2016) yang

dalam penelitiannya menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

kehilangan dini gigi desidui dengan pengurangan panjang lengkung gigi.

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui periode pertumbuhan gigi desidui.

2. Untuk mengetahui kondisi pertumbuhan lengkung gigi dilihat dari aspek

lengkung basal, alveolar, dan gigi.

3. Untuk mengetahui pengaruh kehilangan dini gigi desidui terhadap

pertumbuhan lengkung gigi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Gigi Desidui

Pertumbuhan gigi desidui bervariasi berdasarkan waktu pembentukan

dan waktu erupsinya. Pertumbuhan gigi desidui dapat dibagi menjadi dua

periode besar, yaitu pada masa prenatal dan postnatal yang akan dijelaskan

sebagai berikut.

2.1.1. Masa Prenatal

Pembentukan gigi desidui pertama kali berlangsung pada minggu ke-7

prenatal. Gigi insisivus sentralis mengalami kalsifikasi pada minggu ke-14

prenatal dan diikuti kalsifikasi gigi molar pertama pada minggu ke-15.

Kalsifikasi gigi insisivus lateralis dimulai pada minggu ke-16. Selanjutnya,

pada minggu ke-17, gigi kaninus desidui mengalami kalsifikasi. Gigi desidui

yang paling akhir mengalami kalsifikasi adalah gigi molar kedua, yaitu pada

minggu ke-18.

2.1.2. Masa Postnatal

Pada saat lahir, gigi geligi tersusun di dalam mandibula dan

maksila dalam beberapa tingkatan. Berikut ini pertumbuhan gigi berdasarkan

usia:

a. Masa Pre-Dental (0 – 6 bulan)

3
4

Masa pre-dental merupakan masa setelah kelahiran selama bayi masih

belum memiliki gigi. Masa ini biasanya berlangsung selama 6 bulan

setelah kelahiran. Adanya gigi yang erupsi pada saat kelahiran sangat

jarang ditemukan. Gigi yang ada pada saat kelahiran disebut natal teeth.

Terkadang, gigi dapat erupsi pada usia yang sangat muda. Gigi yang erupsi

pada usia satu bulan disebut neonatal teeth. Natal teeth dan neonatal teeth

sering terjadi pada regio insisivus mandibula (Scully, Chestnutt dan

Gibson, 2006).

b. Masa Gigi Desidui (6 bulan – 6 tahun)

Gigi desidui mulai erupsi pada usia 6 bulan. Masa gigi desidui

berlangsung dari erupsi gigi desidui yang pertama. Gigi pertama yang

bererupsi dan membentuk kontak oklusal adalah gigi insisivus. Kemudian,

diikuti oleh gigi molar pertama desidui yang bererupsi sampai ke kontak

oklusi. Selanjutnya, gigi kaninus akan menyusul untuk bererupsi. Masa

gigi desidui selesai setelah erupsi gigi permanen yang terakhir yaitu gigi

molar satu permanen.

Pada usia 2,5 tahun, gigi desidui biasanya sudah lengkap dan berfungsi

dengan baik. Pembentukan akar semua gigi desidui selesai pada usia 3

tahun. Erupsi seluruh gigi desidui selesai pada usia tahun 2,5 – 3,5 setelah

gigi molar dua desidui berada dalam oklusi. Berikut ini merupakan

kronologi pertumbuhan gigi desidui (Bhalajhi, 2006):

Gigi Pembentukan Erupsi Pembentukan


Enamel
5

Lengkap Akar
Maksila
Insisivus sentralis 1,5 bulan 7,5 bulan 1,5 tahun
Insisivus lateralis 2,5 bulan 9 bulan 2 tahun
Kaninus 9 bulan 18 bulan 3,3 tahun
Molar satu 6 bulan 14 bulan 2,5 tahun
Molar dua 11 bulan 24 bulan 3 tahun
Mandibula
Insisivus sentralis 2,5 bulan 6 bulan 1,5 tahun
Insisivus lateralis 3 bulan 7 bulan 1,5 tahun
Kaninus 9 bulan 16 bulan 3,3 tahun
Molar satu 5,5 bulan 12 bulan 2,3 tahun
Molar dua 10 bulan 20 bulan 3 tahun
c. Masa Gigi Bercampur (6 – 12 tahun)

Masa gigi bercampur merupakan masa dimana terdapat gigi desidui dan

gigi permanen. Masa gigi bercampur dimulai sekitar usia 6 tahun dengan

erupsi gigi molar satu permanen atau gigi insisivus sentral mandibula. Gigi

insisivus sentral maksila dan gigi insisivus lateral mandibula erupsi sekitar

usia 7 tahun. Pada masa ini, sering terjadi maloklusi.

Masa gigi bercampur dapat diklasifikasikan ke dalam 3 fase, antara lain

sebagai berikut:

1. Masa Transisional Pertama

Karakteristik dari masa transisional pertama yaitu erupsi gigi molar

satu permanen dan pergantian gigi inisivus desidui dengan gigi

insisivus permanen. Gigi molar satu mandibula merupakan gigi

permanen pertama yang erupsi pada usia 6 tahun yang berperan


6

penting dalam pembentukan oklusi pada masa gigi permanen. Lokasi

dan hubungan gigi molar satu permanen tergantung pada hubungan

permukaan distal gigi molar dua desidui pada maksila dan mandibula.

Selama masa transisional pertama, gigi insisivus desidui digantikan

dengan gigi insisivus permanen yaitu gigi insisivus sentral mandibula

yang pertama kali erupsi. Gigi insisivus permanen lebih besar

daripada gigi desidui yang digantikan. Perbedaan ruang yang

dibutuhkan dan ruang yang tersedia disebut incisal liability.

2. Masa Inter-Transisional

Pada masa ini, lengkung maksila dan mandibula terdapat gigi desidui

dan permanen. Antara gigi insisivus permanen dan molar satu

permanen terdapat gigi molar desidui dan gigi kaninus desidui. Masa

ini relatif stabil dan tidak ada perubahan yang terjadi.

3. Masa Transisional Kedua

Pada masa ini, terjadi pergantian gigi molar desidui dan gigi

kaninus desidui dengan gigi premolar dan gigi kaninus permanen.

Jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar permanen

biasanya lebih kecil dari gigi kaninus dan premolar desidui. Kelebihan

ruang ini disebut leeway space of nance. Pada masa ini juga terjadi

erupsi gigi molar dua permanen. Sebelum erupsi, gigi molar dua

berorientasi ke arah mesial dan lingual. Gigi molar dua terbentuk ke

arah palatal dan dibawa ke oklusi dengan mekanisme cone funnel


7

(cusp palatal maksila/cone berkontak dengan fossa oklusal

mandibula/funnel).

d. Masa Gigi Permanen

Pada usia sekitar 13 tahun, semua gigi permanen kecuali gigi molar tiga

telah erupsi sempurna. Benih gigi permanen terbentuk pada rahang segera

setelah kelahiran, kecuali cusp dari gigi molar satu permanen yang

terbentuk sebelum lahir. Gigi insisivus permanen berkembang pada sisi

lingual atau palatal dari gigi insisivus desidui dan bergerak ke labial pada

saat erupsi. Gigi premolar berkembang dibawah akar gigi molar desidui.

2.2. Pertumbuhan Lengkung Gigi

Gigi geligi menyusun lengkung gigi dan berada di atas lengkung alveolar

yang didukung oleh tulang basal di bawahnya. Dengan ini dapat diketahui

bahwa bentuk lengkung gigi sebagian besar ditentukan oleh bentuk lengkung

basal di bawahnya. Komponen lengkung rahang meliputi lengkung basal,

lengkung alveolar, dan lengkung rahang, yang dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1. Lengkung Basal

Lengkung basal merupakan bagian rahang yang telah ada sebelum gigi

erupsi dan akan tetap ada bahkan ketika gigi dan prosesus alveolaris hilang.

Lengkung basal dibentuk oleh korpus maksila atau korpus mandibula.

Lengkung basal terdiri dari basis apikal.


8

Maksila mengalami resorpsi di sebelah nasal serta aposisi pada sisi oral

dan posterior sehingga palatum tumbuh ke bawah dan ke depan. Pertumbuhan

palatum menyebabkan maksila juga tumbuh ke bawah dan ke depan.

Pertumbuhan maksila ke arah depan diimbangi dengan resorpsi pada daerah

anterior prosesus alveolaris.

Pertumbuhan maksila sangat dipengaruhi oleh pembesaran rongga

mulut dan rongga nasal yang tumbuh karena memenuhi kebutuhan fungsional.

Fungsi respirasi, pengunyahan dan penelanan sangat menentukan pertumbuhan

maksila. Sedangkan, pertumbuhan mandibula dipengaruhi oleh aktivitas

endokondral dan periosteal.

Secara anatomis, lengkung basal mandibula terdapat di korpus

mandibula yang berlanjut hingga ke ramus dan kondilus. Apabila lengkung

basal maksila dan mandibula cukup besar dan faktor lokal lainnya tidak

dominan untuk menimbulkan perubahan maka gigi geligi akan dapat

menempati susunan oklusal yang normal. Jika tidak demikian, maka untuk

mencapai oklusi gigi akan tumbuh di luar lengkung dan mengalami malposisi.

2.2.2. Lengkung Alveolar

Prosesus alveolaris merupakan bagian tulang rahang yang mengelilingi

akar gigi dan memberikan dukungan tulang untuk gigi geligi tersebut. Prosesus

ini melebar dari basis tuberositas posterior molar terakhir ke garis median di

anterior. Prosesus alveolaris tumbuh seiring dengan erupsi gigi. Sehingga dapat
9

diketahui bahwa perkembangan prosesus alveolaris tergantung pada

perkembangan dan posisi gigi geligi.

Prosesus alveolaris tetap ada di dalam rongga mulut karena adanya gigi

geligi. Oleh karena itu, prosesus ini membentuk kurva mengikuti lengkung

gigi. Apabila gigi hilang maka bagian prosesus alveolaris yang mendukung

gigi yang hilang akan mengalami resorpsi atropik.

2.2.3. Lengkung Gigi

Lengkung gigi merupakan lengkung yang dibentuk oleh gigi geligi dan

menggambarkan hubungan ukuran gigi geligi dengan kedudukan serta inklinasi

gigi geligi. Gigi pada maksila dan mandibula tersusun di atas prosesus

alveolaris membentuk suatu lengkung berbentuk kurva jika dilihat dari

permukaan oklusal. Gigi desidui posisinya lebih tegak di atas lengkung basal.

Sementara, gigi permanen lebih ke labial.

Perimeter lengkung gigi berfungsi untuk menganalisis ruang pada

lengkung gigi agar gigi geligi dapat tersusun secara harmonis. Sedangkan,

panjang dan lebar lengkung gigi diperlukan untuk menghitung besar

pertambahan atau pengurangan lengkung gigi akibat pertumbuhan rahang.

Apabila diameter mesiodistal gigi harmonis dengan ukuran lengkung basal

serta hubungan lengkung basal maksila dan mandibula juga harmonis maka

dapat dikatakan bahwa ukuran lengkung gigi sama dengan jumlah ukuran

mesiodistal gigi geligi.


10

Panjang lengkung gigi penting dipertahankan selama masa gigi desidui,

bercampur dan permanen awal. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan

oklusi pada masa dewasa akan seimbang atau dengan kata lain tersusun baik

dan dapat berfungsi secara normal.

2.3. Kehilangan Dini Gigi Desidui

Kehilangan dini gigi desidui adalah suatu kondisi dimana gigi desidui

tanggal sebelum gigi permanen penggantinya siap untuk erupsi (Bhalajhi, 2006).

Menurut Robinson dan Bird (2012), usia hilangnya gigi desidui pada maksila

dan mandibula dapat diketahui sebagai berikut:

Gigi Desidui Usia Hilangnya Gigi Desidui (Tahun)


Maksila Mandibula
Insisivus sentral 6-7 6-7
Insisivus lateral 7-8 7-8
Kaninus 10-12 9-12
Molar satu 9-11 9-11
Molar dua 10-12 10-12

Menurut Law (2013), penyebab hilangnya gigi desidui tergantung pada

gigi yang hilang. Kehilangan dini gigi insisivus desidui biasanya disebabkan

oleh early childhood caries yang parah dimana mengenai beberapa gigi dan

dapat juga hilang karena trauma. Kehilangan dini gigi kaninus desidui biasanya

disebabkan oleh crowding yang parah pada regio insisivus dengan erupsi ektopik

gigi insisivus lateral permanen yang mempercepat resorpsi akar gigi kaninus
11

desidui. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kehilangan dini gigi desidui

dapat disebabkan karena karies atau infeksi.

McDonald dan Avery (2016) menyatakan bahwa kehilangan dini gigi

desidui dapat mengakibatkan terjadinya pengurangan panjang lengkung gigi.

Kehilangan dini gigi molar satu desidui dan gigi molar dua desidui sangat

berpengaruh dalam pengurangan panjang lengkung. Kehilangan dini gigi molar

dua desidui memiliki dampak yang paling buruk pada pengurangan panjang

lengkung gigi. Kehilangan dini gigi posterior menyebabkan penutupan ruang

sebanyak 2-4 mm per kuadran di kedua lengkung rahang. Kehilangan ruang

yang besar disebabkan oleh pergerakan mesial gigi molar yang terjadi pada

tahun pertama setelah kehilangan dini

Kehilangan dini gigi desidui terutama di anterior dapat mempengaruhi

estetika wajah dan pengucapan kata. Di samping itu, mengingat fungsi utama

gigi desidui adalah untuk mempertahankan dimensi lengkung dan menuntun

erupsi gigi permanen maka kehilangan dini gigi desidui dapat mengurangi

perimeter lengkung gigi dan oklusi serta memperlambat erupsi gigi permanen.

Kehilangan dini gigi desidui dapat memberikan dampak yang negatif

pada pertumbuhan lengkung gigi yang mencakup lengkung basal, lengkung

alveolar, dan lengkung gigi. Berikut ini merupakan dampak dari kehilangan dini

gigi desidui terhadap pertumbuhan lengkung gigi.


12

2.3.1. Lengkung Basal

Kehilangan dini gigi desidui bisa berpengaruh terhadap lengkung basal

jika kehilangan tersebut meliputi banya gigi molar desidui secara bilateral

maupun unilateral. Dalam hal ini rahang kehilangan stimulasi pertumbuhan

dari tekanan pengunyahan dan pertumbuhan lengkung basal menjadi

berkurang. Apabila hal ini terjadi di satu sisi maka akan terlihat asimetri

rahang.

Tonjol gigi merupakan petunjuk pertumbuhan wajah yang mana arah

perubahan dan pergeseran pertumbuhan tulang wajah mengikuti arah kontak

gigi molar pertama desidui maksila dan mandibula. Tonjol gigi molar pertama

desidui telah terkikis akibat atrisi pada saat munculnya molar kedua desidui di

dalam mulut. Pada saat inilah terjadi perubahan dan pergeseran pertumbuhan

sampai terjadi kontak antara molar kedua desidui maksila dan mandibula.

Atrisi molar kedua desidui selesai pada usia 6 tahun. Pada waktu tersebut, gigi

molar pertama permanen mulai muncul di dalam mulut dan terjadi

pertumbuhan.

Berdasarkan peran gigi desidui yang telah diuraikan, dapat diketahui

bahwa apabila gigi desidui hilang terutama di regio posterior dalam jumlah

yang banyak maka akan memberikan dampak yang negatif. Rahang akan

kekurangan stimulasi untuk pertumbuhan.

Walaupun gigi molar desidui berperan dalam waktu yang singkat,

namun gigi desidui sangat penting untuk menentukan arah pertumbuhan rang.
13

Apabila tidak ada gigi desidui maka dapat terjadi pertumbuhan maksila

maupun mandibula yang berlebihan dalam arah sagital dan menimbulkan

anomali seperti malrelasi rahang.

Kehilangan gigi anterior bawah yang cukup banyak dapat menimbulkan

deep overbite. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan rahang ke

arah vertikal dan menyebabkan kurangnya pertumbuhan rahang dalam arah

sagital.

2.3.2. Lengkung Alveolar

Tulang alveolar tumbuh dan berkembang secara terus-menerus selama

adanya tekanan fungsional yang saling berganti dari gigi yang ada di dalam

mulut. Apabila tidak ada tekanan fungsional maka pertumbuhan dan

perkembangan prosesus alveolaris akan terganggu. Resorpsi tulang alveolaris

akibat tercabutnya gigi terlalu dini dapat menyebabkan proses pembentukan

tulang alveolaris berhenti. Hal ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan

rahang.

Perkembangan vertikal struktur dentoalveolar yang berlebihan di regio

antagonis dapat terjadi setelah kehilangan dini gigi desidui. Tulang alveolar

tumbuh dalam arah vertikal akibat ekstrusi gigi karena tidak ada gigi antagonis.

Pada sisi bekas pencabutan, pertumbuhan tulang alveolar menurun sehingga

dimensi vertikal oklusi pun berkurang.

Kehilangan dini gigi desidui dapat mengakibatkan gigi permanen

pengganti mencari jalur lain untuk erupsi dan tulang alveolar akan tumbuh
14

mengikuti arah erupsi gigi yang ektopik. Kondisi ini berpotensi membentuk

lengkung aveolar yang tidak simetris dan tidak searah dengan pertumbuhan

lengkung basal.

2.3.3. Lengkung Gigi

Mempertahankan ruang bekas kehilangan gigi terutama gigi molar

desidui merupakan hal yang paling penting pada masa pergantian gigi.

Kehilangan kontak interproksimal akibat karies dan kehilangan gigi dini akan

menyebabkan pergeseran gigi di sebelah distal ke ruang yang baru terbentuk.

Ketika gigi di sebelah mesial molar yang dicabut akan bergeser ke arah ruang

yang kosong. Oleh karena itu, kehilangan panjang lengkung bekas pencabutan

dapat terjadi dari kedua arah.

Kehilangan panjang lengkung dapat menimbulkan tendensi crowding

pada gigi permanen. Kondisi tersebut merupakan salah satu faktor penting

yang menjadi pendorong awal perkembangan oklusi yang abnormal.

Sebagaimana kita ketahui, oklusi yang abnormal dapat mengganggu

keseimbangan pertumbuhan tulang rahang.

Kehilangan dini gigi molar kedua desidui dapat menyebabkan gigi

tetangga migrasi ke ruang yang kosong bekas pencabutan. Hal ini kemudian

mengakibatkan gigi premolar kedua pengganti mengalami impaksi karena

kekurangan ruangan. Gigi premolar kedua yang impaksi ini dapat meresorpsi

akar gigi molar pertama permanen sewaktu berusaha bererupsi sehingga gigi

molar permanen harus dicabut.


15

Kehilangan panjang lengkung dapat menyebabkan gigi crowding dan

maloklusi lain seperti malposisi, tipping, rotasi dan sebagainya. Hal ini

kemudian dapat menyebabkan hilangnya keseimbangan struktural dan efisiensi

fungsional. Dalam hal ini, gigi permanen bererupsi keluar dari lengkung gigi

secara total ataupun sebagian. Apabila kehilangan ruang terjadi di satu sisi, gigi

akan bergerak ke ruang kosong sehingga mengakibatkan asimetris lengkung

gigi dan pergeseran garis median dalam arah mesiodistal.

Kehilangan insisivus bawah desidui dapat menyebabkan penutupan

ruang di bagian anterior apabila terjadi sebelum stabilisasi kuspid. Kehilangan

dini gigi di mandibula memperlihatkan risiko deep overbite karena pergeseran

gigi geligi anterior ke belakang.

Semakin dini pencabutan gigi desidui maka semakin besar tendensi

untuk crowding. Kehilangan dini gigi desidui 6 bulan sebelum masa erupsi

normal gigi pengganti dapat memperparah maloklusi dan mengakibatkan

percepatan waktu erupsi gigi permanen di bawahnya. Bahkan, apabila

kehilangan dini gigi desidui terjadi sangat dini yaitu sebelum terjadi

pembentukan akar gigi permanen pengganti maka akan mengakibatkan

perlambatan erupsi yanng dapat mempengaruhi pertambahan panjang, lebar

dan tinggi lengkung yang normal.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gigi desidui memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan arah

pertumbuhan rahang. Kehilangan gigi desidui secara dini jauh sebelum molar

pertama permanen bererupsi dapat menyebabkan pertumbuhan rahang

terhambat, pertumbuhan maksila maupun mandibula yang berlebihan dalam arah

sagital, menimbulkan anomali seperti malrelasi rahang, serta mengakibatkan

percepatan waktu erupsi gigi permanen di bawahnya.

Kehilangan dini gigi desidui terutama di anterior dapat mempengaruhi

estetika wajah dan pengucapan kata. Kehilangan dini gigi anterior bawah dapat

memperparah keadaan yang mana mandibula akan semakin ketinggalan dalam

pertumbuhannya. Kehilangan gigi geligi anterior bawah juga dapat

menimbulkan deep overbite sehingga menghambat pertumbuhan rahang ke

arah vertikal dan bisa menyebabkan berkurangnya pertumbuhan rahang

dalam arah sagital, dalam hal ini rahang bawah.

Kehilangan dini gigi desidui dapat mempengaruhi dimensi lengkung gigi.

Sedikit saja gigi yang hilang telah dapat menyebabkan perubahan dimensi

lengkung gigi. Pada keadaan ini terjadi pengurangan ruang akibat pergeseran

gigi geligi tetangga ke ruang bekas pencabutan. Kondisi yang demikian dapat

menyebabkan gigi permanen pengganti terhambat bererupsi atau mencari jalur

lain untuk erupsi sehingga terjadilah malposisi gigi.

16
17

Pengurangan perimeter lengkung gigi dapat terjadi dari dua arah.

Kehilangan ruang di satu sisi akan mengakibatkan asimetris lengkung gigi dan

pergeseran garis median. Pergeseran garis median dapat menimbulkan masalah

estetika dan sulit untuk dirawat.

3.2. Saran

Sebaiknya tenaga kesehatan memberikan penyuluhan kepada orang tua

agar merawat gigi desidui anak-anak dengan melakukan pemeriksaan rutin 6

bulan sekali ke dokter gigi. Penyuluhan yang diberikan dapat memuat

pentingnya gigi desidui dalam mencegah crowding serta peran gigi desidui

dalam menuntun pertumbuhan rahang.

Deteksi dini panjang lengkung gigi yang berhubungan dengan kehilangan

dini gigi desidui dapat membantu untuk mencegah terjadinya maloklusi.

Disamping itu, pemasangan space maintainer pada gigi desidui yang mengalami

kehilangan dini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pengurangan

ruang dan menjaga hubungan oklusi yang baik.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Dulayme, D. A. (2013) ‘The Effects of Unilateral Premature Loss of Maxillary

Primary Molars on the Dental Arch Dimensions’, Journal of Baghdad

College of Dentistry, 25(4), pp. 95–99.

Andreeva, R. S. et al. (2016) ‘Loss of Space According To the Time and the Type

of the Premature Extracted Deciduous Teeth’, Journal of IMAB - Annual

Proceeding (Scientific Papers), 22(2), pp. 1169–1171.

Bhalajhi, S. I. (2006) Orthodontics - The Art and Science. New Delhi: Arya

(Medi) Publishing House.

Graber, L., Vanarsdall, R. and Vig, K. (2011) Orthodontics 5th Edition: Current

Principles and Techniques. St.Louis: Elsevier.

Herawati, H., Sukma, N. and Utami, R. D. (2015) ‘Relationships Between

Deciduous Teeth Premature Loss and Malocclusion Incidence in

Elementary School in Cimahi’, Journal Of Medicine & Health, 1(2), pp.

156–169.

Law, C. S. (2013) ‘Management of Premature Primary Tooth Loss In The Child

Patient.’, Journal of the California Dental Association, 41(8), pp. 612–

618.

McDonald, R. E. and Avery, D. R. (2016) McDonald and Avery’s Dentistry for

the Child and Adolescent. Missouri: Elsevier.

Petcu, A., Balan, A. and Maxim, A. (2009) ‘Current Tendencies of The

Prevalence of The Premature Loss of The Primary Molars’, International


Journal of Medical Dentistry, 13(4), pp. 128–130.

Pokorná, H. et al. (2016) ‘Space Reduction After Premature Loss of A Deciduous

Second Molar – Retrospective Study’, IOSR Journal of Dental and

Medical Sciences (IOSR-JDMS), 15(11), pp. 1–8.

Robinson, D. and Bird, D. (2012) Essentials of Dental Assisting 5th Edition.

St.Louis: Elsevier.

Scully, C., Chestnutt, I. and Gibson, J. (2006) Clinical Dentistry 3rd Edition.

London: Churchill Livingstone.

Anda mungkin juga menyukai