Mekanisme Persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala yaitu :
Kala I : waktu pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm
Kala II : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan His ditambah kekuatan
mengejan mendorong janin keluar hingga lahir.
Kala III : waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri
Kala IV : mulai dari lahirnya uri sampai 1-2 jam
Kala I (Pembukaan)
Inpartu mulai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka
dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis
servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka kala pembukaan dibagi
atas 2 fase, yaitu :
1. Fase laten dimana pembukaan serviks berlangsung lambat ; sampai pembukaan 3 cm
Berlangsung dalam 7-8 jam.
2. Fase aktif di bagi 3 fase yaitu :
a. Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
b. Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4
cm menjadi 9 cm.
c. Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari
9 cm menjadi lengkap
Kala IV (Observasi)
Perlu pengawasan apakah adanya perdarahan post partum Majunya kepala Kepala fleksi
Putaran paksi dalam ekspulsi. putaran paksi luar ekstensi
2. Terhadap Ibu
Akibat untuk ibu adalah :
· Penurunan semangat
· Kelelahan
· Dehidrasi
· Asidosis
· Infeksi
· Resiko Ruptur Uterus
· Perlunya intervensi bedah meningkatkan Mortalitas Dan Morbiditas.
2. Malposisi / Malpresentasi
Malposisi adalah merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil
sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin, selain presentasi verteks. Presentasi bukan
belakang kepala (sungsang, letak lintang, dll) atau Presentasi ganda (adanya bagian janin, seperti
lengan atau tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)
1. Masalah :
Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus lama atau partus
macet.
2. Penanganan Umum :
a. Lakukan penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah,
pernapasan, suhu)
b. Lakukan penilaian kondisi janin :
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) segera setelah his :
· Hitung DJJ selama satu menit penuh paling sedikit setiap 30 menit selama fase aktif dan setiap
5 menit selama fase kedua.
· Jika DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali permenit kemungkinan gawat janin.
c. Jika ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban :
· Jika ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan intervensi untuk penanganan
gawat janin.
· Tidak adanya cairan pada saat ketuban pecah menandakan adanya pengurangan jumlah air
ketuban yang mungkin ada hubungannya dengan gawat janin
d. Berikan dukungan moral dan perawatan pendukung lainnya.
e. Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf.
Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan
penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional misalnya;
uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his.
1. His Hipotonik
a. Pengertian :
· Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa,
keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction.
· Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama hal ini dinamakan dengan
inersia uteri sekunder.
· Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri
tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.
· Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi terjadi
perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan servik
b. Penanganan :
· Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi serta posisi
janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul.
· Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk
melakukan SC.
· KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum dikosongkan, apabila
kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-
jalan terlebih dahulu.
· Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5 satuan
oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus IV (dengan
kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes.
· Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara
pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan.
· Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan incoordinate uterin
action.
b. Penanganan :
· Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi sudah lahir
tanpa ada seseorang yang menolong.
· Kalau seorang wanita pernah mengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini
akan berulang pada persalinan selanjutnya. Oleh karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum
persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik, dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perineum tingkat III.
b. Penanganan :
· Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus.
· Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita.
Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin.
· Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah
pecah.
· Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan SC.
5. Syok
Tanda – tanda dari Ibu yang mengalami syok :
a. Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit)
b. Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmhg)
c. Pucat
d. Berkeringat atau kulit lembab, dingin
e. Napas cepat (lebih dari 30 x/menit
f. Cemas, bingung atau tidak sadar
g. Produksi urin sedikit (kurang dari 30 ml/jam)