Anda di halaman 1dari 9

Jawaban no 1

 Proses Utama: Ini adalah proses fundamental dari sebuah bisnis di mana perusahaan
mengirimkan produk akhir kepada pelanggan. Setiap langkah yang terlibat dalam
proses ini bekerja untuk menambah nilai pada penawaran akhir.
 Proses Dukungan: Proses dukungan tidak menambahkan nilai ke produk akhir secara
langsung tetapi membuat lingkungan untuk proses utama agar beroperasi secara
efisien dan efektif. Proses ini mendukung operasi sehari-hari suatu organisasi.
 Proses manajemen: Proses manajemen mengatur operasi, tata kelola perusahaan dan
manajemen strategis. Proses ini menetapkan tujuan dan standar yang mengarah pada
kerja proses primer dan pendukung yang efisien dan efektif. Selain perencanaan,
proses ini juga melibatkan pemantauan dan pengendalian proses bisnis lainnya. Proses
manajemen digunakan untuk mengelola bisnis melalui perencanaan strategis,
perencanaan taktis dan operasional.

Jawaban no 2

1. Mewujudkan visi dan misi perusahaan

Setiap perusahaan punya visi dan misi yang merupakan esensi utama dari keberadaan bisnis.
Dengan adanya strategic management, visi dan misi tidak sekadar menjadi pajangan. Namun,
perusahaan dapat merumuskan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan dan
diimplementasikan untuk mencapainya.

2. Identifikasi produk dan pasar

Persaingan di dunia bisnis sangat keras. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempunyai
produk yang mampu berkompetisi dengan baik di pasaran. Penerapan strategic management
dapat membantu perusahaan mengidentifikasi peluang baru yang dapat dimanfaatkan di
pasar. Selain itu, perusahaan juga dapat memanfaatkannya sebagai sarana evaluasi produk
atau pasar yang ada.

3. Fokus pada brand positioning perusahaan

Setiap perusahaan mempunyai brand positioning tersendiri di mata konsumen. Penerapan


strategic management dapat membantu mempertahankan dan sekaligus memperkuat
positioning merek perusahaan. Hal ini dapat dicapai karena setiap strategi yang diterapkan
harus selaras dengan citra brand.

4. Keteraturan bisnis

Strategic management juga dapat memastikan kalau setiap divisi dalam perusahaan mampu
melakukan sinergi dengan baik. Setiap pengambilan keputusan dilakukan dengan
mempertimbangkan pandangan dari setiap divisi. Selanjutnya, divisi-divisi dalam perusahaan
mampu bekerja sama dengan baik dalam mencapai tujuan organisasi.
5. Perencanaan dan koreksi

Manajemen strategis merupakan panduan yang memastikan bahwa perusahaan menjalankan


aktivitas bisnisnya pada jalur yang tepat. Tanpa adanya strategic management, perusahaan
bakal mengalami kesulitan dalam proses perencanaan. Demikian pula ketika terdapat
kesalahan yang kemudian berakibat fatal.

Jawaban no 3

Prinsip Dasar Analisis Lingkungan Bisnis Makro


Hampir tidak ada arsitek - eksekutif dan perencana - manajemen strategik yang tidak
memperhatikan lingkungan bisnis makro. Sejak dasawarsa tujuh puluhan, manajemen telah
memahami betapa pentingnya pengaruh lingkungan makro terhadap kegagalan atau
keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan. Ketika itu, manajemen mulai sadar betapa
lingkungan makro lebih sering  berubah dengan tingkat kecepatan dan percepatan  perubahan
yang semakin meninggi. Akan tetapi di sisi lain, manajemen juga mengetahui  bahwa
melakukan analisis lingkungan makro sama sekali bukan pekerjaan yang mudah. Bahkan
teramat sulit. Hal ini terjadi karena lingkungan makro memiliki karakteristik yang khas.
Pertama, lingkungan bisnis makro tidak memiliki batas
(boundlessness).
Sekalipun secara umum terdiri dari lingkungan ekonomi, teknologi, politik, hukum, sosial,
dan kependudukan; akan tetapi detail dari masing-masing lingkungan amat luas, dalam, dan
tanpa batas. Masing-masing memiliki intensitas pengaruh yang berbeda terhadap berbagai
aspek manajemen fungsional. Mustahil ditemukan seseorang yang memiliki pengetahuan dan
kecakapan yang menyeluruh yang dapat memahami keluasan dan kedalaman begitu  banyak
aspek. Manajemen perlu menyiapkan waktu, tenaga, dan dana yang cukup jika mereka
dituntut untuk mengamati perubahan lingkungan makro secara komprehensif dan terus
menerus. Sekalipun demikian, belum ada jaminan bagi manajemen mampu menemukan
sebagian dari lingkungan makro yang unik (khas) yang dilihatnya sebagai faktor penentu
utama keberhasilan perusahaan. Sering kali terjadi justru manajemen terjebak untuk membuat
daftar yang begitu panjang dan tidak rnampu menentukan urutan  penting dan intensitas
pengaruh rnasing-rnasing faktor. Diseyogiakan manajemen berbuat yang sebaliknya. Tanpa
perlu daftar panjang, akan tetapi mengandung elemen yang signifikan. Kedua, lingkungan
bisnis makro juga hanya memberikan sinyal yang lemah (periferal) kepada manajemen (Day
dan Schoernaker, 2005, 2006). Sinyal yang diberikan arnat lemah
(weak signals),
oleh karena itu sering terlewatkan oleh eksekutif (kecolongan). Arnat  jarang diternukan
sinyal perubahan yang transparan. Manajemen perlu melakukan deteksi sinyal yang berada di
pinggiran
(scanning the periphery).
Kecenderungan perubahan
 
 biasanya baru dapat dilihat dalam jangka panjang. Kadang kala sinyal yang diberikan
bertolak belakang satu sama lain yang dapat menyulitkan  pemilahan. Oleh karena itu, di
samping  pengetahuan dan kecakapan, manajemen juga dituntut memiliki intuisi bisnis yang
terlatih, dan terus menerus diasah. Manajemen juga perlu menggali sumber informasi di luar
yang formal dan resmi. Pada banyak negara berkembang, manajemen perlu membangun
jaringan informasi secara informal, yang biasanya berasal darirekan bisnis, gosip, humor. Jika
perlu manajemen perlu memiliki sumber informasi dari pusat  pengambilan keputusan
kebijaksanaan lingkungan makro
(insider sources).
Dilihat dari kepentingan perusahaan, lingkungan bisnis makro juga memiliki sifat tak dapat
dikendalikan. Manajemen sama sekali tidak memiliki kendali manajerial terhadap  besaran
dan arab perubahan lingkungan makro. Dalam batas-batas tertentu yang amat kecil, hanya
perusahaan yang amat sangat luar biasa - dalam segala ukuran - kadang kala memegang
kendali lingkungan makro. Akibatnya, manajemen tidak dapat sepenuhnya  bersikap proaktif.
Hanya sedikit manajemen yang mampu mengembangkan sikap proaktif secara ajek.
Cenderung bersikap reaktif. Manajemen lebih banyak hanya sekedar menunggu. Manajemen
hanya sekedar memberikan tanggapan terhadap perubahan lingkungan makro. Manajemen
cenderung hanya menyiapkan antisipasi bisnis. Oleh karena itu, biasanya pilihan yang paling
lazim adalah menyesuaikan (adaptasi) dengan  perubahan lingkungan bisnis. Prinsip bersedia
melakukan adaptasi atau memilih mati
(adapt or die)
amat populer. Kalaulah ada perusahaan yang mampu melakukan rekayasa  pada lingkungan
bisnis makro, biasanya memerlukan biaya yang amat mahal dan juga membutuhkan waktu
tunggu yang relatif lama.
B.Pendekatan Dalam Analisis Lingkungan Bisnis Makro
Tersedia tiga pendekatan pokok yang dapat digunakan untuk melakukan analisis lingkungan
makro. Pendekatan tidak reguler
(irregular approach)
 pada dasarnya adalah  pendekatan dadakan
(ad-hoc).
Analisis lingkunganmakro hanya dibuat ketika ada peristiwa tertentu yang diperkirakan
mempengaruhi prospek perusahaan. Analisis dibuat ketika diperlukan. Tidak ada ke-ajeg-an.
Bagi industri kesehatan, misalnya, kini memerlukan analisis tentang persoalan AIDS dan
implikasi ekonomis yang ditimbulkannya terhadap rumah sakit. Bagi industri otomotif di
Indonesia, misalnya, kini perlu mempelajari efek deregulasi ekonomi yang terus dilakukan
pemerintah. Juga perlu mempelajari implikasi GATT
(General Agreement on Tariffs and Trade).
 
Pendekatan reguler (regular approach)
 berusaha secara  periodik memperbaharui dan melengkapi sejumlah variabellingkungan
makro. Secara selektif dipilih beberapa variabel yang dianggap relevan dan signifikan.
Pendekatan ini menjadikan perusahaan secara  berkala memperoleh informasi baru pada
pokok-pokok persoalan tertentu. Oleh karena itu, manajemen dapat menyiapkan antisipasi
bisnis secara reguler. Bagi industri jasa keuangan dan industri yang padat modal di
Indonesia, misalnya, akan lebih baik jika memiliki informasi yang selalu diperbaharui tentang
struktur utang, harga migas di pasar internasional, dan kemampuan ekspor non-migas.
Terakhir, pendekatan kontinu
(continous approach)
 berusaha secara ajeg menganalisis sejumlah banyak variabel dari lingkungan makro, yang
digunakan sebagai masukan  penyusunan perencanaan korporat. Bagi manajemen, dengan
demikian, pengumpulan dan analisis data lingkungan makro menjadi hal yang rutin dan terus
menerus. Perusahaan memiliki bank data yang selalu diperbaharui dan siap digunakan
sebagai masukan  pengambilan keputusan. Pendekatan ini biasanya diterapkan oleh
perusahaan yang telah memiliki sistem informasi manajemen yang mapan. Perusahaan yang
peka terhadap  perubahan lingkungan bisnis, diseyogyakan menerapkan pendekatan terakhir
ini.
Enam kekuatan lingkungan makro dan contoh-contohnya

Lingkungan makro terdiri dari tujuh faktor, yaitu:

1. Faktor-faktor politik seperti perubahan kepemimpinan negara, kerusuhan politik, kudeta,


korupsi, kebijakan pemerintah, dan program kesejahteraan.
2. Ekonomi faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, nilai tukar, pajak,
indeks saham, harga obligasi, dan tingkat pengangguran.
3. Faktor sosial-budaya seperti pertumbuhan populasi, komposisi demografis (usia, agama,
dan etnis), selera dan preferensi, pendapatan dan kekayaan rumah tangga, dan migrasi.
4. Teknologi seperti internet, printer 3D, teknologi serat optik, dan nanoteknologi.
5. Faktor lingkungan seperti bencana alam, pemanasan global, dan polusi.
6. Hukum seperti peraturan persaingan, perlindungan konsumen, persyaratan kesehatan
produk, peraturan emisi karbon, kebijakan perdagangan, dan kebijakan lingkungan.

Keenam faktor tersebut akrab dengan akronim PESTEL .

Ingat, keenam faktor tersebut bisa bersifat lokal, nasional, atau global. Proteksi perdagangan
oleh mitra dagang, misalnya, adalah masalah global daripada lokal. Kebijakan tersebut
mempengaruhi perusahaan yang berorientasi ekspor domestik. Tapi, itu kurang signifikan
bagi perusahaan dengan sumber pendapatan dari penjualan lokal.

Bagaimana lingkungan makro mempengaruhi bisnis

Lingkungan makro mempengaruhi keputusan, profitabilitas, dan fungsi perusahaan. Dan,


mereka tidak memiliki kontrol absolut untuk mengarahkan dampaknya demi keuntungan
mereka.

Perusahaan perlu mempertimbangkan faktor-faktor ini dalam perencanaan strategis. Saya


akan ambil contoh perusahaan asuransi.

Salah satu sumber pendapatan perusahaan asuransi, tidak termasuk premi, adalah pendapatan
investasi. Untuk mengalokasikan investasi ke kelas aset yang tepat, mereka harus
memprediksi tren masa depan dari beberapa indikator ekonomi seperti indeks harga saham
dan obligasi, suku bunga, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi.

Katakanlah, perusahaan memprediksi bank sentral akan menaikkan suku bunga kebijakan
tahun depan. Peningkatan suku bunga berarti harga obligasi akan turun. Oleh karena itu,
perusahaan perlu mempertimbangkan apakah akan mengurangi paparan investasi mereka
dalam obligasi atau tidak.

Dinamis, tetapi tidak semuanya strategis

Enam elemen lingkungan makro itu dinamis. Maksud saya, mereka berubah dari waktu ke
waktu dan membawa ketidakpastian pada bisnis. Dan, beberapa faktor bisa lebih signifikan di
industri tertentu, tetapi tidak di industri lain. Jadi, Anda tidak harus memasukkan semua
faktor saat menganalisis perusahaan. Fokus saja pada faktor signifikan bagi perusahaan.
Perubahan elemen makroekonomi menghadirkan peluang sekaligus ancaman. Karena di luar
kendali, Anda perlu menganalisis faktor mana yang paling berpengaruh terhadap perusahaan
Anda. Dengan begitu, Anda dapat memanfaatkan setiap peluang dan meminimalkan setiap
ancaman.

Pentingnya peluang dan ancaman tergantung pada industri tempat bisnis Anda
beroperasi. Sebagai contoh, suku bunga lebih signifikan pada bank komersial daripada
perusahaan manufaktur. Demikian juga, inflasi lebih signifikan untuk perusahaan makanan
dan minuman daripada perusahaan utilitas.

Cara beradaptasi dengan lingkungan makro

Bisnis harus mengidentifikasi faktor mana yang paling tidak pasti dan paling signifikan
mempengaruhi operasi bisnis. Mereka perlu memilah elemen-elemen kunci dan menentukan
signifikansinya.

Biasanya, langkah-langkah dalam analisis lingkungan makro melibatkan tahapan berikut:

 Identifikasi dan pilah faktor-faktor kunci yang paling tidak pasti dan paling signifikan yang
memengaruhi perusahaan
 Tentukan tren masing-masing faktor, apakah bergerak ke arah yang menguntungkan atau
tidak
 Klasifikasi faktor-faktor ini sebagai “peluang” atau “ancaman.”
 Mengevaluasi signifikansi setiap peluang atau ancaman terhadap kinerja perusahaan dan
kemungkinan terjadinya.

Jawaban no 4

Strategi Ofensif yaitu strategi mencari pelanggan baru untuk memperbanyak pelanggan dan
pangsa pasar. Strategi Defensif yaitu strategi pengurangan kemungkinan beralihnya
pelanggan ke pihak lain dengan langkah memperbaiki produk dan dan melindungi pangsa
pasar dari para pesaing.

Jawaban no 5

Institusi Pemerintah merupakan institusi yang sangat strategis dalam manajemen bernegara.
Jalannya kehidupan bernegara akan ditentukan dengan efektif tidaknya manajamen
pemerintahan. Pembangunan infrastruktur (jembatan, jalan, rumah sakit, pelabuhan, dsb),
penerbitan KTP/Akta Kelahiran/Kartu Keluarga, pelayanan kesehatan, penyelenggaraan
pendidikan, pengurusan perizinan, dll akan berkualitas sepanjang organisasi pengelolanya,
yakni Pemerintah diselenggarakan dengan manajemen yang berkualitas pula. Manajemen
adalah usaha manusia untuk mencapai tujuan dengan cara yang paling efektif dan efisien.
Usaha yang dimaksud adalah bagian dari proses manajemen, yaitu suatu rangkaian kegiatan
yang dilakukan secara berurutan atau kronologis. Rangkaian kegiatan dimaksud secara umum
yaitu mulai dari penetapan tujuan (goal setting), perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan/pengendalian (controlling) (Unggul
Prasetyo Nugroho, 2010).
Pencapaian tujuan (goal setting) yang dicanangkan oleh Pemerintah harus jelas dan terukur
yang termaktub dalam visi dan misi bernegara dalam UUD 1945 dan visi misi Pemerintah
setiap awal rezim Pemerintah yang berkuasa (5 tahun). Visi dan misi tersebut akan
diejawantahkan dalam program perencanaan pembangunan (planning) yang dicanangkan
berdasarkan jangka waktunya, pendek, menengah dan panjang yang berupa Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJM Nasional), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Strategis,
dan Rencana Kerja. Selanjutnya, implementasi dari program perencanaan harus didukung
oleh organisasi, aparatur Pemerintah yang profesional dan akuntabel, tersedianya peraturan
yang jelas dan berkepastian hukum, maupun tersedianya anggaran yang berbasis kinerja
(organizing). Terakhir, pelaksanaan program yang dicanangkan harus dipastikan progres dan
capaiannya agar dapat menghasilkan layanan dan pembangunan yang berkualitas yang
dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat.

Tidak mudah untuk mewujudkan hasil pembangunan yang berkualitas. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu program Pemerintah, salah satunya
adalah profesionalisme dan integritas Pejabat Pemerintahan. Profesionalisme dalam hal ini
berarti bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab
dan komitmen yang tinggi dalam menyelesaikan setiap misi yang diemban sesuai tugas dan
fungsi Pejabat Pemerintahan dimaksud. Integritas dalam hal ini adalah segala tindakan
Pejabat Pemerintahan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan kedinasan berdasarkan
semangat, perilaku, dan tindakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Sebagaimana kita
ketahui bahwa prinsip moral Pejabat Pemerintahan yang menjadi patokan utama adalah
penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). AUPB adalah prinsip yang
digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam
mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
sebagaimana tercantum dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

AUPB tersebut, meliputi:

1.  Kepastian hukum;
2.  Kemanfaatan;
3.  Ketidakberpihakan;
4.  Kecermatan;
5.  Tidak menyalahgunakan kewenangan;
6.  Keterbukaan;
7.  Kepentingan umum; dan
8.  Pelayanan yang baik.

Dalam pelaksanaan program pembangunan, baik dalam tahap perencanaan, eksekusi, maupun
monitoring, Pejabat Pemerintahan harus selalu mengacu kepada peraturan perundang-
undangan dan AUPB. Nilai-nilai dalam AUPB sifatnya adalah kumulatif artinya segala
tindakan, perbuatan, atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Pejabat Pemerintahan tidak boleh
melenceng satupun dari nilai-nilai AUPB.

Sedangkan peraturan perundang-undangan dimaksud meliputi peraturan perundang-undangan


yang menjadi dasar kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan. Kewenangan yang
dimiliki oleh Pejabat Pemerintahan dapat berasal dari kewenangan atributif, delegatif,
maupun mandat. Ketiga kewenangan tersebut harus jelas dasar hukumnya, agar segala
kebijakan/keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Pemerintahan memiliki kekuatan hukum
yang kuat dan efektif dilaksanakan.

Namun, dalam kondisi tertentu, seringkali kita jumpai beberapa program pembangunan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah terhambat pelaksanaanya. Salah satu faktornya adalah belum
jelas dan/atau belum lengkapnya aturan hukum yang berlaku yang menjadi dasar bagi setiap
tindakan dan/atau keputusan yang harus diambil oleh Pejabat Pemerintahan dalam
mendukung kesuksesan program pembangunan.

Dalam kondisi ini, UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan


jalan keluar kepada Pejabat Pemerintahan untuk tetap bisa mengeluarkan keputusan dan/atau
tindakan dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan program Pemerintah sepanjang
memberikan kemanfaatan umum dan sesuai AUPB, yakni mengeluarkan diskresi. Sesuai
Pasal 1 angka 9 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa diskresi
adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak
mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Kewenangan diskresi seringkali terbit manakala suatu program pemerintah tidak berjalan
optimal dan mengarah kepada stagnasi akibat dari peraturan yang berlaku tidak lengkap atau
tidak jelas.

Contoh sederhana dari diskresi yang jelas di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko adalah pembentukan Tim Perundingan Pemerintah Republik
Indonesia dan pelaksanaan perundingan dengan lembaga keuangan internasional dalam
rangka pemberian dan pelaksanaan Jaminan Pemerintah Atas Pembiayaan Infrastruktur
Melalui Pinjaman Langsung Dari Lembaga

Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara. Kewenangan untuk membentuk
Tim Perundingan dan pelaksanaan perundingan tersebut belum diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.08/2015. Namun, mengingat proses pemberian dan
pelaksanaan jaminan pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung
dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara membutuhkan
proses negosiasi Pemerintah Indonesia dengan Lembaga Keuangan Internasional sebagai
bagian dari upaya memperoleh biaya penjaminan yang lebih murah, maka Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengeluarkan wewenang (diskresi) dalam menerbitkan
SK Tim Perundingan dan menugaskan anggota tim untuk melaksanakan perundingan.

Kedudukan Diskresi dan kewenangan pada umumnya

Kekuasaan dalam negara sejatinya adalah kekuasaan hukum terutama pada Undang-Undang
Dasar sebagai hukum tertinggi yang memberikan wewenang kepada Pemerintah (eksekutif)
untuk bertindak sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh hukum. Dalam
penyelenggaraan fungsi pemerintahan, tindakan Pemerintah harus didasarkan pada
wewenang yang dimiliki dan bukan pada kekuasaan. Tentunya penggunaan diskresi pun
harus didasarkan pada kebutuhan atas terselenggaranya program Pemerintah dan bukan pada
kemauan pribadi dari Pejabat Pemerintahan.

Diskresi sebagai wewenang pemerintahan merupakan wewenang bebas yang dimiliki oleh
Pejabat Pemerintahan sekaligus sebagai lawan dari wewenang terikat (gebonden
bevoegdheid). Sifat dan karakter hukum tindakan pemerintah ini mengharuskan kekuasaan
pemerintah tidaklah sekedar melaksanakan undang-undang (asas wetmatigheid van bestuur),
tetapi harus lebih mengedepankan “doelstelling” (penetapan tujuan) dan beleid
(kebijakan). Tindakan pemerintah yang mengedepankan “doelstelling” dan “beleid”
merupakan kekuasaan yang aktif (Philipus M. Hadjon, Discretionary Power dan Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), h. 2-3.)

Namun, diskresi janganlah disalahartikan bahwa Pejabat Pemerintahan bisa sebebas-


bebasnya mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan atas kehendaknya sendiri tanpa
dilandasi dengan koridor yang harus dipatuhi, yakni demi kepentingan umum, dalam batas
wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar AUPB. Setiap kewenangan dalam negara
hukum tidak dikenal adanya wewenang yang sebebas-bebasnya. Wewenang (termasuk
wewenang terikat) selalu memiliki batasan yang diperintahkan oleh peraturan perundang-
undangan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Pejabat Pemerintahan dalam
menggunakan diskresi sebagai berikut (Pasal 24 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan):

1.  sesuai dengan tujuan Diskresi;


2.  tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3.  sesuai dengan AUPB;
4.  berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
5.  tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
6.  dilakukan dengan iktikad baik.

Posisi diskresi dengan kewenangan pada umumnya adalah sebagai pelengkap kewenangan
terikat yang sudah ada dan sebagai solusi bagi Pejabat Pemerintahan atas persoalan yang
terjadi di lapangan, yang membutuhkan pertimbangan subjektif Pejabat Pemerintahan demi
kelancaran tugas-tugasnya.

Pejabat Pemerintahan harus terlebih dahulu melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan


kewenangan terikat yang dimiliki sebelumnya yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan (atribusi, delegasi, mandat), baru kemudian dalam hal kondisi membutuhkan
pertimbangan subjektif Pejabat Pemerintahan atas suatu persoalan, maka perlu adanya
diskresi Pejabat Pemerintahan sepanjang memenuhi persyaratan di atas.

Masyarakat atau stakeholders lainnya selaku penerima layanan Pejabat Pemerintahan


(servant taker) dapat mengontrol setiap tindakan dan/atau keputusan Pejabat Pemerintahan
apakah tetap berjalan atau keluar dalam koridor yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Pelaksanaan kewenangan terikat yang berlaku maupun diskresi tentunya
menimbulkan implikasi baik positif dan negatif, sehingga masyarakat atau stakeholders
lainnya dapat menilai apakah Pejabat Pemerintahan yang telah mengeluarkan keputusan
dan/atau tindakan telah melampaui wewenangnya atau tidak dengan indikator sebagai
berikut:

1.  bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh


ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.  bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3.  tidak sesuai dengan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan
keuangan dikeluarkannya diskresi.
Dalam hal terdapat Pejabat Pemerintahan terbukti melakukan tindakan dan/atau keputusan
yang melampaui wewenangnya, maka akibat hukum dari keputusan Pejabat Pemerintahan
tersebut adalah tidak sah, dan masyarakat dan/atau stakholders terkait dapat mengajukan
pembatalan atas dikeluarkannya keputusan dimaksud.

Penyimpangan terhadap penggunaan diskresi dapat diuji melalui peradilan dan pembuat
kebijakan akan dibebani tanggung jawab. Ada dua bentuk tanggung jawab, yakni tanggung
jawab jabatan dan tanggung jawab pribadi. Tanggung jawab jabatan terjadi ketika pembuat
kebijakan menggunakan diskresi untuk dan atas nama jabatan, sedangkan tanggung jawab
pribadi diterapkan dalam hal pembuat kebijakan melakukan tindakan maladministrasi.

Agar diskresi keputusan dan/atau tindakan Pejabat Pemerintahan mewujudkan tata


pemerintahan yang baik berjalan efektif, maka Pejabat Pemerintahan dalam melakukannya
harus demi kepentingan umum, dilakukan secara transparan, serta diupayakan
mengikutsertakan partisipasi publik secara luas.

Anda mungkin juga menyukai