Anda di halaman 1dari 23

“Motivasi adalah energi yang bisa membuat kita berjuang tiada henti.


- David Aji Pangestu –
ANAK MUDA DAN REALITANYA
Dari zaman purba hingga media sosial berkuasa, anak muda memang diidentikkan
dengan cita-cita yang tinggi dan semangat yang bergelora.
Namun, studi terbaru dari Journal of Abnormal Psychology menyebutkan bahwa remaja
dan dewasa muda yang kini usianya 20-an awal justru lebih berisiko mengalami
kesehatan mental yang parah.
Para peneliti menyebutkan hal ini disebabkan oleh akses yang berlebihan terhadap
ponsel dan berkurangnya waktu tidur.
Jika kita gali lebih dalam lagi, mengapa sih hal ini bisa terjadi? Nah, sebenarnya hal ini
bisa kita hubungkan dengan kurangnya motivasi yang dimiliki anak muda. Atau istilah
kerennya, biasa saya sebut krisis motivasi.
Begini alurnya:

• Gara-gara kurangnya motivasi, anak muda jadi malas-malasan


• Gara-gara malasan-malasan, cita-citanya akan terbengkalai dan tidak tercapai
• Gara-gara cita-citanya terbengkalai dan tidak tercapai, mereka ini jadi terus
kepikiran
• Gara-gara terus kepikiran, mereka jadi bingung apa
• Gara-gara bingung mau apa, akhirnya malah keterusan mainan ponsel dan
kurang tidur deh.
Masuk akal?!
Pertanyaannya, “Bagaimana sih caranya agar memiliki motivasi yang tinggi? Lebih
lanjut lagi, apa mungkin kita bisa termotivasi tanpa dimotivasi seperti judul buku ini?”
Tenang, semuanya akan secara bertahap terjawab melalui buku ini. Tugas kamu adalah
terus membaca, memahami, dan mempraktikkan hal yang baik yang telah didapatkan.
Lanjut ke pembahasan awal, mari kita mulai perjalanan menuju perubahan...
A. MOTIVASI = ENERGI
Seperti yang sudah saya singgung di kutipan pembuka buku ini, motivasi adalah energi.
Saya yakin kamu sudah paham dengan ungkapan sederhana ini. Namun, pertanyaannya
adalah seberapa penting sih motivasi ini berperan dalam kehidupan? Kok bisa-bisanya
disebut sebagai energi?
Jadi begini, manusia itu terdiri dari berbagai dimensi. Baik itu yang disebut dengan
jasmani maupun rohani, hati dan pikiran, internal dan eksternal, yang tampak dan tidak
tampak, dan berbagai macam istilah lainnya.
Nah, posisi motivasi secara sederhananya berada di dimensi yang tidak tampak. Namun,
bukan berarti tidak penting. Justru, yang tidak tampaklah biasanya berperan lebih
penting.
Seperti mesin dan bahan bakar yang tertutup oleh body mobil, begitulah perumpamaan
yang pas bagaimana motivasi berperan. Tidak tampak, namun sangat krusial. Kalau ini
tidak ada, ya tidak bakal jalan.
Masalahnya adalah tidak semua orang apalagi anak muda bisa menumbuhkan dan
mengelola motivasi ini dengan baik. Akibatnya, hidupnya akan jalan di tempat, begitu-
begitu saja.
Kalau impact-nya ke diri sendiri saja sih tidak terlalu masalah. Namun, kalau yang
demotivasi (tidak memiliki motivasi) adalah kebanyakan orang, bagaimana generasi kita
akan berjalan?
Ingat, manusia adalah makhluk sosial. Satu kondisi akan berpengaruh kepada kondisi
lainnya. Kalau ada yang kurang baik, hal itu sangat mungkin menular. Termasuk masalah
motivasi ini.
Hal lain yang menjadi masalah adalah masih banyaknya anak muda yang mengandalkan
faktor dari luar untuk termotivasi dan bergerak. Padahal, motivasi semacam ini sangat
rawan.
Bayangkan jika kamu berada di kondisi yang tidak mendukung, tidak ada sesuatu yang
bisa memotivasi lagi, pada apa lagi kamu mau bergantung? Nah loh, bingung. Sesuatu
yang ada di luar diri kita itu sangat rawan, tidak bisa dikendalikan. Saat ini masih ada,
bisa saja besok akan hilang. #Curhat
“Lalu, motivasi seperti apa yang paling baik, Mas?”
Motivasi yang datang dari diri sendiri!
Ya, benar. Kamu harus bisa memotivasi diri sendiri. Setidaknya, diri kita sendirilah yang
paling bisa kita kontrol. Termotivasi tanpa memerlukan media di luar kamu.
Dan memang, untuk mencapai level motivasi tertinggi ini nggak ujug-ujug bisa tercapai
dalam semalam. Kalau pun bisa, paling nggak akan bertahan lama.
Ketika kamu berkata, “Ayo saya semangat!” paling ya bertahan cuma beberapa jam,
setelah itu akan loyo lagi. Memang memberi efek sih kata-kata seperti ini. Akan tetapi,
akan kurang nendang kalau kita tidak punya dasar yang kuat akan hal itu.
Sebelum kamu saya ajak untuk belajar hal-hal teknis tentang membangun motivasi
dalam diri, pada halaman selanjutnya akan saya jabarkan dulu tentang lima tangga
motivasi.
“Belajar tentang lima tangga motivasi buat apa, Mas?”
Supaya kamu bisa mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Biar tahu standing point atau
posisi berdiri kamu di mana sehingga bisa lebih efektif untuk melangkah ke fase-fase
berikutnya.
Kalau menunda membaca atau melewati bab ini, pandangan kamu tentang motivasi
dalam diri akan terlihat kabur.
Maka dari itu, mari kita lanjut ke halaman berikutnya!
B. LIMA TANGGA MOTIVASI
Motivasi ada levelnya. Biar lebih mudah, akan saya sebut dengan lima tangga motivasi.
Setiap levelnya akan menggambarkan perbedaan kualitas sebuah motivasi. Level 0
kualitasnya paling rendah, sedangkan level 5 merupakan level yang tertinggi.
Sebenarnya, lima tangga motivasi ini merupakan bagian dari Self-Determination yang
digagas oleh Edward Deci, seorang profesor di bidang Psikologi dan direktur program
motivasi manusia.
Sedangkan Self-Determination ini sendiri adalah sebuah teori penentuan nasib yang
intinya adalah motivasi dan pilihan seseorang dibuah tanpa pengaruh serta campur
tangan eksternal.
Agar kamu lebih terbayang, berikut saya sajikan penjelasan dari masing-masing tangga
motivasi.
Level 0: Demotivated
Intinya, ini adalah kondisi di mana kamu tidak termotivasi sama sekali terhadap suatu
hal. Intinya, kamu nggak ngapa-apain. Tidak termotivasi pada sesuatu apa pun.
Tidak perlu narasi yang panjang lebar untuk menjelaskan ini.
Level 1: Eksternal
Di level ini, kamu sudah mau melakukan suatu hal tetapi sangat bergantung pada hal
eksternal, yaitu di luar dirimu. Ciri utamanya adalah kamu termotivasi melakukan
sesuatu karena ingin reward atau hadiah dari aktivitas yang akan dilaksanakan.
Contoh:

• Belajar karena akan diberikan uang lebih oleh orang tua


• Mau rajin baca buku dengan syarat dibelikan PS 5
• Mau bersih-bersih rumah karena dijanjikan dibelikan bakso 3 mangkuk
• Dan lain sebagainya
Walaupun kamu sudah ‘termotivasi’, ini adalah tingkat motivasi yang paling lemah.
Kamu perlu ‘disogok’ terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu di level ini.
Saya sendiri ketika kelas 1 SD dulu pernah melakukan sesuatu dengan berlandaskan
motivasi eksternal. Kalau tidak salah, saya ingin mobil-mobilan yang pakai remote
control. Orang tua saya bilang kalau mau dibelikan, harus bisa juara 1 dulu.
Alhamdulillah, pada akhirnya saya juara 1. Namun, tidak jadi dibelikan karena harganya
mahal. Selain itu, saya sudah tidak tertarik lagi sama mainan tersebut. Jadi buat apa
juga? Hehe.
Level 2: Introjected
Walaupun masih bergantung pada faktor yang ada di luar diri kita, level ini tentunya
lebih tinggi dari level sebelumnya. Alasan yang terkandung dalam motivasi ini adalah
kita melakukan sesuatu karena orang lain. Contohnya, kamu pasti pernah membaca atau
mendengar motivasi semacam ini:
“Bayangkan, ibumu mengandungmu selama 9 bulan, kedua orang tuamu merawatmu
dengan kasih sayang sampai kamu sebesar sekarang. Lalu, kamu mau
mengecewakannya setelah semua yang telah mereka lakukan?”
Ketika di acara latihan dasar kepemimpinan saat SMA, saya juga beberapa kali
mendapatkan motivasi seperti di atas. Bener sih bisa berpengaruh. Akan tetapi, jika
hanya mengandalkan motivasi itu saja, besoknya bakal ‘nakal’ atau tidak termotivasi
lagi.
Kalau sering ikut organisasi ketika sekolah atau mendengarkan video motivasi
mainstream, pasti sering banget bertemu motivasi semacam ini.
Level 3: Identified
Saya pernah berada di level ini ketika SD dan SMP. Tepatnya, saat itu saya berkeinginan
untuk juara kelas. Walaupun kalau ditarik lebih dalam lagi, tidak ada alasan terselubung
di balik keinginan ini.
Jadi, alasan untuk juara kelas tadi bukan karena disuruh orang tua, tetapi murni
keinginan diri sendiri. Walaupun begitu, menjadi juara kelas adalah sesuatu yang tidak
sepenuhnya berada di dalam kontrol kita. Mengapa? Karena ketika berusaha untuk
menjadi juara kelas, itu berarti kita sedang bersaing dengan orang lain.
Hal itulah yang menyebabkan level motivasi ini tidak sepenuhnya murni dikontrol oleh
diri sendiri.
Level 4: Intregated
Walaupun dari level 1 sampai level 4 ini masih tergolong motivasi ekstrinsik, motivasi
level Intregated ini adalah yang tertinggi dari level-level sebelumnya. Ciri yang
terpenting dari motivasi ini adalah kita sudah bisa melihat dampak atau tujuan jangka
panjang tentang sesuatu yang kita lakukan.
Misalnya ketika kamu sangat bersemangat untuk belajar karena ingin jadi penulis,
pebisnis, bermanfaat untuk banyak orang, dan proyek-proyek lain yang membutuhkan
waktu yang cukup panjang.
Kamu akan semakin tergerak karena sadar tujuanmu itu benar-benar penting sehingga
merasa harus tercapai dengan perjuangan panjang.
Level 5: Intrinsic
Inilah motivasi dengan level paling tinggi. Di level ini, kamu mau melakukan sesuatu
dengan cuma-cuma. Kenapa? Ya ingin saja, suka saja.
Contoh paling gampang dan paling dekat dengan anak muda adalah bermain game.
Walaupun tidak ada yang menyuruh sekalipun, kamu akan mau memainkan game
favorit secara sukarela. Kamu melakukan hal ini tanpa paksaan, disuruh orang tua, dan
berbagai macam tuntutan lainnya. Mengapa? Karena bermain game adalah hal yang
menyenangkan.
Kamu akan melewati tantangan secara bertahap dan itu membuat dirimu merasa
tertantang serta bahagia. Kamu merasa berharga karena melakukan hal tersebut.
Berdasarkan realitas ini pula, sudah sepatutnya kamu juga harus bisa membuatkan
tantangan-tantangan dalam menuju tujuan besarmu itu menjadi menyenangkan.
Oh ya, dalam kenyataannya, secara alamiah kamu tidak bisa tiba-tiba berada dalam level
motivasi tertinggi yaitu motivasi intrinsik. Mungkin, ketika sudah termotivasi melakukan
sesuatu, kamu masih berada di level 2 atau 3. Dan ini sebenarnya juga tidak terlalu
masalah.
Yang terpenting, jangan berhenti di situ. Terus latih agar kamu bisa mencapai level
motivasi tertinggi; motivasi intrinsik. Motivasi yang bebas dari pengaruh luar.
Silakan baca ulang level motivasi yang sudah saya paparkan tadi, lalu refleksikan pada
dirimu sendiri. Kira-kira, kamu lebih sering berada di level motivasi yang mana sih?
Dengan mengetahui hal itu, kamu akan lebih tahu apa yang harus diperbaiki dan apa
saja yang harus dilakukan untuk fase-fase berikutnya.
Namun, pasti pertanyaan lain masih saja menghantuimu saat ini, “Bagaimana cara agar
bisa mencapai level motivasi tertinggi tersebut, Mas?”
Kalau panduan secara lengkapnya, akan saya sajikan di halaman-halaman berikutnya.
Namun, kalau versi ringkasnya adalah sebagai berikut:

• Kenali apa yang benar-benar kamu inginkan


• Hargai setiap proses yang sudah kamu lewati, yakini bahwa kamu sangat bisa
untuk selalu bertumbuh
• Lakukan sesuatu yang lebih untuk tujuan besar yang ingin kamu capai
Nah, di halaman selanjutnya kita akan mulai belajar hal-hal teknis. Saya akan merancang
hal yang dasar yang harus kamu punya untuk mencapai level motivasi tertinggi. Lebih
tepatnya, untuk memperoleh apa yang kita sebut bersama dengan istilah termotivasi
tanpa dimotivasi.
Saya sarankan kamu menyiapkan selembar kertas untuk mengeksekusi sesuatu yang ada
di halaman berikutnya. Sudah, siapkan saja. Selamat menjemput awal perubahan!
B. LANGKAH AWAL PERUBAHAN
“Semakin tinggi bangunan yang akan kamu bangun, semakin dalam pula pondasi yang
harus kamu tanam.”
Kutipan di atas sangat cocok untuk menggambarkan pembahasan yang akan kita pelajari
di bagian ini. Ketika kamu membangun bangunan yang sangat tinggi, yang harus
dilakukan adalah mempersiapkan pondasinya sedalam dan sekuat mungkin.
Sebagus apa pun bangunan yang akan kamu bangun, jika pondasinya tidak kuat, maka
akan runtuh juga. Hal ini pula yang terjadi ketika kita membangun motivasi.
Mengatakan kata-kata motivasi itu sangat mudah. Kalau pun kamu bingung, tinggal ketik
“kata motivasi” di Google. Pasti akan muncul. Namun, kata-kata motivasi saja tidaklah
cukup. Dibutuhkan suatu dasar yang kuat mengapa kata-kata tersebut kamu tanamkan
dan ucapkan.
Dan tugas pembahasan di bagian inilah untuk menuntun kamu membangun dasar atau
pondasi tersebut. Mari kita lanjut ke yang pertama.
1. Visi Harus Tinggi
Istilah visi agaknya memang sudah familiar di otak kita. Apalagi, sudah banyak motivator
yang sering mengatakan istilah ini di berbagai media secara masif. Namun, sebenarnya
apa sih arti visi itu?
Kalau yang saya pahami sejak SMA dulu, visi itu adalah tujuan besar kita akan sesuatu.
Atau bisa juga diartikan sebagai pandangan kita akan masa depan. Dalam hal ini adalah
kehidupan. ‘Adik’ dari visi adalah misi, yang bisa diartikan serangkaian proses untuk
mewujudkan visi kita.
Namun, saya lebih suka menyebut misi ini dengan sebutan aksi.
“Jika aksimu tidak dilandasi oleh visi, maka yang terjadi adalah kehidupan yang tidak
akan pernah jelas arahnya. Visi menentukan aksi.”
Visi yang biasa-biasa saja terkadang membuat kita tidak segera termotivasi, apalagi
kalau kita tidak punya visi sama sekali. Maka dari itu, pondasi yang pertama yang harus
kita bangun adalah menentukan visi.
Banyak peran yang bisa kita ambil di dunia ini. Bidang kesehatan, politik, ekonomi, sosial,
sastra, dan berbagai macam bidang lainnya. Namun, jika ingin memaksimalkan potensi
yang ada dalam diri, kita harus fokus pada satu hal terlebih dahulu.
Namun, bukan berarti kamu tidak diperbolehkan untuk terjun di bidang lain suatu saat
nanti. Yang saya tekankan adalah fokus dahulu. Kalau pun menginginkan banyak hal dan
dirasa itu masih memungkinkan, capailah secara bertahap. Sabar, satu per satu.
Kamu bisa amati orang-orang sukses di dunia atau bahkan di Indonesia. Mereka yang
mempunyai banyak keahlian, biasanya akan terkenal dengan satu keahlian dulu. Sukses
dalam satu bidang dulu. Sebut saja tokoh sukses seperti Raditya Dika.
Di awal karirnya, dia fokus di bidang kepenulisan. Maka dari itu, Raditya Dika awalnya
terkenal sebagai penulis. Namun, setelah sukses di bidang tersebut, dia terus ekspansi
di berbagai keahlian lainnya. Tidak heran, sekarang dia juga terkenal sebagai komika,
produser, aktor, Youtuber, dan beberapa profesi lainnya.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi dalam kehidupan Deddy Corbuzier. Yang
awalnya hanya dikenal sebagai pesulap, kini juga terkenal dengan berbagai macam
profesi yang telah ditekuninya secara serius.
Namun, jika kamu berada dalam tahap memulai, bisa perjuangkan satu visi besar
terlebih dahulu. Dan sekadar informasi, sebenarnya berbagai profesi juga bisa
tertampung dalam satu visi. Itu pembahasan lain, akan saya jelaskan di buku
selanjutnya.
Nah, sekarang kita akan fokus menentukan visi terlebih dahulu. Eitssss... Bukan hanya
visi, tetapi visi yang tinggi sehingga bisa membuat kita termotivasi tanpa dimotivasi.
Maka dari itu, jawab dengan jujur beberapa pertanyaan dan tuliskan di kertas yang
sudah disiapkan untuk membantu menemukan dan menentukan visimu.
1. Aktivitas apa yang benar-benar ingin kamu lakukan dan belum terlaksana?
2. Aktivitas apa yang sudah pernah kamu lakukan dan menghasilkan hasil yang
cukup atau sangat baik?
3. Aktivitas apa yang mau kamu lakukan dengan senang hati walaupun tidak ada
paksaan dan tidak yang membayarnya sekalipun?
4. Apa sesuatu di dunia ini yang membuat kamu resah dan ingin mengubahnya?
5. Bagaimana deskripsi visi yang akan kamu perjuangkan untuk beberapa tahun ke
depan atau bahkan selama hidupmu?
Pertanyaan di atas memanglah sederhana, tetapi untuk menjawabnya, lumayan
menguras tenaga. Maka dari itu, jika masih ragu atau pun bingung, kamu bisa hubungi
saya melalui Instagram @davidajipangestu. Jika sedang aktif, saya akan berusaha
membalasnya. Bilang saja kalau kamu pembaca ebook Termotivasi Tanpa Dimotivasi.
Oh ya, bisa juga kamu kaitkan visi yang sudah ditulis dengan konsep mencari tujuan dari
Jepang yang bernama IKIGAI. Sederhananya, konsep ini bertujuan untuk meningkatkan
kebahagiaan dan makna akan kehidupan.
Konsep ini menjelaskan bahwa kamu akan memperoleh IKIGAI ini jika apa yang kamu
kerjakan memenuhi semua aspeknya, yaitu:
1. Love: Apa yang kita suka? (hobi atau minat)
2. Good at: Apa yang kita bisa? (bakat)
3. Needs: Apa yang dunia butuhkan?
4. Paid for: Apa kita bisa mendapat imbalan (gaji atau lainnya) dari hal tersebut?
Jika dua aspek atau semua aspek dalam IKIGAI terpenuhi, berikutlah hasilnya.

Love + Good at = Passion


Love + Needs = Mission
Needs + Paid for = Vocation
Paid for + Good at = Profession
Love + Good at + Needs + Paid for = IKIGAI

Jika kamu mengerjakan sesuatu yang disukai (love) dan kamu bagus di situ (good at)
maka itu dinamakan passion. Begitu juga lainnya, cara menentukannya sama. Tinggal
lihat keterangan yang sudah saya paparkan tadi.
Sampai halaman ini, saya harap kamu sudah terbayang bahkan sudah menentukan visi
untuk ke depannya. Namun, jika kamu hanya membaca halaman demi halaman dalam
buku ini tanpa melakukan apa yang sudah diarahkan, yang kamu dapat hanyalah
pengetahuan, bukan perubahan. Itu dua hal yang berbeda.
Di halaman berikutnya, kamu akan menemukan suatu pondasi lain yang bisa
membuatmu termotivasi tanpa dimotivasi. Bahkan, ini adalah salah satu kunci agar
kamu bisa mewujudkan apa yang diinginkan secara maksimal dan tepat sasaran.
Mari kita jemput perubahan selanjutnya!
2. Prioritas Menentukan Kualitas
Ini sudah sedikit saya singgung di beberapa halaman sebelumnya. Jika ingin
mewujudkan sesuatu, kamu harus fokus pada satu hal terlebih dahulu. Dan tidak jauh
berbeda dengan fokus, konsep prioritas ini juga mengajarkan kita untuk melakukan
sesuatu secara bertahap dan tidak berpindah-pindah jika belum selesai.
Ada beberapa poin penting yang bisa kamu terapkan tentang prioritas ini, di antaranya:
1. Lakukan satu per satu
2. Lakukan sesuatu yang mendukung visi
3. Berani berkata TIDAK
Agar kamu makin paham, mari kita kupas satu persatu poin-poin penting yang sudah
saya sebutkan tadi.
1. Lakukan satu per satu
Di zaman yang penuh distraksi ini, sering kali kita melakukan apa yang biasa kita sebut
dengan multitasking.

• Lagi makan, disambi balas pesan WhatsApp


• Lagi ngerjakan tugas, disambi update status
• Lagi baca buku, disambi bikin caption Instagram
Dan kegiatan multitasking lainnya yang sering kali tidak kita sadari karena sudah menjadi
kebiasaan.
Namun, tahukah kamu jika melakukan sesuatu secara bersamaan atau multitasking
tersebut malah membuat hasil dari pekerjaan kita tidak maksimal dan cenderung tidak
selesai-selesai?
Atau bisa jadi, ketika kita melakukan sesuatu secara bersamaan, keduanya malah tidak
ada yang pernah selesai. Bahkan, studi University of Utah dari menunjukkan bahwa otak
kita malah tidak berfungsi secara maksimal jika kita multitasking karena otak kita terlalu
lelah untuk berganti-ganti fokus. Ada sih orang-orang yang benar-benar bisa
multitasking secara sempurna, namun hanya 2,5% dari total populasi manusia di bumi
yang bisa melakukannya.
Saya dulu pernah mengalami ini ketika menjalankan bisnis online saat SMA. Produk yang
dijual saat itu adalah buku berbagai genre dan kelas edukasi bisnis. Gara-gara belum
punya tim internal, maka semuanya saya kerjakan sendiri. Mulai dari menulis iklan dan
bikin konten visual, promosi ke akun bisnis pribadi, hingga update status di WhatsApp.
Gara-gara kebanyakan jobdesc dan kebanyakan produk, promosiku malah tidak
maksimal. Calon pembeli malah bingung sebenarnya jualan apa karena terlalu banyak
produk yang saya rekomendasikan atau promosikan. Selain itu, kualitas konten saya
tidak maksimal karena tuntutan dari sendiri untuk mengejar kuantitas alih-alih kualitas.
Contoh multitasking lainnya yang lebih kompleks adalah mengikuti organisasi yang
terlalu banyak dan tidak saling berkaitan ketika sekolah atau kuliah. Akibatnya, kita
mendapatkan tugas atau amanah terlalu banyak yang juga menuntut kita mengetahui
banyak hal dalam satu waktu.
Sebenarnya, mengikuti banyak organisasi tidak salah, apalagi kalau masih saling
berkaitan. Misal kamu suka menulis dan gabung beberapa organisasi kepenulisan yang
berbeda, itu tidak terlalu masalah karena masih berlandaskan pada bidang ilmu yang
sama.
Akan lain ceritanya jika mengikuti terlalu banyak organisasi yang tidak saling berkaitan
dalam satu waktu. Untuk sekadar survive atau bertahan sih bisa, tetapi untuk
mengerahkan waktu dan tenaga secara maksimal serta menjadi nomor satu di organisasi
tersebut itulah yang cukup sulit.
Akan lebih baik jika kamu fokus pada satu organisasi terlebih dahulu sampai menjadi
nomor satu. Setelah sukses di organisasi tersebut, relatif lebih mudah untuk ekspansi ke
organisasi lainnya. Dengan begini, peluang untuk sukses jadi semakin besar.
Ya, di bagian ini yang saya tekankan adalah lebih baik memaksimalkan waktu, energi,
dan kemampuan pada satu hal terlebih dahulu. Setelah satu hal selesai, baru bisa
berpindah ke hal lainnya.
Jadi, jangan mengerjakan banyak hal dalam satu waktu, harus bergantian, harus juga
sabar. Persis seperti salah satu kutipan pendek dari buku NKCTHI (Nanti Kita Cerita
Tentang Hari ini) favoritku; sabar, satu per satu.
Bayangkan jika kamu melakukan terlalu banyak hal dan tidak saling berkaitan. Takutnya,
malah membuat waktu, energi, dan kemampuanmu tidak tersalurkan dengan maksimal.
Lebih buruknya lagi, dari sekian hal yang kamu lakukan itu, pada akhirnya tidak ada yang
selesai.
2. Lakukan sesuatu yang mendukung visi
Demi menghemat dan mengoptimalkan waktu, energi, dan kemampuan kita, maka
melakukan sesuatu yang mendukung visi adalah hal wajib!
Misal salah satu goals-mu adalah menjadi pebisnis. Lalu, kita pikirkan deh. Kira-kira, apa
saja sih yang bisa mendukung agar menjadi pebisnis? Bisa jadi:

• Membaca buku dan mengikuti seminar seputar bisnis


• Mempraktikkan ilmu yang ada dengan segera
• Mencari mentor bisnis
Dan lain sebagainya.
Jadi, ketika ingin melakukan sesuatu, kamu harus benar-benar memfilternya. Cukup
ajukan pertanyaan sederhana ke diri sendiri, “Yang sayalakukan ini bisa mendukung visi
besarku agar lebih cepat terwujud nggak ya?”
Sesederhana itu. Tinggal praktiknya saja.
Saya juga menerapkan hal ini ketika ingin melakukan sesuatu. Karena salah satu aksi dari
visi besarku adalah berjuang di dunia sosial dan pendidikan, saya selalu menanyakan
kepada diri sendiri apakah yang saya lakukan bisa mendukung dua hal tersebut?
Kalau iya, saya lanjutkan. Kalau masih samar, saya pertimbangkan. Kalau tidak
mendukung, biasanya saya tinggalkan. Kalau perlu dan memungkinkan, bisa juga saya
delegasikan (wakilkan) pada orang lain.
Membuat konten berupa tulisan seperti ini adalah salah hal yang bisa mendukung visiku,
jadi saya melakukannya dengan senang hati dan memprioritaskan sumber daya agar apa
yang saya lakukan bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.
Hal serupa juga saya lakukan ketika membuat konten di media lain seperti video di
Youtube dan podcast di Spotify.
3. Berani berkata tidak
Ini hal terlihat sepele tetapi sangat berperan penting dalam memanajemen prioritas.
Berani berkata tidak juga sangat berhubungan dengan poin sebelumnya, yaitu lakukan
hal yang mendukung visi.
Sering kali kita terlalu banyak mengiyakan banyak hal karena sungkan atau punya sifat
tidak enakan.

• Diajak nongkrong walau tugas lagi menggunung, berangkaaat


• Diajak jalan-jalan walau deadline sudah di depan mata, berangkaaat
• Diajak ikut organisasi walau sebenarnya nggak minat, berangkaaat
Dan banyak hal lainnya.
Ini penyakit banget. Kalau kita mengiyakan semuanya, jadinya malah kita sendiri yang
kelabakan. Jangankan produktif, yang terjadi malah sibuk tak berujung. Kayaknya
mengerjakan banyak hal, tetapi tidak menghasilkan apa-apa.
Namun, bukan berarti kita menolak semua ajakan untuk ‘bersenang-senang’. Kita tetap
meluangkan waktu untuk itu, tetapi lebih selektif lagi. Hanya di waktu tertentu saja,
jangan terlalu sering.
Dan memang, bagi orang-orang yang selalu berkutat dengan visinya, terkadang lupa
dengan kegiatan yang menurut orang lain menyenangkan seperti nongkrong dan
liburan. Karena bagi mereka, memperjuangkan visi adalah hal yang menyenangkan.
Akan tetapi, sekali lagi, bukan berarti kita menjauh dengan lingkungan sebelum-
sebelumnya. Tetaplah menjadi orang yang balance, seimbang.
Problematik ketika berkata TIDAK kepada orang lain biasanya kita takut mereka sakit
hati. Takut orang lain marah, kecewa, atau tidak bisa memenuhi ekspektasinya. Ini yang
sering jadi permasalahan.
Maka dari itu, berkata TIDAK itu juga perlu keberanian dan latihan. Ada beberapa tips
agar terbiasa berkata tidak pada hal yang sepele atau remeh temeh.

• Belajar bermain kata, ganti kata “tidak” dengan kata “belum” atau ungkapan
lainnya yang lebih halus
• Sampaikanlah dengan baik dan sopan
• Pikirkan kembali apa yang benar-benar kamu butuhkan
• Tidak perlu takut ketinggalan hal sepele di luar sana
• Gali kembali alasanmu berani berkata tidak pada sesuatu
Dalam praktiknya, memang tidak semudah itu. Namun, bukan berarti tidak mungkin
kamu bisa melakukannya. Pasti bisa, tinggal dibiasakan saja.
Sekedar flashback di bagian kedua yaitu Langkah Awal Perubahan ini, kamu sudah
belajar dua hal besar yang bisa menjadi pijakan atau pondasimu agar bisa termotivasi
tanpa dimotivasi.
Itu berarti, jika membaca dan memahami secara seksama, bekalmu untuk meraih apa
yang diimpikan sudah mulai terbentuk. Dasar kamu untuk melakukan sesuatu sudah
mulai kokoh.
Namun, jika kamu belum merasakan hal-hal yang saya sebutkan tadi, atau bahkan lupa
apa saja yang sudah dipelajari, kamu sangat boleh membaca halaman-halaman sebelum
ini. Tidak ada salahnya me-review kembali apa yang sudah dipelajari.
Beda waktu, beda makna. Siapa tahu kamu menemukan hal baru setelah membaca
ulang tulisan saya. Akan tetapi, jika sudah benar-benar siap untuk menerima perubahan
yang sebenarnya, kamu saya sarankan untuk membaca dan memahami pembahasan di
halaman setelah ini.
Kamu akan belajar tentang konsep diri, bagaimana penilaian kita terhadap diri sendiri
bisa membuat kamu sangat termotivasi tanpa dimotivasi sekalipun!
C. KONSEP DIRI ADALAH KUNCI
Konsep diri, dua kata yang mengubah hidupku secara gila-gilaan dalam waktu kurang
tiga bulan. Ada beberapa pencapaian dan perubahan yang saya rasakan setelah
mengenal konsep diri ini.
1. Menguasai Matematika SMA dan beberapa materi pelajaran penting lainnya
yang tertinggal selama 3 tahun dalam waktu kurang 3 bulan (ini pengalaman
menyenangkan)
2. Menjadi alumni pertama di SMA-ku yang diterima di Universitas Gadjah Mada
(tentu, ini hal yang cukup sulit)
3. Yang awalnya ogah-ogahan belajar untuk pendidikan formal, sekarang jadi
pembelajar yang cukup rajin
4. Membaca lebih banyak buku tanpa rasa tertekan dan tentunya dengan perasaan
bahagia!
5. Lebih terbuka dan adaptif terhadap perubahan]
Dan beberapa pencapaian dan perubahan lain yang mungkin tidak saya sadari tumbuh
begitu saja setelah mengenal konsep diri.
Tentunya, saya tidak mau menyimpan rahasia ini untuk dinikmati sendiri. Saya ingin
perubahan besar juga terjadi dalam hidupmu. Namun, sebelum melangkah lebih jauh,
saya akan menjelaskan apa sih sebenarnya makna dari konsep diri?
Sederhananya, konsep diri adalah cara kamu dalam memandang diri sendiri. Baik itu
yang berupa pikiran, maupun tindakan.
Kurang jelas? Baik, akan saya berikan contoh berdasarkan pengalaman saya semasa
SMA.
Jadi, ketika SMA, saya bukan tipe murid yang terlalu ngoyo perihal prestasi akademik.
Masuk kelas ya santai saja. Jarang banget untuk benar-benar belajar, paling ya cuma
menjelang ujian.
Namun, walau tak punya prestasi mentereng di bidang akademik, saya tidak pernah
menganggap diri saya bodoh. Saya yakin kalau saya itu sebenarnya pintar. Ketika kelas
11 dan 12 awal, saya masih menganggap diriku sendiri hanya pintar di non-akademik,
khususnya pengembangan diri dan bisnis.
Itu juga yang menjadi bumerang yang pada akhirnya jadi malas-malasan perihal prestasi
akademik. Saya jadi menyepelekan pendidikan formal. Saya memandang bahwa sulit
atau bahkan tidak mungkin berprestasi di keduanya.
Singkat cerita, kenyataan pahit ketika ditolak di SNMPTN menuntut saya untuk
bertransformasi diri. Pada akhirnya, saya mendalami suatu alat yang bernama konsep
diri. Walaupun, sebenarnya sudah mengenal istilah ini sudah sejak lama tetapi baru saat
itu saya menangkap lebih dalam maknanya.
Saya pun meruntuhkan terlebih dahulu pola pikir yang kurang pas yang ada di otak. Biar
gampang, saya buatkan tabel before-after tentang perubahan yang saya lakukan setelah
mengenal konsep diri. Baik itu berupa pikiran, maupun tindakan.

Sebelum Sesudah
Saya hanya pintar di bidang non- Selain di bidang non akademik dan life
akademik dan sesuatu yang bersifat life skills, saya juga bisa jago di bidang
skills seperti menulis, memimpin, public akademik!
speaking, dsb
Matematika itu susah, banyak rumus Matematika itu asyik, yang penting tahu
esensi belajarnya!
Saya kurang jago bahasa Inggris Saya pasti bisa untuk menguasai bahasa
Inggris dengan mudah!
Mustahil bisa masuk UGM tanpa alumni Selagi by sytem itu masih ada peluang,
SMA yang sudah masuk ke sana saya harus bisa memperjuangkan dan
memanfaatkannya!
Kalau mau sukses, saya harus bisa jadi Sukses itu banyak jalannya, tak melulu
pengusaha secepatnya di usia muda! jadi pengusaha. Sukses tak terbatas pada
satu cara dan satu bidang!
Belajar pelajaran sekolah hanya kuat 30 2 jam lebih masih bisa fokus belajar
menit fokus

Setidaknya, itu beberapa transformasi yang terjadi secara singkat dalam hidup saya.
Hasilnya, saya bisa mencapai salah satu goals besarku di usia muda, yaitu bisa masuk
UGM dengan beberapa tantangan dan kegalauan:
1. Nilai raporku tergolong rendah
2. Saya bukan dari orang tua yang serba ada
3. Alumni SMA-ku di UGM itu tidak ada, jadi saya yang pertama
4. Saya satu-satunya yang menempuh pendidikan tinggi dalam keluarga
5. Saya tidak pernah punya pengalaman dan kenalan di luar kota, apalagi di
Yogyakarta (Saya tidak pernah ‘kelayapan’ atau main, bahkan di kota sendiri.
Berkuliah jauh dari orang tua adalah keputusan besar)
Itulah caraku dalam memandang diriku sendiri. Alih-alih berprasangka buruk, saya
memaksa diri untuk mencari sisi positif dalam berbagai hal. Hasilnya, saya selalu
termotivasi mengejar sesuatu yang memang perlu dikejar.
Sedikit ceritaku tadi memang belum cukup untuk menggambarkan tentang penerapan
konsep diri. Maka dari itu, di bagian ini saya akan membahas tiga konsep diri ini secara
terpisah agar kamu dapat mempelajarinya dengan lebih mudah.
Walaupun begitu, dalam beberapa hal ketiga konsep ini saling berkaitan. Ini
menandakan bahwa dalam praktiknya kamu tidak bisa hanya berpedoman pada satu
konsep saja. Mari kita bahas satu per satu...
1. Proaktif
Kalau menurut KBBI, arti dari proaktif sendiri yaitu lebih aktif. Ya, sesederhana itu. Atau
bisa juga diartikan dengan merespons sesuatu dengan lebih cepat tetapi tidak asal-
asalan.
Konsep diri ini sangat penting di era digital seperti sekarang yang hampir semuanya
serba ada namun cepat berubah.
Ciri utama dari seseorang yang punya konsep diri proaktif adalah dia memiliki inisiatif
yang tinggi. Jadi, coba kamu tengok ke diri sendiri, selama ini punya inisiatif yang tinggi
nggak terhadap sesuatu?
Contoh sederhananya misal kamu kesulitan memahami suatu pelajaran di sekolah atau
kampus. Nah, jika punya sikap proaktif, kamu akan bertanya kepada pengajar tentang
detail materi yang tidak kamu pahami dan langsung mendalami materi tersebut melalui
sumber-sumber yang tersedia setelah kelas selesai. Baik itu melalui internet, jurnal,
ataupun buku.
Atau misalkan ingin membuat channel Youtube dan belajar mengedit video, kamu tanpa
disuruh pun langsung mempelajarinya secara otodidak terlebih dahulu tanpa
menggantungkan orang lain secara langsung. Ini namanya proaktif.
Konsep diri ini sangat membantuku ketika belajar UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer)
sebagai syarat mengikuti SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri)
pada pertengahan tahun 2020.
Dalam mempelajari materi yang diujikan, mengetahui informasi terbaru dari LTMPT
(Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi), mengetahui segala persyaratan tes, mencari
dan mendaftar beasiswa, saya tidak menggantungkan orang lain secara langsung.
Karena saya punya keyakinan bahwa informasi dasar seperti itu dapat diketahui sendiri
lewat internet.
Saya baru bertanya ke orang lain kalau tidak menemukan jawabannya di internet.
Pada akhirnya, saya lebih cepat mempelajari materi ujian dan mendapatkan informasi
terbaru karena tidak terlalu menggantungkan orang lain dalam prosesnya. Saya proaktif.
Saya menjadi pemain utama dalam merespons apa saja yang seharusnya dilakukan.
Konsep proaktif ini akan sangat membantu dalam mewujudkan visi besar kita dalam
buku ini yaitu termotivasi tanpa dimotivasi. Dengan sikap proaktif, kamu akan bisa
melesat lebih cepat karena berusaha secepat dan setepat mungkin merespons keadaan
yang sangat cepat berubah pula.
2. Berani Berkembang Tanpa Mengenal Batasan
Banyak orang gagal meraih impiannya karena terlalu membatasi dirinya sendiri untuk
berkembang atau mempelajari dan melakukan hal baru. Padahal, jika tidak pernah
mencobanya, kamu tidak akan pernah tahu hasilnya.
“Gagal karena sudah mencoba, kita mendapatkan pelajaran. Gagal karena tidak
pernah mencoba, kita hanya mendapatkan penyesalan.”
Masih berkaitan dengan poin yang pertama, kamu juga harus proaktif dalam
mengembangkan sesuatu yang ada dalam dirimu. Jika kesempatan yang datang bisa
membantu visimu cepat melesat, ya ambil saja peluangnya. Jangan disia-siakan.
Namun, dalam proses perkembangan ini tidak melulu kamu harus berjalan dan belajar
sendiri. Dalam konteks masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri), berikut beberapa hal
yang saya lakukan untuk membantu proses eksplorasi dan perkembangan.
1) Ikut komunitas belajar
Bagiku, komunitas adalah imunitas. Artinya, komunitas lah yang bisa menjaga
kesehatan dan semangatku dalam berjuang mendapatkan PTN. Ketika itu, saya
bergabung beberapa grup belajar di Telegram. Baik itu yang resmi dari suatu lembaga
belajar, walaupun dari inisiatif perseorangan.
Berdasarkan pengalaman, bergabung dalam komunitas belajar sangat membantu saya
dalam memperoleh informasi terbaru dengan lebih cepat dan tentunya dapat menjaga
semangat. Ketika melihat jumlah anggota grup, saya jadi semakin sadar, “Sainganku
banyak nih, nggak boleh males-malesan lagi deh!”
2) Berlangganan aplikasi belajar
Ketika ingin terus berkembang, saya menyadari masih banyak banget kekurangan.
Dalam hal ini, saya lemah di pelajaran Matematika. Maka dari itu, agar lebih mudah
memahami pelajaran tersebut dan memperkuat pemahaman pelajaran lainnya, saya
berlangganan aplikasi belajar.
Kenapa tidak ikut bimbingan belajar konvensional? Ya karena saat itu masih pandemi
dan pastinya juga untuk menghemat pengeluaran. Hehe.
Saya rasa, bimbingan belajar online juga lebih cocok bagi saya yang lebih suka belajar
sendiri. Jika kamu mau mengikuti cara saya, tinggal disesuaikan saja karena style
belajar setiap orang akan berbeda.
Oh ya, setelah mencoba berbagai aplikasi bimbingan belajar, saya paling
merekomendasikan Zenius. Aplikasi ini yang paling berjasa sehingga saya bisa masuk
UGM. Selain itu, saya juga banyak belajar tentang pola pikir dan konsep diri dari
aplikasi ini.
3) Memasang aplikasi penunjang belajar
Karena jenis aplikasinya lumayan banyak, maka saya tulis saja aplikasi penunjang
belajar. Yang saya maksud di sini termasuk aplikasi count down untuk mengetahui
berapa hari yang tersisa menuju UTBK, lalu aplikasi untuk Try Out, aplikasi untuk
membantu distraksi, dan beberapa jenis aplikasi lainnya.
Yang jelas, saya benar-benar memanfaatkan teknologi dengan semaksimal mungkin.
Dengan seperti itu, perkembangan dalam diri saya semakin melejit.
3. Manusia Kuat yang Berdaulat
Tanamkan pada diri bahwa kamu adalah manusia yang kuat dan berdaulat.
“Berdaulat itu maksudnya bagaimana sih Mas?”
Sederhananya, kamu harus mampu bertanggung jawab pada dirimu sendiri. Sekacau
apa pun dunia, kamu tetap bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada dirimu.
Banyak orang hidupnya gelisah dan tidak bahagia karena tergerus dengan keadaan
sekitarnya. Padahal, keadaan di luar diri kita itu netral. Baik dan buruknya tergantung
bagaimana kita meresponsnya.
Sebenarnya, secara praktiknya saya sudah menerapkan sejak lama konsep manusia kuat
berdaulat ini. Namun, secara teorinya baru belajar secara intens beberapa bulan
terakhir ini.
“Bagaimana sih Mas tanda kalau kita sudah menjadi manusia yang berdaulat atas
dirinya sendiri?”
Berdasarkan berbagai referensi dan pengalaman yang saya dapatkan, berikut beberapa
tanda yang sering ditemui:
1. Mampu mengelola emosinya dengan baik
2. Tidak mudah terpengaruh dengan sesuatu yang ada di luar dirinya
3. Tidak mudah memasukkan ke dalam hati tentang omongan yang kurang enak
terhadap dirinya
4. Tidak mudah marah
5. Mudah memaafkan
Dan beberapa tanda lainnya yang tentunya tidak bisa saya sebutkan satu-satu di sini.
Yang jelas, konsep diri yang satu ini sangat berperan penting dalam mewujudkan visi.
Tanpa menyadari bahwa kita berdaulat atas diri kita sendiri, kita akan menggantungkan
sesuatu di luar kita dan berujung malas-malasan.
Saya rasa, tiga konsep diri tadi cukup mewakili beberapa konsep lainnya yang juga tak
kalah penting. Bekalmu untuk termotivasi tanpa dimotivasi sudah lebih dari cukup.
Namun, izinkan saya untuk memberi tulisan pamungkas di halaman selanjutnya.
D. MALAS-MALASAN = MENUNDA KESUKSESAN
Sebelumnya, saya mau mengucapkan terima kasih dan selamat kepadamu karena sudah
sampai di bagian ini. Walau pun buku ini dirancang dengan bahasan yang ringkas tanpa
meninggalkan esensinya, kamu pasti juga meluangkan waktu dan kesabaran untuk
membaca. Dan saya sangat mengapresiasi akan hal itu.
Namun, apa yang sudah kamu baca sekitar 20-an halaman ini sebenarnya hanyalah
kumpulan pengetahuan dan pengalaman yang telah saya tuliskan sedemikian rupa agar
kamu lebih mudah dalam menerapkannya. Ya, kuncinya adalah kamu mau menerapkan
segala hal baik yang telah kamu dapatkan di buku ini.
“Tanpa mempraktikkannya, buku ini tidak ada gunanya. Hanya rentetan kata yang tak
bermakna. Hanya paragraf-paragraf pendek yang minim manfaatnya.”
Akan tetapi, saya memang tidak punya hak untuk memaksa orang lain berubah menjadi
lebih baik. Setiap manusia berdaulat atas dirinya sendiri. Begitu pun kamu.
Saya jadi ingat ketika masa-masa sekolah. Saat itu, saya bermalas-malasan untuk belajar
pelajaran formal. Entah saya yang memang kurang pintar, gurunya yang tidak bisa
mengajar, atau sistem pendidikannya yang memang bermasalah, saya pun belum
menelitinya dengan serius. Yang jelas, saya tidak tertarik pada pelajaran formal saat itu.
Dan ternyata, pelajaran formal yang menurutku sepele ternyata banyak gunanya.
Beberapa peluang yang seharusnya bisa saya dapatkan, harus menguap begitu saja gara-
gara melas-malasan.
Lalu, ketika masuk dunia kuliah, dunia terkesan membuka selimutnya yang selama ini
tidak saya sadari. Ternyata saya masih manusia yang biasa-biasa saja, belum mempunyai
sesuatu yang istimewa. Pandanganku tentang dunia menjadi lebih luas ketika berada di
titik ini.
Saya tidak tahu, kamu yang membaca ini adalah anak sekolah, kuliah, karyawan, orang
tua, atau lainnya. Yang jelas, diri kita itu kecil. Hanya setitik dari milyaran manusia yang
ada di bumi.
“Lalu, apa yang membuat kita berbeda dari yang lain?”
Karya dan aksi nyata.
Apa pun visi yang sudah kamu tulis tadi, pastikan untuk memperjuangkannya
semaksimal mungkin. Ide yang besar saja tidak cukup, kamu harus memvalidasinya.
Permasalahan di dunia ini sangat banyak, apakah kamu tidak mau menyelesaikan salah
satunya?
Pernah saya sebutkan di bagian lima tangga motivasi bahwa tingkat motivasi tertinggi
adalah motivasi yang datang dari diri sendiri. Motivasi intrinsic. Satu pertanyaan lagi,
setelah banyak kata yang sudah kamu baca, apa kamu sudah benar-benar memahami
tentang motivasi itu?
Jika belum, mari jelajahi hatimu lagi. Motivasi tertinggi biasanya lahir dari keresahan
yang ada dalam diri. Apa sih yang bisa saya lakukan agar dunia bisa lebih baik? Apa sih
spesifiknya yang bisa saya lakukan biar jadi orang yang berguna?
Coba renungkan lebih dalam, lalu tuliskan. Itulah visi besarmu!
Motivasi tertinggi datang karena kamu melakukan sesuatu yang tepat. Dalam prosesnya,
kamu akan dengan hati melakukannya.
“Jika belum ketemu visinya, coba sekali lagi. Renungkan lagi. Kalau setelah merenung
belum ketemu juga, ya tidak apa-apa. Rehat dulu, suatu saat pasti ketemu.”
Yang terpenting, jangan malas-malasan. Jangan berdiam diri, teruslah bergerak.
Kesuksesan tidak akan datang pada orang yang setiap harinya rebahan di kamar.
Buku ringan ini tentunya tidak bisa memuat segala permasalahan tentang motivasi.
Namun, apa pun kondisimu saat ini, cobalah menjadi manusia yang pemberani. Ketika
ada kesempatan besar di depan mata, jangan disia-siakan. Hajarrr!
Kita tidak tahu jalan mana yang bisa membuat kita sukses. Yang jelas, perilaku malas-
malasan yang sering kali menunda kesuksesan.
Saya harap, buku ini bisa membuatmu semakin terpacu untuk melakukan perubahan
baru. Semoga saja, visi besar dari buku ini juga bisa tercapai, yaitu kita semua bisa
TERMOTIVASI TANPA DIMOTIVASI!
Level motivasi yang pusatnya adalah pada diri sendiri.
Motivasi yang membuat kita melakukan perubahan tanpa paksaan.
Itu dulu dari saya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih sudah mau
berjuang melakukan perubahan.
PROFIL PENULIS

DAVID AJI PANGESTU, seorang anak muda yang lahir di


Jember pada 19 Maret 2002. Bermula pada kesibukannya di
dunia organisasi dan sempat menjadi Ketua OSIS saat SMA,
penulis menjadi sangat tertarik untuk mempelajari topik
terkait pengembangan diri lebih dalam lagi. Ketika buku ini
ditulis, penulis berstatus sebagai mahasiswa aktif di
Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Universitas Gadjah Mada.
Selain banyak membahas tentang pengembangan diri, penulis juga sangat tertarik
pada isu-isu sosial dan pendidikan sejak memasuki dunia perkuliahan.
Jika ada hal yang ingin ditanyakan atau dikolaborasikan, pembaca bisa menghubungi
penulis melalui kontak berikut.
WhatsApp : 085546081171
Instagram : @davidajipangestu
Email : mochdavidajipangestu@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai