Oleh:
Decequen Putri Setiadi
Kelas
PEMERINTAH PROVINSI
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk
dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga
selesainya makalah ini. Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini
dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat
memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang
dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh
sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang
bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kartel................................................................................... 3
B. Syarat Terbentuknya Kartel................................................................... 5
C. Karakteristik Kartel............................................................................... 6
D. Jenis-jenis Kartel................................................................................... 7
E. Bentuk-bentuk Kartel............................................................................. 8
F. Praktik Kartel di Indonesia.................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 15
B. Saran...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kartel merupakan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan oleh
pelaku usaha dengan pesaingnya dengan tujuan untuk mendapat keuntungan
secara berlebihan. Menurut ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 5
Tahun 1999, perjanjian tersebut dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Setidak-tidaknya ada tiga unsur yang harus dibuktikan oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan pelanggaran Pasal 11.
Pertama adalah keberadaan perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku
usaha tersebut berkolusi yang merupakan bukti utama atau direct evidence di
mana para pelaku usaha saling berkoordinasi untuk mempengaruhi pemasaran
barang dan/atau jasa. Kedua, konspirasi antara pelaku usaha untuk
mempengaruhi pemasaran produksi barang dan/atau jasa. Pada kondisi
normal, jika direct evidence diperoleh maka tidak akan sulit pembuktiannya.
Akan tetapi, menjadi sulit jika tidak ditemukan perjanjian ataupun dokumen
yang menunjukkan adanya kesepakatan yang dibuat oleh para pelaku usaha.
Kartel dapat menimbulkan dampak berupa terjadinya praktik monopoli
dan tercederainya persaingan usaha sehat. Dampak ini tentunya akan
merugikan konsumen, pemerintah, juga pelaku usaha sendiri. Ada beberapa
isu terkait kartel, antara lain sulitnya pembuktian tentang adanya perjanjian
kartel. Walaupun perilaku kartel sudah disinyalir keberadaannya, tetapi cukup
sulit bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk dapat
menemukan alat bukti adanya perjanjian kartel itu. Hal ini dikarenakan, pada
perkembangannya pelaku usaha dengan pesaingnya mengadakan kesepakatan
di antara mereka (cartellist) secara tidak tertulis, sehingga KPPU
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kartel?
2. Bagaimana syarat terbentuknya kartel?
3. Apa saja karakteristik kartel?
4. Apa saja jenis-jenis kartel?
5. Bagaimana bentuk-bentuk kartel?
6. Bagaimana praktik kartel di Indonesia?
7. Apa contoh kasus-kasus kartel yang pernah terjadi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kartel
Dalam kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, “Cartel is a
group of separate business firms wich work together to increase profits by not
competing with each other”. Artinya, kartel adalah sebuah kelompok (grup)
dari berbagai badan hukum usaha yang berlainan yang bekerja sama untuk
menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan
pelaku usaha lainnya. Mereka adalah sekelompok produsen atau pemilik usaha
yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan
distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.
Dalam buku Black's Law Dictionary (kamus hukum dasar yang
berlaku di Amerika Serikat), praktik kartel (cartel) didefinisikan, “A
combination of producer of any product joined together to control its
productions its productions, sale and price, so as to obtain a monopoly and
restrict competition in any particular industry or commodity”. Artinya, kartel
merupakan kombinasi di antara berbagai kalangan produsen yang bergabung
bersama-sama untuk mengendalikan produksinya, harga penjualan, setidaknya
mewujudkan perilaku monopoli, dan membatasi adanya persaingan di
berbagai kelompok industri. Dari definisi tersebut, praktik kartel bisa
dilakukan oleh kalangan produsen mana pun atau untuk produk apa pun, mulai
dari kebutuhan pokok (primer) hingga barang kebutuhan tersier.
Pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan
kartel memiliki dua ciri yang menyatu, yaitu:
1. Organisasi perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi barang-
barang sejenis.
2. Persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga
komoditi tertentu.
Poin penting dalam definisi tersebut, bahwa kelompok-kelompok di
dalam suatu kartel terdiri atas kumpulan perusahaan-perusahaan besar yang
3
4
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Praktik
kartel di Indonesia adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan yang
melanggar hukum, karena akan membentuk suatu perilaku monopoli ataupun
bentuk perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.
Memahami kartel perlu pula memahami prinsip dasar atau pengertian
dasar dari perilaku monopoli. Pengertian monopoli dalam bukan lagi
menitikberatkan pada jumlah pelaku usaha atau produsen, melainkan pada
perilakunya untuk mengendalikan harga dan distribusi output atau kapasitas
output. Jadi bisa saja perilaku monopoli tadi ditemukan pada struktur
persaingan yang terdiri atas beberapa perusahaan, biasanya sekitar 2-5
perusahaan besar atau ditemukan pada struktur pasar persaingan oligopoli.
Pasar persaingan yang memiliki cukup besar konsumen, tetapi hanya memiliki
beberapa produsen akan cukup kuat mengindikasikan adanya praktik
monopoli. Munculnya praktik kartel ataupun trust tidak lain adalah untuk
mewujudkan kekuatan (perilaku) monopoli.
dalam asosiasi atau organisasi yang memiliki badan hukum yang cukup
jelas.
C. Karakteristik Kartel
Perlu digarisbawahi, bahwa tidak semuanya jenis kolusi bisnis selalu
berkonotasi negatif terhadap persaingan usaha. Terdapat pula kolusi yang
positif, seperti kolusi dalam menggalang dana bantuan untuk anak-anak
miskin, bencana alam dan sebagainya, atau bentuk kolusi yang sama sekali
tidak berkaitan dengan bisnis dan persaingan. Itu sebabnya, kartel secara
umum haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Terdapat konspirasi (persekongkolan) di antara pelaku usaha.
2. Melibatkan peran dari senior perusahaan atau jabatan eksekutif
perusahaan.
3. Biasanya menggunakan asosiasi untuk menutupi persekongkolan tadi.
4. Melakukan price fixing atau tindakan untuk melakukan penetapan harga,
termasuk pula penetapan kuota produksi.
7
D. Jenis-jenis Kartel
Setelah mengetahui dan memahami bentuk perilaku dan praktik kartel,
perlu diketahui pula jenis-jenis kartel. Dalam hal ini, praktik kartel dapat
diidentifikasi atau dideteksi berdasarkan jenis-jenisnya sebagai berikut.
1. Kartel Daerah
Cakupan kartel ini biasanya menggunakan indikator regional atau
wilayah. Ada beragam bentuk dan polanya. Misalnya, kartel yang
membagi wilayah pemasarannya berdasarkan regional tertentu. Perusahaan
A menguasai Pulau Jawa, kemudian perusahaan B menguasai wilayah di
Kalimantan dan Sulawesi atau mungkin dibagi berdasarkan distrik ataupun
provinsi. Perusahaan A boleh memasukkan produknya ke wilayah
perusahaan B, tetapi tidak boleh melakukan pemasaran dengan agresif
seperti melakukan promo khusus regional.
2. Kartel Produksi
Model kartel yang memiliki bentuk kesepakatan untuk menetapkan
kuota produksi bagi anggota-anggotanya.
3. Kartel Harga
Model kartel yang dilakukan dengan melakukan kesepakatan untuk
menetapkan harga (price fixing) untuk meniadakan persaingan harga.
Modus praktik atau polanya bisa bervariasi. Mereka bisa menetapkan
harga terendah, termasuk kesepakatan harga untuk musim penjualan
8
(banting harga). Antara kartel harga dan kartel produksi biasanya tidak
saling terpisahkan atau biasanya menjadi satu kesepakatan.
4. Kartel Kondisi
Kesepakatan atau perjanjian bisnis yang mereka lakukan melalui
praktik kartel berdasarkan kondisi tertentu dalam perjanjian bisnis.
Misalnya, pembuatan sistem administrasi (prosedur) dalam pengambilan
kredit kendaraan bermotor, penyusunan mekanisme dalam penjualan tunai,
prosedur dalam pemberian diskon (potongan harga), bonus, dan
sebagainya.
5. Kartel Pembagian Laba
Model kartel yang dalam perjanjiannya berorientasi untuk
melakukan kesepakatan atas pembagian laba. Biasanya, pembagian laba
diberikan ke pihak (anggota) sebagai bentuk kompensasi atas kesepakatan
yang telah mereka setujui. Tujuannya tidak lain untuk semakin
memperkuat loyalitas di antara para anggota pelaku kartel.
Dalam dunia nyata, praktik kartel biasanya tidak hanya terbatas
untuk satu jenis kartel seperti yang disebutkan di atas. Tidak jarang pelaku
kartel dengan asosiasinya justru menggunakan keseluruhan kesepakatan
dalam 5 jenis kartel. Tujuannya tidak lain untuk semakin mempersempit
adanya persaingan dan tentunya membatasi peluang masuknya pendatang
baru. Jika aturan atau kesepakatan kartel ingin dihormati atau dipatuhi
anggota-anggotanya, tentu mereka bukan semata melakukan praktik kartel
harga maupun produksi, tetapi akan melakukan pula praktik kartel
pembagian laba.
E. Bentuk-bentuk Kartel
Jenis perjanjian horizontal yang paling dianggap paling merugikan
atau bahkan dapat berakibat mematikan persaingan adalah kartel. Terdapat
banyak bentuk kartel yang memungkinkan usaha yang bersaing membatasi
persaingan melalui kontrak di antaranya yaitu:
1. Kartel Harga Pokok (prijskartel)
9
Di dalam kartel laba dan kartel pool ini, anggota kartel biasanya
menemukan peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka
peroleh. Misalnya bahwa laba kotor harus disentralisasikan pada suatu kas
umum kartel, kemudian laba bersih kartel akan dibagikan di antara mereka
dengan perbandingan tertentu pula.
9. Kartel Rayon
Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah
pemasaran untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh
penetapan harga untuk masing-masing daerah. Kartel rayon juga
menentukan suatu peraturan bahwa setiap anggota tidak diperkenankan
menjual barang-barangnya di daerah lain. Dengan ini dapat dicegah
persaingan di antara anggota, yang mungkin harga-harga barangnya
berlainan.
10. Kartel Penjualan atau Sindikat Penjualan atau Kantor Sentral Penjualan
Di dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil
produksi dari anggota harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor
penjualan pusat. Melalui pemusatan penjualan seperti ini, maka persaingan
di antara mereka akan dapat dihindarkan.
hingga saat ini. Di kelompok sedan, mereka memiliki asosiasi sendiri yang
bernama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo.
Pada tahun 2009 lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
berhasil membongkar praktik kartel dalam penetapan tarif layanan pesan
pendek atau short message service (SMS). Kartel tersebut melibatkan nama-
nama perusahaan operator seluler seperti PT Excelcomindo Pratama, Tbk., PT
Telkomsel, Tbk., PT Telkom (Persero), PT Bakrie Telecom, Tbk., PT Mobile-
8 Telecom, Tbk., dan PT Smart Telecom. Praktik kartel tersebut teridentifikasi
dilakukan selama periode dari tahun 2004-2008, serta merugikan konsumen
sebesar Rp 2,83 triliun. Praktik kartel dalam industri telepon seluler
sesungguhnya sudah terendus cukup lama, bukan semata pada layanan SMS,
melainkan pula pada penetapan tarif panggilan (call). Sekalipun pihak KPPU
berhasil mengeksekusi kasus tersebut, tetapi denda yang dikenakan untuk
masing-masing perusahaan tidaklah seberapa apabila dibandingkan dengan
kerugian konsumen yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Praktik
kartel oleh para operator telepon seluler ini pun semakin meluas, bahkan
semakin nyata membatasi masuknya pendatang baru. Kasus yang hampir
terungkap adalah kasus operator seluler asal Malaysia, yaitu Axis yang diduga
sempat mengalami tekanan industri (politik), akibat tidak mengikuti aturan
main dalam persaingan operator telepon seluler.
Pada tahun 2005, KPPU berhasil membongkar praktik kartel dalam
produksi garam di dalam negeri. Kesepakatan tertutup yang dilakukan oleh
sejumlah produsen tersebut mengatur pasokan garam yang disuplai dari
Sumatera Utara. Garam ternyata bukan hanya bermanfaat di rumah tangga,
melainkan bahan baku vital bagi sektor industri tertentu. Tidak main-main,
sektor industri yang sering membutuhkan pasokan garam adalah industri
perminyakan. Sektor-sektor lainnya yang cukup penting membutuhkan
pasokan garam seperti industri minuman, industri kimia, industri farmasi,
industri kertas, dan lain sebagainya. Begitu besar manfaatnya, tetapi bertolak
belakang apabila melihat nasib kesejahteraan para petani garam.
14
A. Kesimpulan
Sama halnya dengan upaya untuk melakukan pemberantasan korupsi,
untuk memberantas praktik kartel maupun trust membutuhkan kemauan
politik (political will) dari pemerintah. Dibandingkan dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi), lembaga komisioner seperti KPPU relatif kurang
populer di kalangan masyarakat. Padahal, isu kartel sesungguhnya cukup
dekat, bahkan berdampingan maupun beriringan dengan kepentingan politik di
dalam isu-isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menghadapi praktik kartel. Pada
tahun 2001, sejumlah konsumen pengguna telepon seluler di Surabaya sempat
melakukan ancaman pemboikotan regional terhadap sejumlah operator seluler.
Aksi serupa terjadi lagi di tahun 2012 atas indikasi mafia (kartel) di dalam
penyediaan layanan spam. Sejumlah kalangan konsumen menggalang
kampanye mengajak masyarakat untuk memboikot penggunaan layanan
telepon seluler. Sayangnya, persatuan sikap konsumen seperti ini tidaklah
selalu ada dalam setiap kasus kartel atas komoditi tertentu. Di sinilah titik
kekuatan para pelaku kartel maupun trust, yaitu posisi tawar di antara
produsen dan konsumen. Lembaga perlindungan konsumen tidak selalu dapat
menjamin, karena sikap ataupun keputusan dari lembaga perlindungan
konsumen tidak selalu mendapatkan dukungan politik dari penyelenggara
negara.
B. Saran
Dalam mengungkap perkara karel ini, mengingat dampak yang
signifikan yang ditimbulkan atas kartel baik terhadap pesaing maupun
konsumen, maka diperlukan penguatan kewenangan KPPU untuk
menggeledah maupun menyita dokumen.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hukum Persaingan Usaha: Mendeteksi Praktik Kartel, Jurnal Hukum Bisnis Vol.
30 No. 2 Tahun 2011.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/1t4c56cf0541b26/alat-bukti-kartel-
dipersoalkan.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/1t4c64259449ebf/1t4c64259449ebf/
kppu-pertahankan-ketentuan-minimal-satu-alat- bukti-dalam-kasus-
kartel.