Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKRMS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR

Oleh :

RIKA SARI
C014211027

Residen Pembimbing :

dr. Dian Anggreni Hafid

dr. Irfadah Dinar

Supervisor :

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D., Sp.A(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Rika Sari

NIM : C014211027

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Hasanuddin


Judul PKMRS : Tatalaksana Bayi Baru Lahir

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2022

Mengetahui
Residen Pembimbing

dr. Dian Anggreni Hafid dr. Irfadah Dinar

Supervisor Pembimbing

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D., Sp.A(K)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ........................................................................................................................... i

Halaman Pengesahan .................................................................................................................... ii

Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii

Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................................................... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................................................... 5

2.1. Definisi Bayi Baru Lahir ................................................................................................ 5

2.2. Ciri dan Klasifikasi Bayi Baru Lahir .............................................................................. 5

2.3. Penilaian Bayi Baru Lahir .............................................................................................. 8

2.3.1 Manajemen Bayi Baru Lahir Normal ........................................................................... 8

2.3.1.1 Pencegahan Kehilangan Panas .................................................................................. 9

2.3.1.2 Pemotongan dan perawatan tali pusat ....................................................................... 12

2.3.1.3 Inisiasi Menyusu Dini/IMD....................................................................................... 13

2.3.1.4 Pemberian Vitamin K1 dan Imunisasi HB0 .............................................................. 14

2.3.1.5 Pencegahan infeksi mata ........................................................................................... 15

2.3.1.6 Manajemen Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia ......................................................... 16

2.4. Adaptasi Bayi Baru Lahir ............................................................................................... 24

Bab 3 Kesimpulan ....................................................................................................................... 27

Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Bayi baru lahir adalah bayi yang mengalami proses kelahiran, berusia 0 – 28 hari. Bayi
baru lahir memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin) dan toleransi bayi baru lahir untuk dapat hidup baik.1
Status kesehatan bayi merupakan salah satu indikator yang sensitif untuk menilai kesehatan
masyarakat di suatu negara. Angka kematian neonatal diperkirakan masih tinggi.2 Menurut
WHO, pada tahun 2013 Angka Kematian Bayi (AKB) didunia 34 per 1.000 kelahiran hidup,
AKB negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup. AKB di Asia Tenggara 24 per 1000
1
kelahiran hidup. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menunjukkan angkja
kematian neonatal di Indonesia tahun 2017 sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup.4 Kejadian
kematian neonatus sangat berkaitan dengan kualitas pelayanan kesehatan, yang dipengaruhi
antara lain karena banyaknya persalinan di rumah, status gizi ibu selama kehamilan kurang baik,
rendahnya pengetahuan keluarga dalam perawatan bayi baru lahir. Untuk itu diperlukan
perhatian khusus dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatus terutama pada hari- hari
pertama kehidupannya yang sangat rentan karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi
dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.3
Masalah utama bayi baru lahir pada masa perinatal dapat menyebabkan kematian,
kesakitan dan kecacatan. Hal ini merupakan akibat dari kondisi kesehatan ibu yang jelek,
perawatan selama kehamilan yang tidak adekuat, penanganan selama persalinan yang tidak tepat
dan tidak bersih, serta perawatan neonatal yang tidak adekuat. Perawatan antenatal dan
pertolongan persalinan sesuai standar, harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan
upaya-upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir
(seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia.3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Tatalaksana bayi baru lahir merupakan upaya tindakan yang dilakukan oleh dokter
dan tenaga kesehatan lainnya untuk membantu ibu dan bayi dalam proses persalinan. Bayi
baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari.3 Sesuai dengan skor Ballard bayi
baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan
berat badannya 2.500- 4000 gram.3

2.2 Ciri dan Klasifikasi Bayi Baru Lahir

• Ciri Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram, umur
kehamilan 37-40 minggu (new ballad score), bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit
kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan.3 Berdasarkan kurva
lubchenco bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-53 cm, lingkar kepala 33-38
cm, frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak
terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR
>7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ
genitalia pada bayi laki- laki testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi
perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium
sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan.4,5 Refleks fisiologis muncul
seperti pada mata akan berkedip/reflek normal, pupil bakal kontriksi saat ada cahaya yang
terang serta glabella yang menyebabkan mata menutup rapat saat ketukan pada glabella.3,4
• Klasifikasi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir atau neonates dibagi dalam beberapa klasifikasi :
1. Neonatus menurut masa gestasinya/usia kehamilan (new ballard score)
a. Kurang bulan (preterm infant) : < 37 minggu
b. Cukup bulan (term infant) : 37-42 minggu
c. Lebih bulan (postterm infant) : > 42 minggu

5
New Ballard Score

6
2. Neonatus menurut berat badan lahir6
a. Micropremie : <800 gram
b. Bayi Berat Lahir Amat Sangar Rendah (BBLASR): <1000 gram
c. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) : 1000 - <1500 gram
d. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) : 1500 - < 2500 gram
e. Bayi Berat Lahir Cukup/Normal : 2500 – 4000 gram
f. Bayi Berat Lahir Tinggi : > 4000 - 4500 gram
g. Bayi Berat Lahir Amat Tinggi : >4500 gram

3. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa/usia gestasi (masa gestasi dan ukuran
berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan berdasarkan kurva lubchenco) :
a. Bayi Cukup/Kurang/Lebih bulan (BCB/BKB/BLB)
b. Sesuai/Kecil/Besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK).

Kurva Lubchenco

7
2.3 Penilaian Bayi Baru Lahir
2.3.1 Manajemen Bayi Baru Lahir Normal

Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah transisi dari
kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada kelainan.5,6
Pemeriksaan medis komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan.
Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi
kelainan atau anomali kongenital yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per
1000 kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat
antenatal, mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan
kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan, terutama pencegahan
terhadap sudden infant death syndrome (SIDS).8,11
Tujuan utama tatalaksana bayi segera sesudah lahir adalah untuk membersihkan
jalan napas, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi,
identifikasi, dan pencegahan infeksi. Tatalaksana bayi baru lahir meliputi :
✓ Pencegahan Infeksi (PI)
✓ Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi

Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian
sepintas segera setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan :

a) Apakah bayi menangis atau bernapas?


b) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Jika semua terjawab YA maka dilakukan tatalaksana/manajemen bayi baru lahir
normal. Penilaian lainnya yaitu menilai kemajuan kondisis bayi baru lahir pada saat 1
menit, digunakan untuk menilai bagaimana ketahanan bayi melewati proses persalinan
dan 5 menit untuk menggambarkan sebaik apa bayi dapat bertahan setelah keluar dari
rahim ibu, dengan menggunakan nilai APGAR. Penilaiannya meliputi :
a) Appearance (warna kulit) langsung menginspeksi
b) Pulse rate (denyut jantung) dengan menggunakan stetoskop
c) Activity (tonus otot) sesuai dengan derajat fleksi dan pergerakan ekstremitas

8
d) Irritabiliity reflex (reflex iritabilitas) dilihat berdasarkan respon terhadap tepukan halus
pada telapak kaki
e) Respiratory (pernapasan) dilakukan berdasarkan pengamatan dinding dada
Setiap penilaian diberi nilai 0, 1, dan 2. Bila dalam 2 kali penilaian dalam 1 menit
dan 5 menit apgar tidak mencapai skor 7-10, maka harus dilakukan tindakan resusitasi lebih
lanjut dengan cepat, oleh karena bila bayi mendertita asfiksia.4,5
Tabel. Skor APGAR

Keterangan :
Pemberian nilai APGAR baik itu pada APGAR 1 (1 menit pertama), atau pada APGAR 2
(5 menit kemudian) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Nilai 0-3 : Mengindikasikan bayi distres napas berat / asfiksia berat
Nilai 4-6 : Mengindikasikan kesulitan moderat ( depresi sedang ) / asfiksia sedang
Nilai 7-10: Mengindikasikan bayi kondisi normal atau baik tidak akan mengalami kesulitan
untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar Rahim

2.3.1.2 Pencegahan Kehilangan Panas dan Pembersihan Jalan Napas


• Pencegahan kehilangan panas

Saat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh pada BBL, belum berfungsi sempurna.
Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh
maka BBL dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, berisiko tinggi untuk
mengalami sakit berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang

9
tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun
berada di dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah lebih
rentan untuk mengalami hipotermia. Walaupun demikian, bayi tidak boleh menjadi
hipertermia (temperatur tubuh lebih dari 37,5°C). 11,12
Pencegahan terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut:
Ruang bersalin yang hangat ; Suhu ruangan minimal 25°C. Tutup semua pintu dan
jendela.
Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks ; Keringkan bayi mulai dari
muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan
verniks. Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Segera ganti handuk
basah dengan handuk atau kain yang kering.

Letakkan bayi di dada atau perut ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi setelah
tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada atau perut ibu. Luruskan dan
usahakan ke dua bahu bayi menempel di dada atau perut ibu. Usahakan kepala bayi
berada di antara payudara ibu dengan posisi sedikit lebih rendah dari puting payudara
ibu.
Gunakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kehilangan panas
Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat yang sama dan pasang topi di kepala
bayi. Bagian kepala bayi memiliki permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan
cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Lakukan
penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke kulit bayi dan bayi selesai
menyusu. Karena BBL cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika
tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti bayi
dengan kain atau selimut bersih dan kering.Berat bayi dapat dinilai dari selisih berat
bayi pada saat berpakaian atau diselimuti dikurangi dengan berat pakaian atau
selimut. Bayi sebaiknya dimandikan pada waktu yang tepat yaitu tidak kurang dari
enam jam setelah lahir dan setelah kondisi stabil. Memandikan bayi dalam beberapa
jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat
membahayakan kesehatan BBL
Rawat Gabung
Ibu dan bayi harus tidur dalam satu ruangan selama 24 jam. Idealnya BBL
ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan ibunya. Ini adalah cara yang paling
mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu segera menyusui
bayinya dan mencegah paparan infeksi pada bayi.
Resusitasi dalam lingkungan yang hangat
Apabila bayi baru lahir memerlukan resusitasi harus dilakukan dalam lingkungan
yang hangat.
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara-cara berikut:
• Evaporasi : adalah kehilangan panas akibat penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri. Hal ini merupakan jalan
utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika saat lahir
tubuh bayi tidak segera dikeringkan atau terlalu cepat dimandikan dan
tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
• Konduksi : adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara
tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan
yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh
bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda
tersebut.
• Konveksi : adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar
udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di
dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.
Kehilangan panas juga terjadi jika ada aliran udara dingin dari kipas angin,
hembusan udara dingin melalui ventilasi/pendingin ruangan.
• Radiasi : adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di
dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Bayi dapat kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut
menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara
langsung).13

1
1
• Pembersihan jalan napas

Bersihkan jalan napas atas dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian hidung,
dengan menggunakan bulb syringe, alat pengisap lendir, atau kateter pengisap.
Perhatikan untuk menjaga dari kehilangan panas setiap saat. Pengisapan dan
pengeringan tubuh dapat dilakukan bersamaan, bila air ketuban bersih dari mekonium.
- Pengisapan yang kontinyu dibatasi 3-5 detik pada satu pengisapan. Mulut diisap
terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi.
- Pengisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat mekonium pada
jalan napas (kondisi ini dapat mengarah ke bradikardia). Bila terdapat mekonium
dan bayi tidak bugar, lakukan pengisapan dari trakea.7,8

2.3.1.2 Pemotongan Dan Perawatan Tali Pusat

Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi, dilakukan
manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala,
dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian
bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu untuk
proses menyusui, lakukan pemotongan tali pusat dengan satu tangan melindungi perut
bayi.13 Tali pusat pada umumnya diklem dengan forsep bedah segera setelah lahir. Lebih
baik jika membiarkan bayi menangis dengan baik beberapa kali sebelum melakukan
klem tali pusat supaya bayi mendapatkan darah tambahan dari plasenta. Tambahan darah
tersebut dapat mencegah anemia defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan. Tali
pusat diklem 3-4 cm dari permukaan perut bayi, setelah bayi dikeringkan dan dinilai
maka forseps dapat diganti dengan klem tali pusat atau pengikat tali pusat steril. Setelah
persalinan, tunggul/pangkal tali pusat masih basah dan lembut sehingga merupakan tempat
tumbuh yang ideal untuk bakteri. Setelah diklem selama 6 jam, seharusnya tunggul tali
pusat mengering dan tidak ditutup dengan perban. Jika tali pusat tetap lembut dalam 24
jam atau menjadi basah dan berbau menusuk, maka tali pusat dirawat dengan surgical
spirits setiap 3 jam.
Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau
mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat. Perawatan rutin untuk tali pusat
adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan
12
terpapar udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena
menghambat pelepasan tali pusat.12

2.3.1.3 Inisiasi Menyusu Dini/IMD

Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu,
kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan
bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil
melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada
menit ke- 45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu
payudara.3,4
Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih
dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit
berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan
perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep mata, serta
pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar
menyusu.3

13
2.3.1.4 Pemberian Vitamin K1 dan Imunisasi HB0
Pemberian vitamin k1
Pemberian vitamin k1 pada bayi baru lahir bertujuan untuk mencegah terjadinya
perdarahan, Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, maka
semua bayi akan berisiko untuk mengalami perdarahan tidak tergantung apakah bayi
mendapat ASI atau susu formula atau usia kehamilan dan berat badan pada saat lahir.
Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat berat, berupa perdarahan pada Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi ataupun perdarahan intrakranial.4,5
Untuk mencegah kejadian diatas, maka pada semua bayi baru lahir, apalagi Bayi
Berat Lahir Rendah diberikan suntikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg
dosis tunggal, intra muskular pada antero lateral paha kiri 6 jam setelah lahir. Suntikan
Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B.
Perlu diperhatikan dalam penggunaan sediaan Vitamin K1 yaitu ampul yang sudah
dibuka tidak boleh disimpan untuk dipergunakan kembali.5

Imunisasi HB0
Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah pemberian
Vitamin K1 secara intramuskular. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah
infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Penularan Hepatitis
pada bayi baru lahir dapat terjadi secara vertikal (penularan ibu ke bayinya pada waktu
persalinan) dan horisontal (penularan dari orang lain). Dengan demikian untuk mencegah
terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B sedini mungkin.3,4
Penderita Hepatitis B ada yang sembuh dan ada yang tetap membawa virus
Hepatitis B didalam tubuhnya sebagai carrier (pembawa) hepatitis. Risiko penderita
Hepatitis B untuk menjadi carrier tergantung umur pada waktu terinfeksi. Jika terinfeksi
pada bayi baru lahir, maka risiko menjadi carrier 90%. Sedangkan yang terinfeksi pada
umur dewasa risiko menjadi carrier 5-10%.
Imunisasi Hepatitis B (HB-0) harus diberikan pada bayi umur 0 – 7 hari karena:8
1. Penelitian menyatakan bahwa beberapa ibu hamil merupakan carrier Hepatitis B.
2. Hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat lahir dari ibu pembawa
virus.
3. Penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut menjadi Hepatitis menahun,
yang kemudian dapat berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati primer.
14
4. Imunisasi Hepatitis B sedini mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi dari
penularan Hepatitis B.

2.3.1.5 Pencegahan Infeksi Mata


Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri bayi
salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau
antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran.
Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah
kelahiran. Cara pemberiannya dapat dilakukan :
• Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir) kemudian keringkan
• Jelaskan kepada keluarga apa yang akan dilakukan dan tujuan pemberian obat
tersebut.

• Tarik kelopak mata bagian bawah kearah bawah.

• Berikan salep mata dalam satu garis lurus mulai dari bagian mata yang paling dekat
dengan hidung bayi menuju ke bagian luar mata atau tetes mata.

• Ujung tabung salep mata atau pipet tetes tidak boleh menyentuh mata bayi.

• Jangan menghapus salep dari mata bayi dan anjurkan keluarga untuk tidak
menghapus obat-obat tersebut.11,12

15
2.3.1.6 Manajemen Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia

Pada saat bayi baru lahir dan dilakukan penilaian awal yaitu
a) Menangis atau bernapas ?
b) Tonus otot baik ?
Bila jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah “ya”, maka bayi hanya
memerlukan perawatan rutin yaitu mengeringkan bayi, memosisikan bayi kontak kulit
dengan kulit (skin-to-skin) dengan ibunya, dan menyelimuti bayi dengan linen kering
untuk memertahankan suhu. Tenaga kesehatan tetap melakukan pemantauan pernapasan,
aktivitas dan warna kulit bayi selama perawatan rutin.3,4

Bila ada jawaban “tidak” dari kedua pertanyaan tersebut, maka dilanjutkan dengan
langkah awal stabilisasi : 3,4

• Pastikan area resusitasi terjaga hangat dengan suhu ruangan sekitar 25 hingga 26 0 C,
letakkan bayi dibawah infant warmer dalam beberapa menit setelah lahir, dan
menggunakan matras penghangat tambahan bila perlu, terutama pada bayi-bayi kecil.
Pasang probe suhu pada bayi dan setel infant warmer pada mode operasional otomatis
atau sistem Servo, sehingga infant warmer akan menyesuaikan suhunya berdasarkan
temperatur bayi yang dinilai dari probe.

• Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah / ekstensi untuk membuka jalan
napas. Sebuah gulungan handuk diletakkan di bawah bahu untuk membantu mencegah
fleksi leher dan penyumbatan jalan napas.

• Bersihkan jalan napas atas dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian hidung,
dengan menggunakan bulb syringe, alat pengisap lendir, atau kateter pengisap.
Perhatikan untuk menjaga dari kehilangan panas setiap saat. Pengisapan dan pengeringan
tubuh dapat dilakukan bersamaan, bila air ketuban bersih dari mekonium.

• Pengisapan yang kontinyu dibatasi 3-5 detik pada satu pengisapan. Mulut diisap terlebih
dahulu untuk mencegah aspirasi.

• Pengisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat mekonium pada jalan napas
(kondisi ini dapat mengarah ke bradikardia). Bila terdapat mekonium dan bayi tidak
bugar, lakukan pengisapan dari trakea.

16
• Keringkan, stimulasi. Bayi dikeringkan dengan kain linen bersih yang telah dihangatkan
mulai dari kepala hingga seluruh tubuh bayi. Sambil mengeringkan, berikan rangsang
taktil pada bayi berupa gosokan lembut pada punggung bayi atau menyentil/menepuk
telapak kaki bayi secara tidak berlebihan. Pada bayi dengan berat badan <1500 gram,
bayi langsung dibungkus plastik bening tanpa dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan
handuk tidak perlu dilakukan pada bayi prematur yang dibungkus dengan plastik
polietilen karena bersifat kontra-produktif. Bila perlu, rangsang taktil dapat tetap
diberikan melalui kantung plastik.

• Reposisi kepala.

Setelah mengeringkan dan menstimulasi bayi, kembalikan posisi bayi seperti sebelumnya
yaitu setengah ekstensi untuk membuka jalan.

Observasi usaha napas dan laju denyut jantung. 3,4


Menilai pernapasan
Jika bayi bernapas spontan namun dijumpai distres napas (takipneu, retraksi atau
merintih) berikan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) dengan PEEP 7 cmH2O,
dan lakukan pematauan dengan SpO2. Jika gagal dengan CPAP PEEP 8 cmH2O dan FiO2 >40%
dengan tanda distres pernapasan, pertimbangkan intubasi.

Jika bayi bernapas spontan namun dijumpai tanda Sianosis Sentral Persisten Tanpa Distres
Napas, pertimbangkan sumplementasi Oksigen dan pantau SpO2.

Pemberian Ventilasi Tekanan Positif

Jika bayi tidak bernapas atau bayi megap-megap, berikan ventilasi tekanan positif (VTP)
diawali dengan menggunakan balon resusitasi dan sungkup, dengan frekuensi 40-60
kali/menit. Jika denyut jantung <100 kali/menit, bahkan bila bayi bernafas, VTP harus
dimulai dengan frekuensi 40-60/menit. Intubasi endotrakeal diperlukan jika bayi tidak
berespon terhadap VTP dengan menggunakan balon dan sungkup. Lanjutkan VTP dan
bersiaplah untuk memindahkan bayi ke NICU (neonatal intensive care unit).
Kompresi Dada

Jika denyut jantung masih <60 kali/menit setelah 30 detik VTP yang memadai, kompresi
dada harus dimulai. Kompresi dilakukan pada sternum di proksimal dari proc.xipoideus,

17
jangan menekan di atas xifoid. Kedua ibu jari petugas yang meresusitasi digunakan untuk
menekan sternum sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengah dan telunjuk
dari satu tangan dapat digunakan untuk kompresi sementara tangan lain menahan
punggung bayi. Sternum dikompresi sedalam 1/3 tebal antero-posterior dada. Kompresi
dada diselingi ventilasi secara sinkron terkoordinasi dengan rasio 3:1. Kecepatan
kombinasi kegiatan tersebut harus 120/menit (yaitu 90 kompresi dan 30 ventilasi). Jadi
dalam 30 detik, dilakukan 15 siklus yaitu 45 kompresi dan 15 ventilasi dengan rasio 3:1.
Setelah 30 detik, evaluasi respon. Jika denyut jantung >60 denyut/menit, kompresi dada
dapat dihentikan dan VTP dilanjutkan hingga denyut jantung mencapai 100 kali/menit
dan bayi bernapas efektif.

Pemberian obat
Epinefrin
Epinefrin harus diberikan jika denyut jantung tetap <60 kali/menit setelah 30 detik VTP
dan 30 detik lagi VTP dan kompresi dada. Dosis epinefrin adalah 0,1-0,3 mL/kg berat
badan larutan 1:10.000 secara intravena, melalui vena umbilikal. Bila diberikan melalui
pipa endotrakeal, dosis adalah 0,3-1,0 mL/kg berat badan.10

Stabilisasi Neonatuss

Bayi baru lahir dengan ventilasi dan sirkulasi adekuat pasca resusitasi tetap memiliki
risiko untuk mengalami perburukan. Kondisi perburukan tersebut dapat menimbulkan
gangguan atau keterlambatan adaptasi berbagai organ tubuh pada masa perinatal, sehingga
bayi harus senantiasa dipertahankan dalam kondisi stabil selama proses transportasi
maupun ketika menjalani perawatan di ruang rawat. Upaya untuk memertahankan kondisi
stabil pada bayi pasca resusitasi berpegang pada prinsip STABLE,3,4
1. Sugar and Safe Care (kadar gula darah dan perawatan yang aman). Pemeriksaan
kadar gula darah pada bayi sakit atau bayi dengan risiko hipoglikemia harus segera
dilakukan dalam 30-60 menit setelah lahir dan jika bayi menunjukkan tanda-tanda
hipoglikemia antara lain jitteriness, iritabilitas, hipotonia, letargi, menangis lemah
atau melengking, hipotermia, refleks hisap buruk, takipnea, sianosis, apnea, atau
kejang. Pemeriksaan dapat diulang dalam 1-3 jam sesuai hasil pemeriksaan kadar
gula darah dan kondisi bayi. Apabila bayi sakit yang dipuasakan memiliki kadar gula
18
darah <50 mg/dl maka bayi harus diterapi dengan cairan glukosa intravena dengan
langkah sebagai berikut:
• Berikan bolus D10 sebanyak 2 mL/kg dengan kecepatan 1 mL per menit.
Hindari pemberian bolus D25 atau D50 karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan hipoglikemia rebound.
• Untuk maintenance berikan infus D10 sebanyak 60-80 mL/kg/ hari (GIR 4.2-
5.5 mg/kg/menit).
Periksa kembali kadar gula darah 15-30 menit setelah pemberian bolus glukosa atau
peningkatan kecepatan infus.

2. Temperature (suhu tubuh). Upaya untuk memertahankan suhu tubuh normal menjadi
prioritas utama dalam resusitasi maupun stabilisasi bayi baru lahir. Suhu aksila
normal pada bayi baru lahir berkisar antara 36,5-37,50 C. Pemantauan suhu perlu
dilakukan setiap 15-30 menit hingga suhu berada pada rentang normal dan minimal
setiap jam sampai bayi dipindahkan. Pada bayi yang mengalami hipotermi akan
menimbulkan respons berupa vasokonstriksi pembuluh darah perifer, peningkatan
aktivitas dan postur tubuh fleksi, serta metabolisme lemak coklat guna menurunkan
kehilangan panas dan meningkatkan produksi panas. Respons tersebut akan
meningkatkan laju metabolisme serta konsumsi oksigen dan glukosa sehingga dapat
memicu terjadinya hipoksia dan hipoglikemia. Berbagai upaya pencegahan hipotermi
selama stabilisasi dapat dilakukan dengan cara:

• Menaikkan suhu ruangan menjadi 25-280 C dan tidak meletakkan bayi di


bawah pendingin ruangan.

• Meletakkan bayi di bawah infant warmer saat dilakukan resusitasi atau


tindakan pada bayi.

• Menghangatkan benda yang akan bersentuhan dengan bayi misal tempat tidur,
stetoskop, selimut, dan tangan.

• Mengenakan topi pada kepala bayi

• Membungkus bayi berat lahir < 1500 gram dengan plastik bening dari kaki
hingga setinggi leher bayi (jangan sampai menutup wajah atau menghambat

19
jalan napas)

• Memberikan oksigen yang telah dihangatkan dan dilembabkan

• Menghangatkan inkubator terlebih dahulu sebelum meletakkan bayi di


dalamnya.

• Menggunakan inkubator transpor yang telah dihangatkan atau kontak kulit


dengan kulit (jika tidak tersedia inkubator transpor) saat memindahkan bayi
dari kamar bersalin ke ruang perawatan

3. Airway (jalan napas). Stabilisasi jalan napas perlu dilakukan untuk memertahankan
jalan napas tetap terbuka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganjal bahu dengan
gulungan kain. Bayi juga dapat diposisikan telentang dengan sedikit tengadah untuk
memosisikan faring, laring dan trakea dalam satu garis lurus, sehingga udara dapat
masuk dengan mudah. Posisi telentang ini juga merupakan posisi terbaik untuk
melakukan ventilasi dengan balon-sungkup ataupun pemasangan pipa endotrakeal.

4. Blood Pressure (tekanan darah). Bayi dapat mengalami gangguan sirkulasi berupa
syok selama masa stabilisasi. Syok merupakan suatu keadaan kompleks berupa
disfungsi sirkulasi yang mengakibatkan pengangkutan oksigen dan nutrisi tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Tatalaksana syok diawali dengan
identifikasi penyebab syok, yang diikuti dengan identifikasi dan koreksi masalah
yang menimbulkan gangguan fungsi jantung seperti hipovolemia, tamponade,
gangguan elektrolit, hipoglikemia, hipoksemia, aritmia, dan seterusnya. Tatalaksana
syok secara umum bertujuan untuk menormalkan pH, menurunkan pembentukan
asam laktat dan metabolisme anaerob, meningkatkan oksigenasi dan perfusi jaringan,
serta meningkatkan curah jantung. Perawatan suportif harus segera diberikan yaitu
menjaga patensi jalan napas, memberikan terapi oksigen, serta memasang akses
intravaskular atau intraoseus. Tatalaksana selanjutnya disesuaikan dengan masing-
masing bentuk syok yang terjadi.

5. Lab Work (pemeriksaan laboratorium). Bayi baru lahir rentan untuk mengalami
infeksi akibat sistem imun yang belum sempurna. Evaluasi dan tatalaksana infeksi
merupakan hal penting dalam masa stabilisasi terutama pada bayi dengan faktor
risiko infeki. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk diperiksa sebelum
20
bayi ditranspor disingkat dengan 4B yang meliputi:

• Blood Count. Darah lengkap termasuk hitung jenis leukosit.

• Blood Culture. Darah diambil dengan teknik steril, dalam jumlah cukup, dan
sebelum pemberian antibiotik.

• Blood Glucose. Kadar gula darah diperiksa dini dan pantau dengan ketat
sesuai indikasi.

• Blood Gas. Pemeriksaan dilakukan pada bayi dengan distres napas atau
dengan riwayat.

6. Emotional Support (dukungan emosi). Dukungan bagi orangtua/ keluarga sebaiknya


diberikan sejak awal hingga bayi menjalani perawatan dalam bentuk:

• Mengijinkan ibu untuk melihat bayi

• Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi dan memanggil bayi dengan nama
yang sudah dipersiapkan oleh keluarga

• Mengambil foto dan jejak kaki bayi.

• Menawarkan dukungan dari pihak lain seperti kerabat atau pemuka

• Memberikan penjelasan secara sederhana namun akurat kepada orangtua


mengenai keadaan bayi dan rencana tatalaksana.

• Memberikan kesempatan kepada orangtua untuk bertanya mengenai keadaan


bayi.

• Melibatkan orangtua dalam perawatan bayi serta dalam pengambilan


keputusan terkait tatalaksana.

21
22
23
2.4 Adaptasi Bayi Baru Lahir Di Ekstrauterine
Adaptasi bayi baru lahir dari intrauterine ke ekstrauterine adalah periode penyesuaian
terhadap kehidupan keluar rahim. Periode ini dapat berlangsung hingga satu bulan atau lebih
setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh bayi. Transisi paling nyata dan cepat terjadi
pada sistem pernapasan dan sirkulasi, system kemampuan mengatur suhu, dan dalam
kemampuan mengambil dan menggunakan glukosa. Setelah dijelaskan tentang adaptasi bayi
baru lahir, selanjutnya marilah belajar tentang periode transisi.12,13 Faktor yang
mempengaruhi kehidupan diluar uterus adalah ; Riwayat antepartum ibu dan bayi baru lahir
misalnya terpapar zat toksik, sikap ibu terhadap kehamilannya dan pengalaman pengasuhan
bayi, riwayat intrapartum ibu dan bayi baru lahir, misalnya lama persalinan, tipe analgesic
atau anestesi intrapartum, kapasitas fisiologis bayi baru lahir untuk melakukan transisi dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin, kemampuan petugas kesehatan dalam
mengkaji dan merespon masalah dengan tepat pada saat terjadi.11
A. Proses adaptasi sistem organ
• Pernapasan
Dua faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama bayi :
1. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang
merangsang pusat pernapasan di otak.
2. Tekanan dalam dada, yang terjadi melalui pengempisan paru selama persalinan,
merangsang masuknya udara ke dalam paru secara mekanik. Interaksi antara sistem
pernapasan, kardiovaskuler, dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan
yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
Jadi sistem-sistem harus berfungsi secara normal.
3. Usaha bernapas pertama dengan mengeluarkan cairan dalam paru dan
mengembangkan jaringan alveoli.
• Sirkulasi
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil oksigen
dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan.
Untuk menyelenggarakan sirkulasi terbaik mendukung kehidupan luar rahim,
harus terjadi :

24
a. Penutupan foramen ovale jantung
b. Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah
1. Saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan
atrium kanan menurun.
2. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium
kanan yang mengurangi volume dan tekanannya.
• Thermoregulasi
Pada lingkungan yang dingin, terjadi pembentukan suhu tanpa mekanisme
menggigil merupakan jalan utama bayi yang kedinginan untuk mendapatkan panas
tubuh.
Pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merujuk pada penggunaan lemak
coklat untuk produksi panas
Timbunan lemak coklat terdapat pada seluruh tubuh, mampu meningkatkan
panas
sebesar 100%.
Untuk membakar lemak coklat bayi membutuhkan glukosa guna mendapatkan
energi
yang mengubah lemak menjadi panas.
Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir.
• Gastrointestinal
Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan
Reflek gumoh dan batuk yang matang sudah mulai terbentuk. Dengan baik pada
saat lahir. Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan makanan terbatas,
hubungan esofagus bawah dan lambung belum sempurna sehingga mudah gumoh
terutama bayi baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung terbatas kurang dari 30
cc untuk bayi cukup bulan. Kapasitas lambung akan bertambah bersamaan dengan
tambah umur.Usus bayi masih belum matang sehingga tidak mampu melindungi
diri dari zat berbahaya, kolon bayi baru lahir kurang efisien dalam mempertahankan
air dibanding dewasa sehingga bahaya diare menjadi serius pada bayi baru lahir.

25
• Imunologi
Sistem imunitas bayi baru lahir, masih belum matang sehingga rentan terhadap
berbagai infeksi dan alergi.
Sistem imunitas yang matang menyebabkan kekebalan alami dan buatan.
Kekebalan alami terdiri dari struktur tubuh yg mencegah dan meminimalkan infeksi
Beberapa contoh kekebalan alami :
- perlindungan oleh kulit membran mukosa
- fungsi saringan saluran napas
- pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
- perlindungan kimia oleh asam lambung.
Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel darah yang membantu bayi
baru lahir membunuh mikroorganisme asing.
Tetapi sel darah masih belum matang sehingga bayi belum mampu melokalisasi
dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan akan muncul kemudian
Reaksi bayi terhadap antigen asing masih belum bisa dilakukan sampai awal
kehidupan.
Tugas utama bayi dan anak-anak awal membentuk kekebalan.
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi
Reaksi bayi baru lahir terhadap infeksi masih sangat lemah dan tidak memadai.
Pencegahan pajanan mikroba seperti praktik persalinan aman, menyusui ASI dini
dan pengenalan serta pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.
• Urogenitalia
Ginjal sangat penting dalam kehidupan janin, kapasitasnya kecil hingga setelah
lahir. Urine bayi encer, berwarna kekuning-kuningan dan tidak berbau. Warna
coklat dapat disebabkan oleh lendir bebas membrane mukosa dan udara asam akan
hilang setelah bayi banyak minum. Garam asam urat dapat menimbulkan warna
merah jambu pada urine, namun hal ini tidak penting. Tingkat filtrasi glomerolus
rendah dan kemampuan reabsorbsi tubular terbatas. Bayi tidak mampu
mengencerkan urine dengan baik saat mendapat asupan cairan, juga tidak dapat
mengantisipasi tingkat larutan yang tinggi rendah dalam darah. Urine dibuang
dengan cara mengosongkan kandung kemih secara reflek. Urine pertama dibuang
saat lahir dan dalam 24 jam , dan akan semakin sering dengan banyak cairan.11,12
26
BAB III
KESIMPULAN

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari.3 Sesuai dengan skor
Ballad bayi baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram.4 Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-
ciri berat badan lahir 2500-4000 gram, umur kehamilan 37-40 minggu (new ballad score),
bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan
tidak ada cacat bawaan.3 Berdasarkan kurva lubchenco bayi baru lahir normal memiliki
panjang badan 48-53 cm, lingkar kepala 33-38 cm, frekuensi denyut jantung 120-160
x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh
sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah
terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-
laki testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina
dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar
dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan.4,5
Tujuan utama tatalaksana bayi segera sesudah lahir adalah untuk membersihkan jalan
napas, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi,
dan pencegahan infeksi. Tatalaksana bayi baru lahir meliputi :
✓ Pencegahan Infeksi (PI)
✓ Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi

Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas
segera setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan pertanyaan :

a) Apakah bayi menangis atau bernapas?


b) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Jika semua terjawab YA maka dilakukan tatalaksana/manajemen bayi baru lahir
normal. Jika salah satu terjawab tidak maka dilakukan tindakan manajemen bayi baru lahir
dengan asfiksia/resusitasi neonatus.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Herman. The Relationship of Family Roles and Attitudes in Child Care With Cases of
Caput Succedeneum in RSUD Labuang Baji. Makassar. Vol. I, No. 2 Juli 2020.
2. Kementrian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2015.
3. UKK Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Resusitasi Neonatus. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2014
4. Prihandani, Oky Rahma. Pelatihan Resusitasi Bayi Baru Lahir sebagai Upaya
Peningkatan Kompetensi Kegawatdaruratan Tenaga Kesehatan. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Semarang. Prosiding Seminar Nasional Unimus Vol. 3,
Tahun 2020.
5. Gomella TL, Mohammed FB, Eyal FG. Neonatology Managemen, Procedures, On-Cell
Problems, Diseases, and Drugs. 8th Ed. America: MC Graw Hill Education Lange; 2015.
6. Novitasari A, Hitami MS, Pristya TYR. Pencegahan dan Pengendalian BBLR di
Indonesia: Systematic Review. Universitas Pembangunan Nasional Veteran jakarta.
Indonesian Journal of Health Development Vol.2 No.3, September 2020 Edisi Khusus
Pandemi COVID-19.
7. WHO. Infant Newborn. 2015 Available from;
www.who.int/topics/infant_newborn/en/en
8. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Kemenkes Tahun 2014.
9. PERMENKES .Standar Antropometri Anak. Kementrian Kesehatan RI. Tahun 2020
10. IDAI. Kiat Membuat Anak Sehat, Tinggi dan Cerdas. Jakarta. Tahun 2016
11. Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir. Penerbit Buku Kedokteran; EGC; Jakarta. 2014
12. Kementerian Kesehatan. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kementerian Kesehatan RI dan
JICA. Jakarta, 2016.
13. Direktorat Kesehatan Keluarga. Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan
Bayi Baru Lahir. Revisi 2. 2020

28

Anda mungkin juga menyukai