Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TERAPI DZIKIR

PADA PASIEN HALUSINASI DI RSJD DR AMINO


GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

Karya Ilmiah Akhir


Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Profesi Ners Keperawatan

Disusun Oleh :
Erna Nur Safitri
NIM : 20902100049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TERAPI DZIKIR
PADA PASIEN HALUSINASI DI RSJD DR AMINO
GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

Karya Ilmiah Akhir


Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Profesi Ners Keperawatan

Disusun Oleh :
Erna Nur Safitri
NIM : 20902100049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dengan sebenarnya

menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir ini, Saya susun tanpa tindakan

plagiarisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Jika dikemudian

hari ternyata Saya melakukan tindakan plagiarism, Saya bertanggung jawab

sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas

Islam Sultan Agung Semarang kepada Saya.

Semarang, 03 Agustus

2022

Penulis,

(Erna Nur Safitri)


HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim

Penguji Karya Ilmiah Akhir Prodi Pendidikan Ners Fakultas Ilmu

Keperawatan Unissula pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 03 Agustus 022

Semarang, 03 Agustus

2022

Pembimbing

Ns. Betie Febriana, M.Kep


NIDN.06-2302-8802
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir Berjudul :

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TERAPI DZIKIR


PADA PASIEN HALUSINASI DI RSJD DR AMINO
GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

Di susun Oleh :

Nama : Erna Nur Safitri


Nim : 20902100049
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal, 11 Agustus
2022 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Penguji I

Wigyo Susanto, M.Kep


NIDN. 06-2907-8303

Penguji II

Wahyu Endang S,SKM., M.Kep


NIDN. 06-1207-7404

Penguji III

Ns. Betie Febriana, M,Kep


NIDN. 06-2302-8802
Mengetahui

Dekan FIK UNISSULA


Semarang

Iwan Ardian, SKM, M.Kep


NIDN. 0622087403
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbal’alamin, puji syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas Karya Ilmiah Akhir sebagai syarat untuk mencapai

Profesi Keperawatan dengan segala kerendahan hati penulis menyadari

bahwa penulisan KIA ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Gunarto, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Islam

Sultan Agung Semarang.

2. Iwan Ardian., SKM., M. Kep. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3. Ns. Tutik Rahayu M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku Kaprodi Profesi Ners

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

4. Ns. Betie Febriana, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah sabar

meluangkan waktu serta tenaganya dalam memberikan bimbingan dan

nasehat yang bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.


5. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang telah memberikan bekal

ilmu pengetahuan serta bantuan kepada penulis.

6. Kepada kedua orantua saya yang sudah memberikan restu , dukungan

dan motivasi sehingga saya bisa menyelesaikan KIA ini.

7. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas akhir yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa KIA ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari

itu, penulis sangat membutuhkan saran dan kritik sebagai evaluasi bagi

penulis. Penulis berharap KIA ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Semarang, 03 Agustus

2022

Penulis,

Erna Nur Safitri


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Halusinasi merupakan satu gangguan kejiwaan pada seseorang yang

ditandai dengan perubahan persepsi sensori seperti merasakan sensasi

yang palsu (Keliat, 2011). Sedangkan menurut Emulyani &

Herlambang, (2020) halusinasi merupakan suatu gangguan yang terjadi

pada seseorang terhadap penerimaan pancaindera tanpa stimulus

eksternal (halusinasi pengelihatan, pengecapan, penciuman, perabaan

dan pendengaran). Halusinasi pada pasien disebabkan karena

ketidakmampuan pasien tersebut didalam menghadapi stressor serta

kurangna kemampuan dalam mengontrol halusinasi (Akbar & Rahayu,

2021). Tipe halusinasi yang sering terjadi adalah halusinasi

pendengaran, yang dapat berupa bunyi bising atau mendenging tanpa

mempunyai arti, namun lebih sering terdengar sebagai sebuah kalimat

yang bermakna (Sumartyawati et al., 2019). Halusinasi merupakan suatu


tand gejala yang khas dari skizofrenia dan dipersepsikan oleh pasien

sebagi kejadian yang nyata (Kaplan, H.I., Sadock, B.J & Greb, 2010).

Menurut World Health Organization pada 2012 bahwa 10% dari

penduduk diseluruh dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa (Suerni

& PH, 2019). Laporan dari RISKESDAS 2018 menyatakan prevelensi

gangguan jiwa di Indonesia mencapai 1,7/mil dengan presentase 0,17%

dan gangguan jiwa terberat terbanyak terjadi diprovinsi Bali, DIY,

Aceh, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan (Saswati & Sutinah, 2018).

Pada tahun 2012 Badan Riset dunia menyatakan sebanyak 450 juta

penduduk dunia mengalami gangguan jiwa yang berat serta 8 dari 10

pasien gangguan jiwa tidak mendapatkan fasilitas perawatan jiwa secara

intensif (Affiroh & Sholikah, 2020). Prevelensi angka kejadian

skizofrenia di Indonesia selalu meningkat, pada tahun 2013

prevelensinya mencapai 1,7/1000 rumah tangga dengan ODGJ dan pada

tahun 2018 prevelensinya meningkat menjadi 6,7/1000 rumah tangga

dengan ODGJ (D. L. P. Sari et al., 2022). Menurut (Stuart & Laraia,

2005) menyatakan pasien dengan diagnose skizofrenia 70% mengalami

halusinasi pendengaran, 20% halusinasi pengelihatan dan sisanya 10%

mengalami halusinasi lainnnya.

Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat masalah

halusinasi diantaranya pasien akan semakin kehilangan control atas

dirinya, sehingga pasien dapat melukai diri sendiri, melukai orang lain,

merusak lingkungan bahkan hingga bunuh diri (Maulana et al., 2021).


Dampak lain yang ditimbulkan pada pasien halusinasi yaitu munculnya

rasa lemah, hysteria, ketakutan yang berlebihan, pikiran negatif, dan

tidak dapat mencapai tujuan (Akbar & Rahayu, 2021). Menurut dampak

yang ditimbulkan akibat halusinasi adalah dampak terhadap terbatasnya

pemrosesan informasi pendengaran dan sesnsori sehingga dapat

mengakibatkan gangguan kognitif pada pasien (D. L. P. Sari et al.,

2022). Menurut halusinasi berdampak negatif kepada pasien dan

keluarga pasien karena pasien akan mengalami ketidakmampuan untuk

mengenali realita dan terhambat dalam berkomunikasi sehingga

menimbulkan rasa canggung dalam peran pasien dalam kehidupan

sehari-hari, sedangkan dampak yang dirasakan keluarga dalah keluarga

akan sulit diterima dan dipandang negative oleh masyarakat sekitar

(Utami & Rahayu, 2018).

Pasien dengan masalah halusinasi perlu diberikan program terapi

atau intervensi tertentu untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan dari

halusinasi, intervensi yang diberikan meliputi electro convulsive therapy

(ECT), terapi farmakologi yang lebih menuju ke pengobatan dengan

antipsikotik dan terapi non farmakologi yang lebih menuju ke terapi

modalitas (Akbar & Rahayu, 2021). Menurut Widhiastuti et al., (2021)

terapi modalitas merupakan terapi gabungan atau terapi kombinasi

dalam keperawatan jiwa yang pelaksanaannya perawat jiwa memberikan

asuhan keperawatan lanjutan untuk memberikan terapi yang digunakan

oleh pasien gangguan jiwa, terdapat beberapa terapi modalitas


diantaranya yaitu terapi somatic, terapi kognitif, terapi individual, terapi

terapi keluarga, terapi lingkungan, terapi spiritual dan terapi bermain.

Terapi Spiritual terbukti efektif dapat mengurangi halusinasi dan dapat

membantu pasien dalam mengoptimalkan kemampuannya dalam hidup

bermasyarakat (Emulyani & Herlambang, 2020). Nilai-nilai spiritual

dapat diberikan kepada pasien karena nilai spiritual dapat mempercepat

penyembuhan dan dapat mempengaruhi terjadinya sakit (Stuart, 2012).

Salah sati terapi spiritual yang dapat diberikan kepada pasien halusinasi

adalah terapi dzikir (Akbar & Rahayu, 2021).

Terapi dzikir menurut Bahasa berasal dari kata “dzakar” yang

mempunyai arti mengingat, dzikir juga berarti pelestarian ingatan yang

dapat disimpulkan jika mengingat Tuhan, berarti menyimpan ingatan

agar selalu mengingat Tuhan Yang Maha Esa (Gasril & Sasmita,

2020).dzikir dalam hokum Islam adalah mengingat Allah SWT dengan

tata cara tertentu yang ditetapkan oleh Al-Qur’an dan hadist Nabi untuk

menyucikan hati dan jiwa juga dapat menyehatkan tubuh, mencegah

manusia dari bahaya hawa nafsu dan mengobati penyakit mental dengan

kekuatan rohani (Munandar et al., 2019). Terapi dzikir dapat diajarkan

dan diterapkan kepada pasien halusinasi, karena pada saat pasien

melakukan dzikir dengan tekun, khusu’ dan konsentrasi yang baik maka

masalah halusinasi pada pasien bisa hilang dan pasien dapat

menghilangkan halusinasinya karena pasien menyibukkan diri dengan

melakukan terapi dzikir (Gasril & Sasmita, 2020).


Penggunaan terapi dzikir masih jarang dilakukan dan diajarkan

kepada pasien jiwa khususnya pasien dengan masalah halusinasi.

Sebagai seorang perawat mempunyai peran care giver untuk

memberikan asuhan keperawatan dan mengajarkan terapi dzikir yang

dapat diterapkan kepada pasien dengan masalah halusinasi. Berdasarkan

uraian diatas, maka penulis tertarik untuk memberikan “Asuhan

Keperawatan dengan Terapi Dzikir pada Pasien Halusinasi di RSJD DR

Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah” sebagai judul Karya Imiah

Akhir.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam karya ilmiah akhir ini adalah untuk

mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan dengan terapi dzikir

pada pasien halusinasi.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam karya ilmiah akhir ini adalah :

a. Melaporkan hasil pengkajian klien dengan masalah halusinasi.

b. Mendokumentasikan diagnosa klien dengan masalah halusinasi.


c. Menguraikan rencana keperawatan klien halusinasi dengan

terapi dzikir.

d. Mendokumentasikan penerapan implementasi klien halusinasi

dengan terapi dzikir.

e. Mendokumentasikan hasil evaluasi klien halusinasi setelah

diberikan terapi dzikir.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan serta ketrampilan dalam merawat

pasien halusinasi dengan menggunakan terapi dzikir.

2. Bagi rumah sakit

Diharapkan karya ilmiah akhir ini dapat menjadi bahan masukan

bagi instansi rumah sakit dalam merawat pasien isolasi sosial

dengan terapi dzikir.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek

tanpa adanya pengaruhi stimulus dari luar, gangguan tersebut

melibatkan seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan satu diantara

tanda gejala gangguan kejiwaan dengan perubahan presepsi sensori

yang dialami penderita, sensasi palsu yang dirasakan berbentuk


penglihatan, suara, penciuman, perabaan serta pengecapan yang

sebenarnya stimulus yang dirasakan pasien tidak nyata (Keliat,

2011).

Halusinasi Adalah Keadaan Dimana Seseorang Tidak Dapat

Membedakan Kehidupan Antara Nyata Dan Ilusi Atau Palsu

Sehingga Akan Mengalami Berbagai Dampak Seperti Panik,

Perilaku Kekerasan Yang Dapat Membahayakan Dirinya Sendiri

Bahkan Orang Lain Dan Lingkungan (Santi et al., 2021).

2. Etiologi

Menurut (Stuart, 2012) terdapat beberapa factor penyebab terjadinya

marah atau resiko perilaku kekerasan, diantaranya adalah:

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Biologis

a) Perilaku kekerasan diakibatkan oleh keinginan atau

kebutuhan yang kuat. misalnya keinginan melakukan

sex yang belum terpenuhi.

b) Pengalaman rasa marah merupakan akibat dari respon

dalam hal psikologis terhadap stimulus external,

internal, dan lingkungan. misalnya stress masa lalu

2) Faktor Psikologis
a) Frustasi muncul ketika keinginan keinginan
sesorang tidak dapat dicapai sehingga
menyebabkan atau mendorong seseorang untuk
melakukan perilaku kekerasan. Misalnya hilang
pekerjaan.
b) Respon belajar yang dapat dicapai ketika
terdapat fasilitas atau keadaan yang dapat
mendukung
c) Keinginan yang belum terpenuhi melalui
kegiatan-kegiatan yang positif
3) Faktor Sosial Kultural.
a) Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi
perilaku seseorang ketika sedang marah. Aturan
yang ada di lingkungan sekitar dapat memicu
seseorang untuk berperilaku agresif.

b) Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara


langsung atau melalui sosialisasi misalnya
membully.

b. Faktor prespitasi
1) Perilaku

Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan

gangguan orientasi realitas berkaitan dengan perubahan

proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.

2) Psikologis

Frekuensi kecemasan yang tingggi dan lama disertai

terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan

berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien

mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang

tidak menyenangkan.

3) Stressor
Peningkatan stress serta kecemasan akan terjadi saat

stabilitas keluarga menurun, berpisah dengan individu yang

dianggap penting, dikucilkan dari kelompok memicu

halusinasi.

4) Biokimia

Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,

indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan

gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.

3. Rentang respon halusinasi

Respon perilaku seseorang dikaitakan dengan fungsi

neurobiologi yang dapat diamati dan mungkin menunjukan perilaku

menyimpang seperti halusinasi disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Respon perilaku seseorang dikaitkan dengan fungsi

neurobiologi

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorasi


1. Waham
2. Persepsi akut fikiran
2. Halusinasi
3. Emosi 2. Ilusi
3. Emosi tidak
konsisten 3. Emosi
V terkontrol
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku tidak
4. Perilaku
5. Hubungan biasa
kekerasan
sosial 5. Menarik diri
Sumber : (Stuart, 2012)

Keterangan :

Rentang respons neorobiologi adaptif ialah respon yang bisa

diterima budaya dan norma di maasyarakat . Individu dalam batasan

normal saat menghadapi problem dan bisa mencari solusi dari

problem tersebut seperti terdapat pemikiran logis serta terbentuknya

hubungan social yang harmoni. Rentang respon maladaptif ialah

respon individu yang tidak dapat menyelesaikan suatu msalah

dengan menyimpang dari norma dan budayaseprti adanya halusinasi,

waham, isolasi sosial (Stuart, 2012).

4. Tanda dan gejala

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI, 2017) Terdapat dua tanda dan gejala yaitu:

a. Mayor

1) Subjektif: bicara kasar, suara keras, mengancam, dan

mengumpat dengan nada yang tinggi.

2) Objektif: melukai orang lain atau melukai diri sendiri,

merusak lingkungan, dan perilaku agresif atau amuk,

b. Minor

1) Objektif: pandangan tajam, tangan mengepal, tekanan


darah meningkat, wajah tegang, dan postur tubuh kaku.

Menurut (Saputri, 2019) perilaku kekerasan dapat di

identifikasi oleh perawat melalui tanda gejala yang muncul.

Diantaranya yaitu:

a. Fisik: pandangan tajam, mata melotot, tekanan darah

meningkat, dan nafas pendek.

b. Verbal: bicara keras, intonasi tinggi, menentang,

mengancam secara fisik, dan menghina orang lain.

c. Perilaku: memukul, menyerang orang lain, melukai diri

sendiri dan orang lain, serta merusak lingkungan

d. Emosi: labil, mudah tersinggung, perasaan marah,

mengamuk, dan marah tidak terkontrol

e. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.

f. Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran

5. Klasifikasi halusinasi

Menurut Yosep (2016) dalam hakekaktnya seorang individu

sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-

spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :

Tabel 2.2 Klasifikasi Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Objektif Data subjektif


Halusinasi  Berbicara atau tertawa  Mendengar suara-
pendengaran sendiri suara atau
 Marah-marah tanpa kegaduhan
sebab  Mendengar suara
 Mengaragkan telinga yang mengajak
kearah tertentu bercakap-cakap
 Menutup telinga  Mendengar suara
menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi  Menunjuk-nunjuk kearah  Melihat bayangan,
pengelihatan tertentu sinar, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu geometris, bentuk
yang tidak jelas kartoon, melihat
hantu atau monster
Halusinasi  Mengisap seperti sedang  Merasa mencium
penghidu membau bau-bau tertentu bau seperti bau
 Menutup hidung dengan darah, bau
tangan atau baju kotoran, namun
terkadang bau
yang
menyenangkan
Halusinasi  Sering meludah  merasakan rasa
pengecapan  muntah seperti darah, urun
atas feces pada
indra pengecapan
Halusinasi  menggaruk-garuk kulit  mengatakan ada
perabaan serangga
dipermukaan
kulitnya
 merasa seperti
tersengat listrik

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan halusinasi

dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

a. Farmakologi

Terapi ini adalah terapi pemberian obat-obatan kepada

pasien. Jenis obat-obatan yang diberikan biasanya haloperidol,

Clorpromazin dan THP (Santi et al., 2021).

b. Non farmakologi

1) TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)


Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu

terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok

klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.

Aktivitas digunakan sebagai target asuhan. Didalam

kelompok terjadi dinamika yang saling bergantung, saling

membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien

berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki

perilaku lama yang maladaptif (Sinaga, 2019).

2) Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah

halusinasi yaitu terapi dengan diberikan strategi pertemuan

(SP) yang terdiri dari empat SP dengan masing-masing

strategi pelaksanaan yang berbeda-beda (Sumartyawati et al.,

2019).

B. Terapi dzikir

1. Pengertian

Terapi adalah upaya pengobatan dengan tujuan untuk

memperbaiki kadaan mental yang dihadapi dengan tujuan

mengembalikan, memelihara, menjaga, dan mengembangkan

kondisi klien sehingga jiwa dan hatinya berada dalam kondisi dan

posisi yang sesuai, sedangkan dzikir adalah ibadah verbal, tanpa

keterikatan waktu, tempat atau keadaan. Berdzikir dan berdoa

seharusnya tidak hanya menjadi ritual sesudah selesai sholat atau


dalam berbagai acara atau upacara namun dzikir adalah segala lafas

untuk mengingat dan mengenang Allah SWT, maka dzikir dapat

dijadikan terapi yang dapat membantu pasien dalam halusinasi

(Akbar & Rahayu, 2021).

2. Manfaat dzikir

Manfaat yang diperoleh melalui terapi dzikir diantaranya

terhindar dari bahaya dan dapat menjadi terapi jiwa, terapi fisik,

memperkuat energi seseorang, memperkuat akhlak seseorang. Hal

ini sesuai dengan konsep yang ditemukan oleh dr.Amand Yurisaldi

Saleh yang menerapkan terapi dzikir (Laa illaahaillallah dan

Astagfirullah). Hasil nya adalah jika seseorang melakukan dzikir

pembuluh darah dari otak mengalirkan karbondioksida keluar dari

system pernapasan lebih efektif sehingga tingkat karbondioksida

yang berada di otak mengalami penurunan secara teratur dan

mengakibatkan tubuh menjadi rileks proses oksidasi dan neurosis

tersebut ternyata memberikan efek positif bagi pesien utuk lebih

tenang dalam mengontrol halusinasinya (Munandar et al., 2019).

3. Bentuk-bentuk terapi dzikir (I. P. Sari et al., 2022)

Lafal dzikir yang bersumber dari Al-Quraan maupun Hadist Nabi

diantaranya sebagai berikut:

1) Mengucapkan al-hamdulillah, disebut Tahmid

2) Mengucapkan Subhanallah, disebut Tasbih

3) Mengucapkan Allahuakbar ,disebut Takbir


4) Mengucapkan Laailahailla Allah, disebut Tahlil

5) Mengucapkan bismillahirrahmaniar-rahim, disebut basmalah

6) Mengucapkan astghfirullah, disebut istigfar

7) Mengucapkan La hawlawalaquwwataillabillah, disebut

Hawqalah

C. Konsep dasar keperawatan

1. Pengkajian

a. Identifikasi klien

b. Alasan masuk

c. Faktor presipitasi dan presdiposis

1) Riwayat gangguan jiwa

2) Riwayat pengobatan

3) Riwayat aggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

4) Trauma

d. Pemeriksaan fisik

1) TTV

2) Keluhan fisik

3) Pemeriksaan head to toe

2. Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


lingkungan

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi


Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Sumber : (Yusuf, A.H & ,R & Nihayati, 2015)

3. Diagnosa keperawatan

Adapun diagnosa yang muncul pada pasien dengan perilaku

sering berbicara sendiri sehingga menggangu aktivitas sehari-hari

yaitu Gangguan presepsi sensori halusinasi.

4. Pelaksanaan

Strategi Pelaksanaan 1 pada pasien

1) Bantu pasien mengenal halusinasi

2) Sebutkan cara mengontrol halusinasi (menghardik, berbincang-

bincang, melakukan aktifitas berdzikir, dan minum obat,)

3) Melatih pasien untuk mengontrol halusinasi dengan menghardik

dan berdzikir

4) Anjurkan memasukkan cara menghardik dan berdzikir dalam

jadwal kegiatan pasien

Strategi Pelaksanaan 2 pada pasien


1) Mengavaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi

dengan menghardik

2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap

pada orang lain

3) Anjurkan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien

Strategi Pelaksanaan 3 Pada pasien

1) Mengevaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan

pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,

berbincang bincang

2) Melatih pasien melakukan kegiatan harian agar halusinasi tidak

muncul, dengan berdzikir

3) Anjurkan pasien agar melakukan aktifitas berdzikir sesuai

dengan jadwal

Strategi Pelaksanaan 4 Pasien

1) Mengevaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan

pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,

berbincang-bincang dan berdzikir

2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat

3) Anjurkan pasien memasukkan jadwal minum obat dalam jadwal

kegiatan harian

Strategi Pelaksana 1 Keluarga

1) Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien
2) Jelaskan tentang halusinasi pada keluarga

3) Cara merawat pasien halusinasi

Strategi Pelaksana 2 Keluarga

1) Latih keluarga merawat

Strategi Pelaksana 3 Keluarga

1) Latih secara langsung

Strategi Pelaksanaan 4 keluarga

1) Fasilitasi keluarga menyusun jadwal ,untuk pasien minum obat

(discarge planning)

2) Jelaskan tindak lanjut setelah pasien pulang

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tindakan untuk melengkapi

proses keperawatan secara intelektual yang menunjukan

keberhasilan dari diagnosa, perencanaan dan pelaksanaan kepada

pasien

1) Pasien dapat mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi

dan respon pasien terhadap halusinasi

2) Pasien dapat melakukan teknik mengontrol halusinasinya dengan

menghardik, bercakap-cakap, aktivitas berdzikir dan meminum

obat

3) Pasien dapat memasukan kegiatan dalam jadwal

4) Keluarga dapat mejelaskan tentang halusinasi

5) Keluarga dapat mengetahui cara merawat pasien


6) Keluarga mengerti mengenai pentingnya meminum obat

BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
Pada laporan kasus penulis akan membahas mengenai Asuhan

Keperawatan Jiwa pada Tn.A dan Tn.M dengan masalah keperawatan

halusinasi di RSJD Dr Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Asuhan

keperawatan dilakukan pada 1 – 4 Juni 2022. Berdasarkan observasi,

pemeriksaan fisik, dan wawancara dengan klien. Awal pengkajian dilakukan

dengan menggunakan proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian,

diagnose keperawatan, intervesi, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

1. Identitas
a) Pasien 1

Pasien laki-laki berinisial Tn.A berusia 44 tahun bertempat

tinggal di Randudongkal RT 51/005 Pemalang, beragama islam,

pendidikan terakhir SLTA , status perkawinan menikah , sudah 3

tahun pasien tidak bekerja karena pasien yang berprofesi sebagai

ojol sepi karena dampak pandemik Covid-19. Pasien dirawat

dirumah sakit pada tanggal 10 Mei 2022 pukul 15.00 WIB.

Selama pasien dirawat dirumah sakit yang bertanggung jawab

adalah istrinya yang berinisial Ny.S Berusia 40 tahun,

perempuan , bekerja serabutan.

b) Pasien 2

Pasien laki-laki berinisial Tn.M berusia 22 tahun bertempat

tingal di Patemon RT 04/04 Gunung Pati Semarang. Klien

beragama islam, pendidikan terakhir SD, belum menikah

kegiatan sehari-hari menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren.

Pasien dirawat Di rumah sakit pada tanggal 22 mei 2022 pukul

09.00. selama dirawat dirumah sakit yang bertanggung jawab

adalah ayah pasien yang berinisial Tn.S berusia 56 tahun yang

bekerja serabutan.

2. Alasan masuk

a) Pasien 1

Pada tanggal 10 Mei 2022 pukul 15.00 pasien dibawa keluarga

ke RSJD DR Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah


karena pasien tidak mau makan, sering berkurung diri dikamar

dengan mondar-mandir, bicara sendiri, berkata mendengar

orang-orang yang akan menyakiti anak-anaknya kurang lebih 1

bulan yang lalu, pasien takut mengatakan anak-anak bisa mati

karena diserang oleh orang-orang yang selalu membisikinnya itu.

Keluarga pasien mengatakan pasien sering membanting barang-

barang dan terkadang ingin melukai orang lain. Pasien tampak

gelisah dan ketakutan.

b) Pasien 2

Pada tanggal 22 Mei 2022, pukul 09.00 pasien dibawa oleh

keluarganya ke RSJD DR Amino Gondohutomo Provinsi Jawa

Tengah karena klien tampak bingung, suka mondar-mandir, sulit

tidur, tidak mau makan-minum, suka berbicara sendiri, merasa

ketakutan, suka membanting-bating barang, dan terkadang ingin

melukai orang disekitarnya.

3. Riwayat ganguan jiwa dimasa lalu

a) Pasien 1

Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu.

b) Pasien 2

Pasien pernah dirawat di RSJD DR Amino Gondohutomo

Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2019 selama satu bulan

4. Pengobatan sebelumnya
a) Pasien 1

Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan sebelumnya.

b) Pasien 2

Pengobatan sebelumnya berhasil dan pasien dipulangkan dari

rumah sakit.

5. Genogram

a) Pasien 1

Keterangan :
b) Pasien 2

Keterangan :
6. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

a) Pasien 1

Pasien mengatakan sering diejek tetangga karena orang miskin

dan hanya seorang tukang ojek. Pasien mengatakan selalu

dipandang rendah oleh orang lain. pasien mengatakan sedih

karena anak-anaknya tidak bisa hidup nyaman.

b) Pasien 2

Pasien mengatakan tidak memiliki teman, klien mengatakan

sering dijauhi oleh teman-temannya karena hanya lulusan SD

saja, klien juga mengatakan tidak kuat jika harus menghafalkan

al-Quran namun tetap dipaksa oleh keluarga untuk menghafalkan

Al Qur’an.

7. Pemeriksaan fisik

a) Pasien 1

Pengukuran Tanda-tanda vital didapatkan TD : 125/86 mmHg,

HR : 101x/menit, RR: 17x/menit, T : 36,4oC. Antropometri Berat


Badan: 65 kg, Tinggi Badan 168 cm. pasien tidak memiliki

keluhan fisik.

b) Pasien 2

Pengukuran Tanda-tanda vital didapatkan TD :118/78 mmHg,

HR : 92x/menit, RR: 20x/menit, T : 36 oC. Antropometri Berat

Badan : 40Kg, Tinggi Badan 155 cm. pasien tidak memiliki

keluhan fisik.

8. Konsep diri

a) Pasien 1

Tn.A mengatakan bahwa tidak ada bagian tubuh dari rambut

sampai kaki yang tidak disukai, pasien mengenali dirinya dengan

dapat menyebutkan nama umur serta tempat tinggalnya, pasien

tidak bekerja, pasien merasa malu karena laki-laki tidak bekerja

dan hanya orang miskin .Tn.A ingin segera sembuh .

b) Pasien 2

Tn.M mengatakan bahwa tidak ada bagian tubuh dari rambut

sampai kaki yang tidak disukai, pasien mengenali dirinya dengan

dapat menyebutkan nama umur serta tempat tinggalnya, pasien

tidak bekerja. Pasien mengatakan sedih tidak bisa memenuhi

cita-cita orang tuanya agar dirinya menjadi seorang penghafal

Al-Qur’an.

9. Hubungan sosial

a) Pasien 1
Pasien mengatakan bahwa orang terdekat adalah istri dan anak-

anaknya, pasien mengatakan malas untuk bertemu orang dan

lebih nyaman berada dikamar saja. pasien mengatakan tidak

mau berbicara dengan orang lain, tidak suka ramai-ramai orang

dan tidak suka berisik.

b) Pasien 2

Pasien mengatakan orang terdekat adalah ibunya, pasien

mengatakan tidak mau keluar dari rumah, hanya ingin dirumah

saja bersama keluarga karena jika keluar rumah pasien merasa

malu dan sering diejek, pasien juga mengatakan malas dan tidak

ingin bertemu dengan orang lain.

10. Status mental

a) Pasien 1

Tn.A berpenampilan rapi, saat berinteraksi dengan orang lain

nada bicara pasien inkoheran , pasien terlihat gelisah, ekpresi

tegang saat diajak berbicara pasien kurang fokus pada lawan

bicara, pasien merasa sedih karena tidak bisa membahagiakan

keluarganya , afek klien datar, selama berkomunikasi pasien

sering menunduk dan tidak mau melihat perawat, terkadang

jawabnya curiga, pasien mengatakan mendengar suara-suara

yang akan membunuh anak-anaknya , membuat curiga kalo

orang lain akan berbuat jahat , saat diajak bicara pasien

mengulang kata-kata dan terlihat kebingungan, pasien tidak


memiliki gangguan isi pikir , pasien menyadari dirinya sedang

berobat, pasien mampu menceritakan kejadian tahun yang lalu

dan pasien mampu menjawab saat ditanya tadi pagi sarapan apa,

pasien mampu berhitung angka 1-10 dan menjawab saat ditanya

10+10 = 20 dan saat dikurangi 10 pasien menjawab 10.

b) Pasien 2

Tn.M berpenampilan rapi dengan celana dan baju setelan warna

iru dari rumah sakit dan menggunakan sandal jepit, saat

berinteraksi dengan orang lain nada bicara pasien pelan , pasien

terlihat gelisah, pasien tampak ketakutan jika ada yang berbicara

keras, pasien merasa sedih karena tidak bisa mewujudkan cita-

cita orang tuanya , afek klien datar, selama berkomunikasi pasien

menunduk dan tidak ada kontak mata, klien mengatakan

terkadang masih mendengar suara-suara namun tidak jelas apa

yang dibisikkan, saat suara muncul pasien akan mencari sumber

suara dan merasa marah jika suara itu muncul terus menerus

karena menurut paien suara tersebut sangat mengganggu, saat

sendiri pasien terlihat mondar-mandir seperti orang bingung.

Saat ditanya oleh perawat 100-7 pasien menjawab 93, saat

ditanya kembali 93-7 pasien menjawab 86 dan saat ditanya

kembali 86-7 pasien agak lama menjawab namun akhirnya

pasien menjawab 79.

11. Kebutuhan pulang


a) Pasien 1

Pasien mengatakan sering mandi biasanya pagi dan sore hari

namun terkadang malam hari juga mandi karena merasa gerah,

pasien mampu menjaga kebersihan ruangan, pasien mampu

melakukan BAB dan BAK secara mandiri di kamar mandi.

b) Pasien 2

Pasien mengatakan mandi 2x sehari, pasien juga dapat

melakukan BAK dan BAB secara mandiri dikamar mandi.

12. Mekanisme koping

a) Pasien 1

Mekanisme koping pasien adalah maladaptif karena pasien

merespon halusinasinya dengan meracau dan mencari sumber

suara. Pasien tidak mengetahui secara jelas apa penyakitnya dana

apa saja obat-obatan yang dia minum selama di rumah sakit.

b) Pasien 2

Mekanisme koping pasien adalah maladaptive pasien merespon

halusinasinya dengan mencari sumber suara dan marah-marah.

pasien mengatalan bahwa dirinya gangguan jiwa namun tidak tau

pasti penyakit dan obat-obatan yang diberikan oleh perawat.

13. Aspek medik

a) Pasien 1

1) Diagnosa Medik : skizofrenia tak terinci.

2) Terapi Medik :
 risperidone 2x2 mg

 trihexifenidil 2x2 mg

 clozapim 2x100 mg.

b) Pasien 2

1) Diagnosa medik : Skizofrenia paranoid

2) Terapi medik :

 Clozapim 2x100mg.

 Hexymer

B. Analisa Data

1) Pasien 1

Pada hari Rabu, 1 Juni 2022 pukul 08.00 didapatkan data

Subyektif Tn.A mengatakan mendengar orang-orang yang akan

menyakiti anak-anaknya kurang lebih 1 bulan yang lalu, pasien takut

mengatakan anak-anak bisa mati karena diserang oleh orang-orang

yang selalu membisikinnya itu. pasien tidak mau makan, sering

berkurung diri dikamar dengan mondar-mandir, bicara sendiri, data

Obyektif Tn.A terlihat gelisah, ekpresi tegang saat diajak berbicara,

pasien kurang fokus pada lawan bicara dan tampak ketakutan.

Problem : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

Pada hari Rabu, 1 Juni 2022 pukul 08.30 didapatkan data

Subyektif Keluarga pasien mengatakan pasien sering membanting

barang-barang dan terkadang ingin melukai orang lain, data


Obyektif Tn.A terlihat ekpresi tegang saat diajak berbicara pasien

kurang fokus pada lawan bicara, terkadang jawabannya curiga.

Problem : Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan

lingkungan

Pada hari Rabu, 1 Juni 2022 pukul 09.00 didapatkan data

Subyektif Tn.A mengatakan malas untuk bertemu orang dan lebih

nyaman berada dikamar saja. pasien mengatakan tidak mau

berbicara dengan orang lain, tidak suka ramai-ramai orang dan tidak

suka berisik, keluarga pasien mengatakan pasien tidak mau makan,

sering berkurung diri dikamar, data Obyektif Selama berkomunikasi

pasien sering menunduk dan tidak mau melihat perawat.

Problem : Isolasi sosial : Menarik diri

2) Pasien 2

Pada hari Rabu, 1 Juni 2022 pukul 08.00 didapatkan data Subyektif

Tn.M mengatakan terkadang masih mendengar suara-suara namun

tidak jelas apa yang dibisikkan, saat suara muncul pasien akan

mencari sumber suara dan merasa marah jika suara itu muncul ters

menerus karena menurut pasien suara tersebut sangat mengganggu,

data Obyektif saat sendiri pasien terlihat mondar-mandir seperti

orang bingung.

Problem : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

Pada hari Rabu, 1 Juni 2022 pukul 08.30 didapatkan data

Subyektif Keluarga pasien mengatakan pasien suka membanting-


bating barang, dan terkadang ingin melukai orang disekitarnya, data

Obyektif pasien tampak ketakutan jika ada yang berbicara keras.

Problem : Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan

lingkungan

Pada hari Rabu, 1 Juni 2022 pukul 09.00 didapatkan data

Subyektif Tn.M mengatakan tidak memiliki teman, keluarga pasien

mengatakan pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain, pasien

hanya mau dirumah saja, pasien mengatakan pasien mengatakan

tidak mau keluar dari rumah, hanya ingin dirumah saja bersama

keluarga, data Obyektif Selama berkomunikasi pasien sering

menunduk dan tidak ada kontak mata.

Problem : Isolasi sosial : Menarik diri

C. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil analisa data kedua pasien mengalami halusinasi , panulis

menegakan diagnosa prioritas Gangguan Presepsi Sensori berdasarkan

buku SDKI dengan nomor diagnosa D.0085 , kategori : psikologis, sub

kategori intregitas ego, dengan gejala dan tanda mayor sebagai berikut :

Subyektif Obyektif

Mendengar suara bisikan Distrosi sensori, respon tidak

sesuai, bersikap seolah

mendengar sesuatu , menyendiri,

konsentrasi buruk, curiga, bicara

sendiri, mondar-mandir.
Sumber : (PPNI, 2017)

D. Intervensi Keperawatan

Setelah data di ambil pada hari Rabu, 1 Juni 2022 penulis mulai

menyusun intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah pada Tn.A

dan Tn.M berdasarkan diagnosa prioritas yang sudah di tegakan adalah

Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi. Intervensi keperawatan

bertujuan agar pasien dapat mengenali halusinasinya, mengontrol

halusinasi, dan menjalankan program terapi secara maksimal. Setelah di

lakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapkan

halusinasi pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil : pasien dapat

membina hubungan saling percaya dengan orang lain, pasien dapat

mengenal halusinasinya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien

dapat mengetahui cara meminum obat dengan benar. Strategi

pelaksanaan halusinasi yaitu :

 SP 1 Pasien : Mendiskusikan jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi,

respon, pasien terkait halusinasi, Melatih mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik, menganjurka pasien membuat jadwal

kegiatan.

 SP 2 Pasien : Evaluasi pasien mengontrol halusinasinya dengan

menghardik, latih mengontor halusinasi dengan bercakap-cakap.

 SP 3 Pasien : Evaluasi cara pasien mengontrol halusinasi dengan

bercakap-cakap, latih pasien mengontrol halusinasi dengan terapi

aktivitas berdzikir.
 SP 4 : Evaluasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan

berdzikir, memberikan pendidikan kesehatan tentang minum obat.

E. Implementasi Keperawatan

1) Pasien 1

a) Tanggal 1 Juni 2022

Pada hari ke-1 perawat melakukan implementasi halusinasi SP 1

dan SP2 pada Tn.A pukul 10.00 WIB yaitu SP 1: membina

hubungan saling percaya, mengajarkan pasien cara mengenali

halusinasinya dan mengajarkan pasien menghardik untuk

mengontrol halusinasinya.

Respon Subjektif pasien : “ Nama saya Tn.A, saya senang

dipanggil A saja, kabar saya baik, saya saya sering mendengar

suara-suara yang berkata akan menyakiti bahkan akan

membunuh anak-anaknya, saat suara muncul saya akan meracau

sambal mencari-cari sumber suaranya, saya sering mendengar

suara itu saat saya sendirian dan sebelum tidur, seringnya

suaranya mucul ketika sendirian. Respon Obyektif pasien :

Pasien tampak gelisah, pasien dapat mengikuti perawat cara

menghardik, dengan menutup telinga dan mengatakan “ Pergi

sana jangan ganggu saya kamu tidak nyata. Pada pukul 10.30

WIB melakukan SP 2 yaitu mengajarkan pasien mengobrol

dengan orang lain. Respon Subyektif pasien : pasien mengatakan

“ suaranya muncul lagi, ayo ngobrol dengan saya”. Respon


Obyektif pasien : pasien tampak gelisah mengikuti cara perawat

untuk mengajak orang lain bercakap-cakap. Rencana tindak

lanjut yang ditetapkan untuk hari berikutnya adalah

mengevaluasi SP 1 dan 2 , kemudian memberikan tindakan SP 3.

b) Tanggal 2 Juni 2022

Pada hari ke-2 perawat melakukan implementasi halusinasi pada

Tn,A pukul 08.00 WIB diantaranya yaitu : mengevaluasi

tindakan SP 1 dan SP 2 di hari pertama, mengevaluasi

kemampuan pasien dengan menanyakan cara menghardik dan

bercakap-cakap sesuai yang sudah di jelaskan, pasien

memperlihatkan catatan harian yang sudah di isi secara mandiri.

Respon Subyektif pasien : “mbak saya sudah latihan mengontrol

halusiansi dengan menghardik dan bercakap-cakap dan sudah

sedikit lebih mendingan tetapi suara-suara itu masih sering

menganggu saya dan akhirnya saya marah-marah lagi. Respon

Obyektif pasien: Tn.A sudah bisa mempraktekan cara

menghardik dengan baik dan sudah mau mengobrol Tindakan

selanjutnya yaitu SP 3 pasien perawat mengajarkan cara

mengontrol halusinasinya denga aktivitas berdzikir. Respon

Subyektif pasien: Pasien mengucapkan kalimat dzikir “La

illahaillallah” dan “Astagfirullah”. Respon Obyektif pasien:

Pasien tampak lebih tenang, tidak gelisah, posisi tangan tampak

berdzikir. Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan dihari


besok adalah mengevaluasi tindakan SP3 yang sudah di lakukan

pasien secara mandiri dan mengajarkan pasien melakukan

tindakan SP4.

c) Tanggal 3 Juni 2022

Pada hari ke-3 perawat melakukan implementasi halusinasi pada

Tn.A Pada Pukul 08.00 diantaranya yaitu : mengevaluasi

tindakan SP 3 yaitu mengontrol halusinasi dengan aktivitas

berdzikir. Respon Subyektif pasien: “mbak saya sudah merasa

tenang walaupun suara-suara itu datang tetapi saya suka

mengabaikanya dengan berdzikir, sebelum tidur, saat sendirian,

dan setelah bangun tidur. Respon Obyektif pasien: Pasien tampak

tidak gelisah, kooperatif. SP 4 memberikan pendidikan kesehatan

5 cara benar minum obat. Respon Subyektif pasien: Pasien

mengatakan 5 cara minum obat yang benar. Data Obyektif

pasien: Pasien tampak kooperatif dan tidak bingung. Tindakan

selanjutnya yaitu mempertahankan kondisi pasien untuk

mengontrol halusinasinya dan memaksimalkan latihan-latihan

yang sudah diajarkan dan mampu menerapkan secara mandiri.

2) Pasien 2

a) 1 Juni 2022

Pada hari ke-1 perawat memberikan implementasi halusinasi SP

1 dan SP2 pada Tn.M pukul 13.00 WIB yaitu : membina

hubungan saling percaya, mengajarkan pasien cara mengenali


halusinasinya dan mengajarkan pasien menghardik untuk

mengontrol halusinasinya. Respon Subyektif pasien: “ Nama

saya Tn.M, suka dipanggil M saja , saya suka mendengar suara-

suara bisikan namun tidak jelas suaranya, suaranya sangat

menganggu saya, terkadang saya mencari-cari suaranya karena

sangat menganggu yang akhirnya saya emosi dan marah dan

ingin membanting barang , suara itu sering muncul pas saya

sendirian . Respon Obyektif pasien: Pasien tampak tegang,

curiga, pasien dapat mengikuti perawat cara menghardik, dengan

menutup telinga dan mengatakan “ Pergi sana jangan ganggu

saya kamu tidak nyata “. Pada pukul 13.30 melakukan SP 2 yaitu

mengajarkan pasien mengobrol dengan orang lain . Respon

Subyektif pasien : Tn.M mengatakan “Tolong ayo ngobrol sama

saya, saya mulai mendengar suara-suara”. Respon Obyektif

pasien tampak tampak mengikuti cara perawat untuk mengajak

orang lain bercakap-cakap, tegang. Rencana tindak lanjut yang

ditetapkan untuk hari berikutnya adalah mengevaluasi SP 1 dan 2

, kemudian memberikan tindakan SP 3.

b) 2 Juni 2022

Pada hari ke-2 perawat melakukan implementasi halusinasi pada

Tn.M pukul 09.00 diantaranya yaitu : mengevaluasi tindakan SP


1 dan SP 2 di hari pertama, mengevaluasi kemampuan pasien

dengan menanyakan cara-cara menghardik dan bercakap-cakap

sesuai yang sudah di jelaskan, pasien memperlihatkan catatan

harian yang sudah di isi secara mandiri. Respon Subyektif pasien

: “saya sudah mengontrol halusiansi dengan menghardik dan

ngobrol kok masih muncul suara-suara yang menggangu”.

Respon Obyektif pasien: Pasien sudah bisa mempraktekan cara

menghardik dengan baik dan mau mengobrol. Tindakan

selanjutnya yaitu SP 3 pasien perawat mengajarkan cara

mengontrol halusinasinya denga aktivitas berdzikir. Respon

Subyektif pasien: pasien mengucapkan kalimat dzikir “La

illahaillallah” dan “Astagfirullah”. Respon Obyektif pasien :

pasien tampak lebih tenang posisi tangan tampak berdzikir, tidak

merasa curiga. Rencana tindak lanjut dihari besok adalah

mengevaluasi tindakan SP3 yang sudah di lakukan pasien secara

mandiri dan selanjutnya mengajarkan pasien melakukan tindakan

SP4.

c) 3 Juni 2022

Pada hari ke-3 perawat melakukan implementasi halusinasi pada

Tn.M Pukul 09.00 WIB yaitu mengevaluasi tindakan SP 3

mengontrol halusinasi dengan aktivitas berdzikir. Respon

Subyektif pasien: “Saya sudah merasa tenang walaupun suara-

suara itu datang, saya sekarang menghiraukannya dengan cara


berdzikir, sebelum tidur, saat sendirian, dan setelah bangun

tidur”. Respon Obyektif pasien: Pasien tampak tenang,

kooperatif . SP 4 memberikan pendidikan kesehatan 5 cara benar

minum obat. Respon Subyektif pasien: Pasien mengatakan 5 cara

minum obat yang benar. Data Obyektif pasien: Pasien tampak

kooperatif dan tidak bingung. Tindakan selanjutnya yaitu

mempertahankan kondisi pasien untuk mengontrol halusinasinya

dan memaksimalkan latihan-latihan yang sudah diajarkan dan

mampu menerapkan secara mandiri.

F. Evaluasi Keparwatan

1) Pasien 1

Tanggal 1 Juni 2022 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil

evaluasi pada Tn.A tindakan SP1 dan SP2 sebagai berikut: Subjektif

Pasien mengatakan tau cara mengontrol halusinasinya. Objektif

pasien tampak gelisah, pasien mempraktekan cara menghardik dan

mengobrol. Annalisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan

SP 3 Tanggal 2 Juni 2022.

Tanggal 2 Juni 2022 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil

evaluasi pada Tn.A sebagai berikut: Subjektif Pasien mengatakan

mengabiakan suara yang datang dengan berdzikir. Objektif pasien

tampak kooperatif dan lebih tenang, pasien mampu mengikuti cara

perawat saat mengajarkan berdzikir dan mengucapkan kalimat ‘’La


illahaillallah” dan “Asaghfirullah”. Annalisis masalah teratasi

sebagian. Planning lanjut SP 4 Tanggal 3 Juni 2022.

Tanggal 3 Juni 2022 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil

evaluasi pada Tn.A sebagai berikut: Subjektif Pasien mengatakn tau

cara minum obat. Objektif pasien tenang dan kooperatif. Annalisis

masalah teratasi. Planning Pertahankan kondisi pasien agar tetap

mandiri.

Pasien 1

TN.A

Gejala yang muncul sebelum


pemberian terapi Dzikir : Gejala yang muncul setelah
pemberian terapi Dzikir :
1. Tidak mau makan
2. Mengurung diri dikamar 1. Suara terdengar namun
3. Mondar-mandir sangat jarang karena
4. Bicara sendiri selalu berdizkir
5. Sering mendengar suara- 2. Sudah mau berinteraksi
suara namun susah untuk
6. Membanting barang- menemukan topik saat
barang berinteraksi
7. Kadang-kadang ingin
melukai orang lain
8. Pasien tidak mau
berinteraksi dengan orang
lain
2) Pasien 2

Tanggal 1 Juni 2022 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil

evaluasi pada Tn.M tindakan SP 1 dan Sp 2 sebagai berikut :

Subjektif Pasien mengatakan tau cara mengontrol halusinasinya.

Objektif pasien tampak menunduk,tidak ada kontak mata, pasien

dapat mempraktekan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan

temanya. Annalisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan SP 3

Tanggal 2 Juni 2022.

Tanggal 2 Juni 2022 pukul 14.00 WIB didapatkan hasil

evaluasi pada Tn.M sebagai berikut: Subjektif Pasien mengatakan

dapat mengabaikan halusinasinya dengan berdzikir walaupun masih

mendengar suara. Objektif pasien tampak kooperatif dan lebih

tenang. Annalisis masalah teratasi sebagian. Planning lanjut SP 4

Tanggal 3 Juni 2022.

Tanggal 3 Juni 2022 pukul 14.00 WIB didaptakan dhasil

evaluasi pada Tn.M sebagai berikut: Subjektif Pasien mengatakan

tau cara minum obat. Objektif pasien tenang dan kooperatif saat di

ajak bicara. Annalisis masalah teratasi. Planning pertahankan

kondisi pasien agar tetap mandiri.


Pasien 2

Tn.M

Gejala yang muncul sebelum pemberian


Gejala yang muncul setelah
terapi Dzikir :
pemberian terapi Dzikir :
1. Tampak bingung
1. Terkadang suara masih muncul
2. Mondar-mandir
namun diabaikan dan suara akan
3. Tidak bisa tidur
hilang.
4. Tidak mau makan
2. Makan tidak dihabiskan
5. Berbicara sendiri
6. Ketakutan
7. Membanting-bantimg barang
8. Terkadang melukai orang lain
9. Tidak mau bersosialisasi

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Asuhan

Keperawatan Kesehatan Jiwa pada Tn.A dan Tn.M dengan masalah

keperawatan halusinasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa

Tengah. Pembahasan pada bab ini berisi perbandingan antara tinjauan kasus
dengan tinjauan pustaka. Proses keperawatan jiwa dimulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis menggunakan teknik wawancara

dengan pasien, observasi perilaku pasien, dan melihat dokumentasi

perawatan pasien yang ada diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak

diperoleh karena keluarga tidak datang menjenguk selama proses pengkajian

keperawatan.

A. Pengkajian

Hasil pengkajian dari kedua pasien yang sudah dilakukan asuhan

keperawatan selama tiga hari diperoleh data presdiposisi sebagai berikut

pada Tn. A sudah 3 tahun tidak bekerja karena pasien yang berprofesi

sebagai ojol sepi dampak pandemi Covid-19 sebelum mengalami

gangguan jiwa, factor tersebut sejalan dengan pendapat (Struart &

Sundeen, 2010) dalam aspek factor psikologis yang mengatakan bahwa

frustasi muncul ketika keinginan keinginan sesorang tidak dapat dicapai

sehingga menyebabkan atau mendorong seseorang untuk melakukan

perilaku kekerasan. Sedangkan Tn.M sejalan dengan pendapat Menurut

(Struart & Sundeen, 2010) dalam aspek factor biologis bahwa

pengalaman rasa marah sebagai akibat dari respon psikologis terhadap

stimulus external, internal, dan lingkungan misalnya stres di masa lalu

atau dalam kasus Tn. M adalah klien pernah mengalami gangguan jiwa

pada tahun 2019 selama satu bulan, pengobatan klien berhasil dan klien

sudah pulang tetapi gangguan jiwa yang di alami klien kambuh kembali
sehingga pada tahun 2022 klien dibawa kembali di RSJD Dr. Amino

Gondohuotomo. Pada pengkajian yang dilakukan penulis kepada klien

didapatkan data bahwa Tn. A sering diejek tetangga karena orang miskin

dan hanya seorang tukang ojek, selalu dipandang rendah dan sedih

karena anak-anaknya tidak bisa hidup nyaman sedangkan Tn. M sering

dijauhi teman-temannya karena hanya lulusan SD saja dan tidak kuat

harus menghafalkan al-Quran naman tetap dipaksa oleh keluarganya

untuk menghafal al-Quran.

Resiko perilaku kekerasan ini harus segera ditangani, dan apabila

perilaku kekerasan tidak segera di tangani, akan beresiko menyebabkan

trauma fisik, trauma psikologis bahkan sampai menyebabkan kematian.

Individu dengan perilaku kekerasan mempunyai resiko tinggi untuk

menciderai diri, orang lain (Keliat, 2011).

Data-data yang ada pada teori di atas sudah sesuai dengan data-data

pengkajian yang dilakukan oleh penulis kepada klien, hal tersebut

menunjukkan adanya kesesuaian data sehingga data yang dihasilkan

adalah data fokus yang baik dan lengkap.


B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang dibuat oleh

seorang perawat professional yang memberi gambaran mengenai masalah atau

status kesehatan klien, baik potensial maupun aktual, yang dterapkan

berdasarkan hasil dari pengkajian. Penyataan diagnosa keperawatan jiwa harus

singkat, jelas dan lugas terkait masalah kesehatan klien (Rachmawati et al.,

2015).

Diagnosa yang diangkat pada Tn.A dan Tn.M adalah gangguan presepsi

sensori yang sudah sesuai dengan SDKI dengan nomor diagnosa D.0085, sub

kategori intregitas ego (PPNI, 2017). Gangguan presepsi sensori merupakan

perubahan stimulus terhadap presepsi secara internal ataupu eksternal yang

diikuti respon berlebihan, berkurang dan terdistrosi (PPNI, 2017). Batasan

karakteristik untuk menegakan masalah halusinasi yang terdapat didalam buku

SDKI adalah distrosi sensori, respon tidak normal, bersikap seolah-olah

mendengar, melihat, meraba, mengecap ataupun mencium sesuatu (PPNI,

2017).

Berdasarkan teori yang disebutkan tidak ada perbedaan dengan kasus,

dimana pada Tn.A dan Tn.M yang menjadi core problem adalah gangguan

persepsi sensori : halusinasi.

C. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu panduan yang telah dibuat

sebelumnya untuk spesifik yang diharapkan dari klien dan atau tindakan yang

harus dilakukan oleh perawat. Intervensi harus spesifik dan dinyatakan dengan
jelas dimulai dengan kata kerja aksi atau kalimat perintah (Damaiyanti &

Iskandar, 2012). Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,

tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus

pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis tertentu, tujuan umum dapat

dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus

pada penyelesaian etiologidari diagnosis tertentu (Direja, 2011).

Intervensi yang sudah direncanakan oleh penulis sudah sesuai dengan

standar keperawatan secara generalis dimana penulis menerapkan setrategi

pelaksanaan (SP) halusinasi yang terbagi sebagai berikut :

1) SP 1: Bina hubungan saling percaya , mendiskusikan jenis, isi, waktu,

frekuensi, situasi, respon pasien terkait halusinasi, melatih mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik, menganjurka pasien membuat jadwal

kegiatan

2) SP 2 : Evaluasi pasien mengontrol halusinasinya dengan menghardik, latih

mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

3) SP 3 : Evaluasi cara pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

bercakap-cakap , latih pasien mengontrol halusinasi dengan aktivitas

berdzikir.

4) SP 4 : Evaluasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan

menghardik, bercakap-cakap dan aktivitas berdzikir, memberikan

pendidikan kesehatan tentang minum obat.

Terapi dzikir yang diberikan kepada Tn.A dan Tn.M sudah sesuai

dilakukan karena penerapannya tidak dilakukan secara mandiri tetapi


menjadi sebuah modifikasi dan inovasi dalam menyelesaikan masalah

halusinasi, terapi ini tetap masuk dalam rangkain strategi pelaksanaan pada

terapi aktivitas di SP3 pasien. Keunggulan terapi aktivitas berdzikir yaitu

jika dilafalkan dengan baik dapat membuat hati seseorang menjadi tenang

dan rileks (D. L. P. Sari et al., 2022). Terapi dzikir ini cocok diberikan

untuk pasien dengan masalah halusinasi karena dampaknya dapat

memutuskan perhatian yang sempurna untuk menangulangi suara-suara

yang tidak nyata sehingga membuat seseorang menyibukan diri dengan

berdzikir (Emulyani & Herlambang, 2020).

D. Implementasi keperawatan

Impementasi keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah

disesuiakan dengan intervensi atau rencana keperawatan yang sudah dibuat

sebelumnya oleh penulis. Sebelum melaksanakan intervensi yang sudah

dibuat, penulis perlu memvalidasi secara singkat, apakah rencana tindakan

masih sesuai dan apakah masih dibutuhkan oleh klien saat itu. Keseluruhan

tindakan yang dilaksanakan oleh penulis dan respon yang didapatkan dari

klien didokumentasikan oleh penulis atau perawat (Affiroh & Sholikah, 2020).

Pada pertemuan pertama tanggal 1 Juni 2022 penulis melakukan

pemberian tindakan terhadap Tn.A dan Tn.M dengan melakukan SP1 Pasien

yaitu mengenali halusiansi, dan menghardik. Tindakan SP1 memiliki manfaat

dapat merubah neurotransmiter pada otak sehingga halusinasi tidak

berkembang ke tahap yang membahayakan, dengan mengajak pasien

mengenali halusinasi secara terapeutik memungkinkan pasien menyediakan

Anda mungkin juga menyukai