Dosen Pengampu :
Dr. Faiz Ahyaningsih, M.Si
Disusun Oleh :
KELOMPOK I
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Model Matematika Epidemi SIR“ pada mata kuliah Pemodelan Matematika yang
diampuh oleh Ibu Dr. Faiz Ahyaningsih, M.Si.
Pembuatan makalah ini melibatkan berbagai macam referensi yang
merupakan salah satu sarana yang diharapkan dapat membantu pembaca untuk
mengetahui hal yang berkaitan dengan pemodelan Matematika menggunakan model SIR.
Sebagai sebuah karya manusia, tentunya makalah ini masih jauh dari unsur
kesempurnaan, untuk itu penulis memohon kontribusi pemikiran baik berupa saran dan
kritikan demi perbaikan makalah ini hingga dapat lebih bermanfaat.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
……………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
………………………………………………….................
1.2 Rumusan Masalah 2
…………………………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
agar mampu mendeskripsikan suatu masalah yang kini menjadi pusat perhatian di
Indonesia.
2
Yaitu dengan memberikan wawasan baru mengenai pemodelan matematika epidemi
SIR.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Kata model dalam kehidupan sehari-hari, sering digunakan, dan mengandung arti.
Sebagai contoh, kata bangunan, gambar dan penyakit merupakan representasi dari suatu
masalah. Misalnya: model bangunan, model rumah, dan model penyakit. Secara umum
istilah di atas menggambarkan adanya hubungan antara unsur-unsur dari bangunan atau
rumah dengan modelnya. Contoh dalam bidang matematika, perbandingan antara panjang
dan lebar persegipanjang dengan modelnya. Dalam model rumah juga mesti diketahui
panjang lebarnya, tetapi tidaklah berarti bahwa model rumah dan rumah itu sendiri sama
ukuranya dalam setiap hal. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa jika ada suatu benda A
(dapat berupa masalah, fenomena) dan modelnya B, maka akan terdapat sekumpulan
unsur-unsur dan B yang mempunyai padanan dengan A.
3
Model matematika yang biasa ditemukan dalam buku referensi merupakan model
akhir yang kelihatan rapi dan teratur. Apakah model itu menyatakan peramalan sesuatu
yang
4
akan terjadi atas dasar apa yang dimiliki, atau apakah model itu merupakan hubungan–
hubungan kenormalan sekelompok data. Dalam kenyataan banyak upaya atau tahapan
yang harus dilalui sebelum sampai pada hasil akhir tersebut. Tiap tahap memerlukan
pengertian yang mendalam, utuh tentang konsep, teknik, intuisi, pemikiran kritis,
kreatifitas, serta pembuatan keputusan. Bahkan faktor keberuntunganpun dapat saja
terjadi.
Berikut ini diberikan suatu metodologi dasar dalam proses penentuan
model matematika atau sering disebut pemodelan matematika. Tahapan tersebut adalah:
1. Masalah
Adanya masalah nyata yang ingin dicari solusinya merupakan awal kegiatan
penyelidikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi secara jelas, diperiksa dengan teliti
menurut kepentingannya. Bila masalahnya bersifat umum, maka diupayakan menjadi
masalah khusus atau operasional;
2. Identifikasi masalah
Masalah yang diteliti perlu diidentifikasi, yaitu pengertian yang mendasar
tentang masalah yang dihadapi, asumsi-asumsi yang jelas dan sesuai termasuk
pemilihan variabel yang relevan dalam pembuatan model serta keterkaitanya;
3. Membangun Model
Membangun atau membentuk model merupakan penterjemahan dari masalah ke dalam
persamaan matematika yang menghasilkan model matematik. Ini biasanya
merupakan tahap yang paling penting dan sulit. Semakin memahami masalah yang
dihadapi dan semakin kuat penguasaan matematik seseorang, maka akan sangat
membantu memudahkan dalam mencari modelnya. Dalam pemodelan selalu
diusahakan untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Makin sederhana
model yang diperoleh untuk tujuan yang ingin dicapai makin dianggap baik model
itu. Dalam hal ini model yang digunakan ada-kalanya lebih dari satu persamaan,
bahkan merupakan suatu sistem, atau suatu fungsi dengan variabel-variabel dalam
bentuk persamaan parameter. Hal ini tergantung anggapan yang digunakan. Tidak
tertutup kemungkinan pada tahap ini juga dilakukan "uji coba" , karena model
matematik ini bukanlah merupakan hasil dari proses sekali jadi. Deduksi sifat-sifat
yang diperoleh dari model yang digunakan;
4. Analisis Model.
5
Pada tahap ini model yang umumnya merupakan abstraksi masalah yang sudah
disederhanakan, sehingga hasilnya mungkin berbeda dengan kenyataan yang
diperoleh.
6
Untuk itu model yang diperoleh ini perlu dianalisis, sejauh mana model itu
dapat dianggap memadai dalam merepresentasikan masalah yang dihadapi.
Analisis yang digunakan terdiri dari berbagai metode tergantung model yang
diiperoleh. Dalam model matematika, analisis yang sering digunakan adalah
pelinearan, fungsi Lyapunov, dan fungsi Green;
5. Uji Model.
Model yang sudah dianalisis kemudian diuji dengan bantuan software matematika
sepaerti MatLab, Maple, Matematica, dan lain-lain. Apabila model yang dibuat
dianggap tidak memadai, maka terdapat kemungkinan bahwa perumusan model yang
digunakan atau karakterisasi masalah masih banyak belum sesuai, sehingga perlu
diadakan perubahan pada model.
(4)
Dengan Y adalah fungsi kontinu bernilai real dari x dan mempunyai turunan parsial
kontinu. Pada persamaan (1) disebut persamaan diferensial autonomous karena
tidak
8
mendatangkan � di dalam.
9
C. Sistem persamaan difrensial
(Waluya (2006). Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk
fungsi satu variabel atau lebih yang menghubungkan fungsi itu sendiri dan turunannya
dalam berbagai orde. Selain itu persamaan diferensial juga diferensial juga didefinisikan
sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tidak diketahui
Jenis-jenis persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu persamaan
diferensial biasa dan diferensial parsial. Sedangkan persamaan diferensial dilihat dari
bentuk fungsi atau pangkatnya juga dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial
linear dan persamaan diferensial nonlinear.
Persamaan diferensial linear adalah jika memenuhi dua hal yaitu pada variabel-
variabel terikat dan turunannya paling tinggi berpangkat satu dan tidak mengandung
bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel terikat lainnya atau
turunan yang satu dengan turunan lainnya atau variabel terikat dengan sebuah turunan.
Persamaan diferensial nonlinear adalah persamaan diferensial yang bukan merupakan
merupakan persamaan persamaan diferensial linear. Pada istilah dengan linear
berkaitan dengan
kenyataan bahwa tiap suku dalam persamaan diferensial itu, peubah-peubah �, � 1 , … ,
��
berderajat satu atau nol Bentuk umum dari persamaan diferensial linear orde-n adalah :
��−1 (� )� �−1 + �1 (� )� 1 + �0(� )� = �(�)
Pada persamaan diferensial �(�, � 1, … , � � ) = 0 adalah merupakan
persamaan
diferensial nonlinear, jika salah satu dari berikut di penuhi � ∶ � tidak berbentuk
polinom,
dalam �, � 1 , … , � � dan � tidak berbentuk polinom berpangkat lebih dari dua
dalam
�, � 1 , … , � � (Waluya, 2006).
0
melalui m di t 0 memenuhi pertidaksamaan (t, m 0 untuk setiap t 0 .
*
m
1
3. Kestabilan disebut tidak stabil, jika terdapat l 0 sedemikian sehingga untuk
suatu
sebarang 0 terdapat sebuah m 0 dengan m 0 m * dan t 0 0 sedemikian
Teorema 1
Jika matriks A pada sistem persamaan (1) adalah matriks koefisien dengan nilai
eigen 1 , 2 ,..., n , maka titik *
m , disebut:
kesetimbangan
1. Stabil, jika (1 ) 0, i 1,2,3,..., n
2. Stabil asimtotik, jika (1 ) 0, i 1,2,3,..., n
3. Tidak stabil, jika (1 ) 0, untuk suatu s .
Pada teorema (1) dapat dipergunakan untuk menentukan kestabilan lokal suatu
titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan yang stabil atau stabil asimtotik hanya pada
suatu daerah tertentu dalam lingkup solusi sistem dikatakan stabil lokal atau stabil
asimtotik. Titik kesetimbangan dikatakan stabil global atau stabil asimtotik global jika
titik kesetimbangan tersebut stabil asimtotik pada setiap lingkup solusi sistem.
1
Jika A adalah matriks n x n, maka vektor tak nol x di dalam �� dinamakan
vektor
eigen dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x yaitu :
𝐴� = �� … … … … … … … … … … … … … … … … … (5)
𝐴� = ��
1
𝐴� = �𝐼�
(�𝐼 − ��)� = 0
Supaya � menjadi nilai eigen, maka harus ada penyelesaian tak nol dari
persamaan
ini. Sehingga akan mempunya penyelesaian tak nol jika dan hanya jika :
det( �𝐼 − ��) = 0 (6)
1
�1 1
�=[ ]= ]�
−2
[
�2
1
1
Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan �1 = 4 adalah [ ]
−2
Untuk �2 = 5
[−1 −1] [�1 ] = 0
2 2 �2
-�1 − �2 = 0
�1 = −�2 , Jika �1 = t, maka �2 = −�. ��ℎ𝑖���� �𝑖������ℎ ∶
�1 1
� =[ ]=[ ]�
�2
−1
1
Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan �2 = 5 adalah [ ]
−1
F. Bilangan Reproduksi dasar (�𝟎 )
Untuk mengetahui tingkat penyebaran pada suatu penyakit diperlukan suatu
parameter tertentu. Parameter yang biasa digunakan dalam masalah penyebaran penyakit
adalah bilangan reproduksi dasar. Kemungkinan terjadinya infeksi pada suatu
populasi
tergantung pada bilangan reproduksi. Bilangan reproduksi dasar (�𝟎 ) adalah
potensi
penularan penyakit pada populasi rentan merupakan rata-rata jumlah individu
yang
terinfeksi secara langsung oleh seseorang penderita selama masa penularanya bila
termasuk dalam populasi yang seluruhnya masih rentan.
(�𝟎 ) adalah nilai yang menunjukkan apakah penyebaran penyakit menjadi
epidemi
atau tidak epidemi pada suatu
populasi.
��1
�0 =
�(� + 𝜇 + �)
(7)
1
pada titik keseimbangan bebas penyakit (disease free equilibrium) dan titik keseimbangan
endemik (endemi equilibrium).
1
1. Susceptible, yaitu individu yang sehat dapat terinfeksi.
2. Invected, yaitu individu yang terinfeksi memungkinkan untuk menularkan penyakit.
3. Recovered, yaitu seseorang yang memiliki kekebalan karena telah terinfeksi, dan
dapat sembuh.
Sehingga, model epidemik suatu penyakit dapat dituliskan dalam bentuk :
Pada ketiga klasifikasi di atas, antara sub populasi I dan sub populasi S terdapat
interaksi langsung. Dengan anggapan bahwa ada upaya penyembuhan terhadap yang
terinfeksi (I) dan terjadi penularan terhadap anggota S, maka akan terjadi jumlah anggota
S berkurang. Semua anggota berisiko menularkan ke semua anggota S, sehingga pengaruh
semua anggota I untuk menularkan ke semua anggota S adalah IS. Dengan demikian, laju
penurunan Sub populasi S adalah sebanding dengan
𝑑�
𝑑𝑡 = −��𝐼 (2.1)
dengan � : tetapan (positif) tingkat penularan.
Sebagaimana disebutkan dalam pembahasan awal, sejumlah anggota I berinteraksi
langsung terhadap anggota S. Sehingga terjadi kenaikan jumlah anggota I yang tertular.
Besarnya anggota S yang tertular sebanyak �SI. Dengan anggapan bahwa terdapat
anggota
I yang sembuh sehingga sub populasi I akan berkurang sebesar �I. Dengan demikian,
laju
kenaikan I adalah
𝑑�
𝑑𝑡 = −��𝑰 − ��� (2.2)
dengan : tetapan (positif) laju pemulihan.
1
Sub populasi R ini berhubungan dengan sub populasi I, seperti yang telah
disebutkan di atas. Laju perkembangan subpopulasi ini sebanding dengan anggota
subpopulasi I yang sembuh,
1
𝑑�
𝑑𝑡 = ��� (2.3)
Berdasarkan asumsi ini, maka kita dapat membentuk skema model sebagai berikut:
2
(Susceptible) yang dapat menderita penyakit yang disebabkan oleh satu individu
terinfeksi dapat ditentukan dengan menghitung bilangan reproduksi dasar.
Bilangan reproduksi dasar dilambangkan dengan R, dan dinyatakan dengan
persamaan berikut:
�0 =� 𝑁 = � �(0) (2.5)
� �
dengan
R0 = bilangan reproduksi dasar
� = laju penularan penyakit dari Susceptible menjadi Infectious
� = laju pemulihan dari Infectious menjadi Recovered
N = jumlah penduduk
S(0) = jumlah individu rentan (Susceptible) awal
Beberapa kondisi yang akan timbul, sebagai berikut:
1. Jika R0<1, maka penyakit akan menghilang.
2. Jika R0=1, maka penyakit akan menetap.
3. Jika R0>1, maka penyakit akan meningkat menjadi wabah.
laju
kelahiran (laju kematian alami), dan laju kesembuhan. Sedangkan notasi S(t), I(t), dan
R(t)
berturut-turut menyatakan proporsi kelas S, I dan R.Didapat diagram transfer
2
Gambar Diagram Kompartemen SIR dengan adanya kelahiran dan kematian alami
Dari diagram transfer didapat Model SIR dengan total populasi konstan dan
memperhatikan adanya kelahiran serta kematian alami:
dengan S + I + R = 1.
Selanjutnya karena variabel R tidak memberikan pengaruh pada persamaan lain,
maka persamaan untuk sementara dapat diabaikan dari sistem. Selain itu dengan hanya
menganalisis kompartement S dan I, kompartement R dapat diperoleh dari R = 1 - S - 1.
Sehingga Sistem dapat ditulis
=
(�0 , ��0 , �0 ). Karena populasi bebas dari penyakit maka ��0 = 0 , yaitu suatu keadaan
dimana
tidak terjadi infeksi pada populasi. Untuk mencari titik kesetimbangan
bebas penyakit dari persamaan
2
dimana = 0
dengan
maka
berdasarkan sifat stabilitas titik kesetimbangan nilai eigen maka titik
kesetimbangan
�0 = (b/d,0,0) adalah stabil asimtotik lokal,
2. Ketika �0 1 , memiliki satu nilai eigen positif > 0 dan dua nilai eigen negatif <
0,
maka berdasarkan sifat stabilitas titik kesetimbangan nilai eigen maka titik
kesetimbangan �0 = (b/d,0,0) adalah tidak stabil..
2
3. Jika R0 > 1, maka titik ekuilibrium endemik (S*, I*) stabil asimtotik lokal.
Titik ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik lokal artinya untuk t menuju tak
hingga solusi sistem menuju titik ekuilibrium bebas penyakit yang maknanya pada
akhirnya penyakit akan menghilang dari populasi.
Titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik lokal artinya untuk t menuju tak
hingga solusi sistem menuju titik ekuilibrium endemik yang maknanya pada akhirnya
penyakit akan tetap ada pada populasi.
Contoh 1: Jika R0 1
1
R0 0,6896 1. Selain itu didapatkan titik kesetimbangan bebas
E0 (667,0,0).
penyakit
Dari teorema (1), diketahui bahwa titik kesetimbangan bebas E0 adalah stabil
penyakit asimtotik lokal untuk setiap saat time delay 0 .
1
Contoh 2: Jika R 1
0
Dengan demikian dari teorema (1), diperoleh bahwa titik kesetimbangan bebas
penyakit E0 adalah tidak stabil asimtotik lokal untuk setiap saat time delay dan titik
0
1
kesetimbangan endemik E * adalah stabil untuk [0,61.8649] .
1
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1
dapat sembuh.
5. Teorema Kesetimbangan Bebas Penyakit Yaitu :
a. Jika R0 < 1, maka titik ekuilibrium bebas penyakit (1,0) stabil asimtotik lokal
b. Jika R0 > 1, maka titik ekuilibrium bebas penyakit (1,0) tidak stabil
c. Jika R0 > 1, maka titik ekuilibrium endemik (S*, I*) stabil asimtotik lokal.
3.2.SARAN
Berdasarkan makalah yang telah disusun mengenai “Model Epidemi SIR»
terdapat beberapa saran yang diberikan penulis, antara lain :
1. Bagi guru, diharapkan dapat membiasakan peserta didik dalam menyelesaikan
soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memerlukan penalaran
matematis dalam menyelesaikannya. Dan bagi peserta didik, membiasakan diri
untuk berlatih mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan pemodelan
matematika, sehingga diharapkan kemampuan keterampilan berpikir tingkat tinggi
juga meningkat dan dapat menghadapi permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi peneliti atau penulis selanjutnya, Penulisan ini masih perlu disempurnakan
untuk dapat dijadikan sebagai referensi dalam pengembangan bahan ataupun analisa
pemodelan matematika menggunakan model epidemi SIR. Hal ini untuk
mendukung proses meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada
peserta didik dan perbaikan mutu pendidikan ke depannya serta kebermanfaatan
pembelajaran matematika di dalam kehidupan sehari-hari.
2
DAFTAR PUSTAKA
Enatsu, Y. and Messina, E. (2012). Global Dynamics of a Delayed SIRS Epidemic Model
with Class of Non Linear Incidence Rates. Applied Mathematics and
Computation, Volume 218, No 9, 5327--5336.
Side, Syafruddin dan Sanusi, Wahidah. 2016. Pemodelan Matematika pada Penularan
Penyakit Tuberculosis. Makassar : Badan Penerbit UNM
Sinuhaji, Ferdinand. 2015. Model Epidemi Sits dengan Time Delay. Vol.VI. No. 1.
Januari- Juni 2015.