Anda di halaman 1dari 24

MERANCANG BUKU GURU DAN BUKU SISWA DENGAN MODEL

PEMBELAJARAN YANG INOVATIF SERTA RELEVAN DENGAN TUJUAN


DAN KARAKTERISTIK MATEMATIKA

Dosen Pengampu :

Dr. Izwita Dewi, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 1
RIZKIYAN HADI (8216172007)
MAR I MUHAMMAD (8216172008)
HAYANA M HARAHAP (8216172002)
NURHASANA S (8216172010)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala hidayah dan
karunia-Nya sehingga Makalaah ini dapat penulis susun sebagai salah satu tugas yang
diberikan pada mata kuliah Desain Pembelajaran Matematika. Shalawat dan salam
tidak lupa penulis hadiahkan kepada Rasulullah saw., yang membawa ummatnya
menuju kebahagian hidup dunia dan akhirat. Penyusunan Makalah tentunya tidak
lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu
dengan penuh kerendahan hati penulis ucapkan banyak terimakasih kepada yang
terhormat ibu Dr. Izwita Dewi, M. Pd selaku dosen yang membawa mata kuliah
tersebut. Semoga bantuan yang telah diberikan menjadi amal kebaikan. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna
kelengkapan dan kesempurnaan karya-karya berikutnya.

Medan, Maret 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................

Kata Pengantar........................................................................................ i

Daftar Isi..................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan.................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...............................................................................2

C. Tujuan Masalah.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2

A. Model Pembelajaran Inovatif............................................................. 3

B. Tujuan dan Karakteristik Pendidikan Matematika............................. 8

C. Merancang Buku Guru dan Siswa...................................................... 12

BAB III PENUTUP.................................................................................20

A. Kesimpulan.........................................................................................20

B. Saran.................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang di pelajari dari sejak
dini dan bernilai penting. Menurut Nurhasanah (2019: 457) matematika sebagai salah
satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan formal memiliki
peranan penting, karena matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang
memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pentingnya pelajaran
matematika diajarkan pada peserta didik tercermin pada ditempatkannya matematika
sebagai salah satu ilmu dasar pada setiap jenjang pendidikan dan dalam aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari.

Russefendi (dalam Rahmah, 2013: 2) berpendapat bahwa matematika


terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-
aksioma, dan dalildalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku
secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Sedangkan
menurut Jamaris (2014: 177) matematika adalah salah satu bidang hidup, yang perlu
dipelajari karena hakikat matematika adalah pemahaman terhadap pola perubahan
yang terjadi di dalam dunia nyata dan di dalam pikiran manusia serta keterkaitan di
antara pola-pola tersebut secara holistik. Walaupun matematika beroperasi
berdasarkan aturan-aturan (rules) yang perlu dipelajari, tetapi kegiatan belajar
ditujukan lebih dari hanya dapat melakukan operasi matematika sesuai dengan aturan-
aturan matematika yang diungkapkan dalam bahasa-bahasa matematika. Matematika
berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan
penalaran deduktif menurut Hudojo (dalam Chairani, 2016: 3). Berdasarkan
pemaparan dari berbagai pendapat mengenai matematika maka dapat diketahui bahwa
pembelajaran matematika di sekolah sangat penting karena memiliki peranan dalam
kehidupan manusia. Pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk
mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan
(Umbara, 2017: 13).

1
2

Dalam pembelajaran matematika di kelas dibutuhkan media pembelajaran yang


menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu contoh media pembelajaran
yang umum digunakan adalah bahan ajar berupa buku. Dengan buku, dapat
memudahkan guru dalam menyampaikan materi pemebelajaran serta menambah
wawasan dan informasi bagi siswa. Bahan ajar berupa buku dalam pembelajaran di
kelas biasanya terbagi atas dua yaitu buku yang dimiliki guru sebagai pedoman
pembelajaran di kelas serta buku yang dimiliki oleh siswa sebagai tambahan
informasi dari yang telah disampaikan oleh guru.
Selain bahan ajar berupa buku, model pembelajaran yang digunakan oleh guru
dalam pembelajaran di kelas juga menjadi salah satu penunjang tercapainya tujuan
pembelajaran. Perkembangan zaman dari waktu ke waktu juga mempengaruhi gaya
belajar seorang guru di kelas, sehingga model pembelajaran berkembang
menyesuaikan perubahan zaman. Pada saat ini, sudah banyak model-model
pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang lebih
bersifat student centered. Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang
kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri (self directed) dan
dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated instruction). Berdasarkan pemaparan
tersebut, mendorong penulis untuk membahas lebih lanjut mengenai bagaimana
merancang buku guru dan buku siswa dengan model pembelajaran yang inovatif serta
relevan dengan tujuan dan karakteristik matematika

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
bagaimana merancang buku guru dan buku siswa dengan model pembelajaran yang
inovatif serta relevan dengan tujuan dan karakteristik matematika ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui tentang bagaimana merancang buku guru dan buku siswa
dengan model pembelajaran yang inovatif serta relevan dengan tujuan dan
karakteristik matematika.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Inovatif


Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat student
centered. Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman
sebaya (peer mediated instruction). Pembelajaran inovatif mendasarkan diri pada
paradigma konstruktivistik. Pembelajaran inovatif biasanya berlandaskan paradigma
konstruktivistik membantu siswa untuk menginternalisasi, membentuk kembali, atau
mentransformasi informasi baru. Menurut Dasna pembelajaran inovatif adalah
pembelajaran yang dapat memanfaatkan potensi siswa dan sumber belajar yang ada
dalam pembelajaran sehingga siswa mengalami keadaan “engage” belajar atau terlibat
dengan senang hati melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran inovatif tidak selalu
berarti penerapan metode pembelajaran yang benar-benar baru namun lebih dari
perubahan yang terjadi pada pembelajaran konvensional ke pembelajaran aktif dan
interaktif. Pembelajaran aktif yang dimaksudkan adalah pembelajaran yang dapat
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga terjadi interaksi yang
interaktif antar peserta didik, antar peserta didik dengan pengajar Perubahan
pembelajaran langsung atau pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru
kepada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan indikator utama
terjadinya inovasi pembelajaran (Syofyan & Ismail, 2018: 69). Terdapat banyak
model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan terutama dalam pembelajaran
matematika. Beberapa contoh model-model pembelajaran inovatif antara lain:

1. Problem Based Learning


Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang
diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada

3
4

pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum


peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang
harus dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya
pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan
masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta
didik dalam pencapaian materi pembelajaran.

Langkah kerja (sintak) model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:
a) Orientasi peserta didik pada masalah;
b) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar;
c) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok;
d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan
e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Project Based Learning
Pembelajaran Berbasis Proyek(Project Based Learning atau disingkat PjBL)
adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi
untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis
Proyekmerupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis
Proyekdirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan
peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses
inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan
membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara
langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai
prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan
usaha peserta didik. Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya
belajar yang berbeda, maka Pembelajaran berbasis proyekmemberikan kesempatan
kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan
berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
5

kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang


sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran berbasis proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep
“Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk
bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan
“kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing.
Dengan pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan
dengan suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian
model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran berbasis proyek.
Langkah-langkah model pembelajaran project based learning menurut Widiarso
(2016 : 184) dapat diterapkan atau diaplikasikan melalui langkah berikut ini.

1. Penentuan pertanyaan mendasar


Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang
dapat memberi penugasan kepada peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk peserta didik.
dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. Mendesain perencanaan proyek
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat
diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun jadwal
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
a) membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek,
b) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek,
c) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,
d) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan meminta peserta didik untuk membuat
penjelasan (alasan) tentang pemilihan.
6

4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek


Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan
menjadi mentor bagiaktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang
penting.
5. Menguji hasil
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi
umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik,
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi pengalaman
Pada akhir pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik
secara individu maupun kelompok.
3. Discovery Learning
Metode Discovery Learningadalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place
when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is
required to organize it him self”. Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai
metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan
yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Metode Discovery Learning adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu
terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi. Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil
pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya
7

dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada
siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran
dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian. Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan
menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam
Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak
disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong
untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari
informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang
mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Dengan
mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan
metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif
dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented.
Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan
dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.

Langkah kerja (sintak) model Discovery Learning dalam pembelajaran penyingkapan/


penemuan adalah sebagai berikut:

1) Pemberian rangsangan (stimulation);


2) Pernyataan/Identifikasi masalah (problem statement);
3) Pengumpulan data (data collection);
4) Pengolahan data (data processing);.
5) Pembuktian (verification); dan
6) Menarik simpulan/generalisasi (generalization).
B. Tujuan dan Karakteristik Pendidikan Matematika
1. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan Pendidikan Matematika yang dimaksudkan adalah tujuan
pembelajaran matematika yang secara umum diajarkan di sekolah. Selain itu, juga
dikemukakan kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat dicapai
dalam belajar matematika mulai dari SD/MI sampai dengan SMA/MA. Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas,
8

2006) disebutkan pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki


kemampuan antara lain: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisiensi, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, Memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2. Karakteristik Pendidikan Matematika


Adapun karakteristik pendidikan matematika adalah sebagai berikut.
1)Memiliki objek kaijian yang konkret dan juga abstrak
Objek kajian matematika sebagai ilmu seluruhnya abstrak. Sementara itu, dalam
pendidikan matematika objek kajiannya bukan hanya abstrak tetapi juga konkret.
Tingkat keabstrakan matematika harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Di SD dimungkinkan untuk “mengkonkretkan” objek-objek
matematika agar siswa lebih memahami pelajaran. Namun, semakin tinggi jenjang
sekolah, tingkat keabstrakan objek semakin diperjelas.

Contoh (SD) (contoh tingkat keabstrakan)


Dalam pembelajaran fakta mengenai bilangan di SD, siswa tidak langsung
diperkenalkan simbol “2”, “3”, beserta sifat urutannya, tetapi dimulai dengan
menggunakan benda-benda konkret dan menyuguhkan sifat urutan/relasi
sebagai sifat “lebih banyak” atau “kurang banyak”.

Contoh (SMP) (contoh tingkat keabstrakan)


Dalam membuktikan Teorema Pythagoras, siswa tidak langsung diarahkan
pada bukti deduktif yang bersifat abstrak/formal dengan menggunakan
lambang-lambang aljabar. Bukti secara geometris akan sangat membantu
siswa memahami Teorema Pythagoras dan kebenarannya. Banyak sekali bukti
9

Teorema Pythagoras secara geometris yang cukup menarik dan mudah


dimengerti siswa.

Contoh (SMA) (contoh tingkat keabstrakan)


Pembelajaran topik irisan bangun ruang semisal kubus atau piramida,
makapenggunaan benda konkrit yang berbentuk kubus a tau piramida akan
sangat membantu siswa memahami bagaimana terjadinya suatu irisan dan sifat-
sifat spasial (keruangan)nya.

2) Bertumpu pada kesepakatan (termasuk penekanan pada aksioma selfevident


truth)
Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan
atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah yang telah disepakati dalam
matematika maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan dan
dikomunikasikan.

Contoh (SD, SMP, SMA)


Lambang bilangan yang digunakan sekarang: 1, 2, 3, dan seterusnya
merupakan contoh sederhana sebuah kesepakatan dalam matematika. Siswa
secara tidak sadar menerima kesepakatan itu ketika mulai mempelajari tentang
angka atau bilangan. Termasuk pula penggunaan kata “satu” untuk lambang
“1” , atau “sama dengan” untuk “=” merupakan kesepakatan.

Dalam matematika, kesepakatan atau konvensi merupakan tumpuan yang amat


penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma (postulat, pernyataan
pangkal yang tidak perlu pembuktian) dan konsep primitif (pengertian pangkal yang
tidak perlu didefinisikan, undefined term). Aksioma yang diperlukan untuk konsep
primitif diperlukan untuk menghindari berputar-putar dalam pendefinisian (circulus in
definiendo). Aksioma dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis; (1) aksioma yang
bersifat “self evident truth”, yaitu bila kebenarannya langsung terlihat dari
pernyataannya, dan (2) aksioma yang bersifat “non-self evident truth”, yaitu
pernyataan yang mengaitkan fakta dan konsep lewat suatu relasi tertentu. Bentuk
terakhir ini lebih terlihat sebagai sebuah kesepakatan saja. Pada pendidikan
matematika kesepakatan lebih menekankan pada aksioma self evident truth karena
memang aksioma non-self evident truth belum diajarkan di sekolah.
10

Contoh (SMP, SMA) (contoh pengertian pangkal dan aksioma)


Titik, garis, dan bidang merupakan unsur-unsur primitif atau pengertian pangkal
dalam geometri euclid. Sementara salah satu aksioma di dalamnya adalah: “melalui
dua buah titik ada tepat satu garis lurus yang dapat dibuat”. Aksioma tersebut bersifat
self evident truth.

3) Berpola pikir deduktif dan juga induktif


Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola pikir
deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang
bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Sedangkan
dalam pendidikan matematika dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun pola
pikir induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik bahasan dan tingkat intelektual
siswa. Sebagai kriteria umum, biasanya di SD menggunakan pendekatan induktif
lebih dulu karena hal ini lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang
dimaksud. Sementara untuk SMP dan SMA, pola pikir deduktif sudah semakin
ditekankan. Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema maupun
definisi, tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa.

Contoh (SD) (contoh penyajian topik perkalian)


Pengertian perkalian seharusnya tidak langsung menyajikan bentuk
matematika, semisal 3 × 4 = 12. Penyajiannya hendaknya didahului dengan
melakukan penjumlahan berulang dengan menggunakan peraga, misalnya
kelereng. Dengan peragaan itu, siswa mendapatkan pemahaman bahwa
walaupun 3 × 4 dan 4× 3 bernilai sama-sama 12, tetapi makna perkaliannya
berbeda. Setelah siswa memahami makna perkalian, barulah diminta
menghafalkan fakta dasar perkalian.

Contoh (SMP) (contoh penyajian topik teori peluang)


Ketika menyajikan topik dalam teori peluang semisal “kejadian”, “ruang
sampel”, “kejadian bebas”, dan lain-lain hendaknya tidak langsung kepada
definisi atau teorema. Agar lebih bermakna bagi siswa, pendekatan konkret
atau induktif dengan melakukan percobaan sederhana. Misalnya, melantunkan
dadu dapat dilakukan sebawai awal pembelajaran. Sementara di SMA,
pendekatan secara induktif atau konkrit sudah harus dikurangi, kecuali pada
topik-topik yang memerlukan bantuan yang agak konkrit seperti teori peluang.
11

4) Konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk pendidikan)


Dalam pembelajaran matematika konsistensi sangat diperlukan. Konsistensi
juga diperlukan dalam hal istilah atau nama objek dalam matematika yang digunakan.
Tidak dibenarkan adanya kontradiksi baik dalam sifat, konsep, dan teorema tertentu
yang digunakan.

5) Memiliki/menggunakan simbol yang kosong dari arti dan juga yang telah
mempunyai arti tertentu
Di dalam matematika banyak sekali terdapat simbol baik yang berupa huruf
Latin, huruf Yunani, maupun simbol-simbol khusus lainnya. Simbol-simbol tersebut
membentuk kalimat dalam matematika yang biasanya disebut model matematika.
Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, maupun fungsi. Selain
itu ada pula model matematika yang berupa gambar (pictorial) seperti bangun-
bangun geometrik, grafik, maupun diagram.

Contoh (SD, SMP, SMA) (contoh simbol yang kosong dari arti)
Model matematika, seperti x + y = z tidak selalu berarti bahwa x, y, dan z
berarti bilangan. Secara sederhana, bilangan-bilangan yang biasa digunakan
dalam pembelajaran pun bebas dari arti atau makna real. Bilangan tersebut
dapat berarti panjang, jumlah barang, volum, nilai uang, dan lain-lain
tergantung pada konteks di mana bilangan itu diterapkan. Bahkan tanda “+”
tidak selalu berarti operasi tambah untuk dua bilangan, bisa jadi operasi untuk
vektor, matriks, dan lain-lain. Jadi secara umum, model/simbol matematika
sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita
mengkaitkannya dengan konteks tertentu. Misalnya, simbol p untung panjang,
l untuk lebar, t untuk tinggi.

6) Memperhatikan semesta pembicaraan (bahkan juga digunakan untuk


pembatasan bahan ajar matematika, sesuai kelas tertentu)
Semesta pembicaraan bisa sempit bisa pula luas. Bila kita berbicara tentang
bilangan-bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula.
Begitu pula bila kita berbicara tentang transformasi geometris (seperti translasi, rotasi,
dan lain-lain) maka simbol-simbol matematikanya menunjukkan suatu transformasi
pula. Benar salahnya atau ada tidaknya penyelesaian suatu soal atau masalah, juga
ditentukan oleh semesta pembicaraan yang digunakan. Berikut ini beberapa contoh
sederhana.
12

Contoh (SD, SMP) (contoh penggunaan lingkup pembicaraan)


Dalam semesta himpunan bilangan bulat, terdapat model 2x = 3. Adakah
penyelesaiannya? Bila diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semesta
pembicaraanya, maka diperoleh x = 1,5. Tetapi 1,5 bukan bilangan bulat. Jadi
dalam hal ini dikatakan bahwa model tersebut tidak memiliki penyelesaian
dalam semesta pembicaraan bilangan bulat. Atau sering dikatakan
penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”.
Selain hal di atas dalam pendidikan matematika juga memperhatikan batasan bahan
ajar yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Dengan
demikian matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga menyesuaikan
dalam kekomplekan semestanya. Semakin meningkat tahap perkembangan intelektual
siswa, maka semesta matematikanya semakin diperluas.

Contoh (SD) (contoh keterbatasan semesta)


Operasi bilangan bulat pada Kurikulum 2004 di SD dibatasi pada operasi
penjumlahan dan pengurangan saja. Operasi yang berlaku pada bilangan bulat
lainnya, seperti perkalian, pembagian, dan perpangkatan tidak diberikan di SD.

Contoh (SMP) (contoh keterbatasan semesta)


Sehubungan dengan keterbatasan semesta bilangan, di SMP belum
diperkenalkan tentang bilangan imajiner atau kompleks. Hal ini juga
berimplikasi pada penyelesaian soal matematika yang dibatasi pada himpunan
bilangan real.

C. Merancang Buku Guru dan Buku Siswa

1. Buku Guru
Buku guru adalah buku yang digunakan oleh guru sebagai pegangan dalam
proses pembelajaran. Buku ini merupakan penjabaran hal-hal yang harus dilakukan
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan
Kurikulum 2013, peserta didik diajak berani untuk mencari sumber belajar lain yang
tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru dalam meningkatkan dan
menyesuaikan daya serap peserta didik dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini
sangat penting. Guru dapat memperkaya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan lain
yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan alam, sosial, dan budaya.
Oleh karena itu, guru sebagai pengendali utama di dalam proses belajar mengajar di
13

kelas perlu mencermati terlebih dahulu terhadap buku siswa maupun buku pegangan
guru yang sudah disediakan pemerintah. Hal ini diperlukan mengingat buku yang
disediakan oleh pemerintah ditujukan untuk keperluan skala nasional. Artinya, buku
tersebut dibuat secara umum untuk kondisi siswa di Indonesia, tentunya belum
mengakomodasi kebutuhan khusus pada masing-masing sekolah yang ada
kemungkinan mempunyai karakteristik masing-masing. Dengan demikian, sebelum
menggunakan di kelas, tentunya guru diharapkan sudah membaca dan mencermati
dengan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar jika
terdapat kekeliruan atau ketidaktepatan yang ada dalam buku tersebut, dapat
dilakukan langkahlangkah tindak lanjut mengatasinya lebih awal.

2. Fungsi Buku Guru


Buku Guru adalah panduan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Buku Guru berisi langkah-langkah pembelajaran yang didesain menggunakan
pendekatan saintifik sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Berikut ini penjelasan
tentang fungsi buku guru.
a. Sebagai petunjuk penggunaan Buku Siswa.
Ketika guru akan menggunakanBuku Siswa bagi siswa dalam menyelenggarakan
proses pembelajaran, maka terlebih dahulu guru harus mempelajari terlebih dahulu
Buku Guru. Guru harus menemukan informasi sebagai berikut. Urutan acuan materi
pelajaran yang dikembangkan dari Standar Kompetensi, Kompetensi Inti, dan
Kompetensi Dasar dari masing-masing muatan.
mata pelajaran, yang kemudian disatukan dalam satu tema tertentu. Jaringan
tema dari masing-masing tema yang berisi kompetensi dasar dan indikator dari
masing-masing muatan mata pelajaran yang harus dicapai. Pemilahan pembelajaran
yang dikembangkan dari subtema dengan tujuan agar guru secara bertahap dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar yang
yang harus dikuasai peserta didik.
b. Sebagai acuan kegiatan pembelajaran di kelas
Buku Guru menyajikan hal-hal sebagai berikut. Menjelaskan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai pada setiap pilihan pembelajaran dari masing-
masing subtema. Dengan demikian guru akan segera mengetahui hasil pembelajaran
yang harus dicapai dari prosespembelajaran yang dilakukannnya. Menjelaskan media
pembelajaran yang dapat digunakan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran,
14

dengan demikian sebelum menyelenggarakan proses pembelajaran guru sudah


menyiapkan mediamedia pembelajaran yang diperlukan. Menjelaskan langkah-
langkah pembelajaran yang harus dilakukan dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran. Uraian ini selain dapat membantu guru dalam menyusun rencana
pelaksanaaan pembelajaran, guru akan dapat melakukan tahapan pembelajaran
dengan sistematis mengikuti langkah-langkah pembelajaran tersebut. Menjelaskan
tentang teknik dan instrument penilaian yang dapat digunakan dalam setiap pilihan
pembelajaran yang mungkin memiliki karakteristik tertentu. Menjelaskan jenis lembar
kerja yang sesuai dengan pilahan pembelajaran yang ada dalam Buku Siswa.
c. Penjelasan tentang Metode dan Pendekatan Pembelajaran yang digunakan dalam
proses Pembelajaran.
Buku Guru memuat Informasi tentang model dan strategi pembelajaran yang
digunakan sebagai acuan penyelenggaraan proses pembelajaran Kurikulum 2013
berbasis aktivitas. Artinya dalam mengimplementasikan kurikulum guru harus
mengelola pembelajaran yang memberikan peluang yang sebanyak-banyaknya kepada
siswa untuk melakukkan kegiatan. Diharapkan guru dapat mengembangkan model
dan Materi pembelajaran karena buku siswa hanya merupakan contoh agenda
kegiatan siswa.
3. Buku Siswa
Buku siswa adalah suatu buku yang berisi materi pelajaran berupa konsep dan
pengertian-pengertian yang akan dikonstruksi siswa melalui masalahmasalah yang
ada didalamnya yang disusun berdasarkan pendekatan. Buku siswa dapat digunakan
siswa sebagai sarana penunjang untuk kelancaran kegiatan belajarnya dikelas maupun
dirumah. Oleh karena itu, dalam mengembangkan buku siswa konsep dan gagasan-
gagasan harus berupa konsep dasar. Sesuai yang telah disebutkan bahwasanya
pendekatan scientific adalah pendekatan yang digunakan pada kurikulum 2013 ini
dimana pembelajaran berpusat kepada siswa (student center). Kemendikbud (2013:
194) juga memaparkan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan scientific dapat dijelaskan dalam melakukan pembelajaran semua mata
pelajaran meliputi.
menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, menalar, percobaan, kemudian
mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan
membentuk jejaring. Untuk materi, situasi dan keadaan tertentu, sangat tidak mungkin
pendekatan ilmiah tepat untuk dilakukan sesuaidengan prosedur-prosedur di atas.
15

Oleh karena itu, di dalam Kemendikbud (2013: 194-207) disebutkan bahwa


dalam kondisi yang seperti itu harus tetap menerapkan nilai-nilai ilmiah dan
menghindari nilai non-ilmiah,dan pembelajaran yang tepat itu disajikan dalam bentuk:
(1) Mengamati; (2) Menanya; (3) Menalar; (4) Analogi dalam pembelajaran; (5)
Hubungan antar fenomena; dan (6) Mencoba. Tidak semua materi pembelajaran bisa
dieksperimenkan, Oleh karena itu, siswa cukup dengan melakukan pengamatan
dengan membaca dari beberapa referensi, kemudian menanyakan sesuatu yang belum
diketahui, yang diikuti dengan kegiatan menalar masalah tersebut, menganalogikan,
kemudian menghubunghubungkan antara peristiwa yang satu dan peristiwa yang
lainnya.
4. Fungsi Buku Siswa
Buku Siswa adalah buku yang diperuntukkan bagi siswa yang dipergunakan
sebagai panduan aktivitas pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam menguasai
kompetensi tertentu. Buku Siswa bukan sekedar bahan bacaan, tetapi juga digunakan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran (activities based
learning) isinya dirancang dan dilengkapi dengan contoh-contoh lembar kegiatan
dengan tujuan agar dapat terselenggaranya pembelajaran kontekstual, artinya siswa
dapat mempelajari sesuatu yang relevan dengan kehidupan yang dialaminya. Buku
Siswa disusun untuk memfasilitasi siswa mendapat pengalaman belajar yang
bermakna. Isi sajian buku diarahkan agar siswa lebih aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, berdiskusi
serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik antar teman maupun dengan
gurunya. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan
motivasi, rasa keiingintahuan, inisiatif, dan kreativitas peserta didik. Walaupun telah
disusun sedemikian rupa, guru masih dapat mengembangkan atau memperkaya materi
dan kegiatan lain yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Di bawah ini dijelaskan peran dan fungsi Buku Siswa yang dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Panduan bagi Siswa dalam Melaksanakan Kegiatan-Kegiatan Pembelajaran
Setiap subtema pada masing-masing buku memiliki beberapa pembelajaran sesuai
dengan tema yang dibahas terdiri dari berbagai kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa, misalnya; mengamati sesuatu, di dalam buku tertulis “Ayo Amati” artinya
guru mengajak siswa untuk melakukan pengamatan terhadap Sesuatu, bias berupa
gambar atau tayangan film, atau lingkungan sekitar. Kegiatan menceritakan di dalam
16

buku tertulis “Ayo Ceritakan” artinya guru mengajak siswa untuk menceritakan
sesuatu mungkin menceritakan hasil pengamatan terhadap sesuatu atau menceritakan
pengalaman yang mereka alami. Kegiatan melakukan, dalam buku.
tertulis “Ayo Lakukan” artinya guru mengajak siswa untuk melakukan suatu
kegiatan misalnya pada Tema 1 Diriku Subtema 1 Aku dan Teman Baru, siswa harus
melakukan kegiatan berkenalan dengan teman di kelasnya. Selain itu, siswa juga
diharuskan memperkenalkan dirinya di depan kelas.
2. Penghubung antar Guru, Sekolah dan Orang Tua
Pada setiap pembelajaran ada bagian yang harus dikerjakan oleh orang tua
dalam rangka membimbing anak untuk melakukan aktivitas pembelajaran di rumah.
Bagian ini bisa dilihat pada Buku Siswa dengan ikon tulisan “Kerja sama dengan
orang tua”. Misalnya pada Buku Siswa kelas I dengan Tema Kegemaran halaman 6
tertulis Kegiatan bersama orang tua. Orang tua membimbing siswa untuk menulis
nama cabang olah raga di rumah. Dalam hal kerjasama dengan orang tua, guru
hendaknya memberi motivasi kepada orang tua untuk memberikan waktu kepada
siswa untuk belajar dan mendampingi siswa dalam belajarnya. Hal ini, akan
memberikan motivasi kepada siswa untuk selalu belajar sepanjang waktu. Selain itu,
orang tua wajib mengetahui perkembangan kemajuan belajar anaknya. Orang tua
dapat juga berperan sebagai nara sumber pembelajaran di sekolah.
3. Lembar Kerja Siswa
Buku Siswa dapat berfungsi sebagai lembar kerja siswa misalnya pada Buku
Siswa kelas I tema 1 Diriku pada halaman 6 terdapat kegiatan “Ayo Berlatih”. Pada
halaman tersebut siswa diminta untuk mengamati gambar dan mencocokkan gambar
dan lambang bilangan dengan cara menarik garis dari gambar ke lambing bilangan
yang cocok. Siswa tidak harus menyalin gambar dan lambang bilangan tersebut pada
buku tulis, melainkan dapat dikerjakan pada halaman tersebut sebagai lembar kerja
siswa.
4. Hasil Kerja Siswa dapat Dimanfaatkan dalam Penilaian
Di dalam Buku Siswa terdapat halaman-halaman berisi format yang dapat
digunakan sebagai lembar kerja untuk dihimpun sebagai bahan portofolio yang dapat
dijadikan sumber penilaian hasil pembelajaran.
5. Media Komunikasi antara Guru dan Siswa
Melalui proses pembelajaran dengan menggunakan Buku Siswa, guru dapat
mengenal siswa lebih baik melalui pengamatan terhadap hasil kerja siswa yang telah
17

dirancang sedemikian rupa dalam setiap pembelajaran. Guru dapat melihat


perkembangan pengetahuan dan keterampilan serta sikap siswa sesuai dengan
kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Hal yang harus diperhatikan dalam merancang Buku Guru dan Buku Siswa
Dalam merancang buku baik buku guru dan buku siswa perlu diperhatikan
beberapa hal antara lain :
a. Kesesuaian penulisan buku dengan format standar penulisan bahan ajar yang baik
Ukuran kertas, huruf dan jenis huruf; struktur isi buku; halaman pengesahan;
daftar isi dan lain sebagainya.
b. Kesesuaian isi buku dengan SKL, KI, dan KD
Buku yang hendak digunakan di kelas hendaknya sudah dicek kesesuaiannya
dengan kurikulum yang digunakan. Apakah sudah sesuai dengan standar kompetensi
lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar yang sudah ditentukan.
c. Kecukupan materi
Materi yang terdapat dalam buku siswa perlu dianalisis dari segi kecukupan
materi yang ditinjau dari segi cakupan konsep atau materi esensial dan alokasi waktu
yang dibutuhkan/disediakan.

d. Kedalaman materi
Dalam melakukan analisis terhadap kedalaman materi, materi yang tertuang
dalam buku siswa perlu ditinjau dari pola pikir keilmuan dan karakteristik siswa. Jika
ada yang dianggap kurang sesuai dengan karakteristik siswa di sekolahnya,
diharapkan guru dapat menindaklanjuti dengan memberikan tambahan-tambahan
penjelasan seperlunya.

e. Kebenaran materi
Misalnya penggunaan pada symbol matematika yang harus sesuai dengan
materi yang diajarkan. Keseringan yang terjadi pada penulisan buku adalah kesalahan
pengetikan terutama pada penulisan symbol matematika.

f. Kesesuaian pendekatan yang digunakan


Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific, oleh karena itu buku
siswa perlu ditinjau dari segi penerapan pendekatan scientific. Apakah penyajiannya
sudah memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang
diharapkan dalam pendekatan scientific atau belum.
18

g. Kesesuaian penilaian
Bentuk penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 menggunakan
penilaian autentik. Oleh karena itu, buku siswa yang akan digunakan perlu ditinjau
dari ketersediaan penilaian autentik yang terdapat dalam buku siswa tersebut.
6. Langkah- langkah merancang buku guru dan buku siswa
Kurniasih (2014: 60) menyatakan bahwa langkah menyusun buku teks terdiri
dari tujuh langkah sebagai berikut :
1. Memahami kurikulum dan menganalisisnya. Kajian kurikulum perlu dilakukan
untuk menyesuaikan materi isi dengan kompetensi dasar.
2. Menentukan judul buku yang akan ditulis. Judul buku biasanya disesuaikan
dengan mata pelajaran yang akan disusun.
3. Merancang outline. Rancangan outline tersebut diperlukan agar isi buku
mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kompetensi yang
diinginkan.
4. Mengumpulkan berbagai macam referensi yang sesuai. Referensi yang dimuat
harus relevan dan terkini. Seperti buku, majalah, jurnal penelitian.
5. Menulis buku teks dilakukan dengan memperhatikan penyajian kalimat yang
disesuaikan dengan usia pembaca.
6. Mengevaluasi hasil tulisan dapat dilakukan dengan cara membaca ulang. Jika ada
kesalahan dapat langsung diperbaiki.
7. Memperbaiki tulisan menjadi tahap akhir, hal ini dilakukan demi hasil yang
memuaskan untuk para pembaca.
Contoh Isi Buku Guru dan Buku Siswa
19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut beberapa yang perlu diperhatikan dalam


merancang buku guru dan buku siswa adalah isi buku sesuai dengan SKL, KI, KD;
Kecukupan materi ditinjau dari cakupan konsep/materi esensial & alokasi waktu;
Kedalaman materi pengayaan ditinjau dari pola pikir keilmuan & karakteristik siswa;
penerapan pendekatan scientific; Kebenaran Materi serta Penilaian Autentik. langkah
menyusun buku teks terdiri dari tujuh langkah sebagai berikut :
1. Memahami kurikulum dan menganalisisnya. Kajian kurikulum perlu dilakukan
untuk menyesuaikan materi isi dengan kompetensi dasar.
2. Menentukan judul buku yang akan ditulis. Judul buku biasanya disesuaikan
dengan mata pelajaran yang akan disusun.
3. Merancang outline. Rancangan outline tersebut diperlukan agar isi buku
mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kompetensi yang
diinginkan.
4. Mengumpulkan berbagai macam referensi yang sesuai. Referensi yang dimuat
harus relevan dan terkini. Seperti buku, majalah, jurnal penelitian.
5. Menulis buku teks dilakukan dengan memperhatikan penyajian kalimat yang
disesuaikan dengan usia pembaca.
6. Mengevaluasi hasil tulisan dapat dilakukan dengan cara membaca ulang. Jika ada
kesalahan dapat langsung diperbaiki.
7. Memperbaiki tulisan menjadi tahap akhir, hal ini dilakukan demi hasil yang
memuaskan untuk para pembaca.
B. Saran

Mungkin saran dan kritik yang membangun dari pembaca dapat memperbaiki
makalah yang dibuat

20
DAFTAR PUSTAKA

Jamaris, Martini. (2014). Kesulitan Belajar:Perspektif, Asesmen, dan


Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mendikbud. 2013. Modul Pelatihan Guru Materi Implementasi Kurikulum 2013 SMP/
MTs Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kemendikbud

Nurhasanah, Noneng. (2019). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan


Menggunakan Model Reciprocal Teaching terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Prosiding Seminar Nasional
& Call For Papers. 457-462.

Rahmah, Nur. (2013). Hakikat Pendidikan Matematika. Al-khwarizmi. Vol. 2, 1-10.

Syofyan, H & Ismail. 2018. Pembelajaran Inovatif dan Interaktif dalam Pembelajaran
IP Innovative and Interactive in Science Learning. Qardhul Hasan: Media
Pengabdian kepada Masyarakat. Vol. 4, No. 1. 65-75.

Umbara, Uba. (2017). Psikologi Pembelajaran Matematika:Melaksanakan


Pembelajaran Matematika Berdasarkan Tinjauan Psikologi. Yogyakarta:
Deepublish

Widiasworo, E. (2016). Strategi Dan Metode Mengajar Siswa Diluar Kelas (Outdoor
Leaning) Secara Aktif, Kreatif, Inspiratif, Dan Komunikatif. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media Group.

21

Anda mungkin juga menyukai