Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLAPS UTERI

I. Review Konsep Anatomi Sistem reproduksi


1.1 Anatomi

1.2 Fisiologi
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah
depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai
rongga.Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-
7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak
uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan
membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri).
Uterus rnempunyai tiga fungsi yaitu dalam siklus menstruasi sebagai peremajaan
endometrium, dalam kehamilan sebagai tempat tumbuh dan berkembang janin,

1
2

dan dalam persalinan berkontraksi sewaktu melahirkan dan sesudah melahirkan


(Hacker, 2001).
Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks uteri.Fundus
uteri adalah bagian uterus proksimal; di situ kedua tuba Falloppii masuk ke
uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.Pada kehamilan bagian
ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang, Rongga yang
terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri
atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio; (2) pars
supravaginalis
supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk seperti
saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai
reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri
internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak di bawah
ismus. Di anterior, batas atas serviks yaitu osintema, terletak kurang lebih
setinggi pantulan peritoneum pada kandung kemih. Berdasarkan perlekatannya
 pada vagina, serviks terbagi atas segmen vaginal dan supravaginal. Permukaan
 posterior segmen supravaginal tertutup peritoneum. Di bagian lateral, serviks
menempel pada ligamentum kardinal; dan di bagian anterior, dipisahkan dan
kandung kemih yang menutupinya oleh jaringan ikat longgar. Os ekstema
terletak pada ujung bawah segmen vaginal serviks, yaitu  porsio vaginalis
(Rasjidi, 2008).
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas (1) endometrium di
korpus uteri dan endoserviks
endoserviks di serviks uteri; (2) otot-otot polos; dan (3)
lapisan serosa, yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas epitel kubik,
kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-
keluk, Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting
dalam siklus haid perempuan dalam masa reproduksi.
Uterus diberi darah oleh arteria Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka
 pInterna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum
latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks
3

lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterups
adalah arteria Ovarika kiri dan kanan. Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem
saraf simpatetik dan untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan
serebrospinal.

II. Konsep penyakit prolaps uteri


2.1 Definisi
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. (Wiknjosastro,
2008).

Prinsip terjadinya prolaps uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvik yang
disebabkan oleh proses melahirkan akibat regangan dan robekan fasia
endopelvik, muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial
 pudenda juga terlibat dalam proses persalinan. Sehingga, wanita multipara
sangat rentan terhadap faktor resiko terjadi nya prolaps uteri (Prawirohardjo,
2005).

2.2 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prolapsus antara lain
(Hanifa, 2007):
2.2.1 Faktor Bawaan
Setengah wanita akan mengalami masalah ini jika dalam keluarga mereka
khususnya ibu, saudara dari ibu, atau nenek mereka mengalami masalah
yang sama. Bagaimana penyakit ini diturunkan tidak diketahui, mungkin
 bawaan menentukan kelemahan otot dan ligamen pada peranakan.
Kekenduran atau kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola
makan dan kesehatan yang agak rendah dibandingkan dengan mereka yang
sehat dan makanannya seimbang dan tercukupi dari segi semua zat seperti
 protein dan vitamin.
2.2.2 Proses kehamilan dan persalinan
Proses kehamilan dan persalinan memang melemahkan dan melonggarkan
otot dalam badan khususnya ligamen dan otot yang memegang kemaluan
4

dan rahim. Ini satu hal yang tidak dapat dihindari tetapi dapat dipulihkan
walaupun tidak seratus persen jika seorang wanita yang melakukan gerak
tubuh atau exercise untuk menguatkan otot-otot disekitar kemaluan dan
lantai punggung. Kegiatan exercise waktu hamil dan setelah persalinan
sangat penting untuk mencegah prolapsus. Oleh karena itu tidak
melakukan exercise ini merupakan salah satu yang menyebabkan
kekenduran atau prolapsus uteri.
2.2.3Usia/Menopause
Keadaan menopause atau kekurangan hormon berlaku secara natural yaitu
ketika berumur 50 tahun keatas, ataupun akibat pembedahan oleh karena
 penyakit seperti pengangkatan ovari dapat menyebabkan hormon atau
seterusnya dapat menyebabkan kelemahan otot dan ligamen peranakan.
Proses atrofi ligamen dan otot dalam jangka panjang dapat menyebabkan
 prolaps. Nyata sekali prolaps yang parah sering terjadi pada wanita yang
 berumur 60 tahun keatas akibat kekurangan hormon karena menopause.
Semakin bertambahnya usia, otot-otot dasar panggul pun akan semakin
melemah.
2.2.4 Riwayat persalinan multiparitas ( banyak anak )
Partus yang berulangkali dan terlampau sering dapat menyebabkan
kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf panggul sehingga otot besar
 panggul mengalami kelemahan, bila ini terjadi maka organ dalam panggul
 bisa mengalami penurunan.
2.2.5 Faktor lain yang dapat menyebabkan rahim turun adalah peningkatan
tekanan di perut menahun. Misalnya disebabkan obesitas,batuk berbulan-
 bulan, adanya tumor di rongga perut, tumor pelvis, serta konstipasi atau
susah buang air besar berkepanjangan.

2.3 Klasifikasi
Menurut beratnya dapat dibagi menjadi 3:
Tingkat I : Prolaps vagina (prolaps dinding vagina)
Tingkat II : Prolaps uteri (portio tampak di dalam vulva)
Tingkat III : Prolaps totalis, procidentia (korpus uteri terdapat diluar vulva)
5

2.4 Tanda dan Gejala


Menurut Mitayani (2013) Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual.
Kadang kala penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak
mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
2.4.1 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna
2.4.2 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
 berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
2.4.3 Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian
 bila lebih berat juga pada malam hari
 b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
c. Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
mengejan. Kadang- kadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel
yang besar sekali.
2.4.4 Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
a. Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel
 b. Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
2.4.5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
 berjalan dan bekerja. Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri
 b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan
karena infeksi serta luka pada porsio uteri
2.4.6.Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan
rasapenuh di vagina
6

2.4 Patofisiolgis
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat ,dari yang paling ringan sampai
 prolapsus uteri totalis.Terutama akibat persalinan,khususnya persalinan
 pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligament yang
tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia dasar
 panggul.Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik
akan memudahkan penurunan uterus,terutama apabila tonus otot-otot mengurang
seperti pada penderita dalam menopause (Mitayani,2013).

Serviks uteri terletak diluar vagina,akan tergeser oleh pakaian wanita


tersebut.dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus
dekubitus.Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma
obstetric,ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan
 penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel.Sistokel
yang pada mulanya hanya ringan saja,dapat menjadi besar karena persalinan
 berikutnya yang kurang lancar,atau yang diselesaikan dalam penurunan dan
menyebabkan urethrokel.Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum
urethra.Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal hanya
dibelakang urethra ada lubang yang membuat kantong antara urethra dan
vagina.kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetric
atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum kedepan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol kelumen vagina yang
dinamakan retrokel.Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi.Dinding
vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan.Kantong hernia ini dapat
 berisi usus atau omentum (Mitayani,2013).
7

2.5 Patway

Faktor bawaan, proses


kehamilan dan persalinan, usia
atau menopause, multiparitas,
dsb

Prolaps Uteri

Dinding superior Korpus uteri terdapat Kurang informasi


 posterior vagina turun diluar vulva men enai en akit

Merangsang serabut Terpapar Guggup, Panik,


saraf nyeri mikroorganisme dan Gelisah

 Nyeri Akut Koping individu


Resiko Infeksi
tidak efektif

Ansietas

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri menurut (Hanifa, 2007)
adalah:
2.6.1 Mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan
 berwarna keputih-putihan.
2.6.2 Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha
dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan
8

lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu


dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat
kepastian akan adanya karsinoma.
2.6.3 Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
 penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian
uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah  –   serviks uteri
mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan
 periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih
 panjang dari biasa.
2.6.4 Gangguan miksi dan  stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga
menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara
kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence.
2.6.5 Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
 pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
2.6.6 Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
2.6.7 Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan
terhalang.
2.6.8 Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan
timbul hemoroid.
9

2.6.9 Inkarserasi usus halus


Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu (Wiknjosastro,
2008).

2.7 Penanganan Medis


Pengobatan ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapat anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi atau kondisinya
tidak mengizinkan untuk dioperasi (Hanifa,2007):
2.7.1 Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada
 pasca persalinan yangbelum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya adalah, penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
hajat atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa
menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel.
Alat ini terdiri dari obturator yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang
dengan satu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan
demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
2.7.2 Pengobatan dengan pesarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium
diangkat, timbul prolaps lagi. Prinsip pemakaian pesarium adalah alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga
 bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati
vagian bagian bawah.
2.7.3 Pengobatan operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari
 beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih mendapat
10

anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya


keluhan

III. Rencana asuhan klien dengan penyakit Mioma Uteri


3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Terdiri dari identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur pasien,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan,
diagnosa medis, no RM dan tanggal masuk rumah sakit). Identitas
 penanggung jawab/suami (nama, tanggal lahir/umur pasien, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat).
3.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang, Dahulu dan Keluarga
a. Riwayat penyakit sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja
yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan ini.Perasaan adanya
suatu benda yang mengganjal di vagina atau menonjol di genitalia
eksterna
 b. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid
 berapa hari, warna darah haid, HPHT kapan, terdapat rasa sakit
waktu haid atau tidak.
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hiup atau mati, usia, sehat
atau tidak, penolong siapa, nipas normal atau tidak.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh pasien.
c. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan antar anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, prilaku
yang dapat mempengaruhi kesehatan, perepsi keluarga terhadap
 penyakit pasien dan lain-lain.
11

3.1.3 Pengkajian Fisik


Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
 b. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
 Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
 Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus
yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi
 pada terapi.
 Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsusuteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolapsusuteri dengan inspeksi terlebih dahulu
sebelum dimasukkan inspekulum.

3.1.4Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu
a. Urin residu pasca berkemih
 b. Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu
urin pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
c. Skrining infeksi saluran kemih.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri Akut
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan ( International Asssociation for the Study Of Pain),
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
denganakhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
 b. Batasan Karakteristik
1) Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
2) Objektif:
a) Posisi untuk mengindari nyeri
12

 b) Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
c) Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
 pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
d) Perubahan selera makan
e) Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau
aktifitas lain, aktivitas berulang
f) Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
 berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
g) Wajah topeng; nyeri
h) Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i) Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan
 proses piker, interaksi menurun.
 j) Bukti nyeri yang dapat diamati
k) Berfokus pada diri sendiri
l) Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu dan tidak menyeringai

c. Faktor yang berhubungan


Agen-agen penyebab cedera; biologis, kimia, fisik dan psikologi

Diagnosa 3 : Ansietas
a. Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
otonom (sumber sering sekali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasan atakut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman.
 b. Batasan Karakteristik
1)  Perilaku
a) Penurunan produktivitas
 b) Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa
hidup
c) Gerakan yang tidak relevan
13

d) Gelisah
e) Memandang sekilas
f) Insomnia
g) Kontak mata buruk
h) Resah
i) Menyelidik dan tidak waspada
2)  Afektif 
a) Gelisah
 b) Kesedihan yang mendalam
c) Distress
d) Ketakutan
e) Perasaan tidak adekuat
f) Fokus pada diri sendiri
g) Peningkatan kekhawatiran
h) Iritabilitas
i) Gembira berlebihan
 j)  Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
k) Marah
l) Menyesal
m)Perasaan takut
n) Ketidakpastian’
o) Khawatir
3)  Fisiologis
a) Wajah tegang
 b) Peningkatan keringat
c) Peningkatan ketegangan
d) Terguncang
e) Gemetar/tremor
f) Suara bergeta
4)  Parasimpatis
a)  Nyeri abdomen
 b) Penurunan TD, nadi
c) Diare
14

d) Pingsan
e) Keletihan
f) Mual
g) Gangguan tidur
h) Kesemutan pada ekstremitas
i) Sering berkemih\
5) Simpatis
a) Anoreksia
 b) Mulut kering
c) Wajah kemerahan
d) Jantung berdebar-debar
e) Peningkatan TD, nadi, reflek, pernapasan
f) Dilatasi pupil
g) Kesulitan bernapas
h) Kedutan otot
i) Kelemahan
6)  Kognitif 
a) Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
 b) Bloking fikiran
c) Konfusi
d) Penurunan lapang pandang
e) Kesulitan untuk berkonsentrasi
f) Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g) Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h) Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i) Mudah lupa
 j) Gangguan perhatian
k) Melamun
l) Kecenderungan untuk menyalahkan ornag lain
c. Faktor yang berhubungan
1) Hubungan keluarga/hereditas
2) Transmisi dan penularan interpersonal
3) Krisis situasi dan maturasi
15

4) Stress
5) Penyalahgunaan zat
6) Ancaman kematian
7) Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan,
status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
8) Ancaman terhadap konsep diri
9) Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial
Kebutuhan yang tidak terpenuhi

3.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Risiko kekurangan volume cairan
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan :
Kekurangan volume cairan akan dicegah yang dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa, hidrasi dan status nutrisi:
asupan makanan dan cairan

 b. Intervensi keperawatan dan rasional


1) Manajemen elektrolit : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan elektrolit
2) Pemantauan elektrolit : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk mengatur keseimbangan elektrolit
3) Pemantauan cairan
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur
keseimbangan cairan
4) Manajemen cairan dan elektrolit
Mengatur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan
elektrolit
5) Terapi intravena (IV)
Memberikan dan memantau cairan dan obat intravena
6) Pemantauan nutrisi
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah dan
meminimalkan malnutrisi
16

Diagnosa 2 : Nyeri Akut


a. Tujuan dan kriteria hasil
Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
 berikut:
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dikendaikan

 b. Intervensi keperawatan dan rasional


1)  Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
 b) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh
analgesic dan kemungkinan efek sampingnya
d) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
f) Manajemen nyeri:
g) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor presipitasinya
h) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif
2)  Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi
obat tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami
nyeri membandel.
 b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika
 peredaan nyeri tidak dapat dicapai
17

c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan


nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid
(resiko ketergantungan atau overdosis)
e) Manajemen nyeri
f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)
3)  Aktivitas kolaboratif 
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
 b) Manajemen nyeri:
c) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
 berat
d) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
 pasien dimasa lalu

4)  Perawatan dirumah
a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
 b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang
diperlukan dalam pemberian obat

Diagnosa 3 : Ansietas
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan sampai
sedang dan selau menunjukkanpengendalian diri terhadap ansietas, diri,
koping.
Kriteria hasil
1) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
2) Mempertahankan performa peran
3) Memantau distorsi persepsi
4) Memantau manifestasi perilaku ansietas
5) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
18

 b. Intervensi dan Rasional


1)  Pengkajian
a) kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi
fisik setiap……..
 b) kaji untuk factor budaya yang menjadi penyebab ansietas
c) gali bersama pasien tenteng tehnik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas dimasa lalu
d) reduksi ansietas (NIC); menentukan kemampuan pengambilan
keputusan pasien
2)  Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a)  buat rencana penyuluhan dengan tujuan ang realistis, termasuk
kebutuhan untuk pengulangan, dukungan dan pujian terhadap tugas-
tugas yang telah dipelajari
 b) berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti
teman, tetangga, kelompok swabantu, tempat ibadah, lembaga
sukarelawan dan pusat rekreasi
c) informasikan tentang gejala ansietas
d) ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara serangan
 panic dan gejala penyakit fisik
e)  penurunan ansietas (NIC);
f) sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, terapi dan
 prognosis
g) instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
h) jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dialami
selama prosedur
3)  Aktivitas kolaboratif 
a)  penurunan ansietas (NIC); berikan obat untuk menurunkan ansietas
 jika perlu
4)  Aktivitas lain
a)  pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan
 berikan ketenangan serta rasa nyaman
 b) beri dorngan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal
 pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
19

c)  bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas
d) sediakan pengalihan melaui televise, radio, permainan serta terapi
okupasi untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus
e) coba teknik seperti imajinasi bombing dan relaksasi progresif
f) dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi, serta
izinkan pasien untuk menangis
g) yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara
verbal dan nonverbal secara bergantian
h) sediakan lingkungan yang tenang dan batasi kontak dengan orang lain
i) sarankan terapi alternative untuk mengurangi ansietas yang dapat
diterima oleh pasien
 j) singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan
k) penurunan ansietas (NIC);
l) gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
m)nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien
n) damping pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa
takut
o) berikan pijatan punggung, pijatan leher jika perlu
 p) jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
q) bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan
ansietas
20

IV. Daftar Pustaka

Doengoes E. Marlynn & Moerhorse, M. F. (2001).  Rencana Perawatan Maternal /


 Bayi. Jakarta: EGC.
Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, E. C. (2009).  Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.  Jakarta: Gramedia.
Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Pelaihari, 28 Maret2017

Preseptor akademik Preseptor Laporan

(Yuliani Budiyarti, Ns.,M.Kep.,Sp.Mat) ( )

Preseptor Lapangan

( )

Anda mungkin juga menyukai