Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

LIMBAH INDUSTRI FARMASI


SUB TOPIK: LIMBAH RADIOAKTIF PRODUK RADIOFARMAKA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4

1. A.Dyah Indira Lukita (N014221030) 16. Nur Amalia R. (N014221098)


2. Mega Tri Satria (N014221087) 17. Juniarvi V. Maselly (N014221045)
3. Isyrayanti (N014221020) 18. Chindy C. Asmara (N014221090)
4. Aditya Sigit Permadi (N014221023) 19. Desi Lara T. Kasari (N014221044)
5. Dia Ananda Triana (N014221056) 20. Annisa N. Asran (N014221089)
6. Virgiawan Wiguna (N014221120) 21. Elma Pebryna Putri (N014221066)
7. Mischell C. Lalenoh (N014221010) 22. Fia Filantica W. (N014221092)
8. Zuhana (N014221046) 23. Hendry Tallamma (N014221093)
9. Nur Padillah (N014221085) 24. Agnesia Poli (N014221069)
10. Khairunnisa (N014221025) 25. Riska Matasik (N014221097)
11. Muh. Al Fiqri (N014221018) 26. Chika P. Tappe (N014221096)
12. Hotmalinda M. (N014221065) 27. Sri Wahyuningsih N (N014221091)
13. Rezki Nuradha (N014221057) 28. Andi Nurul A. S. (N014221105)
14. A. Elga Permatasari (N014221019) 29. Husnul Khatimah (N014221074)
15. Harfiana Suardi (N014221088) 30. Jemita Mangande (N014221061)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas

segala rezeki, limpahan rahmat, taufik & hidayah-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Farmasi

Industri. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,

petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Dalam penulisan makalah ini kami ingin mengucapkan terima kasih

banyak kepada dosen pengampu mata kuliah yakni Bapak Drs.

Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt yang telah memberikan arahan untuk

menyelesaikan makalah ini serta terima kasih banyak kepada semua

teman-teman yang sudah ikut berpartisipasi agar makalah ini dapat

tersusun dengan sebaik baiknya.

Namun, tidak luput dari kesalahan, tentunya kami merasa masih

banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu

kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi

penyempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dan semoga Allah SWT selalu melindungi kita dimanapun berada.

Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.

Makassar, 25 Agustus 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 2

I.3 Tujuan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

II.1 Pengertian Limbah 3

II.2 Jenis Limbah Industri 4

II.3 Dampak Limbah Industri 5

II.4 Limbah hasil CPOB 6

II.5 Limbah hasil CPOTB 7

II.6 Limbah Hasil CPKB 8

II.7 Pengolahan Limbah 9

II.8 Prosedur Tetap Pengolahan Limbah Industri Farmasi 11

II.9 Penanggung Jawab Pengolahan Limbah Industri Farmasi dan

Kaitannya dengan Apoteker 12

II.10 Regulasi Limbah Industri Farmasi 12

II.11 Contoh Kasus Cemaran Limbah Industri Farmasi 13

iii
BAB III TINJAUAN KHUSUS 14

III.1 Radiofarmaka 14

III.2 Sejarah Radiofarmaka 14

III.3 Sumber – Sumber Limbah Radioaktif 15

III.4 Jenis-Jenis dan Pengolahan Limbah Radioaktif 16

III.5 Pemisahan Limbah Radioaktif dan Non-Radioaktif 18

III.6 Penanganan Limbah Radioaktif 19

III.7 Persyaratan BAPETEN pada pengolahan limbah radiofarmaka 23

III.8 Bagian-Bagian Pengolahan Limbah Radioaktif 24

III.9 Pengelolaan Limbah Radioaktif di Luar Negeri 26

BAB IV PEMBAHASAN 28

BAB V PENUTUP 30

V.1 Kesimpulan 30

V.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jenis dan sumber utama limbah radioaktif 16

Gambar 2. Alur Penanganan dan Pembuangan Limbah Radioaktif 25

v
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan

proses produksi baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan,

dan sebagainya. Bentuk limbah dapat berupa gas dan debu, cair, ataupun

padat. Diantara limbah tersebut, ada yang bersifat racun atau berbahaya

yang dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

(Salmiyatun, 2003).

Salah satu industri penghasil limbah industri adalah industri farmasi.

Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang

berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri

dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan

manusia (Palar, 2004).

Ada beragam produk yang dihasilkan oleh industri farmasi. Produk

tersebut antara lain adalah obat, obat tradisional, dan kosmetik. Sumber

dan jenis limbah yang dihasilkan pun turut beragam yang berpengaruh pada

pengelolaan dan pemantauan limbah masing-masing produk. Perhatian

terhadap limbah industri farmasi tertuang dalam masing-masing pedoman

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB), dan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

(CPKB).

1
Produk radiofarmaka adalah salah satu produk obat yang mengikuti

pedoman CPOB. Radiofarmaka adalah senyawa bertanda radioaktif dan

memenuhi persyaratan farmakologis yang digunakan dalam diagnostik,

terapi dan penelitian medik klinik di kedokteran nuklir (Widyastuti, 1999).

Pembuatan radiofarmaka di industri farmasi, juga turut menghasilkan

limbah hasil produksi. Menurut Lestiani, dkk, 2010, limbah bahan radioaktif

yang digunakan dalam pembuatan radiofarmaka, tergolong ke dalam

limbah B3. Oleh karena itu, dibutuhkan pembahasan lebih lanjut terkait

limbah pada CPOTB, CPKB, dan CPOB khususnya limbah radioaktif dari

pembuatan sediaan radiofarmaka di industri farmasi.

I.2 Rumusan Masalah

Dalam pembahasan makalah kali ini, dirumuskan masalah anatara

lain:

1. Bagaimana pengelolaan dan pemantauan limbah pada pedoman CPOB,

CPOTB, dan CPKB?

2. Bagaimana pengelolaan dan pemantauan limbah pada produksi sediaan

radiofarmaka?

I.3 Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui pengelolaan dan pemantauan limbah pada pedoman CPOB,

CPOTB, dan CPKB.

2. Mengetahui pengelolaan dan pemantauan limbah pada produksi sediaan

radiofarmaka.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Limbah

Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan

proses produksi baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan,

dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas, dan debu, cair

ataupun padat. Diantara limbah tersebut ada yang bersifat racun atau

berbahaya yang dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) (Salmiyatun, 2003).

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 18 tahun 1999, limbah yang

terdapat di industri farmasi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu limbah B3

dan limbah non B. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung bahan

berbahaya dan/atau beracun yang karena sifatnya dan/atau konsentrasinya

dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung

mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup dan/atau

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta makhluk hidup lainnya (BAPEDAL, 1995).

Limbah non B3 adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik

dan tidak mempunyai dampak yang membahayakan lingkungan. Terdapat

juga jenis limbah daur ulang yang merupakan limbah B3 dan non B3 yang

masih bisa diproses lebih lanjut menjadi produk lain yang bisa dimanfaatkan

dan/atau bisa digunakan kembali.

3
Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan

yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri

dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan

manusia (Palar, 2004).

II.2 Jenis Limbah Industri

II.2.1 Limbah padat

Menurut (Lestiani, dkk, 2010). Adapun kategori untuk limbah padat

pada industri adalah:

1. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun)

Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya

lumpur, boiler ash, sampah kantor, sampah rumah tangga, spare part alat

berat, sarung tangan, dan sebagainya.

2. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun)

Limbah padat B3 diantaranya bahan radioaktif, bahan kimia, toner

catridge, minyak, dan sebagainya. Limbah yang termasuk sebagai limbah

B3 apabila memiliki salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut:

mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun menyebabkan

infeksi dan bersifat korosif.

II.2.2 Limbah cair

Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut

dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair

industri adalah bahan kimia, hasil pelarut, air bekas produksi, oli bekas, dll

(Setiawan, 2015).

4
II.2.3 Limbah gas

Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas

(Setiawan, 2015). Kondisi udara di dalam atmosfer tidak pernah ditemukan

dalam keadaan bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain

dan partikulat-partikulat yang tidak kita perlukan (Sumantri, 2013). Jenis

bahan pencemar yang paling sering dijumpai ialah karbon monoksida (CO),

nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), komponen organik terutama

hidrokarbon, dan substansi partikel (Darmono, 2001).

II.3 Dampak Limbah Industri

Menurut (Palar, 2004) Limbah industri yang dibuang sembarangan

tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu dapat menimbulkan berbagai

dampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup. Berikut beberapa

dampak buruk yang dapat disebabkan oleh limbah industri.

II.3.1 Bahaya Limbah Industri pada Air

Pembuangan limbah industri secara ilegal di daerah perairan

merupakan salah satu penyebab utama dari pencemaran air. Pembuangan

limbah di laut atau sungai akan merusak atau bahkan membunuh

kehidupan yang terdapat di dalamnya. Hal tersebut dapat terjadi akibat

tingginya kadar BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical

Oxygen Demand) dalam limbah yang akan merampas sumber oksigen di

laut atau sungai. Material kasar yang berasal dari limbah juga akan

menyebar dan dapat menimbulkan bakteri atau virus berbahaya. Jika air

5
tersebut dikonsumsi oleh manusia, akan menimbulkan gangguan

kesehatan pada manusia.

II.3.2 Bahaya Limbah Industri pada Udara

Limbah industri dapat menghasilkan gas beracun dengan bau tak

sedap yang akan mencemarkan udara dan menyebabkan gangguan

pernapasan. Bahaya gas yang dihasilkan oleh limbah industri akan lebih

mudah dirasakan oleh lansia, anak di bawah usia 14 tahun, dan seseorang

dengan penyakit bawaan. Gas tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya

berbagai penyakit jika dihirup oleh manusia dalam jangka panjang, seperti

penyakit paru-paru, penyakit asma, penyakit kanker, serta penyakit jantung.

II.3.3 Bahaya Limbah Industri pada Tanah

Limbah industri yang dibuang sembarangan di permukaan tanah

atau dikubur dalam tanah dapat merusak kesuburan tanah sehingga

mengganggu produktivitas tanaman. Jumlah populasi pencemaran di

tanaman bahkan dapat menjadi lebih tinggi dibanding dengan pencemaran

pada tanah karena molekul dalam limbah industri dapat menumpuk pada

tanaman. Mengonsumsi tanaman yang telah tercemar tersebut dapat

membahayakan kesehatan manusia.

II.4 Limbah hasil CPOB

Salah satu limbah farmasi dengan kandungan limbah B3 adalah

senyawa yang tergolong dalam Semivolatile Organic Compounds (SVOC),

yaitu senyawa fenol, 2-metilfenol dan asetofenon. Senyawa ini digunakan

dalam bahan baku campuran pada industri farmasi. Keberadaan senyawa

6
tersebut harus dipantau dengan melakukan analisis kadar senyawa fenol,

2- metilfenol dan asetofenon dalam sampel air limbah secara gas

chromatografi mass spectrometry (GC-MS) (Endang Sri Lestari,dkk.2021).

Selain itu, sisa obat-obatan telah diklasifikasi sebagai polutan karena

mengganggu ekosistem akuatik. Limbah obat-obatan dihasilkan dari proses

produksi obat, kelebihan jumlah obat hasil produksi, antibiotik yang expired,

dsb. Karena itu, pengolahan limbah obat-obatan perlu dilakukan. Ada

banyak metodologi pengolahan yang telah dikembangkan untuk mengolah

limbah seperti oksidasi kimiawi, biodegradasi, adsorpsi, ekstraksi cair,

teknik membran, dll. Penelitian menunjukkan bahwa material grafin dapat

digunakan untuk fotokatalisis, adsorben, dan desinfektan pada pengolahan

air, termasuk untuk mengolah molekul organik, logam berat, dan mikroba

pathogen (Najwa Shufia Choliq, 2017).

II.5 Limbah hasil CPOTB

Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri obat tradisional dapat

mengandung fenol dan senyawa turunannya yang mempunyai efek

berbahaya bagi lingkungan. Limbah hasil pembuatan obat tradisional

mempunyai kadar COD yang tinggi dimana sebuah industri sudah mampu

menghasilkan limbah dengan COD sekitar 200 - 20000 ppm dan fenol 9,8

ppm. Oleh karena itu harus adanya proses terlebih dahulu sebelum dibuang

ke sungai. Biasanya limbah tersebut diproses menggunakan proses fisika,

biologi dan kimia seperti sedimentasi, koagulasi dan aerasi, atau metode

baru seperti fitoremediasi (Hadiyanto, & Christwardana, M., 2012).

7
Salah satu contoh pengolahan air limbah hasil CPOTB adalah

pengolahan air limbah secara kimia yaitu dengan cara anaerobik

menggunakan metode shock loading. Proses ini dipilih karena nilai COD

yang lebih dari 1000 mg/L. Menurut penelitian- penelitian yang sudah ada

cara ini dapat menurunkan nilai BOD limbah 70% -95%. Selain itu cara ini

dinilai lebih efisien karena tidak menghasilkan limbah baru seperti pada

proses koagulasi (Amin, N. F., Darda, N. I. A, & Sumantri, I. 2013).

Untuk limbah padat Sebagian digunakan produk daur ulang berupa

produk hasil handycraft sebagai kegiatan Corporate Social

Responsibilty (CSR) pada masyarakat sekitar dan sebagian dimusnahkan

menggunakan mesin incinerator, panasnya dapat digunakan

sebagai sumber energi pengeringan bahan baku.

II.6 Limbah Hasil CPKB

Limbah hasil pembuatan kosmetik dapat berasal dari zat warna yang

digunakan. Zat warna dalam kosmetik berasal dari berbagai sumber. Zat

warna sintetik dibuat dari bahan kimia sepeti anilin, benzena, toluen,

maupun antrasena. Pigmen sinteisis seperti Zinc oksida dan Titanium

oksida sering digunakan untuk pewarna kosmetik. Lipstik adalah salah satu

contoh produk kosmetik dekoratif. Bahan penyusun lipstik utamanya adalah

lilin, minyak, zat pewarna, antioksida, bahan pengawet dan pewangi

(Sutanto dan Kareina Artianti, 2019).

Limbah cair kosmetik berasal dari pencucian peralatan dengan

menggunakan air dan sabun atau deterjen. Dengan demikian limbah

8
kosmetik dekoratif dapat mengandung lemak, zat warna, mineral logam dan

deterjen, sehingga mutu limbah cair dimungkinkan memiliki nilai BOD COD

dan TSS yang tinggi. Baku mutu air limbah industri kosmetik tidak diatur

secara khusus dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, PermenLH no.

5 tahun 2014. Mengacu pada baku mutu limbah farmasi pada peraturan ini,

pH=6-9; BOD5 =100mg/L; COD=300 mg/L; TSS = 100 mg/L; Total N = 30

mg/L dan Total fenol = 1 mg/L. Namun demikian dalam regulasi ini bagi

industri yang belum ditetapkan baku mutu air limbahnya dapat

menggunakan baku mutu berdasarkan Lampiran XLVII permen tersebut

(Sutanto dan Kareina Artianti, 2019).

Limbah cair dari PT P&G terutama mengandung bahan organik yang

tinggi yang berasal dari produksi shampo (80% dari total limbah). Sistem

pengolahan limbah cair PT P&G dilakukan secara kombinasi fisik-kimia-

biologis. Pengolahan kimia yang digunakan adalah proses koagulasi-

flokulasi, sedangkan proses biologis yang digunakan adalah proses lumpur

aktif (activated sludge) (Fitriani Niza, 2010).

II.7 Pengolahan Limbah

II.7.1 Pengolahan Limbah Padat

Pengolahan limbah padat B3 yang dilakukan adalah dengan

menggunakan mesin Dis Mill dan Insinerator. Mesin Dis Mill digunakan

untuk menghancurkan ampul yang telah rusak menjadi butiran seperti pasir,

sedangkan insinerator merupakan alat yang berfungsi untuk membakar

9
limbah padat dan bermanfaat untuk mengurangi bahkan menghilangkan

kandungan B3 yang terdapat di dalam suatu solid (Syafrudin. 2008)

II.7.2 Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair secara biologis dengan menggunakan

kolam yaitu dengan menampung air limbah pada suatu kolam dengan

waktu tinggal cukup lama sehingga aktivitas mikroorganisme tumbuh

secara alami, senyawa polutan yang ada dalam limbah terurai. Untuk

mempercepat proses penguraian juga dilakukan proses aerasi yang disebut

kolam aerasi atau stabilisasi (Ayusa, S., dkk, 2018).

Pengolahan limbah cair industri farmasi dalam skala laboratorium

dengan menggunakan konsep anaerob-aerob dan anaerob-koagulasi.

Proses anaerob mampu memberikan efisiensi penurunan COD hingga 74%.

Keluaran dari proses anaerob diolah lebih lanjut dengan menggunakan dua

opsi proses: (1) aerob, dan (2) koagulasi-flokulasi (Crisnaningtyas, F., dan

Hanny Vistatanty, 2016).

II.7.3 Pengolahan Limbah Gas/Udara

Melengkapi lemari asam dengan exhaust fan dan cerobong ±6 M

yang dilengkapi dengan absorben. Selain itu, solvent di ruang coating

digunakan dust collector (wet system) dan juga debu disekitar mesin

produksi dipasang penyedot debu dan dust collector unit.

II.7.4 Pengolahan Limbah Suara dan Getaran

Dibuat ruangan berdinding dua (double cover) dan dilakukan

perawatan mesin secara berkala untuk getaran mesin genset dan mesin-

10
mesin lain. Mesin-mesin ditempatkan pada lantai yang telah dicor beton dan

diberi penguat (pengunci antara mesin dan lantai).

II.8 Prosedur Tetap Pengolahan Limbah Industri Farmasi

Dalam penyusunan prosedur tetap (protap) pengolahan limbah

industri farmasi, maka dapat mengacu pada Peraturan pemerintah No.101

tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

dan Peraturan pemerintah no. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah

bahan berbahaya dan beracun sebagai berikut:

1. Petugas/Unit/Lembaga wajib menjelaskan jenis limbah dan

pengelolaannya kepada petugas pengelola.

2. Petugas/Unit/Laboratorium melakukan penyimpanan limbah B3.

a. Penyimpanan adalah kegiatan penyimpanan limbah B3 yang

dilakukan oleh penghasil atau pengumpul atau pemanfaat atau

pengolah atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan

sementara.

b. Persyaratan dan tata cara penyimpanan limbah B3 yaitu: (1) Tempat

penyimpanan limbah B3; (2) Cara penyimpanan limbah B3; dan (3)

Waktu penyimpanan limbah B3.

c. Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan

paling lama 90 hari sebelum menyerahkannya kepada pengumpul

3. Petugas/Unit/Laboratorium melakukan penyediaan TPS B3 untuk pool

penyimpanan limbah B3.

4. Petugas/Unit/Laboratorium melakukan List pengangkutan Limbah B3

11
untuk dilakukan pengambilan.

5. Setiap awal bulan petugas wajib mengisi form yang telah disediakan.

6. Para petugas wajib memiliki izin pengelolaan limbah berupa izin

lingkungan serta melakukan permohonan tertulis kepada walikota.

7. Menyusun sistem tanggap jika terjadi kedaruratan dalam pengelolaan

limbah.

8. Pelaporan pengambilan dan pengelolaan diserahkan pada tim pusat

untuk direkap di limbah B3 tiap 3 bulan sekali.

II.9 Penanggung Jawab Pengolahan Limbah Industri Farmasi dan

Kaitannya dengan Apoteker

Sistem penanganan limbah di Pabrik farmasi dikenal istilah Waste

Management System yang merupakan tanggung jawab dari unit Health,

Safety, and Environment (HSE). HSE Departement bertanggung jawab

salah satunya terhadap lingkungan yaitu meminimalkan dampak ke

lingkungan dari kegiatan bisnis.

Apoteker berperan dalam menjalankan protap penanganan limbah

dalam ruang produksi. Selain itu Apoteker juga berperan dalam

pengawasan dan pemastian terlaksananya penanganan limbah yang tepat

selama proses pembuatan baik obat, obat tradisional, maupun kosmetika.

II.10 Regulasi Limbah Industri Farmasi

Izin pengelolaan limbah industri farmasi dilaksanakan melalui

lembaga Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online

Single Submission (OSS). Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara

12
Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS

adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh OSS untuk dan atas nama

menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku

Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi (PP RI, 2018).

II.11 Contoh Kasus Cemaran Limbah Industri Farmasi

II.11.1 Limbah Pabrik Farmasi Pencemar Paracetamol di Teluk Jakarta

Dikutip dari Kompas.com, Dinas lingkungan hidup DKI Jakarta

menyegel saluran outlet air limbah pabrik farmasi PT MEF yang diketahui

melakukan pencemaran paracetamol di teluk Jakarta. PT MEF juga

dikenakan sanksi administratif paksaan sesuai dengan peraturan

pemerintah Nomor 672 Tahun 2021. Selain itu PT MEF juga disebut belum

memiliki izin pembuangan air limbah ke lingkungan yang mengakibatkan

tercemarnya teluk di wilayah DKI Jakarta.

II.11.2 PT. Combiphar mengalirkan air limbah ke sungai tanpa melalui IPAL

Tindakan tegas dilakukan karena PT.Combiphar membuang air

boiler langsung ke sungai tanpa melalui pengolahan Instalasi Pembuangan

Air Limbah (IPAL) terlebih dahulu. Air dibuang dengan suhu diatas 50

derajat celcius sehingga dinilai melanggar aturan dan merusak ekosistem

lingkungan.

13
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

III.1 Radiofarmaka

Produk radiofarmaka adalah salah satu produk obat yang mengikuti

pedoman CPOB. Radiofarmaka adalah senyawa bertanda radioaktif dan

memenuhi persyaratan farmakologis yang digunakan dalam diagnostik,

terapi dan penelitian medik klinik (Widyastuti, 1999).

Dengan kata lain, radiofarmaka merupakan obat radioaktif. Sediaan

radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan

dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif pada

target bagian tubuh tertentu (Widyastuti, 1999).

III.2 Sejarah Radiofarmaka

Sejarah Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)

dimulai dari bidang Radioisotop pada Pusat Reaktor Atom Bandung, yang

memiliki Reaktor Nuklir Triga Mark II. Dengan menggunakan fasilitas yang

ada pada reaktor nuklir tersebut, bidang Radioisotop berhasil

mengembangkan teknologi radioisotop dan bidang Radiofarmaka berhasil

mengembangkan senyawa bertanda dan kit radiofarmaka. Kemudian,

penelitian pengembangan dan produksi radioisotop dan radiofarmaka

dilakukan oleh Pusat Produksi Radioisotop (PPR) yang didirikan

berdasarkan SK Dirjen BATAN no.2/XII/Dirjen-BATAN/1986.

Sebagian besar radiofarmaka bekerja berdasarkan interaksi pada

tingkat molekul dan beberapa interaksi tersebut bersifat spesifik.

14
Radiofarmaka digunakan dalam jumlah yang kecil sehingga efek

farmakologi senyawa tersebut dapat diabaikan dan efek toksiknya pun kecil.

Radiofarmaka diagnosis memiliki radionuklida yang memancarkan energy

(λ) gamma murni rendah dan tidak memancarkan partikel bermuatan serta

memiliki waktu paruh yang relatif pendek. Sedang pada radiofarmaka terapi

digunakan radionuklida berenergi (α) alpha (β) beta yang memiliki efek bagi

tubuh seperti efek mematikan sel kanker, dengan spesifikasi waktu paruh

yang cukup panjang untuk memberikan dosis radiasi sesuai yang

diharapkan (Rohadi Awaluddin, 2005).

III.3 Sumber – Sumber Limbah Radioaktif

Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Limbah radioaktif

adalah zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-alat yang telah terkena zat

radioaktif atau menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan

nuklir dan zat radioaktif serta bahan bekas tersebut tidak dipergunakan lagi.

Bahan bekas tersebut dapat berupa henda padat, seperti kertas penyerap,

kain pembersih bekas jarum suntik bekas atau alat-alat terbuat dari gelas

yang telah digunakan untuk penanganan zat-zat radioaktif atau pernah

digunakan untuk menampung larutan radioaktif, termasuk bangkai binatang

percobaan.

Limbah radioaktif tersebut mungkin berbentuk cairan yang berasal

dari air cucian benda padat yang terkontaminasi, atau cairan zat radioaktif

yang sengaja dibuang, atau ekskreta dari pasien yang mengalami

pemeriksaan dan pengobatan dengan zat radioaktif, termasuk ekskreta dari

15
binatang percobaan, termasuk pula aerosol atau gas yang timbul karena

penguapan cairan atau dari pembakaran bahan yang dapat terbakar. Jenis

dan sumber utama limbah radioaktif dapat dilihat pada gambar berikut:

Keterangan:
HLW: High Level Waste
LLW: Low Level Waste

Gambar 1. Jenis dan sumber utama limbah radioaktif

III.4 Jenis-Jenis dan Pengolahan Limbah Radioaktif

Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional, berdasarkan fisiknya,

limbah radioaktif dibedakan menjadi fase padat, fase cair, dan fase gas.

III.4.1 Limbah Padat

Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni limbah padat

dapat dibakar, limbah padat dapat dikompaksi tetapi tidak dapat dibakar

dan limbah padat yang tidak dapat dibakar maupun dikompaksi. Limbah

dapat dibakar direduksi volumenya dengan dibakar di dalam tanur

insenerasi pada temperatur 700°-1100° C. Gas buang yang ditimbulkan dari

16
reaksi pembakaran dan pertikulit ini dilewatkan melalui beberapa filter

antara lain bag house filter dan HEPA filter sehingga hampir 99,9%nya

terjebak di dalam filter. Selanjutnya gas buang berupa sisa-sisa asam

dinetralkan dengan soda api. Abu sisa pembakaran yang berupa oksida

logam di immobilisasi tersebut dengan semen dan diwadahkan dalam drum

200 L. Setelah itu, limbah yang telah terimmobilisasi tersebut disimpan di

tempat penyimpanan sementara.

Pengolahan limbah padat dapat dikompaksi tetapi tidak dapat

dibakar dilakukan dengan cara dibakar. Di banyak negara, limbah tersebut

dikumpulkan dalam drum 100 L, proses kompaksi baru dilakukan setelah

limbah telah terkumpul banyak. Setelah dikompaksi drum 100 ditempatkan

di dalam wadah drum 200 L. Setelah drum pertama terkompakkan

dilanjutkan drum 100 L kedua, demikian seterusnya.

Setelah proses kompaksi, koral dengan spesifikasi tertentu dituang

ke dalam anulus yang terbentuk. Berikutnya campuran pasta semen pasir

diinjeksikan ke dalam anulus dan digetarkan untuk menjamin infiltrasi dari

pasta homogen. Setelah proses ini selesai, paket limbah kemudian

disimpan di fasilitas penyimpanan sementara. Limbah padat tidak dapat

bakar dan tidak dapat dikompaksi biasanya diolah dengan metode

immobilisasi langsung.

III.4.2 Limbah gas

Limbah gas harus diolah oleh pihak reaktor dengan cara

pengambilan radionuklida menggunakan filter dan karbon aktif. Filter dan

17
karbon aktif yang sudah jenuh dikirim ke instalasi pengelolaan limbah

radioaktif untuk diolah sebagai limbah padat.

III.4.3 Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan pada saat operasi maupun refueling di

tampung ke dalam tangki penampungan limbah mentah untuk kemudian

diolah dengan proses evaporator, filtrasi yang dilengkapi proses penukaran

ion, dan pengolahan secara kimia. Pengolahan awal tersebut akan

menghasilkan konsentrat atau sludge atau resin bekas yang kemudian

dikondisioning di dalam wadah yang sesuai. Setelah proses kondisioning

paket limbah selesai kemudian diangkut dan disimpan ke dalam fasilitas

penyimpanan sementara

III.5 Pemisahan Limbah Radioaktif dan Non-Radioaktif

Menurut BATAN, 1999, pengelolaan dan pemisahan limbah

radioaktif dan non-radioaktif dapat dilakukan oleh setiap pemanfaat zat

radioaktif atau dikirimkan oleh pemanfaat ke instalasi khusus yang oleh

pemerintah ditetapkan sebagai instalasi yang berwenang untuk mengolah

dan mengelola limbah radioaktif untuk diolah dan dibuang atau disimpan.

Proses pengolahan tersebut meliputi proses insinerasi dan atau

pemampatan dalam hal limbah padat, dan evaporasi, penukar ion atau

proses kimia lainnya untuk limbah cair.

Instalasi khusus tersebut harus mempunyai fasilitas untuk

menyimpan dalam jangka lama atau mengubur limbah padat, mempunyai

tangki penampung limbah cair yang berkadar rendah dan tangki khusus

18
untuk limbah cair berkadar tinggi. Perlu diingat bahwa bahaya dari

radionuklida bergantung pada toksisitas terhadap manusia, bentuk fisika

dan kimia, dan kemampuannya untuk mencemarkan lingkungan.

Penyimpanan limbah radioaktif dalam instalasi yang didesain khusus

diperlukan mengingat hal-hal sebagai berikut :

a) Untuk menyimnan sementara sebelum diolah di dalam instalasi

pengolahan radioaktif atau dibuang di tempat pembuangan.

b) Agar zat radioaktif berwaktu-paro pendek dapat meluruh, sehingga

dapat dibuang ke lingkungan atau untuk menurunkan aktivitasnya

sebelum diolah.

c) Untuk memungkinkan pengaturan kecepatan pembuangan dalam

lingkungan.

d) Untuk memungkinkan pemonitoran zat radioaktif yang mempunyai

tingkat bahaya yang belum diketahui.

e) Agar mampu menyimpan dalam jangka waktu panjang, umpamanya

beberapa tahun atau untuk selamanya.

Pada umumnya penggolongan limbah radioaktif disesuaikan dengan

cara pemisahan pembuangan atau penyimpanan dimana disediakan

wadah yang tersendiri untuk setiap cara yang akan digunakan.

III.6 Penanganan Limbah Radioaktif

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun

2002 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, banyak hal-hal yang harus

diperhatikan dalam penanganan limbah radioaktif.

19
III.6.1 Pengumpulan Limbah Radioaktif

Semua tempat penampungan limbah radioaktif harus diberi tanda

yang jelas. Pada umumnya penggolongan limbah radioaktif disesuaikan

dengan cara pembuangan atau penyimpanan, dan disediakan wadah yang

tersendiri untuk setiap cara yang akan digunakan. Bergantung kepada

persyaratan instalasi, satu atau lebih kategori tersebut di bawah ini dapat

berguna Untuk mangklasifikasikan limbah berdasarkan :

a. fasa, yaitu padat, cair dan gas

b. tinggi rendahnya tingkat radiasi gamma

c. tinggi rendahnya aktivitas

d. panjang pendeknya waktu-paro

Wadah yang memakai penahan radiasi bila perlu digunakan.

Kuantitas limbah radioaktif yang dibuang ke sistem pembuangan saluran,

atau yang dikubur harus dicatat dan catatan tersebut harus disimpan. Hal

ini penting khususnya untuk zat radioaktif berwaktu-paro panjang. Untuk

keperluan tersebut perlu disimpan catatan mengenai perkiraan jumlah zat

radioaktif yang disimpan dalam berbagai tempat penampungan, terutama

hal ini diperlukan untuk zat radioaktif yang aktivitasnya tinggi atau waktu

paronya panjang. Setiap tempat penampungan limbah radioaktif harus

diberi tanda atau kartu yang menunjukkan isinya.

III.6.2 Pengelolaan Limbah Radioaktif

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan limbah radioaktif

adalah menjamin kesehatan masyarakat; melindungi kualitas lingkungan

20
hidup; menjamin kesehatan masyarakat dan perlindungan terhadap

lingkungan hidup di luar batas wilayah Republik Indonesia; menjamin

keselamatan dan kesehatan generasi mendatang; tidak membebani

generasi mendatang dengan keberadaan limbah radioaktif; mengupayakan

volume dan aktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan

sekecil mungkin; menetapkan ketentuan dan peraturan tentang

pengelolaan limbah radioaktif; melaksanakan semua tahap pengelolaan

limbah radioaktif mulai dari pengumpulan sampai dengan pembuangan;

dan menerapkan sistem keselamatan pada fasilitas pengelolaan limbah

radioaktif.

III.6.3 Pembuangan Limbah Radioaktif

1. Pada pembuangan ke saluran tertutup, berbagai faktor yang berikut ini

perlu diperhatikan, yaitu:

a. Kontaminasi pada bak cuci, saluran air, tempat kontrol dan saluran

tertutup yang akan menimbulkan bahaya pada waktu perbaikan.

b. Kontaminasi pada saluran tertutup, yang dapat menimbulkan bahaya

bagi orang yang bekerja di dalam saluran itu.

2. Cara pengolahan, bila dilakukan terhadap air buangan dari cairan

yang diolah yang terkontaminasi, yang mungkin mempengaruhi

pemakaian atau pambuangan berikutnya.

3. Kemungkinan terkumpulnya radionuklida tertentu pada lapisan filter

atau pada bagian lain dari sistem pengolahan air buangan

4. Kemungkinan digunakannya lumpur air buangan.

21
2. Setiap zat radioaktif yang dibuang, tingkah lakunya mungkin berbeda-

beda, sehingga dapat menimbulkan bahaya radiasi. Oleh karena itu

sukar untuk menentukan nilai batas yang berlaku secara umum. Perlu

diperhitungkan pengenceran zat radioaktif dengan cara:

a. Penambahan air yang banyak pada waktu pembuangan ke dalam

bak cuci atau pipa saluran pengenceran;

b. Dengan larutan buangan lain yang tidak radioaktif yang berasal dari

fasilitas yang sama; dan

c. Pengenceran yang dialami oleh saluran yang terkontaminasi di

dalam saluran penampungan dan saluran utama. Perlu juga

diperhitungkan apakah pemanfaat zat radioaktif lain akan

membuang ke dalam sistem pembuangan yang sama.

3. Di daerah yang padat penduduknya, air buangan dari daerah itu dapat

memberikan faktor pengenceran yang sangat tinggi, sedangkan di

daerah yang jarang penduduknya faktor pengencerannya rendah.

4. Dalam hal lumpur buangan digunakan sebagai pupuk, walaupun telah

terbukti bahwa radionuklida seperti strontium radioaktif, yang lebih cepat

dapat terserap oleh tanaman daripada isotop lain, tidak banyak

terkandung dalam lumpur tidak diperkenankan tanpa diteliti terlebih

dahulu. Pembuangan cairan radioaktif ke lingkungan harus selalu diukur

sebelum menuju ke saluran umum, sehingga apabila terdapat kenaikan

bahaya radiasi, tindakan keselamatan dapat diambil dan prosedur

pembuangan dapat diperbaiki.

22
5. Bahan-bahan yang diambil sebagai cuplikan untuk diukur aktivitasnya

meliputi endapan dan lumpur dalam instalasi pengolahan air buangan,

hasil panen (yang tadinya diairi dengan air buangan atau telah

menggunakan lumpur buangan sebagai sarana untuk mengembalikan

kondisi tanah) dan endapan, ikan, ganggang yang terdapat dekat titik

curah (outfall) apabila saluran pembuangan langsung ke saluran air.

6. Tingkat radiasi eksterna di sekitar tempat kontrol aliran pembuangan

dan tempat lain, di mana endapan dapat terkumpul harus dimonitor

secara berkala khususnya sebelum pekerjaan perbaikan dan perawatan

dilakukan.

7. Pembuangan limbah ke dalam saluran air harus dapat menjamin bahwa

selama dilakukan perawatan terhadap saluran yang berada di luar

instalasi tidak perlu adanya proteksi radiasi, kecuali memenuhi

ketentuan khusus yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir.

8. Karena pada umumnya limbah cair yang beraktivitas tinggi yang berasal

dari pemanfaat zat radioaktif volumenya kecil dan seringkali dapat

ditangani dengan cara lain, maka pembuangan dan pengenceran

limbah tersebut ke dalam saluran tidak dianjurkan.

III.7 Persyaratan BAPETEN pada pengolahan limbah radiofarmaka

Pemanfaatan tenaga nuklir diawasi dengan seksama oleh

BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir). Tujuan Pengawasan

BAPETEN adalah untuk menjamin tercapainya keselamatan, kesehatan

pekerja dan mewujudkan kesejahteraan, keamanan dan ketentraman

23
masyarakat serta perlindungan lingkungan hidup. Dalam Pasal 4 UU No.

10/1997, Pemerintah menetapkan BAPETEN sebagai Badan Pengawas

Tenaga Nuklir di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,

untuk melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir di

Indonesia.

Menurut BAPATEN, limbah radioaktif harus memenuhi persyaratan

sekurang-kurangnya:

a) mempunyai program dan melakukan pengelolaan dan pemantauan

lingkungan secara berkala;

b) melakukan analisis limbah radioaktif secara lengkap sebagai tahapan

untuk menentukan metode pengolahan yang tepat;

c) memiliki sistem proteksi untuk mengendalikan tingkat radiasi dan

kontaminasi;

d) menggunakan unit pengolah yang sesuai dengan metode

pengolahannya; dan

e) mempunyai tempat penampungan sementara limbah radioaktif.

III.8 Bagian-Bagian Pengolahan Limbah Radioaktif

Menurut peraturan badan pengawas tenaga nuklir Republik

Indonesia nomor 6 tahun 2020 tentang keselamatan radiasi dalam produksi

radioisotop untuk radiofarmaka, pemegang Izin dalam melaksanakan

pembagian daerah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)

huruf a wajib menetapkan:

24
a. Daerah Pengendalian

Daerah Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a

meliputi:

1. Hot Laboratory;

2. Fasilitas untuk pemisahan dan pemurnian radionuklida;

3. Fasilitas kendali mutu;

4. Produksi Radioisotop untuk Radiofarmaka;

5. Penyimpanan Radioisotop dan Radiofarmaka; dan

6. Fasilitas penyimpanan limbah radioaktif

b. Daerah Supervisi

Daerah Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b

meliputi:

1. Fasilitas penerimaan dan penyimpanan bahan baku; dan

2. Fasilitas lain yang tidak termasuk Daerah Pengendalian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24.

c. Alur Penanganan dan Pembuangan Limbah Radioaktif dapat dilihat

pada gambar di bawah ini,

Gambar 2. Alur Penanganan dan Pembuangan Limbah Radioaktif

25
III.9 Pengelolaan Limbah Radioaktif di Luar Negeri

Disadur dari Virtual.com, praktik Saat Ini untuk Pembuangan Limbah

Nuklir Jika kita mengikuti standar IAEA (International Atomic Energy

Agency)/Badan Energi Atom Internasional maka harus ada tempat

pembuangan dan tidak untuk pengolahan kembali. Industri ini menangani

pembuangan limbah berdasarkan tingkat radioaktivitas, dan disarankan

untuk limbah tingkat tinggi , terutama untuk bahan bakar bekas, plutonium,

yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Finlandia adalah satu-satunya negara yang memiliki situs

pembuangan yang begitu dalam . Jerman sedang mencari 90 lokasi

potensial untuk penguburan, untuk kebutuhan yang akan muncul pada

tahun 2050. AS juga telah berhasil mulai menggunakan penyimpanan

limbah geologis untuk mereka sendiri, sebagai contoh pabrik Isolasi Limbah

khusus untuk limbah transuraniknya. Limbah tingkat menengah dibuang

menggunakan metode penguburan dangkal dengan bantuan gua atau

kubah yang dibangun puluhan meter hingga ratusan meter di bawah tanah.

Menonaktifkan reaktor Eropa dalam dua dekade ke depan dapat

menghasilkan 1,4 juta m³ limbah tingkat rendah dan menengah. Limbah

tingkat rendah sebagian besar dibakar, termasuk dalam kategori ini

Sebagian besar limbah radioaktif rumah sakit. dari metode ini, pembuangan

limbah radioaktif di laut dilakukan sampai larangannya pada tahun 1993,

karena sebagian besar negara setuju bahwa risikonya lebih besar daripada

manfaatnya.

26
Bunker Penyimpanan di atas tanah jangka panjang, diharapkan

mampu diakses dan digunakan kembali. Asosiasi Nuklir Dunia (World

Nuclear Assosiation) menunjukkan bahwa radioaktivitas limbah nuklir akan

membusuk dalam garis waktu radiotoksik yang terbatas. Tergantung pada

limbahnya, biasanya membutuhkan waktu 1.000-10.000 tahun.

Secara alami bahayanya juga akan berkurang tergantung pada

konsentrasinya. Pembuangan standar Eropa telah mengambil banyak

langkah konstruktif untuk mengurangi kemungkinan pengelolaan limbah

yang tidak tepat. Namun ada 60.000 ton bahan bakar nuklir bekas, disimpan

di seluruh Eropa (tidak termasuk Rusia dan Slovakia), dengan sebagian

besar di Prancis. Prancis menampung 25 persen dari bahan bakar nuklir

bekas saat ini, diikuti oleh Jerman 15 persen dan Inggris dengan 14 persen.

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari Tinjauan Pustaka dan Tinjauan Khusus yang telah dikumpulkan,

maka diperoleh pembahasan bahwasanya semua proses pembuatan

produk akan menghasilkan limbah. Ada limbah yang Berbahaya dan

Beracun (Limbah B3), dan adapula yang non-B3.

Industri Farmasi, menjadi salah satu penyumbang limbah B3 yang

cukup besar. Hal ini dikarenakan baik bahan baku dan prosesnya

menggunakan banyak senyawa kimia berbahaya. Misalnya pembuatan

obat yang menggunakan kemasan kaca, pembuatan obat tradisional

dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik berbahaya, dan zat-zat

kimia tambahan pada produk kosmetik. Meski berbahaya, industri farmasi

menerapkan prosedur tetap dalam penanganan dan pengolahan limbah

sehingga limbah yang dikeluarkan ke lingkungan, memiliki efek seminimal

mungkin bagi lingkungan yang telah ditetapkan dalam CPOB, CPOTB,

CPKB dan regulasi pendukung lainnya.

Salah satu limbah B3 yang dihasilkan dari pembuatan obat adalah

limbah radioaktif yang dihasilkan dari pembuatan sediaan Radiofarmaka.

Radiofarmaka adalah senyawa bertanda radioaktif dan memenuhi

persyaratan farmakologis yang digunakan dalam diagnostik, terapi dan

penelitian medik klinik.

Sumber limbah radioaktif, hampir berasal dari semua proses

pembuatan sediaan Radiofarmaka. Namun di Indonesia sendiri,

28
penanganan dan pengelolaan limbah radioaktif telah tercantum di CPOB

dan dilaksanakan serta diawasi oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional

(BATAN), serta diawasi oleh BAPETAN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir).

Penanganan dan Pengelolaan limbah radioaktif harus dipisah

dengan limbah non-radioaktif, dan harus memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan oleh BATAN dan BAPETAN.

29
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Penanganan dan pengelolaan limbah pada pembuatan obat, obat

tradisional, dan kosmetik dilakukan dengan mengikuti standar yang

telah ditetapkan oleh CPOB, CPOTB, CPKB, serta regulasi lain yang

terkait.

2. Penanganan dan pengelolaan limbah pada sediaan radiofarmaka

memerlukan perhatian khusus karena pada prosesnya menghasilkan

limbah radioaktif yang penanganan dan pengolaannya harus dipisah

dengan limbah non-radioaktif

V.2 Saran

Diharapkan industri-industri farmasi di Indonesia, khususnya industri

radiofarmaka dapat terus berkembang menuju trend industri hijau. Selain

itu, diharapkan regulator yang berkaitan dengan penanganan dan

pengelolaan limbah industri khususnya industri farmasi menjalankan fungsi

regulasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amin, N. F., Darda, N. I. A, & Sumantri, I. 2013. Pengolahan Limbah Cair


Industri Jamu dan Farmasi Menggunakan Anaerobic Baffled Reactor
secara Shock Loading Dalam Upaya Menghasilkan Biogas. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, vol. 2 (3) p: 121-129.

Artikel. https://www.ayobandung.com/bandung/amp/pr-79677324/buang-
limbah-ke-sungai-saluran-pabrik-farmasi-combiphar-ditutup-paksa.
Diakses 24 Agustus 2022

Artikel. https://www.indonesia.go.id/layanan/kependudukan/ekonomi/cara-
penanganan-limbah-nuklir. Diakses 24 Agustus 2022

Artikel. https://www.virtual.prosperoevents.com//blog/where-is-europes-
nuclear-waste. Diakses 24 Agustus 2022

Artikel. https://www.virtual.prosperoevents.com//blog/where-is-europes-
nuclear-waste. Diakses 24 Agustus 2022

Ayusa, S. N., Bintal Amin, dan Dedi Afandi. 2018. Penilaian Pengolahan
Limbah Cair Industri Farmasi PT. Nusantara Beta Farma Padang
dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jurnal Lingkungan. 2(2) :
58-63.)

Ayusa, S.N., Amin, B. dan Afandi, D. 2018. Penilaian Pengolahan Limbah


Cair Industri Farmasi PT. nusantara Beta Farma Padang dan
Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jurnal Lingkungan : 2. 2 (58-
63). Riau.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 1999. Ketentuan Keselamatan Untuk


Pengelolaan Untuk Limbah Radioaktif. Jakarta.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 2013 . Laporan Keselamatan


Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Jakarta.

31
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR: Keputusan kepala badan
pengawas tenaga nuklir nomor : 03/ka-bapeten/v-99 tentang
Ketentuan Keselamatan Untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Jakarta.

Bambang Priyambodo. https://farmasiindustri.com/industri/limbah-di-


pabrik-farmasi.html. Diakses 24 Agustus 2022.

Bambang Priyambodo. https://farmasiindustri.com/industri/limbah-di-


pabrik-farmasi.html. Diakses 24 Agustus 2022.

BATAN: https://www.batan.go.id/ensiklopedi/05/01/01/04/05-01-01-
04.html. Diakses 24 Agustus 2022.

Chafed, Fandeli. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Crisnaningtyas, F., dan Hanny Vistatanty. 2016. Pengolahan Limbah Cair


Industri Farmasi Formulasi dengan Metode Anaerob-Aerob dan
Anaerob Koagulasi. JRTPPI. 7(1).

Darmono. 2001 Lingkungan Hidup dan Pencemaran: hubungannya dengan


toksikologi senyawa logam. Universitas Indonesia. Jakarta.

Endang Sri Lestari, Jenny Anna Margaretha Tambunan, Choirun Nisa, dan
Priharti Ningsih. 2021. Analisis Kadar Senyawa Fenol, 2-Metilfenol
dan Asetofenon dalam Limbah Industri Farmasi Secara Gas
Chromatografy Mass Spectrometry (GC-MS). Jurnal Warta Akab.
DOI: 10.55075/wa.v45i2.61

Fitriani Niza. 2010. Optimasi pengolahan limbah cair dengan proses fisika-
kimia biologi : studi kasus industri permen, kosmetik, dan farmasi, pt
procter & gamble indonesia. Jakarta.

32
Hadiyanto, & Christwardana, M. 2012. Aplikasi Fitoremediasi Limbah Jamu
dan Pemanfaatannya Untuk Produksi Protein. Jurnal Ilmu
Lingkungan, 32-37. Vol 10(1). Semarang.

Indriyati, 2005. Pengolahan Limbah Cair Organik Secara Biologi


Menggunakan Reaktor Anaerobik Lekat Diam. JAI Vol. 1 , No.3.

Kepala Badan Pengawan Tenaga Nuklir RI. 2020. Peraturan Badan


Pengawasa Tenaga Nuklir Nomor 6 TAHUN 2020 Tentang
Keselamatan Radiasi dalam Produksi Radioisotop untuk Radiofarma.
Jakarta.

Lestiani, dkk.2010. Karakteristik Unsur Pada Abu Dasar dan Abu Terbang
Batu Bara Menggunakan Analisis Aktivasi Neutron Instrumental.
ISSN 1411 – 3481.

LITBANG KEMENDAGRI : https://litbang.kemendagri.go.id/


website/mengenal-limbah-radioaktifnuklir/#:~:text=Djarot%20
mengatakan%2C%20di%20Indonesia%2C%20limbah,kegiatan%20
di%20rumah%20sakit%20yang. Diakses 24 Agustus 2022

Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.


Penerbitan Rajawali. Jakarta.

Moch Romli, Suhartono, Tri Sulist)'o H.N., Mahmudin, Lucia Kwin P . 2017.
Evaluasi Pengendalian Keselamatan Radiasi Di Instalasi
Pengolahan Limbah Radioaktif Dan Kanal Hubung Instalasi
Penyimapanan Sementara Bahan Bakar Nukllr Bekas. Prosiding
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun. ISSN 0852-2979.
Serpong.

Mubarok, M. Fithrul. 2021. Limbah di Pabrik Farmasi.


www.farmasiindustri.com. Diakses 24 Agustus 2022.

Najwa Shufia Choliq. 2017. Pengolahan Limbah Farmasi Menggunakan


Graffin).

33
NOMOR : KEP-05/BAPEDAL/09/1995 Tentang Simbol dan Label Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan.

Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. BFRIST.


Jakarta.

Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 18 Tahun 1999. Pengolahan


Limbah Berbaya dan Beracun.

Peraturan pemerintah No.101 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002


Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.

PP RI. 2018. Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik.


Jakarta.

Presiden RI. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27


Tahun 2002 Tentang Pengelaan Limbah Radioaktif. Jakarta.

Rohadi Awaluddin. 2005. Perhitungan Pembuatan Lutesium-177 Untuk


Partikel Nano Radioaktif Menggunakan Reaktor G.A.Siwabessy.
Jurnal Chemistry. Corpus ID: 93620147

Salmiyatun. 2003. Panduan Pembuangan Limbah Perbekalan Farmasi.


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Setiawan, B. 2015. Pengertian Limbah. www.ilmulingkungan.com Diakses


Pada 24 Januari 2022.

Sutanto dan Kareina Artianti. 2019. Pengolahan Limbah cair Kosmetik


Secara Elektrokoagulasi Sistem Batch. Bogor : Program Studi Kimia
Fakultas MIPA Universitas Pakuan.

Syafrudin. 2008. Evaluasi Sistem Pengelolaan Limbah Padat B3 PT.


Indofarma, Tbk Bekasi. Jurnal Teknik Lingkungan. 29(3).

34
Widyastuti, Widyastuti and Hanafiah, A and Yunilda, Yunilda and Andri
Astuti, Laksmi and Setiyowati, Sri and Susilo, V. Yulianti.
1999. Formulasi Kit Mibi Sebagai Preparat Penatah Jantung. Jurnal
Radioisotop dan Radiofarmaka, 2 (1). ISSN 1410-8542.

35

Anda mungkin juga menyukai