Anda di halaman 1dari 25

TUGAS RINGKASAN

RISK MANAGEMENT IN CONSTRUCTION PROJECTS

Mario Yosafat Tiardo Marpaung


NIM. 216020301011013

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022

i
DAFTAR ISI

Special studies in management of construction project risks, risk concept, plan building, risk
quantitative and qualitative analysis, risk response strategies .......................................................................... 1
The current state of project risk management in the transport sector ........................................................... 4
Procurement and innovation risk management: How a public client managed to realize radical
green innovation in a civil engineering project ......................................................................................................... 6
Risk management in small hydropower (SHP) projects of Uttarakhand: An innovative approach..... 7
Guidelines to Aid Project Managers in Conceptualising and Implementing Risk Management in
Building Projects ..................................................................................................................................................................... 8
Offering a framework for evaluating the performance of project risk management System ............... 11
Project Management during The Industry 4.0 Implementation with Risk FactorAnalysis ................... 14
Quality Risk Management Model for Railway Construction Projects ............................................................. 19
Risk Management in Construction Project: A Knowledge-Based Approach ................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA

ii
Special studies in management of construction project risks, risk concept, plan building, risk
quantitative and qualitative analysis, risk response strategies

Penelitian ini membahas pentingnya project risk management didalam sebuah proyek, penulis
menyatakan bahwa project risk management terdiri dari mengklasifikasi, menganalisa,
merencanakan, mengidentifikasi, mengukur , dan menentukan respon dan strategi untuk
menghindari risiko – risiko yang ditemukan.

Dalam penelitian ini penulis membagi kedalam 4 tahapan, yaitu :

1. Melakukan identifikasi atas konsep proyek, karakteristik proyek, arti dari manajemen proyek
dan peran dari manajer proyek.
2. Melakukan klarifikasi akan konsep dari risiko dan sumbernya.
3. Melakukan identifikasi akan penggunaan metode yang akan digunakan untuk mendiagnosa
risiko baik secara kuantitatif dan kualitatif.
4. Lakukan penerapan strategi untuk merespon atau memberi perlakukan kepada risiko yang
ada.
1.1 Konsep proyek dan karakteristik
Proyek adalah sekumpulan aktivitas atau proses independen yang saling terkait untuk
memproduksi barang atau jasa, setiap proyek memiliki keunikan dan karakternya dari hal ini
penulis membagi 3 macam karakteristik, yaitu :
a. Proyek bersifat temporer;
b. Produk yang unik, baik servis atau hasil;
c. Elaborasi progresif.
1.2 Manajemen proyek dan manajer proyek
Dibutuhkan sebuah tim yang efektif agar proyek dapat berhasil, yang bisa diartikan sebuah
manajemen proyek harus memilik kompetensi yang baik dan menguasai bidangnya, sehingga
pryoek bisa terlaksana dengan baik dari awal hingga akhir. Manajer proyek adalah orang yang
memegang peranan penting, dimana dia menjadi penanggung jawab sebuah proyek.
2.1 Konsep risiko proyek
Berdasarkan PMBOK Guide dari Project Management Institute, risiko yang ada didalam proyek
dapat menyebabkan ketidakpastian yang dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Namun
ada beberapa risiko yang dapat di diagnosa dan dianalisa sehingga bisa dibuat rencana
penanganannya

1
2.2 Membangun rencana manajemen risiko
Untuk memutuskan cara menghadapi dengan risiko dan membuat penanggulangan dibutuhkan
keaktifan, koordinasi dan perencanaan didalam prosesnya, sehingga hal ini menjadi penting
untuk menentukan langkah berikutnya, dan mengambil penanggulangan yang tepat.
Dari hal tersebut penulis pada penelitian ini membuat rencana sebagai berikut:
1. Metodologi, hal ini membutuskan dari mana harus memulai, peralatan yang digunakan, dan
sumber data yang diperlukan dalam manajemen risiko proyek;
2. Peran dan tanggungjawab, bagian ini adalah memutuskan orang – orang yang akan berperan
didalam tim serta tanggung jawab;
3. Dana, dibutuhkan estimasi biaya atau dana yang dibutuhkan untuk menghadapi risiko yang
ada;
4. Penjadwalan dan waktu, mampu melihat kemungkinan akan munculnya risiko dalam 1
waktu proyek, dan harus dapat diprediksikan selama proyek berlangsung;
5. Membuat penilaian, sebelum melakukan analisis, dibutuhkan sebuat standar dalam
menyikapi risiko yang ada;
6. Kategori risiko, risiko dapat dikategorikan berdasarkan cara kerja dan tipe proyek yang
dikerjakan;
7. Format dan template, membuat form dan dokumen untuk mengambarkan dan cara
merespon risiko yang ada, dokumen ini membantu manajer untuk menghadapi risiko.
8. Tracing, melakukan pemeriksaan terhadap semua dokumen yang dibutuhkan;
9. Mengidentifikasi risiko, fase ini merupakan proses mendiagnosa dari seluruh kegiatan yang
dijalankan oleh manajemen proyek, tahapan dalam mengidentifikasi risiko yaitu:
a. Melakukan reviu dokumen;
b. Melakukan pengumpulan informasi melalui brainstorming, interview, analisis SWOT;
c. Membuat ceklis dari data masa lalu dan informasi yang didapat proyek sebelumnya atau
sumber lain;
d. Melakukan asumsi atas setiap kemungkinan yang ada;
e. Membuat diagram seperti case – effect diagram, flow charts dll.
3.1 Analisa risiko kuantitatif dan kualitatif
3.1.1 Analisa risiko kualitatif
Melakukan pengukuran akan potensial dampak dari risiko yang dapat mempengaruhi
pencapaian tujuan proyek. Penilaian menggunakan metode kualitatif sangat penting untuk

2
mengetahui perlakuan yang tepat, salah satu cara menggunakan “Probability Impact Risk
Rating Matrix”, adapun yang menjadi komponen adalah kemungkinan dan dampak risiko.
3.1.2 Analisa risiko kuantitatif
melakukan pengukuran akan kemungkinan dan dampak yang dapat mengganggu nilai – nilai
yang ada pada proyek. Adapun metode yang digunakan melakukan interview, membuat
decision tree, dan melakukan simulasi secara statistik menggunakan bantuan komputer.
4.1 Strategi menghadapi risiko
Ada beberapa strategi dalam menghadapi risiko, jadi pastikan memilih strategi yang tepat
dalam menghadapi risiko, strategi – strategi tersebut adalah:
4.1.1 Risk avoidance strategy
Salah satu upaya dalam strategi ini adalah melakukan perubahan rencana proyek untuk
menghilangkanrisiko, atau keadaan yang tidak diinginkan untuk melindungi tujuan proyek
dari dampak risiko. Beberapa risiko dapat timbul saat diawal proyek oleh karena itu dapat
dilakukan beberapa penyesuaian untuk menghilangkan risiko seperti :
a. Membuat persyaratan kebutuhan yang jelas;
b. Melibatkan spesialis;
c. Menambah sumberdaya atau waktu
d. Tidak bekerja sama dengan sub-kontraktor yang minim pengalaman.
4.1.2 Risk transference
Transfer risiko adalah memindahkan dampak yang ditimbulkan dari risiko kepada pihak
ketiga, seperti pemilik proyek menetapkan harga tetap untuk bahan – bahan proyek,
sehingga kenaikan atau penurunan harga menjadi tanggung jawab dari pemasok.
4.1.3 Risk mitigation
Mitigasi risiko merupakan menekan kemungkinan atau dampak dari risiko kelevel yang
dapat diteima oleh pemilik risiko.
4.1.4 Risk acceptence
Strategi ini dilakukan dengan tidak melakukan perubahan pada perencanaan untuk
menghadapi risiko atau manajemen tidak mampu mendiagnosa risiko atau tidak punya
rencana lain. Namun apabila risiko yang dihadapi mulai menimbulkan dampak diharapkan
mempunyai “fallback plan” untuk mengatasinya.

3
The current state of project risk management in the transport sector
Saat ini perusahaan banyak berfokus kepada mensukseskan proyek , yang dimana setiap proyek
dikelola oleh manajer proyek. Sebuah proyek harus dapat memenuhi harapan dan tujuan awalnya.
Maka itu penting untuk melakukan identifikasi atas risiko dari proyek ditahap perencanaan.
Sehingga para manajer dapat memitigasi atau mengurangi dampak dari risiko yang ada dan
mencegah kegagalan proyek yang dikerjakan.

Keadaan manajemen risiko proyek saat ini

Berdasarkan hasil peneilitan KPMG tahun 2017, manajemen yang tidak tidak tepat menjadi alasan
banyaknya proyek yang gagal. Buruknya manajemen risiko dalam proyek menjadi salah satu
penyebab gagalnya setiap fase dalam proyek tersebut. Perencanaan awal yang tidak baik, sumber
daya manusia yang tidak sesuai kapabilitas, buruknya komunikasi dalam proyek dan ketidaktepatan
dalam penggunaan sumber daya.

Hasil survey menunjukkan bahwa manajer proyek menggunakan metode kuantitatif dalam
melakukan pengukuran terhadap kemungkinan dan dampak , sedangkan metode kualitatif
digunakan hanya untuk pengambilan keputusan yang sulit.

Keadaan manajemen risiko di Visegrad four countries (V4)

Visegrad group (V4) adalah aliasi dari empat negara eropa tengah yaitu republik ceko, hongaria,
polandia dan slovakia. Institusi manajemen proyek untuk manajemen risiko dari ernst & young
melakukan penelitian terhadap manajemen proyek di negara V4.

Berdasarkan hasil penelitian, masalah utama dari manajemen risiko dalam perusahaan di slovakia
adalah kurangnya dukungan dari top manajemen, karena kurangnya ketertarikan top manajemen
dan tidak kesesuaian budaya perusahaan. Hal yang paling umum terjadi adalah manajemen risiko
yang tidak memadai pada fase persiapan dan perencanaan proyek.

Metode dan Penelitian

Metodologi yang dipakai dalam studi ini adalah survei, yang dimana targernya adalah para manajer
proyek yang menangani sektor transportasi. Kuisioner dibagi menjadi tiga seksi utama yaitu:

1. Manajemen proyek, pada seksi ini difokuskan kepada metodologi yang digunakan oleh
manajemen proyek, penggunaan alat ukur, frekuensi penggunaan alat ukur dalam proses
manajemen proyek, standarisasi dalam manajemen proyek dan karakter para proyek manajer;

4
2. Manajemen risiko proyek, pada seksi ini menganalisa metodologi utama yang digunakan oleh
manajemen risiko proyek, frekuensi penggunaan manajemen risiko dalam tahapan perencanaan
proyek, alat manajemen risiko yang paling sering digunakan dan karakteristik proyek manajer;
3. Para pendukung manajemen risiko proyek, dalam seksi ini menganalisa software apa yang
digunakan untuk mendukung dalam proses manajemen risiko.

Terdapat hipotesis utama yang telah disiapkan sebagai syarat pengukuran, yaitu:

1. H1 : mayoritas para proyek manajer di V4 menggunakan standar manajemen risiko berbasis ISO;
2. H2 : mayoritas para proyek manajer di V4 menggunakan reviu dokumentasi apabila mereka ingin
melakukan identifikasi risiko pada proyek;
3. H3 : mayoritas para proyek manajer di V4 menggunakan matriks kemungkinan dan dampak jika
mereka ingin melakukan analisa risiko pada proyek;
4. H4 : mayoritas para proyek manajer di V4 menggunakan cara wawancara jika mereka ingin
melakukan analisa risiko pada proyek;
5. H5 : mayoritas software yang digunakan untuk mendukung manajemen risiko proyek adalah
microsoft excel.

Kesimpulan

Hipotesis 1 menyatakan tidak sesuai, karena mayoritas proyek manajer menggunakan ISO 31000:
2018 (37% manajer proyek) dan 37% manajer proyek di slovakia menggunakan PMBOK, 37%
manajer di polandia menggunakan PMBOK, 31% dari mayoritas proyek manajer di ceko
menggunakan ISO 31000:2018 dan ISO 21500:2012, dan proyek manajer lain menggunakan metode
lain.

Hipotesis 2 menyatakan tidak sesuai, karena mayoritas manajer proyek menggunakan ishikawa
diagram dalam melakukan identifikasi (slovakia 27% dan polandia 22%), dan 31% manajer proyek
menggunakan influence diagram dan reviu dokumen dalam melakukan identifikasi risiko.

Hipotesis 3 menyatakan tidak sesuai hanya untuk slovakia (49% manajer proyek menggunakan data
quality analysis untuk menganalisa risiko analisis), 87% polandia, 47% hungaria, 41% menggunakan
matriks kemungkinan dan dampak.

Hipotesis 4 sesuai di slovakia 45%, ceko 77%, dan hungaria 26%. 23% di polandia menggunakan
penilaian para ahli dan 26% di hungaria menggunakan distribusi kemungkinan.

Hipotesis 5 hanya sesuai di slovakia 50% menggunakan microsoft Excel dan polandia dengan 56%.
Sedangkan hungaria menggunakan microsoft project dan 35%nya menggunakan microsoft excel.

5
Procurement and innovation risk management: How a public client managed to realize
radical green innovation in a civil engineering project

Pemerintah merupakan klien terbesar untuk industri konstruksi. Saat ini terdapat dua cara
pengerjaan untuk konstruksi yang diberikan kepada publik yang pertama adalah design-bid-build
dan integrated conctracts. Design-bid-build biasanya digunakan untuk proyek yang lebih kecil,
mudah diprediksi dan tidak terlalu kompleks dalam pelaksanaannya. Sedangkan integrated contract
umumnya digunakan dalam proyek yang lebih besar dan lebih kompleks yang dimana nilai dari
keterlibatan kontraktor diperhitungkan.

Terlepas dari segala keuntungan yang diberikan oleh integrated contract dalam memberikan
peningkatan dan menstimulus inovasi, ternyata cara pelaksanaan ini memiliki kekurangan, karena
dalam pelaksanaannya kontraktor utama bertanggung jawab atas desain serta realisasi proyek.
Selain itu bila menggunakan integrated contract, kontraktor diwajibkan untuk bertanggung jawab
atas risiko yang mereka tidak dapat pengaruhi atau tangani, seperti kurangnya cakupan pekerjaan
dan ketepatan waktu, hingga masalah izin bangunan yang dapat meyebabkan penundaan proyek
yang cukup lama dan memboroskan biaya.

Kontraktor mungkin enggan untuk mengembangkan atau mengimplementasikan inovasi yang


radikal jika metode integrated contract dijalankan. Inovasi yang radikal memiliki hubungan yang erat
dengan profil risiko yang tinggi. Jika kontraktor harus menanggung konsekuensi atas risiko yang
tidak dapat dipecahkan akibat pengembangan dan implementasi inovasi radikal secara eksplisit
dalam pekerjaan maka kontraktor akan enggan membuat inovasi yang mengakibatkan rendahnya
penawaran dari kontraktor yang potensial.

Untuk berkontribusi dalam menutup kesenjangan, penulis akan melakukan evaluasi atas keefektifan
dalam proses pengadaan yang diaplikasikan pada pengembangan dan penerapan teknologi baru
dalam proyek pembangunan composite bio-based bridge. Tiga karakteristik utama dari pendekatan
diturunkan dan tujuh proposisi dirumuskan untuk mewujudkan inovasi radikal dalam proyek-
proyek teknik sipil.

Hasil penelitian menyatakan bahwa strategi pengadaan dan kontrak berdasarkan design-bid-build
dan integrated contract memiliki batasan dalam menstimulus pengembangan dan implementasi
inovasi radikal dalam proyek teknik sipil. Melihat implikasi dan peluang yang ada dalam penelitian
ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian yang akan datang, serta dapat memberikan
kontribusi untuk pengembangan dan implikasi inovasi radikal didalam proyek teknik sipil.

6
Risk management in small hydropower (SHP) projects of Uttarakhand: An innovative
approach

Investor pada umumnya jarang melakukan investasi kedalam proyek energi terbarukan, seorang
investor akan menunggu investor lainnya melakukan investasi. Seorang investor di pembangkit
listrik tenaga air kecil (SHP) mengungkapkan bahwa pembangkit listrik tersebut mungkin
menguntungkan pada tahap pra-kelayakan tetapi setelah implementasi, profitabilitas investor dapat
terpengaruh secara negatif oleh karena itu mereka akan menunggu sebelum melakukan investasi
selanjutnya.

Para investor merasa bahwa investasi dalam proyek SHP adalah bukan untuk “fast money” tapi lebih
kepada “sustainable money”. Proyek SHP membutuhkan modal besar dengan tingkat risiko dan
ketidakpastian yang terlibat secara formatif, investasi dan tahap pengembangannya. Peningkatan
pembangunan SHP karena adanya pertumbuhan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang
signifikan sehingga membuat permintaan dan konsumsi listrik di india meningkat dalam beberapa
dekade terakhir.

Meskipun dana cukup, para investor merasa kurang tertarik untuk melakukan investasi. Terdapat
beberapa tantangan penting yang dihadapi oleh mereka adalah pembengkakan biaya, model
investasi yang tidak jelas, tidak dapat diandalkannya laporan proyek, deregulasi kebijakan,
ketidaktahuan risiko, dan masalah pembiayaan. Jadi, fokus investor dan pengembang SHP telah
pindah ke menurunkan biaya peralatan, meningkatkan reability, dan mendirikan proyek diarea yang
memberikan keuntungan maksimal dalam hal pemanfaatan kapasitas.

Perusahaan asuransi telah menaikkan premi untuk pembangkit listrik tenaga air di seluruh negeri
setelah banjir bandang tahun 2013 di uttarakhand. Perusahaan asuransi terpaksa menaikkan tarif
premi karena mengasuransikan proyek pembangkit listrik tenaga air menjadi lebih berisiko, karena
selama musim hujan, banyak proyek yang rusak tiap tahunnya sehingga klaim kerusakan meningkat
tajam. Akibat peningkatan premi ini, membuat investor khawatir dengan beban biaya yang besar.

Strategi manajemen risiko yang efektif membantu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman pada proyek. Dengan dapat melihat kejadian yang tak terduga dapat membuat
seseorang bersiap untuk menanggapi jika situasi seperti itu muncul. Untuk memastikan keberhasilan
proyek, penting untuk menentukan potensi risiko dapat ditangani, investor dan pembuat kebijakan
yang menyadari bahwa manajemen risiko itu penting karena mencapai tujuan proyek tergantung
pada perencanaan, persiapan, hasil dan evaluasi yang berkontribusi untuk mencapai tujuan strategis.

7
Guidelines to Aid Project Managers in Conceptualising and Implementing Risk Management
in Building Projects

Manajemen Risiko di Industri Konstruksi Bangunan

Risiko konstruksi yaitu variabel dalam proses konstruksi yang kejadiannya mengakibatkan
ketidakpastian biaya akhir, durasi dan/atau kualitas proyek. Bertujuan untuk mengurangi risiko
kegagalan keterlambatan dalam proyek, menghindari biaya yang dikeluarkan dari anggaran yang
ditetapkan, membantu manajer proyek untuk melaksanakan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan, dan mengurangi risiko yang tidak terduga yang berdampak pada proyek. Manajemen
risiko di Industri Konstruksi berkaitan dengan proses perencanaan, identifikasi, analisis, respons,
dan pemantauan serta pengendalian.

Metodologi

Pedoman manajemen risiko digunakan untuk dapat mengidentifikasi dan mengukur risiko pada
setiap kegiatan dan menerapkan mekanisme atau rencana manajemen untuk mengurangi atau
mengelola pengaruh risiko pada kegiatan tersebut.

Pedoman untuk menerapkan sistem praktik terbaik manajemen risiko pada proyek
konstruksi bangunan

• Tahap Inisiasi
Tahap ini adalah tahap awal dimulainya dan diizinkannya suatu proyek. Pada tahap ini, manajer
proyek mengidentifikasi risiko yang menjadi dasar untuk dilakukan analisis, penilaian, dan
pengendalian.

• Tahap Eksekusi
Pada tahap ini, berkaitan dengan pemantauandan pengendalian seta menerapkan tanggapan
korektif yang diperlukan. Oleh karena itu, dilakukan dengan penilaian risiko yang memuat
informasi seperti kemungkinan terjadinya risiko, tingkat keparahan risiko, dan kepemilikan
risiko. Pada tahap ini, penting untuk menentukan kondisi spesifik pada setiap faktor risiko dengan
menentukan kriteria kemungkinan dan dampaknya.

8
Kriteria Kemungkinan Skala Penjelasan
Sering Terjadi 5 Sangat sering terjadi
Mungkin Terjadi 4 Kemungkinan sering terjadi
Kadang – Kadang Terjadi 3 Cukup sering terjadi
Jarang Terjadi 2 Kemungkinan kecil terjadi
Hampir Tidak Tejadi 1 Kemungkinan tidak terjadi
Kriteria Kemungkinan Skala Penjelasan
Sangat Tinggi 5 Proyek tidak dilanjutan (bangkrut)
Tinggi 4 Ancaman serius
Sedang 3 Efek Sedang
Kecil 2 Efek Kecil
• Diabaikan 1 Diabaikan

Kriteria kemungkinan dan level risiko ini digambarkan ke dalam Risiko dinilai menggunakan Risk
Acceptability Matrix (RAM) yaitu menggambarkan kriteria dampak (sumbu X) dan kemungkinan
(Sumbu Y) dan menggambarkan 25 peringkat risiko.

9
Contoh penilaian risiko yaitu persediaan bahan yang rusak, dengan kemungkinan kadang –
kadang terjadi dan dampak risikonya besar dengan kategori R3 dan peringkat 8.

Analisis pembahasan nya bahwa karena termasuk risiko yang tinggi maka harus menghilangkan
atau metransfer risiko tersebut.
• Tahap Penyelesaian
Membuat strategi atau inovasi pencegahan risiko dan melakukan pemantauan dan pengendalain.

10
Offering a framework for evaluating the performance of project risk management system

Sistem Manajemen Risiko yaitu alat yang digunakan untuk mengukur, mengelola, memitigasi risiko
yang mempengaruhi organisasi dan seluruh sumber daya lain secara efektif dan dan efisien untuk
mengimpelementasikan strategi dan rencana bisnisnya. Pada proyek yang menghadapi lingkungan
bisnis yang dinamis, pembentukan sistem manajemen risiko ini sangat penting. Terkait hal tersebut,
maka diperlukan kerangka penilaian kinerja proyek yang tepat. Namun, karena belum banyak
penelitian ini yang digunakan untuk akademisi atau eksekutif maka diperlukan kerangka kerja
penilaian kinerja sistem manajemen risiko proyek melalui studi lapangan.

Metodologi Penelitian

• Menggunakan purposive sampling dengan metode wawancara dan kuesioner


• Langkah-langkah dalam penelitian tersebut: melakukan tinjauan pustaka, mengidentifikasi
indikator manajemen risiko, melakukan kuesioner, menganalisis kuesioner, dan wawanacara
dengan para ahli manajemen risiko.
• Bates and Peacock (1992), Cutter (1994), Tucker et al. (1994), Davidson (1997), Puente (1999),
Cardona et al. (2003a, b), UNDP (2004), World Bank (2004) and Carreño et al. (2005, 2006)
mengukur kerentanan risiko dengan metode kualitatif maupun kuantitatif.
• Carren, Cardona, dan Barbat menjelaskan Risk Management Indek (RMI).

Keterangan:
RMIRR (Indikator Kinerja Pengurangan Risiko)
RMIDM (Indikator Kinerja Penanggulangan Bencana)
RMIFP (Indikator Kinerja Tata Kelola dan Perlundangan Keuangan)
Semua nilai risiko ini kerangka kerja berbasis fuzzy-AHP.
• Calandro et al (2006), Achayya (2008), Abdul Rasid et al. (2012), Obalola et al. (2014)
menjelaskan bahwa Cara efektif lain bagi organisasi untuk mengevaluasi efektivitas sistem
manajemen risiko dengan sistem pengukuran kinerja karena sistem manajemen risiko yang
efektif akan menghasilkan kinerja organisasi yang baik.
• Calandro Jr dan Lane (2006), menggunakan prinsip balanced scorecard dengan menggunakan
risk scorecard.

11
• Menurut Knott, risiko yang dapat diukur memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Risiko terjadi tetapi tidak diidentifikasi sebelumnya
2. Risiko teridentifikasi tetapi telah terjadi
3. Risiko teridentifikasi tetapi tidak dikelola
4. Risiko teridentifikasi dan dikelola dengan baik
• Hasil
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada ahli manajemen risiko proyek, keberhasilan
sistem manajemen risiko proyek dikategorikan sebagai berikut:
1. Implementasi sistem yaitu keberhasilan penerapan sistem manajemen proyek
2. Hasil yaitu tingkat keberhasilan sistem manajemen risiko proyek untuk mengidentifikasi dan
mengelola risiko
3. Key Performance Indicator (KPI) untuk Implementasi Sistem
• Mengelola dan mengkomunikasikan nilai manajemen Risiko melalui Total Cost of Risk
(TCOR)
• Mitigasi Utang dan mendukung kesiapan proyek
• Menyelaraskan tujuan manajemen risiko dengan tingkat toleransi risiko proyek
• Penyelarasan manajemen risiko dengan tujuan organisasi
• Membangun kesadaran risiko
• Memberikan hasil yang baik
• Kepatuhan
• Strategi manajemen risiko dan perencanaan proyek secara keseluruhan
• Jaminan Peraturan dan Kepatuhan
• Kerangka kerja dan proses untuk mengelola risiko yang paling signifikan
• Identifikasi, penilaian, dan pelaporan risiko tepat waktu
4. Key Performance Indicator (KPI) untuk Hasil
• Kepatuhan
• Pengadaan transfer risiko yang kompetitif
• Mengukur kinerja keuangan
• Menguruangi biaya asuransi dan klaim
• Risiko yang dihindari dalam proyek
• Mitigasi risiko dalam proyek
• Merespons seluruh biaya risiko

12
Melalui pendekatan SAW, dimaksusdkan untuk memudahkan manajer proyek dalam
mengelola risiko

13
Project Management during The Industry 4.0 Implementation with Risk FactorAnalysis

Konsep industry 4.0 yaitu transformasi secara digital dengan mengubah kegaiatan produksi standar
menjadi menjadi produksi yang terintegrasi, otomatis, dan optimal sehingga mengahasilkan proses
yang fleksibel dan cepat ditengah pasar yang dinamis.

Metode penelitian

• Wawancara, dalam teknik ini, Dalam teknik ini, mengumpulkan data informasi tentang strategi
manajemen, visi, persyaratan, risiko, dampak, dan probabilitas .
• Brainstorming, Dalam teknik ini, sekelompok ahli bertemu untuk menghasilkan ide dan solusi
baru (dalam kasus ini, identifikasi risiko) untuk menghilangkan hambatan yang terjadi. Setiap
orang berpikir lebih bebas dan menyarankan banyak ide baru yang spontan (misalnya risiko)
sebanyak mungkin. Semua ide dicatat, ide-ide tersebut tidak dikritik, dan setelah sesi
brainstorming, ide dievaluasi.
• Metode penilaian risiko semi-kuantitatif. Dalam metodologi ini, risiko diidentifikasi dari informasi
dari para ahli pada langkah pertama. Kemudian, dampak (I) dan probabilitas kejadian (PoO)
ditetapkan untuk setiap risiko. Skala yang digunakan untuk karakteristik probabilitas kejadian
dapat berbeda dalam pendekatan semi-kuantitatif. Dampak risiko dapat diklasifikasikan
berdasarkan nilai risikonya ke dalam beberapa kategori. Kategori dampak risiko yang paling
umum adalah rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Nilai risiko (RV) dihitung sesuai dengan
persamaan sebagai berikut:

14
Nilai risiko yang dihitung (RV) dapat berkisar antara 1 hingga 25 yang digambarkan I dan PoO
yang ditetapkan. Jika RV kurang dari 4, risiko dievaluasi sebagai rendah. Jika RV antara 4 dan 9,
risikonya dievaluasi sebagai sedang. Jika RV antara 10 dan 19, risikonya dinilai tinggi. Jika RV lebih
dari 19, risikonya dinilai sangat tinggi. Urgensi penyelesaian risiko ditentukan berdasarkan nilai
risiko.

• Tujuh tahapan proses implementasi industry 4.0

Fase 1- Definisi visi dan strategi perusahaan untuk implementasi Industri 4.0
Visi dan strategi perusahaan akibat implementasi industri 4.0 harus ditetapkan oleh manajemen
puncak pada tahap pertama.

Fase 2 – Identifikasi dan deskripsi proses perusahaan


Setelah definisi visi dan strategi, mengidentifikasi proses perusahaan. Kemudian deskripsi proses
penting harus direalisasikan.

Fase 3 – Implementasi sistem informasi yang lengkap (ERP / ERP II) dan pengumpulan data
manufaktur
Sistem informasi yang lengkap harus diimplementasikan dan diperlukan untuk mengumpulkan
semua data manufaktur untuk digitalisasi nanti.

Fase 4 – Digitalisasi data yang dikumpulkan, pembuatan twin digital dan modifikasi atau
pembelian mesin.
Pada fase ini diperlukan digitalisasi semua data yang dikumpulkan dari fase sebelumnya. Pada
fase ini, digital twin perusahaan akan dirancang dan diuji. Kemudian digital twin akan diisi dengan
data riil dari fase sebelumnya dan informasi dari simulasi ini akan digunakan untuk modifikasi
atau pembelian mesin.

Fase 5 – Implementasi integrasi secara horisontal


Pada fase ini, mesin baru atau modifikasi dari fase 4 akan diimplementasikan ke proses
manufaktur dan menyebabkan proses rekayasa ulang. Pada fase ini, tenaga kerja saat ini harus
dilatih kembali. Aturan pengendalian baru harus didefinisikan dan diimplementasikan. Fase ini
juga menyediakan data baru dari mesin otomatis karena akan memiliki unit telemetri dan
diagnostik dan akan terhubung ke jaringan. Oleh karena itu, data baru (sebelumnya tidak
direkam) akan dikumpulkan dan dianalisis. Karena data baru ini, model data perusahaan dalam

15
sistem informasi akan diubah dan jumlah data akan ditingkatkan pada fase ini. Data besar ini akan
menjadi penting di fase selanjutnya.

Fase 6 – Analisis data dan integrasi secara vertikal


Data yang terkumpul pada fase-fase sebelumnya akan diolah dengan metode-metode canggih
pada fase ini. Untuk tugas itu, banyak analis data akan diperlukan. Ini bisa menjadi bagian
bermasalah dari implementasi Industri 4.0 karena tidak mungkin menggunakan karyawan saat
ini dan meningkatkan keterampilan mereka dengan pelatihan ulang karena analisis data di
lapangan sangat rumit. Para analis data harus memiliki pengetahuan dari para analis data di
bidang perusahaan. Dalam kasus perusahaan kecil, analis data membutuhkan pengetahuan
tentang analisis data, tetapi juga tentang proses produksi. Alasannya adalah untuk
mendelegasikan proses produksi untuk analis data karena alasan keuangan. Dalam perusahaan
besar akan terjalin kerjasama yang erat antar departemen, untuk memiliki proses produksi yang
terkendali dengan baik. Misalnya departemen TI akan bekerja sama dengan para insinyur proses
dan pengendali kualitas.

Fase 7 – Produksi dan logistik yang dikelola sendiri


Pada fase keempat kita akan memiliki produksi autonom. Proses manufaktur akan
mengoptimalkan produki secara maksimal.
7 fase ini harus sangat mirip untuk setiap perusahaan produksi. Perbedaannya terutama pada
proses produksinya, proses pendukung dan pengelolaannya yan. Proses produksi dapat
disimulasikan oleh digital twin. Hasil dari simulasi akan menjadi faktor kunci keberhasilan proyek
implementasi Industri 4.0. Untuk keberhasilan implementasi fase-fase yang dijelaskan di atas,
perhatian harus difokuskan pada manajemen risiko dan tim proyek. Alasannya adalah fakta
bahwa konsep Industri 4.0 memperkenalkan persyaratan baru untuk manajemen risiko dan tim
proyek.
• Analisis risiko
Pada langkah pertama, wawancara dengan para ahli diwujudkan. Informasi dari wawancara
dikumpulkan dan kemudian metodologi brainstorming digunakan untuk identifikasi risiko.
Kemudian, metode penilaian risiko semi-kuantitatif digunakan. Risiko diidentifikasi dengan
brainstorming dan dibagi menjadi beberapa kelompok risiko - Keuangan, Informasi, Teknis, Sosial
dan Lingkungan. Kemudian risiko dievaluasi bekerja sama dengan para ahli. Daftar risiko yang
teridentifikasi dan dievaluasi sebagai berikut:

16
Tabel ini menyajikan evaluasi risiko teoritis untuk perusahaan produksi di Eropa tengah. Untuk
setiap perusahaan tertentu, kami dapat merekomendasikan penentuan probabilitas dan dampak
baru serta penghitungan ulang nilai risiko. Dalam kasus ini, dijelaskan bahwa empat risiko tinggi
dan satu risiko sangat tinggi, yang sebaiknya diselesaikan sebelum proyek implementasi dimulai.
Saran mitigasi risiko untuk risiko tinggi dan sangat tinggi adalah sebagai berikut. Dalam hal risiko
arus kas yang buruk, solusi terbaik adalah membuat cadangan keuangan yang cukup sebelum
dimulainya implementasi proyek Industri 4.0. Dalam hal kekurangan dana untuk pemeliharaan
dan operasi, tim proyek juga harus memastikan cadangan keuangan untuk operasional. Jika
terjadi kesalahan desain, tim harus benar-benar memeriksa desain Industri 4.0 di perusahaan
Dalam hal kurangnya keamanan siber, konsultasi keamanan siber saat ini dengan pakar keamanan
siber cocok dilakukan pada langkah pertama. Maka topik yang paling bermasalah harus segera
diselesaikan.

17
• Deskripsi Tim Proyek
1. Perusahaan besar
• Process engineer
• Data analyst
• Representative of the top management
• Quality engineer
• Production manager
• Software engineer (digital twin)
• Maintenance manager
• Cyber security analyst
• IT support
• Logistics manager
2. Perusahaan sedang
• Data analyst & IT support & Cyber security analyst & Software engineer
• Representative of the top management
• Process engineer & Quality engineer
• Production manager & Maintenance manager
• Logistics manager
3. Perusahaan kecil
• Data analyst & IT support & Cyber security analyst & Software engineer
• Representative of the top management (or company owner) & Production manager
• Maintenance manager & Logistics manager
• Process engineer & Quality engineer

18
Quality Risk Management Model for Railway Construction Projects

Teknologi informasi memiliki potensi yang signifikan untuk meningkatkan kualitas rekayasa
manajemen risiko proyek konstruksi perkeretaapian. Biro Kereta Api Shanghai telah
mempromosikan metode manajemen risiko berdasarkan “A Figure and Four Tables” method (AFFTM)
untuk menilai kualitas rekayasa; Namun, metode ini masih mengalami beberapa kendala dalam
pengelolaan proyek pembangunan rel kereta api. Dalam makalah ini, kami telah menggabungkan
konsep dan proses AFFTM dengan teknologi informasi dan menyajikan skema implementasi sistem
manajemen risiko baru — sistem informasi manajemen risiko kualitas proyek konstruksi kereta api
(RCPQRMIS) — yang dapat digunakan untuk merancang dan mengembangkan alat informasi yang
dapat diterapkan untuk manajemen kualitas risiko Makalah ini menganalisis standar data RCPQRMIS
dan membuat model untuk melacak secara dinamis risiko kualitas untuk menyediakan informasi
peringatan tentang kualitas risiko dan untuk secara otomatis menghasilkan parameter publisitas
untuk kualitas risiko Sistem yang diusulkan memungkinkan visualisasi kualitas yang terkait dengan
risk control, dynamic tracking, automatic pre-warning, and closed-loop management pada proyek
tersebut.

Proyek perkeretaapian dicirikan oleh operasi skala besar, teknologi modern, struktur kompleks,
standar teknis dan kualitas yang tinggi, jangka waktu yang lama, dan unit kolaboratif. Faktor-faktor
tersebut membuat perlunya dilakukan manajemen proyek pembangunan perkeretaapian dengan
mempertimbangkan risiko-risiko yang ada.

Biro Kereta Api Shanghai telah mengusulkan sistem manajemen risiko untuk kualitas teknik
konstruksi proyek kereta apiberdasarkan metode “A Figure and Four Tables” (AFFTM) digunakan
dalam praktek manajemen proyek konstruksi kereta api. Biro Kereta Api Shanghai telah berhasil
menerapkan sistem ini pada manajemen proyek konstruksi.

AFFTM melibatkan penerapan teori manajemen risiko untuk mengintegrasikan identifikasi risiko,
analisis, penilaian, perlakuan, pelacakan, dan pasca-penilaian. Dalam metode ini, publisitas kualitas
risiko diidentifikasi sebagai figur, dan yang diidentikasi table adalah kualitas risiko, tanggung jawab
perlakuan risiko kualitas, pelacakan kualitas risiko dinamis, dan evaluasi perlakuan kualitas risiko
digunakan untuk mencapai optimalisasi sistem yang lebih baik dan komprehensif.

Namun AFFTM ini memiliki kelemahan yaitu siklus produksi untuk figure publisitas kualitas risiko
terlalu panjang, empat table harus diisikan secara manual, kurangnya standardisasi, sulitnya
informasi dan pemanfaatan data secara komprehensif, variasi status risiko tidak dapat dianalisis

19
secara rinci, kesulitan yang dihadapi dalam memberikan informasi status peringatan dini risiko
secara real-time kepada orang-orang yang bertanggung jawab.

Model dan Analisis Data RCPQRMIS

Sumber data RCPQRMIS yaitu publisitas kualitas risiko diidentifikasi sebagai figur, dan yang
diidentikasi table adalah kualitas risiko, tanggung jawab perlakuan risiko kualitas, pelacakan kualitas
risiko dinamis, dan evaluasi perlakuan kualitas risiko

Penjelasannya :
1. Fungsi tanggung jawab penanganan risiko kualitas membantu pengguna untuk menyiapkan
rencana respons risiko, membuat tindakan pencegahan untuk setiap risiko, dan memastikan
bahwa semua tindakan pengendalian dialokasikan ke departemen dan orang yang bertanggung
jawab.
2. Fungsi pelacakan dinamis risiko kualitas dapat membantu pengguna untuk merekam tindakan
saat menangani kejadian risiko dan status sumber risiko sesuai dengan tabel tanggung jawab
penanganan risiko kualitas, sehingga mewujudkan pertanyaan yang mudah digunakan dan
analisis statistik dari informasi pelacakan dinamis risiko.
3. Fungsi pra-peringatan risiko kualitas mencapai pengendalian yang efektif melalui intelligent
mobile terminal kepada orang yang bertanggung jawab terkait sesuai dengan cakupan ambang
batas di mana lintasan sumber risiko terletak, sehingga meningkatkan kewaspadaan dari orang
yang bertanggung jawab yang relevan untuk risiko dan pencapaian pengendalian risiko yang
efektif.
4. Fungsi evaluasi perlakuan risiko kualitas membantu pengguna untuk mencatat dengan jelas
rincian proses perlakuan risiko dan memberikan hasil evaluasi yang komprehensif dari keadaan
akhir risiko setelah perlakuan risiko.

Analisis Aplikasi

• Sistem menyediakan alat informasi untuk AFFTM yang nyaman untuk promosi dan aplikasi skala
besar
• Sistem ini dapat digunakan untuk memvisualisasikan pengendalian risiko kualitas proyek
konstruksi kereta api dan meningkatkan efisiensi pengendalian risiko kualitas.
• Sistem dapat membantu dalam menyiapkan tabel tanggung jawab penanganan kualitas risiko,
membuat penanganan risikonyang lebih fokus dan rasional secara ilmiah.

20
• Sistem dapat membantu dalam mencapai pelacakan dinamis risiko kualitas proyek konstruksi
kereta api dari penilaian ringkasan seminggu sekali hingga pelacakan waktu nyata menggunakan
komputer, memungkinkan manajer untuk secara akurat memahami tren setiap risiko dan
membuat kualitas penanganan risiko lebih tepat waktu dan efisien.
• Sistem dapat mengubah informasi peringatan dini yang dirilis secara tradisional satu kali
seminggu, mewujudkan evaluasi real-time dan transmisi otomatis informasi pra-peringatan
risiko kualitas, dan mencapai tujuan pencegahan tepat waktu.

21
Risk Management in Construction Project: A Knowledge-Based Approach
Latar belakang yaitu kurangnya pengetahuan tentang manajemen risiko dalam proyek konstruksi
sehingga menjadi tidak efektif dalam pelaksanaan proyek. Dengan menggunakan metode berbasis
pengetahuan diharapkan klien dan kontraktor dapat melaksanakan fungsi manajemen risiko dalam
prateknya.

(ISO31000, 2009, Baloi dan Price, 2003) mendefinisikan manajemen risiko yaitu proses yang terdiri
dari perencanaan risiko, identifikasi risiko, penilaian risiko (kualitatif dan kuantitatif), analisis risiko,
merespons risiko, memonitor risiko, proses pencatatan manajemen risiko.

Alat yang digunakan untuk memperbaiki kekurangan penerapan proses manajemen risiko yaiutu
menggunakan maturity model menurut (Hopkins, 2011) yaitu suatu alat untuk menilai kemampuan
proses manajemen risiko. Dibidang penelitian ini bahwa suatu organisisai yang menerapkan
maturity model dapat menghemat biaya, meningkatkan kualitas, dan penjadwalan yang sesuai
ditetapkan.

Manajemen pengetahuan dalam industry konstruksi sangat penting untuk melakukan inovasi dan
kinerja. Manajemen pengetahuan ini muncul karena kurangnya informasi terkait manajemen proses
risiko yang pada umumnya ketika risiko terjadi pada proyek konstruksi hanya diinformasikan dalam
bentuk laporan sehingga terjadi kesulitan dalam menafsirkan makna proses manajemen risiko.

Masalahnya yaitu apa praktek terbaik secara internasional yang saat ini menerapkan manajemen
risiko pada proyek konstruksi dan perbandingannya dengan praktik di negara Chili, bagaimana
praktik manajemen risiko di organisasi perusahaan yang terlibat dalam proyek konstruksi, dan
bagaimana pengetahuan manajemen risiko yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cara sistematis
dan bermanfaat

22
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Mohamed Keshk, I. M. (2018). Special studies in management of construction project risks,
risk concept, plan building, risk quantitative and qualitative analysis, risk response
strategies.
Alfredo Federico Serpellaa, X. F. (2014). Risk management in construction projects: a knowledge-
based approach.
Amir-Hossein Khameneha, A. T. (2015). Offering a framework for evaluating the performance of
project risk management system.
Bart Lenderink, J. I. (2019). Procurement and innovation risk management: How a public client
managed to realize radical green innovation in a civil engineering project.
LI Qinga, L. R. (2014). Quality risk management model for railway construction projects.
Martin Hirman, A. B. (2019). Project Management during the Industry 4.0 Implementation with Risk
Factor Analysis.
Matej Masár, M. H. (2019). The current state of project risk management in the transport sector.
Neha Chhabra Roya, N. R. (2019). Risk management in small hydropower (SHP) projects of
Uttarakhand: An innovative approach.
Oduoza, O. O. (2018). Guidelines to Aid Project Managers in Conceptualising and Implementing Risk
Management in Building Projects.

23

Anda mungkin juga menyukai