Anda di halaman 1dari 18

Tugas Rangkuman 1

The Scientific and Alternative Approach to Investigation,

Defining the Management Problem and Research Problem,

The Critical Literatur Review

Rangkuman ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Metodologi Penelitian

Disusun oleh

1. Dwi Mardi Widodo (216020301011012)


2. Mario Yosafat Tiardo Marpaung (216020301011013)

Kelas : IB-PUPR

PROGRAM MAGISTER ILMU AKUNTANSI


PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
KELAS KERJASAMA KEMENTERIAN PUPR TAHUN 2022
Rangkuman Chapter 2

The Scientific and Alternative Approach to Investigation

Menurut Bougie dan Sekaran (2020) menjelaskan bahwa penelitian ilmiah


difokuskan pada penyelesaian masalah dengan berbagai metode penyelesaian
masalah yang digunakan secara logis dan teroganisir untuk mengidentifikasi masalah,
mengumpulkan data, menganalisis data dan penarikan kesimpulan yang valid. Menurut
Bougie dan Sekaran (2020) juga menjelaskan bahwa penelitian ilmiah yang baik
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Purposiveness (tujuan yang jelas). Dalam memulai penelitian memiliki tujuan atau
maksud yang jelas dalam menyelesaikan masalah yang diteliti.
2. Rigor (ketepatan). Dalam proses penelitian perlu dilakukan dengan secara hati-hati,
cermat, dan teliti. Dalam contoh kasus, misalkan manajer sebuah organisasi
meminta 10 sampai 12 karyawannya untuk mengungkapkan apa yang akan
meningkatkan level komitmen mereka pada organisasi. Jika hanya berdasarkan
respon manajer menarik kesimpulan mengenai bagaimana komitmen karyawan
dapat ditingkatkan, seluruh pendekatan investigasi akan tidak ilmiah.
3. Testability (dapat diuji). Dalam penelitian ilmiah dapat mengembangkan hipotesis
yang dapat diuji dan dikaji kebenarannya.
4. Replicability (dapat ditiru). Prosedur penelitian perlu dijabarkan secara rinci,
sehingga orang lain dapat memahami, dapat melaksanakan penelitian tersebut dan
dapat mengulanginya dengan menggunakan data lain.
5. Precision And Confidence (ketelitian dan keyakinan). Ketelitian mengacu pada
6. mengacu pada kedekatan temuan dengan “kenyataan” berdasarkan sebuah
sampel. Dengan kata lain, ketelitian mencerminkan tingkat keakuratan atau
keyakinan hasil berdasarkan sebuah sampel, terkait apa yang benar-benar eksis
dalam keseluruhan. Sedangakan kepercayaan mengacu pada pada probabilitas
ketepatan estimasi kita. Ketelitian dan keyakinan merupakan aspek penting
penelitian, yang dicapai melalui desain sampling ilmiah yang tepat.
7. Objectivity (objektivitas). Kesimpulan yang ditarik melalui interpretasi hasil analisis
data harus seobjektif mungkin yang didasarkan pada fakta- fakta temuan yang
diperoleh dari data yang aktual dan bukan subjektif.
8. Generalizability (dapat digeneralisasi). Mengacu pada ruang lingkup penerapan
temuan penelitian dalam satu organisasi ke organisasi lainnya. Semakin luas
jangkauan penerapan solusi yang dihasilkan oleh penelitian, semakin bermanfaat
penelitian tersebut untuk berbagai jenis pengguna.
9. Parsimony (Hemat). Kesederhaanan dalam model penelitian dicapai jika kita
memasukkan ke dalam kerangka penelitian lebih sedikit jumlah variable yang akan
menjelaskan varians secara jauh lebih efisien dibanding seperangkat variable
kompleks yang hanya akan sedikit menambah varians yang dijelaskan. Sifat hemat
ini dapat dicapai dengan pemahaman yang baik terhadap masalah dan factor
penting lainnya yang memengaruhi hal tersebut. Model teoritis konseptual yang baik
semacam itu dapat diperoleh melalui wawancara terstruktur dan tidak terstruktur
dengan pihak terkait, dan tinjauan literatur yang menyeluruh terhadap hasil
penelitian sebelumnya dalam bidang masalah tertentu.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ilmiah yang dipopulerkan oleh
filsuf Austria Karl Popper dalam bukunya Bougie dan Sekaran (2020) yaitu
mengggunakan metode Hypothetico-Deductive. Metode Hypothetico-Deductive
memberikan pendekatan sistematis untuk menghasilkan pengetahuan untuk
memecahkan masalah dasar dan manajerial. Adapun tujuh langkah dalam
menggunakan metode hipotesis deduktif yaitu
1. Observation (pengamatan). Pengamatan terhadap masalah yang muncul dan
pengembangan pertanyaan penelitian terhadap masalah tersebut.
2. Preliminary information gathering (pengumpulan informasi awal). Dilakukan dengan
mencari informasi secara mendalam mengenai hal yang diamati. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbicara secara informal dengan beberapa orang dalam konteks
kerja atau klien, atau kepada sumber relevan lainnya, dengan demikain dapat
mengumpulkan informasi mengenai apa dan mengapa sesuatu hal terjadi.
3. Theory formulation (perumusan teori). Pada langkah ini, variabel diperiksa untuk
memastikan kontribusi atau pengaruhnya dalam menjelaskan mengapa masalah
terjadi dan bagaimana masalah tersebut dapat diselesaikan.
4. Hypothesizing (penyusunan hipotesis). Dari jaringan asosiasi teori diantara
variabel, hipotesis atau perliraan tertentu yang dapat diuji pun bisa dihasilkan.
5. Data collection (pengumpulan data). Diperlukan untuk menguji hipotesis yang
dihasilkan dalam studi.
6. Data analysis (analisis data). Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistik
untuk melihat apakah hipotesis terbukti.
7. Interpretation of data (interpretasi data). Menginterpretasikan dari hasil analisis data
yang telah diuji secara statistik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode deduktif yaitu menjelaskan teori dari yang
lebih umum ke yang lebih spesifik dan berbanding terbalik dengan metode induktif yang
menjelaskan teori dari hal spesifik ke hal yang umum. Adapun alternatif pendekatan
dalam penelitian yaitu
1. Positivism yaitu paradigma penelitian deduktif dengan mengedepankan teori-teori
yang dapat diuji melalui rancangan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya
dan ukuran-ukuran objektif dengan melakukan eksperimen, yang memungkinkan
untuk menguji hubungan sebab-akibat melalui observasi dan penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif.
2. Constructionism yaitu paradigma penelitian yang berkebalikan dari positivism, yang
menganggap tidak ada realitas atau kebenaran secara tunggal dan dilakukan
secara kualitatif dan lebih mengedapankan pada pemahaman kasus tertentu.
3. Critical Realism yaitu kombinasi dari kepercayaan pada realitas eksternal
(kebenaran objektif) dengan penolakan klaim bahwa realitas eksternal ini dapat
diukur secara objektif dan melalui pengamatan (terutama pengamatan terhadap
fenomena yang tidak dapat kita amati dan ukur secara langsung, seperti kepuasan,
motivasi, budaya).
4. Pragmatism yaitu paradigm yang mempercayai bahwa realitas tidaklah bersifat
tetap karena terus-menerus dinegosiasikan, diperdebatkan, dan diinterpretasi.
Paradigma ini dapat dikatakan merupakan gabungan dari pandangan positivisme
dan konstruktivisme. Biasanya, penelitian jenis ini menggunakan pendekatan
gabungan kualitatif dan kuantitatif.
Rangkuman Chapter 3 dan 4

Defining the Management Problem and Research Problem

MENDEFINISIKAN MASALAH MANAJEMEN


Agar dapat melakukan evaluasi atas biaya dan manfaat dari sebuah proyek
penelitian, peneliti membutuhkan informasi tentang 'apa' dan 'mengapa' proyek tersebut
dilakukan. Apa saja yang diketahui oleh manajer dan mengapa? Dengan kata lain,
'masalah' manajemen harus didefinisikan. Seringkali untuk membantu mendefinisikan
masalah manajemen dilakukan hal berikut:
1. Situasi yang ada;
2. Mengapa situasi ini bermasalah (motif perubahan atau motif melakukan penelitian);
3. Situasi yang diinginkan (tujuan manajemen).

Dalam situasi di mana seorang manajer secara proaktif mencari peluang keputusan
atau area untuk perbaikan, kami dapat merumuskan masalah manajemen sebagai
berikut:
1. Situasi yang ada; Untuk tumbuh, kami mempertimbangkan untuk memasuki pasar
baru. Namun, tidak jelas seberapa menarik pasar ini dalam jangka Panjang.
2. Mengapa situasi ini bermasalah (motif perubahan atau motif melakukan penelitian);
Ini menjadi masalah karena kami ingin membuat keputusan masuk pasar.
3. Situasi yang diinginkan (tujuan manajemen). Memperoleh wawasan tentang daya
tarik pasar jangka panjang.

Dari masalah manajemen ini, peneliti harus dapat mendefinisikan masalah penelitian
(tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian). Dalam bab ini, kami fokus pada situasi
yang memerlukan penelitian, situasi di mana sebuah organisasi berada dalam masalah
dan manajer perlu menemukan solusi.
Tugas penting seorang manajer adalah memastikan bahwa tujuan organisasi tercapai
dan organisasi berfungsi secara efisien. Jika tujuan organisasi tidak tercapai atau jika
organisasi tidak beroperasi dengan cara terbaik, itu adalah tugas manajer untuk
memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah sering dimulai jika seorang manajer
menemukan bahwa situasi yang ada tidak diinginkan atau situasinya tidak memenuhi
norma atau standar tertentu.
Ketika seorang manajer menemukan bahwa kesenjangan antara situasi yang ada
dengan yang diinginkan terlalu besar dan melihat atau meramalkan konsekuensi negatif
yang besar akibat dari kesenjangan tersebut, manajer akan memulai tindakan yang
bertujuan untuk menemukan jalan keluar dari situasi yang ada. Proses penelitian dimulai
ketika manajer menugaskan seorang peneliti untuk membantu memecahkan masalah
organisasi. Eksplorasi dan diagnosis akan membantu peneliti untuk (pada akhirnya)
mendefinisikan masalah manajemen.

LANGKAH PERTAMA PROSES PENELITIAN: EKSPLORASI


Setelah diberi pengarahan oleh manajer, peneliti siap untuk memulai. Langkah
pertama yang harus dilakukan oleh peneliti adalah eksplorasi, yaitu peneliti mencoba
untuk menemukan lebih banyak tentang inti masalah: 'apa yang terjadi?' dan 'mengapa
bermasalah?' adalah dua pertanyaan penting yang membutuhkan jawaban sementara.
di panggung ini. Hal ini juga berguna untuk mengeksplorasi kondisi untuk memecahkan
masalah.
Karena membuat diagnosis adalah langkah logis berikutnya, keputusan pertama yang
harus dibuat dalam hal ini adalah: 'apakah kita akan berinvestasi dalam diagnosis atau
tidak?' Ada dua skenario yang ingin dihindari oleh peneliti, yaitu :
1. Melebih-lebihkan masalah: memutuskan untuk menginvestasikan waktu dan energi
dalam diagnosis ketika masalahnya sepele dan tidak signifikan;
2. Meremehkan masalah: memutuskan untuk tidak mendiagnosis ketika ada masalah
potensial dan perubahan diperlukan.

Jika peneliti dan organisasi klien memutuskan untuk melanjutkan proyek, menjadi
penting untuk memikirkan bagaimana cara seseorang ingin mendekat dalam tahap
diagnosis: Siapa yang perlu terlibat dan dalam peran apa (peserta, informan atau ahli)?
Berapa banyak dan jenis sumber daya apa yang dibutuhkan? Apakah kita memiliki akses
ke informasi yang relevan? Seringkali berguna untuk menyelesaikan masalah seperti itu
dengan organisasi klien sebelum peneliti memasuki tahap diagnosis.

LANGKAH KEDUA DARI PROSES PENELITIAN: DIAGNOSIS


Tahap eksplorasi akan berlanjut ke tahap berikutnya, membuat diagnosis, jika
peneliti telah berkonsultasi dengan organisasi klien dan yakin bahwa penyelidikan lebih
lanjut dari masalah ini dapat bermanfaat. Tahap diagnosis, merupakan tahap paling
penting dari proses sebuah perubahan. Pada tahap diagnosis, peneliti akan menggali
lebih dalam masalah, agar dapat memahami situasi secara mendalam. Masalah dan
kendala solusi perlu didefinisikan secara menyeluruh. Ini bukan tugas langsung. Sangat
penting bahwa peneliti memastikan bahwa masalah yang ditangani adalah tepat dan
masalah diselesaikan dengan cara yang benar.

Diagnosis dapat terjadi pada tingkat yang berbeda dalam suatu organisasi. Misalnya,
proses diagnosis dapat terjadi di tingkat organisasi, departemen atau unit bisnis strategis
(SBU) atau di tingkat individu, seperti karyawan atau klien. Diagnosis dapat ditujukan
pada semua level ini tetapi juga pada salah satu level ini.
Ada banyak instrumen dan alat berharga yang dapat membantu Anda mendiagnosis,
dan sebagian besar instrumen ini bersifat analitis (mereka membantu Anda memisahkan
masalah menjadi bagian atau elemen penyusunnya). Instrumen ini dapat membantu
Anda untuk menyusun aktivitas Anda dan mengatur pengumpulan informasi dalam tahap
diagnosis. Instrumen yang mungkin berguna adalah Kerangka McKinsey 7S atau Tichy
matrix, yang dikerjakan ulang oleh Peter Camp. Beberapa instrumen, seperti fishbone
diagram atau root cause analysis (juga dikenal sebagai '5 time why'), menekankan sebab
dan akibat. Tak perlu dikatakan, instrumen yang digunakan seseorang harus sesuai
dengan tingkat di mana diagnosis berlangsung dan seluk-beluk situasi yang dihadapi.

KENDALA ATAU PRA KONDISI YANG HARUS DIPERHATIKAN


Sebelum seseorang dapat mulai berpikir untuk memecahkan masalah tindakan,
seseorang perlu mendefinisikan tidak hanya masalah manajemen tetapi juga kendala
atau prasyarat yang harus dipenuhi oleh solusi untuk masalah tersebut. Kendala
berkaitan dengan hal-hal yang tidak muncul secara langsung dari definisi masalah tetapi
penting dalam konteks pencapaian tujuan pengelolaan. Kondisi yang membatasi
tersebut mungkin berhubungan dengan sumber daya (seperti waktu dan uang), undang-
undang dan peraturan atau, misalnya, kebijakan organisasi. Dalam contoh pergantian
staf yang tidak diinginkan, kendala mungkin terkait dengan biaya solusi (dalam hal waktu,
uang dan energi) dan persyaratan hukum, peraturan ketenagakerjaan dan/atau
kebijakan HRM organisasi. Wawasan dan definisi kendala ini mencegah bahwa pada
akhirnya diberikan rekomendasi (solusi disajikan) yang tidak dapat dilakukan karena
terlalu mahal, karena tidak memenuhi keinginan (mungkin berbeda) dari pihak-pihak
yang terlibat atau karena mereka dilarang oleh undang-undang.
BERBEDA JENIS MASALAH DAN SOLUSI UNTUK MASING – MASING MASALAH
Diagnosis ditujukan untuk mendefinisikan masalah manajemen dan kendala solusi.
Itulah sebabnya diagnosis merupakan tahap yang sangat penting (beberapa orang
mengatakan, tahap yang paling penting) dalam proses pemecahan masalah. Tetapi
diagnosis tidak selalu mudah; beberapa masalah lebih mudah untuk didefinisikan
daripada yang lain. Memang, beberapa masalah rumit dan sulit untuk dipahami; ada
banyak fenomena yang saling terkait, yang tidak diinginkan karena berbagai alasan.
Dalam situasi lain, mungkin sulit atau bahkan tidak mungkin untuk mengumpulkan
informasi yang cukup untuk dapat memahami apa yang sedang terjadi. Dan kadang-
kadang, para pemangku kepentingan tidak setuju tentang apakah ada masalah untuk
memulai, tentang apa masalahnya dan/atau tentang kendala solusinya. Terkadang,
masalah begitu kompleks sehingga orang dapat dengan aman berbicara tentang
kekacauan. Semua hal ini mempengaruhi solvabilitas masalah.
Solvabilitas suatu masalah dipengaruhi secara positif jika dimungkinkan untuk secara
jelas mendefinisikan masalah dan kendala solusinya. Jika ada konsensus tentang isu-
isu ini dan jika para pemangku kepentingan berpikir bahwa adalah mungkin untuk
mencapai tujuan manajerial dalam batasan yang telah dirumuskan, seseorang dapat
mulai berpikir tentang pemecahan masalah.
Secara umum, solvabilitas masalah ditentukan oleh dua faktor:
 Tingkat konsensus tentang apakah ada masalah, apa masalahnya dan kendala yang
harus dipenuhi oleh solusi;
 Sejauh mana pengetahuan yang relevan tersedia tentang bagaimana masalah dapat
dipecahkan.

Tergantung pada karakteristik khusus dari masalah, perencanaan dan tindakan,


negosiasi dan persuasi atau bentuk kepemimpinan yang berbeda dapat membantu
manajer untuk menghadapi situasi yang tidak diinginkan. Jika masalahnya adalah
masalah teknis atau rutin, penelitian tentang bagaimana masalah tersebut dapat (terbaik)
diselesaikan tidak diperlukan; semua informasi relevan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah sudah tersedia. Masalahnya dapat diselesaikan dengan
perencanaan (mengidentifikasi biaya intervensi, menetapkan baseline atau ukuran
kinerja, alokasi sumber daya, pengembangan jadwal yang realistis dan sejenisnya) dan
mengambil tindakan. Jika masalahnya adalah masalah konsensus, konsultasi dalam
bentuk dialog atau diskusi, atau jika diperlukan penggunaan otoritas, merupakan langkah
pertama yang penting untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah manajemen.
Kepemimpinan karismatik dan otoriter dapat memecahkan kebuntuan jika masalahnya
adalah kombinasi dari masalah konsensus dan informasi.
Karena penelitian tidak selalu merupakan jalan yang paling jelas untuk menemukan
solusi untuk masalah tindakan, sangat penting bagi peneliti untuk tidak hanya fokus pada
pendefinisian masalah manajemen dan kendala solusi selama tahap diagnosis tetapi
juga pada penentuan karakteristik. masalah dan dengan itu, jenis masalah. Hanya jika
peneliti sampai pada kesimpulan bahwa masalahnya adalah masalah informasi – ketika
jelas apa masalahnya, tetapi bukan bagaimana masalah tersebut dapat (terbaik)
dipecahkan – penelitian (berorientasi tindakan) diperlukan. Dalam situasi seperti itu,
peneliti dapat mulai berpikir untuk merumuskan masalah penelitian dan
mengembangkan proposal penelitian. Dalam situasi lain di mana masalah tindakan
bukan masalah informasi, tugas peneliti telah berakhir pada tahap diagnosis.

MENDEFINISIKAN MASALAH PENELITIAN


Setelah mendefinisikan masalah manajemen, peneliti berada dalam posisi untuk
mendefinisikan masalah penelitian. Sangat penting bahwa masalah penelitian tidak
ambigu, spesifik dan terfokus, dan masalah tersebut ditangani dari perspektif akademis
tertentu. Tidak ada penelitian yang baik yang dapat menemukan solusi untuk situasi
tersebut jika masalah penelitian tidak ditunjukkan dengan jelas.

APA YANG MEMBUAT PERNYATAAN MASALAH YANG BAIK?


Pernyataan masalah yang baik mencakup pernyataan tujuan penelitian dan
pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian fundamental (atau dasar) dalam bisnis terkait
dengan perluasan pengetahuan (proses) bisnis dan manajemen secara umum, tujuan
akhir dari penelitian terapan sering untuk menginformasikan pengambilan keputusan dan
tindakan manajer.
Setelah tujuan penelitian telah diidentifikasi, seseorang dapat merumuskan
pertanyaan penelitian dari penelitian tersebut. Dimasukkannya satu atau lebih
pertanyaan penelitian dalam pernyataan masalah lebih memperjelas masalah yang akan
diselesaikan. Pertanyaan penelitian menentukan apa yang ingin Anda pelajari tentang
topik tersebut. Mereka memandu dan menyusun proses pengumpulan dan analisis
informasi untuk membantu Anda mencapai tujuan studi Anda. Dengan kata lain,
pertanyaan penelitian adalah terjemahan dari masalah organisasi menjadi kebutuhan
spesifik akan informasi.
Sekarang, harus jelas bahwa masalah penelitian membahas baik 'mengapa' (tujuan
khusus atau tujuan penelitian) dan 'apa' (pertanyaan penelitian utama atau serangkaian
pertanyaan penelitian) dari penelitian. Ada tiga kriteria kunci untuk menilai kualitas
pernyataan masalah: itu harus relevan, layak dan menarik.
Suatu masalah penelitian dikatakan relevan jika bermakna dari perspektif manajerial,
perspektif akademis, atau keduanya. Dari perspektif manajerial, penelitian relevan jika
berkaitan dengan (1) masalah informasi yang saat ini ada dalam pengaturan organisasi
atau (2) area yang menurut manajer perlu ditingkatkan dalam organisasi.
Masalah penelitian yang baik adalah relevan tetapi juga layak. Pernyataan masalah
layak jika Anda mampu menjawab pertanyaan penelitian dalam batasan proyek
penelitian. Pembatasan ini mungkin terkait dengan waktu dan uang, tetapi juga dengan
ketersediaan responden, keahlian peneliti (pernyataan masalah mungkin terlalu sulit
untuk dijawab) dan sejenisnya. Masalah yang sering muncul dalam hal kelayakan adalah
bahwa pernyataan masalah tidak jelas (tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian tidak
cukup tepat dan/atau ambigu) dan cakupannya terlalu luas. Memang, penting bagi Anda
untuk mengembangkan pertanyaan penelitian yang didefinisikan secara sempit yang
dapat diselidiki dalam jumlah waktu yang wajar, dan dengan jumlah uang dan usaha
yang wajar. Misalnya, pertanyaan 'Bagaimana konsumen berperilaku?' terlalu umum
untuk diselidiki.
Pemilihan perspektif (akademik) tertentu pada masalah juga akan meningkatkan
kelayakan proyek penelitian karena memungkinkan kita untuk memanfaatkan literatur
yang kaya untuk membantu kita merumuskan masalah penelitian.
Penelitian adalah proses yang memakan waktu dan Anda akan melalui banyak pasang
surut sebelum Anda mempresentasikan versi final dari laporan penelitian Anda. Oleh
karena itu, penting bagi Anda untuk benar-benar tertarik pada pernyataan masalah yang
ingin Anda jawab, sehingga Anda dapat tetap termotivasi selama seluruh proses
penelitian.
JENIS PERTANYAAN DASAR: DESKRIPSI EKSPLORASI DAN PERTANYAAN
PENYEBAB
Ada tiga jenis pertanyaan dasar yang dapat ditangani oleh proyek penelitian:
pertanyaan eksplorasi, deskriptif, dan kausal. Sekarang kita akan melihat masing-masing
secara detail.

Exploratory Research Questions


Pertanyaan penelitian eksplorasi biasanya dikembangkan ketika (a) tidak banyak
yang diketahui tentang fenomena tertentu; (b) hasil penelitian yang ada tidak jelas atau
mengalami keterbatasan yang serius; (c) topiknya sangat kompleks; atau (d) tidak ada
cukup teori yang tersedia untuk memandu pengembangan kerangka teoritis. Penelitian
eksplorasi sering bergantung pada pendekatan kualitatif untuk pengumpulan data seperti
diskusi informal (dengan konsumen, karyawan, manajer), wawancara, kelompok fokus
dan/atau studi kasus.

Descriptive Research Questions


Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk memperoleh data yang
menggambarkan topik yang diminati. Penelitian deskriptif bersifat kuantitatif atau
kualitatif. Ini mungkin melibatkan pengumpulan data kuantitatif seperti peringkat
kepuasan, angka produksi, angka penjualan atau data demografis, tetapi mungkin juga
memerlukan pengumpulan informasi kualitatif. Misalnya, data kualitatif mungkin
dikumpulkan untuk menggambarkan bagaimana konsumen melalui proses pengambilan
keputusan atau untuk memeriksa bagaimana manajer menyelesaikan konflik dalam
organisasi. Kadang-kadang peneliti tertarik pada asosiasi antar variabel untuk
menggambarkan populasi, peristiwa atau situasi.
Studi korelasional menggambarkan hubungan antar variabel. Sementara studi
korelasional dapat menunjukkan bahwa ada hubungan antara dua variabel, menemukan
korelasi tidak berarti bahwa satu variabel menyebabkan perubahan pada variabel lain.
Studi deskriptif dapat membantu peneliti untuk:
1. Memahami karakteristik kelompok dalam situasi tertentu (misalnya, profil segmen
tertentu di pasar);
2. Berpikir secara sistematis tentang aspek-aspek dalam situasi tertentu (misalnya,
faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja);
3. Tawarkan ide untuk penyelidikan dan penelitian lebih lanjut;
4. Membantu membuat keputusan (sederhana) tertentu (seperti keputusan yang terkait
dengan penggunaan saluran komunikasi tertentu tergantung pada profil pelanggan,
jam buka, pengurangan biaya, pekerjaan staf, dan sejenisnya).

Causal Research Questions


Studi kausal menguji apakah satu variabel menyebabkan variabel lain berubah atau
tidak. Dalam studi kausal, peneliti tertarik untuk menggambarkan satu atau lebih faktor
yang menyebabkan suatu masalah. Contoh umum dari pertanyaan penelitian kausal
adalah: 'Apa pengaruh sistem penghargaan terhadap produktivitas?' dan 'Bagaimana
nilai yang dirasakan mempengaruhi niat beli konsumen?' Maksud peneliti melakukan
studi kausal adalah untuk dapat menyatakan variabel itu X (variabel bebas)
menyebabkan variabel Y (variabel terikat). Jadi, ketika variabel X dihilangkan atau diubah
dengan cara tertentu, masalah Y terpecahkan (perhatikan bahwa cukup sering,
bagaimanapun, bukan hanya satu variabel yang menyebabkan masalah dalam
organisasi).
kondisi berikut harus dipenuhi dalam causal relationship:
1. Variabel bebas dan variabel terikat harus kovarian.
2. Variabel bebas (faktor penyebab yang diduga) harus mendahului variabel terikat.
3. Untuk menetapkan kausalitas, peneliti harus mengontrol efek dari variabel 'asing'
untuk memastikan bahwa variasi dalam variabel dependen bukan karena faktor atau
variabel selain variabel bebas yang diikutsertakan dalam eksperimen. Variabel asing
adalah variabel yang memiliki pengaruh yang tidak diinginkan terhadap hasil suatu
penelitian. Variabel asing mengacaukan hasil ketika mereka dibiarkan berubah
secara sistematis bersama dengan dua variabel yang sedang dipelajari. Oleh karena
itu, variabel tersebut mendistorsi hasil dan membuat tidak mungkin untuk menarik
kesimpulan yang berarti dari hasil karena memungkinkan untuk penjelasan alternatif
untuk hasil.

Usulan penelitian yang disusun oleh peneliti merupakan hasil usaha yang terencana,
terorganisir dan cermat, dan pada dasarnya memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Judul kerja;
2. Latar belakang penelitian;
3. Masalah manajemen: Jika masalah manajemen adalah masalah tindakan: kendala
atau prasyarat yang harus dipenuhi oleh solusi;
4. Masalah penelitian:
a. Tujuan studi
b. pertanyaan penelitian.
5. Ruang lingkup penelitian;
6. Relevansi penelitian;
7. Desain penelitian, menawarkan rincian tentang:
a. Jenis studi -eksploratif dan deskriptif;
b. Metode pengumpulan data;
c. Desain pengambilan sampel;
d. Analisis data.
8. Kerangka waktu penelitian, termasuk informasi kapan laporan tertulis akan
diserahkan kepada sponsor;
9. Anggaran, merinci biaya dengan mengacu pada item pengeluaran tertentu;
10. Daftar Pustaka yang dipilih.

Setelah proposal diterima, peneliti melakukan penelitian, melalui langkah-langkah


yang sesuai yang dibahas dalam proses desain penelitian. Proposal penelitian yang
dikembangkan dengan baik memungkinkan manajer untuk menilai relevansi penelitian
yang diusulkan. Namun, untuk memastikan bahwa tujuan penelitian benar-benar
tercapai, manajer harus tetap terlibat selama seluruh proses penelitian. Pertukaran
informasi antara manajer dan peneliti selama semua tahap penting dari proses penelitian
pasti akan meningkatkan relevansi manajerial dan kualitas upaya penelitian.
Rangkuman Chapter 5

The Critical Literatur Review

Setelah mengembangkan proposal penelitian maka langkah selanjutnya adalah


kritikal tinjauan literatur. Menurut Hart (2008) dijelaskan bahwa tinjauan literatur yaitu
pemilihan dokumen yang tersedia (baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan)
tentang topik, yang berisi informasi, ide, data, dan bukti yang ditulis dari sudut pandang
tertentu untuk memenuhi tujuan tertentu atau mengungkapkan pandangan tertentu
tentang sifat topik dan bagaimana itu harus diselidiki, dan evaluasi yang efektif dari
dokumen-dokumen ini dalam kaitannya dengan penelitian yang diusulkan. Menurut
Bougie dan Sekaran (2020) menjelaskan bahwa kritikal tinjauan sangat penting di hampir
semua proyek penelitian, terlepas dari jenis studinya, tetapi juga bahwa fungsi spesifik
dari tinjauan literatur dapat bervariasi per proyek. Krtikal tinjauan literartur yang baik
dapat memberikan kerangka dasar yang baik untuk diproses lebih lanjut sehingga
kerangka teoritis yang komprehensif dapat disusun dengan hipotesis yang dapat diuji.
Secara umum tinjauan literatur memastikan bahwa:

1. Upaya penelitian diposisikan relatif terhadap pengetahuan yang ada dan dibangun di
atas pengetahuan tersebut.
2. Risiko “menemukan kembali” yaitu memboroskan usaha dengan mencoba
menemukan kembali sesuatu yang sudah diketahui tidak dialami oleh peneliti.
3. Peneliti memungkinkan untuk memberikan argument terhadap keterkaitan antara
variabel – variabel pada konsep model
4. Sifat dapat diuji dan dapat ditiru dari temuan penelitian saat ini meningkat.

5. Penelitian dapat saling terkait dengan penelitian yang lain.


Adapun pendekatan literatur yang melibatkan identifikasi berbagai materi yang
diterbitkan dan tidak diterbitkan yang tersedia pada topik yang menarik, dan
mendapatkan akses terhadap topik tersebut yaitu berupa buku teks, jurnal, tesis,
conference proceedings, naskah yang tidak diterbitkan, laporan, koran, dan internet.
DAFTAR PUSTAKA

Boughy, Roger dan Sekaran, Uma. (2020). Research Method for Business (8th ed.).
John Wiley & Son Inc.
ANALISIS PERMASALAHAN PADA IMPLEMENTASI
POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
BLU merupakan instansi pemerintah yang diberikan mandat oleh Kementerian/Lembaga
untuk menyelenggarakan layanan publik, seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan
kawasan dan pengelolaan dana. Menurut Thynne (2003) dalam Egeberg dan Trondal (2010)
pemberian mandat tersebut dimaksudkan untuk membedakan fungsi
pemerintah sebagai regulator, sekaligus sebagai upaya mengembangkan aktivitas
pengagenan (agencification). Pelayanan publik tidak harus diselenggarakan oleh lembaga
birokrasi murni, tetapi diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis (bussiness like)
dengan menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan, dan manajemen sektor swasta (Box, 1999).
Dalam pelaksanaannya, upaya peningkatan layanan kepada masyarakat saat ini masih
belum maksimal dan terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan administrasi
pengelolaan keuangan BLU. Sebagai upaya meminimalisir permasalahan yang terjadi, pada tahun
2013 Kementerian Keuangan memberlakukan moratorium penetapan BLU baru. Dalam periode
tersebut, tidak ada satuan kerja instansi pemerintah yang ditetapkan untuk menerapkan PPK BLU.
Kementerian Keuangan melakukan beberapa perbaikan kebijakan yang terkait PPK BLU, antara
lain penataan regulasi, monitoring dan evaluasi terhadap satker BLU, dan penyusunan road map
bagi satker BLU.
Suatu satker pemerintah dapat menerapkan pengelolaan keuangan BLU, terlebih dahulu
harus memenuhi tiga kelompok persyaratan. Pertama, persyaratan substantif bahwa Instansi
pemerintah tersebut menyelenggarakan layanan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa,
pengelola dana khusus, atau pengelola kawasan atau wilayah. Kedua, persyaratan teknis bahwa
kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah tersebut layak dikelola
dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Penilaian ini dilakukan oleh
menteri teknis; dan Kinerja keuangan instansi pemerintah tersebut harus sehat. Ketiga, persyaratan
administratif. Apabila persyaratan pertama dan kedua telah dipenuhi, maka menteri teknis
mengusulkan instansi/satker berkenaan kepada Menteri Keuangan untuk dilakukan penilaian
melalui dokumen persyaratan administratif yaitu: (1) Pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja; (2) Pola Tata Kelola; (3) Rencana Strategis Bisnis; (4) Laporan Keuangan
Pokok; (5) Standar Pelayanan Minimum (SPM); dan (6) Laporan audit terakhir atau pernyataan
bersedia untuk diaudit. Berdasarkan hasil penilaian atas dokumen administratif tersebut, Menteri
Keuangan menerbitkan ketetapan suatu instansi pemerintah layak atau tidak layak ditetapkan
sebagai satker BLU.
BLU merupakan format baru dalam pengelolaan keuangan negara, sekaligus sebagai
wadah baru bagi modernisasi manajemen keuangan sektor publik. Perubahan tersebut juga telah
mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat
(Hughes, 1998 dalam Prakoso,2014). Sebagaimana diamanatkan dalamUndang-Undang
Perbendaharaan Negara, BLU memiliki tugas yang sangat mulia, yakni turut berperan dalam
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tugas dan fungsi BLU adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel, menonjolkan produktivitas, efisiensi dan
efektivitas. Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk lebih memberikan keleluasaan kepada
satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan untuk mengelola sumber daya yang ada
sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, BLU diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan berupa
pengecualian atas asas universalitas dan fleksibilitas lainnya, yaitu:
1. Pendapatan dapat digunakan langsung, tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Kas
Negara;
2. Belanja menggunakan pola anggaran fleksibel dengan ambang batas tertentu;
3. Dapat mengelola kas BLU untuk memanfaatkan idle cash BLU yang
hasilnya menjadi pendapatan BLU;
4. Dapat memberikan piutang usaha maupun menghapus piutang sampai batas
tertentu;
5. Dapat melakukan utang sesuai jenjang dengan tanggung jawab pelunasan berada
pada BLU;
6. Dapat melakukan investasi jangka Panjang dengan seijin Menteri Keuangan;
7. Dapat dikecualikan dari aturan umum pengadaan barang/jasa dan dapat mengalihkan
barang inventaris;
8. Dapat diberikan remunerasi sesuai tingkat tanggung jawab dan profesionalisme;
9. Surplus dapat digunakan untuk tahun berikutnya dan defisit dapat dimintakan dari
APBN untuk Public Service Obligation (PSO);
10. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan profesional non PNS;
11. Pengaturan organisasi dan nomenklatur diserahkan kepada Kementerian/Lembaga
dan BLU yang bersangkutan dengan seijin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(Direktorat PPK BLU, 2014).
Pemberian fleksibilitas tersebut dimaksudkan untuk mendorong satker BLU agar dapat
menerapkan praktik bisnis yang sehat. Penerapan praktik bisnis yang sehat merupakan suatu upaya
untuk mengadopsi prinsip dan kaidah manajemen yang baik dalam pengelolaan keuangan
negara. Fungsi- fungsi manajemen diadaptasi dengan tujuan agar tercipta tata kelola organisasi
yang baik, akuntabel dan transparan.
Konsep manajerial yang diterapkan dalam pengelolaan BLU yaitu “let the managers
manage and make the managers manage”. Konsep “let the managers manage” mengandung makna
memberi kesempatan kepada manager (pimpinan satuan kerja) mengelola layanan pemerintah
seperti pendidikan dan kesehatan dengan menggunakan anggaran secara efisien dan efektif.
Sedangkan konsep “make the managers manage” bermakna memastikan bahwa pimpinan satuan
kerja tersebut telah melakukan pengelolaan dengan efisien dan efektif sehingga menghasilkan
output yang optimal (Waluyo, 2011).
Konsep BLU sebenarnya muncul dari reformasi sektor publik di Inggris pada tahun 1980-
an semasa Perdana Menteri Margareth Thatcher. Institusi publik dikelola secara lebih otonom
dengan tata kelola seperti swasta (private-like manner). Institusi publik yang semi otonom dan
dikelola dengan mekanisme layaknya entitas bisnis itu disebut dengan “ the next step agencies”.
Negara-negara lain juga melakukan hal yang sama seperti Agentschappen di Belanda, Special
Operating Units (SOAs) di Kanada, dan Independent Administrative Institutions (IAIs) di Jepang.
(Direktorat PPK BLU, 2014).
Menurut Lane, Stiglitz, dan Walsh, pada teori principal-agent, agent berusaha memenuhi
keinginan dari principal, karena principal pada dasarnya adalah merupakan representasi
kepentingan publik. Dengan kata lain, principal disini dapat juga berperan sebagai “controller”
agent. Hal ini dikarenakan dalam kondisi politik yang demokratis, pemegang kekuasaan tertinggi
adalah warga masyarakat (citizen) atau konsumen dari pelayanan publik (Batley, 2004 dalam
Prakoso, 2014). Pendekatan principal-agent ini menjadi dasar untuk menempatkan birokrat
sebagai pelayan masyarakat yang sebenarnya. Penerapan pendekatan ini diharapkan mampu
menyadarkan birokrat sebagai agent yang bertanggung jawab kepada masyarakat (principal)
dan bukan sebaliknya. (Prakoso, 2014).
Dalam konteks BLU, implementasi konsep principal-agent diwujudkan dengan posisi
pemerintah sebagai principal melalui menteri atau pimpinan lembaga dan yang menjadi agen
adalah BLU. Menteri/pimpinan lembaga sebagai policy maker dan BLU sebagai pelaksananya.
BLU bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang diminta kepada menteri sebagai
principal. Dalam melaksanakan misi pelayanan publik, BLU memiliki tantangan yang cukup besar
mengingat pemerintah sebagai principal, meminta kepada BLU sebagai agent untuk menjalankan
misi tersebut dengan berpedoman kepada prinsip bisnis. Prinsip ini menekankan efisiensi dan
produktivitas sebagaimana layaknya diterapkan pada dunia usaha, namun dengan tetap
mengutamakan pada peningkatan kualitas pelayanan. BLU harus memiliki banyak inovasi agar
bisa melakukan kegiatan yang kreatif dalam menciptakan metode pelayanan terbaik dan juga
cara terbaik dalam menjalankan prinsip- prinsip bisnis.

Anda mungkin juga menyukai