Metodologi
Penelitian
Akuntansi
02
Ekonomi dan Bisnis Akuntansi MK12610001 Veronica Christina
Abstract Kompetensi
Materi ini menjelaskan pendekatan- Mampu memahami dan menjelaskan
pendekatan dalam penelitian ilmiah, karakteristik penelitian ilmiah dan
ciri-ciri utama penelitian ilmiah, dan tujuh langkah dalam the hypothetico
tahap-tahap atau proses dalam deductive method
sebuah penelitian ilmiah.
PENDEKATAN-PENDEKATAN PENELITIAN ILMIAH
1. Purposiveness
2. Rigor
3. Testability
4. Replicability
5. Precision & Confidence
6. Objectivity
7. Generalizability
8. Parsimony.
PURPOSIVENESS
Penelitian ilmiah harus memiliki tujuan atau saran yang jelas. Tujuan penelitian jelas
ketika masalah dapat dirumuskan dengan jelas pula. Misal, seorang manajer ingin
menyelidiki bagaimana cara meningkatkan komitmen organisasi para karyawan.
Meningkatnya komitmen organisasi karyawan akan berdampak pada penurunan
turnover, berkurangnya absensi, dan pada akhirnya kinerja juga akan meningkat.
Pada contoh ini dapat dilihat bahwa masalah yang dihadapi manajer adalah mungkin
menurunnya kinerja, dan dugaan manajer tersebut menurunnya kinerja mungkin
disebabkan oleh kurang baiknya komitmen organisasi karyawan. Jelas pada contoh
ini tujuannya adalah pada usaha mencari cara bagaimana meningkatkan komitmen
organisasi agar kinerja meningkat. Manajer tersebut memiliki fokus tujuan yang jelas
dalam penyelidikannya.
Rigor
Dasar teori dan rancangan metodologi yang baik akan membuat sebuah penelitian
“rigor”. Rigor berkonotasi pada kehati-hatian, ketelitian, dan tingkat ketepatan dalam
sebuah penelitian. Pada contoh di atas, misalkan manajer tersebut bertanya kepada
10 orang karyawan tentang hal-hal apa saja yang dapat meningkatkan komitmen
organisasi karyawan. Jika manajer tersebut mengambil kesimpulan hanya
Penelitian yang rigor berhubungan dengan penggunaan teori yang baik, dan
metodologi yang disusun dengan teliti dan berhati-hati. Hal ini perlu dilakukan agar
peneliti dapat mencari dan mendapatkan informasi atau data yang tepat melalui
sebuah sampel yang cukup dengan bias yang minimum.
Testability
Pengujian dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian. Hipotesis merupakan
pernyataan tentative yang dapat diuji kebenarannya. Hipotesis diturunkan melalui
teori, yang didasarkan pada keyakinan logis peneliti dan berdasarkan temuan-
temuan penelitian terdahulu. Hipetesis ilmiah harus dapat diuji (testable). Ada juga
hipotesis yang tidak dapat diuji, karena hipotesis tersebut disusun dalam sebuah
pernyataan yang tidak jelas, atau disusun dalam pernyataan yang tidak mungkin
diuji secara eksperimental. Contoh yang terkenal tentang hipotesis yang tidak dapat
diuji adalah hipotesis: “Tuhan menciptakan bumi”.
Berdasarkan contoh sebelumnya, setelah melalui studi yang mendalam dari temuan-
temuan penelitian sebelumnya mengenai komitmen organisasi, manajer
mengembangkan beberapa hipotesis yang berhubungan dengan bagaimana
komitmen organisasi karyawan dapat ditingkatkan, dan selanjutnya hipotesis ini
akan dapat diuji dengan menggunakan alat uji statistik terhadap data yang telah
dikumpulkan. Salah satu hipotesisnya misal: “Karyawan yang merasa memiliki
kesempatan lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan akan
Replicability
Misalkan manajer pada contoh di atas telah menguji hipotesis penelitiannya tadi, dan
menemukan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan faktor
terpenting yang mempengaruhi komitmen organisasi karyawan. Kita akan lebih yakin
dan percaya akan hasil ini jika ada penelitian lain yang juga menggunakan metode
yang sama menemukan hal yang sama seperti temuan manajer tadi. Artinya, kita
semakin yakin akan hasil penelitian jika temuan penelitian dapat direplikasi pada
penelitian lain. Replikasi mengindikasikan bahwa hipotesis yang dibuat tidak
dibangun secara kebetulan, melainkan merupakan refleksi atau cerminan keadaan
sebenarnya dari populasi. Replikasi dapat dilakukan ketika peneliti menjelaskan
secara detil deskripsi rancangan penelitiannya, seperti metode sampling yang
digunakan, dan metode pengumpulan data yang digunakan. Informasi ini akan
memungkinkan peneliti berikutnya untuk melakukan replikasi.
Objectivity
Kesimpulan yang ditarik melalui interpretasi atas hasil analisis data harus dilakukan
dengan obyektif, artinya kesimpulan tersebut harus diambil berdasarkan fakta yang
dihasilkan dari data, dan bukan berdasarkan nilai-nilai subyektif dan emosional.
Misal, jika hipotesis sang manajer yang menyatakan bahwa partisipasi dalam
pengambilan keputusan akan meningkatkan komitmen organisasi, dan berdasarkan
pengujian hipotesis tersebut ditolak, maka sangat tidak masuk akal jika kemudian
manajer tersebut tetap mengatakan bahwa partisipasi dalam pengambilan
Generalizability
Generalisasi menyangkut sejauh dan seluas apa sebuah hasil penelitian dapat
berlaku atau diaplikasikan. Semakin luas cakupan aplikasi sebuah hasil penelitian,
maka semakin baik pula hasil penelitian tersebut dapat digunakan. Contoh, jika
manajer pada contoh sebelumnya, berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai
jenis perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun jasa, dan menemukan
bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan ternyata terbukti meningkatkan
komitmen organisasi, maka tingkat generalisasi hasil penelitian tersebut menjadi
lebih tinggi. Artinya, temuan atau hasil penelitian manajer tersebut bukan saja benar
berlakuk untuk kasus perusahaannya, tetapi juga berlaku bagi perusahaan-
perusahaan lain. Jadi tingkat generalisasi pada dasarnya berhubungan dengan
cakupan atau keluasan penelitian. Semakin tinggi tingkat generalisasi, maka
semakin tinggi pula kegunaan atau manfaat hasil peneltian tersebut. Agar tingkat
generalisasi tinggi, maka peneliti harus berhati-hati dan cermat ketika menyusun
rancangan sampel penelitian, dan menyusun rancangan riset. Pada umumnya
penelitian terapan dilakukan dalam cakupan yang terbatas, yaitu pada perusahaan
yang sedang memiliki masalah saja, sehingga tingkat generalisasi penelitian tidak
begitu tinggi, dan hasil penelitian berlaku hanya pada perusahaan itu saja. Hal ini
bukan berarti penelitian tersebut tidak ilmiah, tetap ilmiah, hanya saja tingkat
generalisasinya terbatas.
Parsimony
Parsimony berhubungan dengan simplisitas atau kesederhanaan dalam
menjelaskan fenomena atau masalah, dan dalam menurunkan solusi-solusi untuk
menyelesaikan masalah. Lebih baik menyusun rerangka penelitian yang simpel dan
Eksistensialisme
Gaya berpikir
Deduksi.
Penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme, yaitu cara memperoleh
pengetahuan berdasarkan rasionalisme atau pemikiran adalah sumber kebenaran.
Deduksi adalah cara berpikir dengan menarik sebuah kesimpulan khusus dari
pernyataan-pernyaatan yang besifat umum; atau dari umum kekhusus.
Kesimpulan umum ini menggambarkan alasan-alasan (premis) yang dijadikan dasar
dalam menarik kesimpulam khusus. Alasan atau premis tersebut merupakan ilmu
atau terori sebelumnya yang sudah diakui kebenarannya. Dalam metode ilmiah.
Berpikir deduktif ini digunakan pada saat penyusunan hipotesis. Hipotesis disusun
secara deduktif dari teori-teori yang disusun secara jelas, logis, dan sistematis
sehingga menjadi kerangka pemikiran. Salah satu cara berpikir deduktif adalah
silogisme, yaitu dengan contoh berikut:
Contoh 1:
Premis pertama:
Setiap Manusia memiliki perasaan
Premis kedua:
Tn. Achmad adalah Manusia
Kesimpulan:
Jadi Tn. Achmad memiliki memiliki perasaan
Induksi.
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual; atau dari khusus ke umum.
Memang tidak ada keterkaitan erat antara alasan dan kesimpulan yang kuat seperti
dalam deduksi. Penalaran induktif terkait dengan empirisme, yaitu faham bahwa
pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran. Dalam metode ilmiah berpikir
induktif ini digunakan dalam pembuktian hipotesis. Berdasarkan satu atau lebih fakta
atau kejadian yang ditemukan, kita menarik kesimpulan bahwa fakta atau kejadian
tersebut juga berlaku umum.
Contoh 3 : Berdasarkan sample dari beberapa orang, kita menemukan orang yang
memiliki kinerja yang tinggi ternyata memiliki kompetensi tinggi. Dari hasil
pengamatan empiris (kasus ini) tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan umum
(generalisasi) bahwa orang yang memiliki kompetensi tinggi, memiliki kinerja tinggi.
Metode Hipotetiko-Deduktif
Sebuah penelitian ilmiah harus melalui langkah demi langkah yang tertata secara
logis, terorganisir, dan cermat/ teliti dalam usaha mencari solusi atas sebuah
masalah. Metode ilmiah dikembangkan dalam konteks ilmu alam, dimana ilmu alam
telah menjadi dasar bagi banyak penemuan-penemuan penting. Walaupun banyak
keberatan atas penggunaan metode ini dalam penelitian-penelitian sosial dan bisnis
tetap saja metode ini paling banyak digunakan dalam bidang sosial dan bisnis.
Metode hipitetiko-deduktif dipopulerkan oleh filsuf dari Austria yang bernama Karl
Popper, dimana metode ini sebenarnya adalah sebuah versi umum dari sebuah
metode ilmiah. Metode hipotetiko-deduktif merupakan metode yang sangat berguna,
dengan pendekatan yang sistematis dalam menghasilkan pengetahuan yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah dasar dan masalah-masalah
manajerial. Metode hipotetiko-deduktif terdiri dari tujuh buah tahap proses, yaitu:
Mengembangkan Hipotesis
Pada tahap ini, tiap variabel yang diidentifikasi harus diperiksa dengan teliti untuk
memastikan kontribusi atau pengaruhnya dalam menjelaskan mengapa sebuah
masalah dapat terjadi, dan bagaimana cara menyelesaikannya. Jaringan asosiasi-
asosiasi yang teridentifikasi dari variabel-variabel yang ada selanjutnya harus dirajut
atau dibingkai secara teoritis agar dapat menjustifikasi mengapa variabel-variabel
tersebut kemungkinan berpengaruh terhadap terjadinya sebuah masalah. Justifikasi
secara teoritis inilah yang kemudian membuat peneliti dapat menurunkan hipotesis
penelitian.
Pengumpulan Data
Setelah peneliti berhasil menentukan ukuran dan alat ukur untuk setiap variabel
yang ada dalam rerangka kerja teoritis, maka selanjutnya peneliti akan turun
kelapangan untuk melakukan pengumpulan data.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya akan dianalisis secara
statistika untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak.
Positivism
Penganut aliran positivism meyakini bahwa ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah
merupakan cara atau jalan untuk mendapatkan kebenaran, karena mereka percaya
bahwa ada kebenaran obyektif di luar sana – untuk memahami dengan dunia
dengan cukup baik sehingga dapat dilakukan prediksi dan pengendalian
terhadapnya. Bagi penganut positivism, dunia ini beroperasi karena hukum sebab
dan akibat dimana hal ini dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan ilmiah
dalam penelitian. Kalangan positivism dalam melakukan penelitian sangat
memperhatikan hal-hal yang menyangkut ketelitian (rigor), replicability, reliabilitas
pengamatan, dan tingkat generalisasi dari hasil penelitiannya. Mereka menggunakan
penalaran deduktif dengan mengedepankan teori yang akan mereka uji melalui
desain penelitian yang telah ditentukan sebelumnya dan ukuran yang obyektif.
Pendekatan utama peneliti positivism adalah dengan melakukan eksperimen, yang
memungkinkan mereka untuk menguji hubungan sebab akibat melalui proses
manipulasi dan observasi. Peneliti positivism meyakini bahwa tujuan penelitian
adalah hanya mendeskripsikan fenomena yang dapat diamati dan diukur secara
obyektif. Bagi penganut positivism, pengetahuan yang diperoleh diluar cara tersebut
di atas (misal emosi, perasaan, dan pikiran-pikiran) adalah tidak mungkin.
Critical Realism
Diantara kedua pendekatan ekstrim di atas, terdapat beberapa pendekatan lain
tentang bagaimana seharusnya sebuah penelitian dilakukan, dan salah satunya
adalah aliran critical realism. Critical realism merupakan kombinasi dari keyakinan
terhadap realitas eksternal (yang obyektif) dengan menolak klaim yang menyatakan
bahwa realitas eksternal dapat diukur secara obyektif. Menurut mereka observasi,
misalnya, terutama observasi terhadap fenomena yang tidak akan dapat diamati dan
diukur secara langsug, seperti kepuasan, dan motivasi, selalu memerlukan
interpretasi dalam memahaminya (tidak obyektif). Menurut penganut critical realism
data yang diperoleh dari pengukuran terhadap emosi, perasaan, dan sikap pada
umumnya akan bersifat subyektif, dan proses pengukuran atau pengumpulan data
tersebut juga tidak mungkin sempurna, sehingga aka nada kemungkinan terjadi bias.
Menurut penganut aliran ini, untuk mengatasi hal tersebut (bias), maka perlu
dilakukan proses triangulation terhadap cacat, atau kesalahan pada pengamatan
dan pada peneliti sendiri, agar dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik.
Pragmatism
Aliran pragmatis tidak mengambil sikap apapun terhadap pendekatan-pedekatan
atau aliran-aliran sebelumnya. Mereka meyakini bahwa penelitian baik terhadap
fenomena-fenomena yang obyektif dan terukur maupun terhadap yang subyektif
Pertanyaan – Kuis
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan the hallmarks of scientific research.
2. Jelaskan logika proses metode hipotetiko-deduktif.
3. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa penelitian dalam bidang
manajemen atau bisnis tidak akan bisa 100% ilmiah. Jelaskan apa
maksudnya dan jelaskan mengapat demikian.
4. Menurut saudara, dari beberapa perspektif atau pendekatan dalam
melakukan penelitian ilmiah, yang mana yang terbaik, jelaskan pandangan
saudara.
5. Metode hipotetiko-deduktif terdiri atas tujuh langkah proses. Menurut
saudara, tahap atau langkah mana yang paling kritis.