1. Introduction
Penelitian ilmiah berfokus pada pemecahan masalah dan menggunakan
metode langkah demi langkah yang logis, terorganisir, dan teliti untuk
mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, menganalisisnya, dan menarik
kesimpulan yang valid dari masalah tersebut. Oleh karena itu, penelitian ilmiah
tidak didasarkan pada firasat, pengalaman, dan intuisi (meskipun hal ini mungkin
berperan dalam pengambilan keputusan akhir), namun bersifat bertujuan dan
teliti. Karena cara yang ketat dalam melakukannya, penelitian ilmiah
memungkinkan semua orang yang tertarik untuk meneliti dan mengetahui isu-isu
yang sama atau serupa untuk menghasilkan temuan-temuan yang sebanding
ketika data dianalisis. Penelitian ilmiah juga membantu peneliti untuk
menyatakan temuannya dengan akurat dan percaya diri. Lebih-lebih
lagi,penyelidikan ilmiahcenderung lebih obyektif daripada subyektif, dan
membantu manajer untuk menyoroti faktor-faktor paling penting di tempat kerja
yang memerlukan perhatian khusus untuk menghindari, meminimalkan, atau
memecahkan masalah. Investigasi ilmiah dan pengambilan keputusan manajerial
merupakan aspek integral dari pemecahan masalah yang efektif.
Syaratpenelitian ilmiahOleh karena itu, berlaku untuk penelitian dasar dan
terapan.
2.1 Tujuan
Tujuan Manajer telah memulai penelitian dengan maksud atau tujuan
yang pasti. Fokusnya adalah meningkatkan komitmen karyawan terhadap
organisasi, karena hal ini akan bermanfaat dalam banyak hal. Peningkatan
komitmen karyawan akan menghasilkan turnover yang lebih rendah,
ketidakhadiran yang lebih sedikit, dan mungkin peningkatan tingkat kinerja, yang
semuanya pasti akan menguntungkan organisasi. Dengan demikian penelitian ini
mempunyai tujuan fokus.
2.2 Kekakuan
Dasar teoritis yang baik dan desain metodologis yang baik menambah
kekakuan untuk studi yang bertujuan. Ketelitian berarti kehati hatian, ketelitian,
dan tingkat ketepatan dalam penyelidikan penelitian.
2.3 Kemampuan untuk diuji
Testabilitas adalah suatu sifat yang berlaku pada hipotesis suatu
penelitian. Hipotesis ilmiah harus adadapat diuji. Tidak semua hipotesis dapat
diuji. Hipotesis yang tidak dapat diuji sering kali merupakan pernyataan yang
tidak jelas, atau hipotesis tersebut mengajukan sesuatu yang tidak dapat diuji
secara eksperimental. Oleh karena itu, penelitian ilmiah dapat digunakan untuk
menguji hipotesis yang dikembangkan secara logis untuk melihat apakah data
mendukung dugaan atau hipotesis yang dikembangkan setelah mempelajari
situasi masalah secara cermat. Kemampuan untuk diujidengan demikian menjadi
ciri lain dari penelitian ilmiah.
2.4 Replikasi
Replicability adalah sejauh mana penelitian ulang dimungkinkan dengan
ketentuan rincian desain penelitian dalam laporan penelitian .Replikasi adalah ciri
lain dari penelitian ilmiah. Replikasi dapat dilakukan dengan penjelasan rinci
mengenai rincian desain penelitian, seperti metode pengambilan sampel dan
metode pengumpulan data yang digunakan. Informasi ini harus menciptakan
kemungkinan untuk mereplikasi penelitian.
penelitian, maka temuan tersebut akan semakin berguna dan ilmiah. Dalam
penelitian ilmu sosial, tingkat kepercayaan 95% – yang berarti bahwa hanya ada
5% kemungkinan bahwa temuan tersebut dapat diterima.
Oleh karena itu, presisi dan keyakinan merupakan aspek penting dalam
penelitian, yang dicapai melalui desain pengambilan sampel ilmiah yang tepat.
Semakin besar ketelitian dan keyakinan yang kita tuju dalam penelitian kita,
semakin ilmiah penyelidikannya dan semakin bermanfaat pula hasilnya.
2.6 Generalisasi
Generalisasi mengacu pada ruang lingkup penerapan temuan penelitian
dalam satu lingkungan organisasi ke lingkungan lain. Jelasnya, semakin luas
jangkauan penerapan solusi yang dihasilkan oleh penelitian, semakin bermanfaat
pula penelitian tersebut bagi pengguna.
2.7 Kekikiran
Kekikirandapat diperkenalkan dengan pemahaman yang baik tentang
masalah dan faktor-faktor penting yang mempengaruhinya. Model teoritis
konseptual yang baik seperti itu dapat diwujudkan melalui wawancara tidak
terstruktur dan terstruktur dengan orang-orang yang berkepentingan, dan
tinjauan literatur menyeluruh terhadap penelitian sebelumnya dalam bidang
masalah tertentu.
5.2 Konstruksionisme
Pendekatan yang sangat berbeda terhadap penelitian dan cara
melakukan penelitian adalah konstruksionisme. Konstruksionisme mengkritik
keyakinan positivis bahwa ada kebenaran obyektif. Kaum konstruksionis
menganut pandangan sebaliknya, yaitu bahwa dunia pada dasarnya adalah
mental atau konstruksi mental. Oleh karena itu, kaum konstruksionis tidak
mencari kebenaran obyektif. Sebaliknya, mereka bertujuan untuk memahami
aturan yang digunakan orang untuk memahami dunia, menyelidiki apa yang
terjadi dalam pikiran orang. Konstruksionisme menekankan bagaimana orang
mengkonstruksi pengetahuan; ia mempelajari akun yang diberikan orang
mengenai isu dan topik serta cara orang mengakses akun tersebut.
Kaum konstruksionis sangat tertarik pada bagaimana pandangan
masyarakat terhadap dunia dihasilkan dari interaksi dengan orang lain dan
konteks di mana pandangan tersebut terjadi. Metode penelitian peneliti
konstruksionis seringkali bersifat kualitatif. Kelompok fokus dan wawancara tidak
terstruktur memungkinkan mereka mengumpulkan data yang kaya, berorientasi
pada keunikan kontekstual dari dunia yang sedang dipelajari. Memang benar,
kaum konstruksionis seringkali lebih mementingkan pemahaman kasus tertentu
dibandingkan generalisasi temuan mereka. Hal ini masuk akal dari sudut
pandang kaum konstruksionis; tidak ada realitas obyektif untuk digeneralisasikan.
fenomena yang tidak dapat kita amati dan ukur secara langsung, seperti
kepuasan, motivasi, budaya) akan selalu tunduk pada interpretasi. Demikianlah
kaum realis kritiskritiskemampuan kita untuk memahami dunia dengan pasti. Jika
kaum positivis percaya bahwa tujuan penelitian adalah untuk mengungkap
kebenaran, maka kaum realis kritis percaya bahwa tujuan penelitian adalah untuk
maju ke arah tujuan tersebut, meskipun mustahil untuk mencapainya. Menurut
sudut pandang realis kritis, ukuran fenomena seperti emosi, perasaan, dan sikap
seringkali bersifat subjektif dan pengumpulan datanya, secara umum, tidak
sempurna dan cacat. Kaum realis kritis juga percaya bahwa para peneliti pada
dasarnya bias. Mereka berpendapat bahwa oleh karena itu kita perlu
menggunakantriangulasimelintasi berbagai metode, observasi, dan peneliti yang
cacat dan salah untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang apa yang
terjadi di sekitar kita
5.4 Pragmatisme
Sudut pandang penelitian terakhir yang akan kita bahas di sini adalah
pragmatisme. Para pragmatis tidak mengambil posisi tertentu mengenai apa
yang membuat penelitian menjadi baik. Mereka merasa bahwa penelitian
terhadap fenomena obyektif yang dapat diamati dan makna subyektif dapat
menghasilkan pengetahuan yang berguna, tergantung pada pertanyaan
penelitian dari penelitian tersebut. Fokus pragmatisme adalah pada penelitian
praktis dan terapan dimana sudut pandang yang berbeda terhadap penelitian
dan subjek yang diteliti sangat membantu dalam memecahkan suatu masalah
(bisnis). Pragmatisme menggambarkan penelitian sebagai suatu proses di mana
konsep dan makna (teori) merupakan generalisasi dari tindakan dan pengalaman
kita di masa lalu, dan interaksi yang kita lakukan dengan lingkungan kita.
menekankan hubungan antara teori dan praktik. Bagi seorang pragmatis, teori
diperoleh dari praktik (seperti yang baru saja kami jelaskan) dan kemudian
diterapkan kembali ke praktik untuk mencapai prestasicerdaspraktik. Sejalan
dengan hal ini, para pragmatis melihat teori dan konsep sebagai alat penting
untuk menemukan jalan di dunia sekitar kita. Bagi seorang pragmatis, nilai
penelitian terletak pada relevansi praktisnya; tujuan teori adalah untuk
menginformasikan praktik.