Anda di halaman 1dari 6

Menakar: Kebebasan Bereskpresi di Ruang Akademik.

Apa itu kebebasan berekspresi?

Kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang untuk mencari, menerima dan

menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, dengan cara apapun.

Ini termasuk ekspresi lisan, tercetak maupun melalui materi audiovisual, serta ekspresi

budaya, artistik maupun politik. 

Dari mana konsep kebebasan berekspresi berasal?

Istilah kebebasan berekspresi ada sejak jaman Polis Athena di Yunani sekitar

2400 tahun lalu. Orang Yunani kuno mempelopori kata “parrhesia” yang berarti

“kebebasan berbicara” atau “berbicara terus terang”. Tapi, jenis kebebasan

berekspresi saat itu sebenarnya masih amat terbatas dan hanya berlaku bagi sekelompok

kecil masyarakat yang berkuasa. 

Kemudian, warga Athena mengembangkan konsep kebebasan berekspresi untuk

semua warga. Para pemimpin, filsuf, cendekiawan, seniman, pekerja, dan berbagai

kelompok warga lainnya menggunakan kebebasan berekspresi untuk mengembangkan

pengetahuan dan mengkritik pemerintahan Polis. Konsep ini terus dikembangkan

hingga menjadi konsep kebebasan berekspresi yang kita kenal sekarang.

Di Indonesia, kebebasan berekspresi sudah diperjuangkan sejak zaman

penjajahan Belanda. Soewardi Soerjaningrat menulis artikel Als ik een

Nederlander (Seandainya Aku Seorang Belanda) di koran De Expres. Tulisan ini berisi

kritikan atas rencana pemerintah Belanda pada 1913 yang ingin merayakan

kemerdekaan yang ke-100 dari jajahan Prancis, dan penduduk Hindia dipungut biaya

secara paksa demi perayaan itu. 


Tulisan Soewardi dianggap menghasut. Belanda membungkam pendapat

Soewardi dengan menangkap dan memenjarakannya. Beberapa bulan kemudian, ia

diasingkan ke Belanda selama 6 tahun. Kebebasan berekspresi terus diperjuangkan

orang Indonesia, termasuk saat memperjuangkan pembebasan dari penjajahan yang

represif dan eksploitatif.

Apa Itu Kebebasan Akademik?

Kebebasan akademik merupakan salah satu bagian dari HAM Yaitu kebebasan

berpendapat dan berpikir. Kebebasan akademik merupakan tiang penyangga

kehidupan perguruan tinggi. Kebebasan akademik, sebagaimana disebutkan oleh

UNESCO, adalah kebebasan dalam mengajar dan berdiskusi serta kebebasan dalam

meneliti, menyebarluaskan, dan menerbitkan hasil riset.

Adakah Jaminan dan Dasar Hukum terhadap Kebebasan Berekspresi?

Hukum positif di Indonesia sudah mengakui akan adanya kebebasan akademik.

Spesifiknya, Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 menyebutkan

bahwa kebebasan akademik didefinisikan sebagai kebebasan sivitas akademika dalam

pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma. Sivitas

akademika yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat 1 juga termasuk mahasiswa. Mahasiswa

memiliki kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan akhlak mulia

serta bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik.

konsep modern kebebasan berekspresi yang kita kenal saat ini diatur dalam:

 Pasal 19 ayat 2 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang

telah diratifikasi pemerintah Indonesia.


“Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk

mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apa pun,

tanpa memandang batas negara, baik secara lisan, tertulis atau di media cetak, dalam

bentuk karya seni, atau melalui media lain pilihannya.”

Dalam konstitusi nasional, kebebasan berekspresi dilindungi dengan:

 Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat.”

 Pasal 28 F UUD 1945

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

 Pasal 17 angka 1 Keputusan Tentang Qaidah Perguruan Tinggi Muhammadiyah

“Kebebasan akademik termasuk kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan

merupakan kebebasan yang dimiliki anggota sivitas akademika untuk melaksanakan

kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu penge-tahuan dan

teknologi secara bertanggungjawab dan mandiri.”

Kedua pasal dalam konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 ini menegaskan cita-

cita Indonesia menjadi negara hukum yang berkedaulatan rakyat dan menjunjung tinggi

HAM, termasuk hak atas kebebasan berekspresi. Undang-undang Dasar harusnya

menjadi acuan utama dan nafas produk hukum turunannya.

Dilihat dari hukumnya, negara sebenarnya sudah menjamin akan adanya diskusi

yang bebas di dalam ranah akademik. Secara konstitusional, Undang-Undang Dasar


1945 sebenarnya sudah memberikan gambaran terkait kebebasan akademik dalam

perguruan tinggi. Pada Pasal 31 ayat (5) Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi, disebutkan bahwa pemerintah diwajibkan untuk memajukan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

bangsa untuk memajukan peradaban. Usaha untuk memajukan ilmu pengetahuan dan

teknologi ini tidaklah mungkin untuk terealisasi tanpa memberikan otonomi bagi

lembaga yang diberikan tugas, dalam hal ini adalah lembaga riset serta perguruan tinggi.

Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi, tertera bahwa kebebasan akademik dan mimbar akademik merupakan hak yang

dimiliki oleh perguruan tinggi. Lebih spesifiknya, Pasal 8 ayat 1 menyebutkan bahwa

dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlaku kebebasan

akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan.

Kemudian dilanjutkan dalam Pasal 8 ayat 3 menyebutkan bahwa kebebasan

akademik merupakan tanggung jawab tiap Sivitas Akademika dan wajib dilindungi oleh

pimpinan perguruan tinggi. Perlu digarisbawahi bahwa dalam ayat tersebut, telah

disebutkan bahwa kebebasan akademik merupakan sesuatu yang perlu dilindungi oleh

pimpinan perguruan tinggi, dalam artian bahwa jika terdapat pelanggaran terhadap

kebebasan ini, pimpinan perguruan tinggi diwajibkan untuk melakukan tindakan-

tindakan yang dianggap perlu untuk melindunginya.

Jaminan terhadap kebebasan akademik yang dimiliki oleh mahasiswa dalam

Undang-Undang a quo secara mandiri dikodifikasi dan dipertegas dalam satu pasal

tersendiri. Pasal tersebut adalah Pasal 13 ayat (3), secara tegas disebutkan bahwa

Mahasiswa memiliki Kebebasan Akademik dengan mengutamakan penalaran dan

akhlak mulia, serta bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik.


Kenapa Kebebasan Berekspresi itu Penting?

Ketika ada Pembatasan secara struktural, drastis, dan masif terhadap kebebasan

Berekspresi tentu bisa menimbulkan persoalan. Ketika pembatasan semena-mena

dilakukan, banyak masalah besar mengancam. Sehingga Muncul kondisi kurang

transparan dan hilangnya kepercayaan. Hubungan antarmanusia juga bisa saja menjadi

dangkal dan rapuh. Keharmonisan dalam masyarakat akan dirusak oleh banyak hal

akibat pembatasan kebebasan berekspresi.

hakikatnya, dengan berbicara bebas, manusia bisa mengungkapkan diri dan

pikirannya sebagai seorang individu. Kebebasan berekspresi juga membuat manusia

menciptakan peradaban. Sementara pembatasan akan menyuburkan ketidaktahuan,

sehingga memudahkan kesalahpahaman dalam setiap segi kehidupan.

Sudahkah Kebebasan Itu Dijemput?


REFERENSI :

Undang-Undang Dasar 1945

UU No. 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi

Keputusan Tentang Qaidah Perguruan Tinggi Muhammadiyah

https://www.amnesty.id/kebebasan-berekspresi/

https://mahkamahnews.org/2020/06/09/kebebasan-akademik-kebebasan-yang-mudah-

dicederai/

https://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/6085/Cover%20-

%20Bab1%20-%202012124sc-p.pdf?sequence=5&isAllowed=y

https://ketik.unpad.ac.id/posts/335/mengapa-mahasiswa-harus-berani-beropini

Anda mungkin juga menyukai