Anda di halaman 1dari 266

REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN

DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT


(Strength Weakness Opportunity Threat)
GUNA PROBLEM SOLVING TINGKAT TINGGI UNTUK INTENSITAS
KEAMANAN DALAM NEGERI

Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum.

Pengantar
IRJEN POL Drs. EKO HADI SUTEDJO, SH.,M.Si
GUBERNUR AKPOL SEMARANG

BADAN PENERBIT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang HAK CIPTA

Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembata san menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
GUNA PROBLEM SOLVING TINGKAT TINGGI UNTUK INTENSITAS
KEAMANAN DALAM NEGERI

Hak Cipta @ Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum.

Pengantar
IRJEN POL Drs. EKO HADI SUTEDJO, SH.,Msi
GUBERNUR AKPOL SEMARANG

Pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Indonesia


Oleh Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Disain sampul dan Ilustrasi :


Penata teks : Tim Penerbit Universitas Diponegoro

Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT)


Cetakan Pertama Edisi Revisi
Semarang : 2013
258 + xxii halaman; 18 cm x 25,5 cm
ISBN : 978-602-097-364-7
Hak cipta dilindungi undang-undang

iii
KATA PUJIAN DAN KOMENTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Buku yang tengah para pembaca pegang dan baca sekarang
ini, patut diberi pujian. Dari buku berjudul Revitalisasi Hukum
Kepolisian dari Perspektif Analisa SWOT (Strength Weakness
Opportunity Threat) karya DR. Suparmin, SH. M. Hum ini, telah
berhasil menggambarkan, mengungkap bahkan menjelaskan
berbagai isu terkini terkait hukum kepolisian dan pelaksanaan tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Kajian buku ini
berangkat dari dua perspektif pendekatan yang oleh penulis buku
ini,- DR. Suparmin, SH. M. Hum disebutnya sebagai (1) Paradigma
Doktrin The Strong Hand of Society dan paham Militerisme Polisi
dan (2) Paradigma Doktrin The Soft Hand of Society dan paham
Polisi Sipil. Berangkat dari dua perspektif pendekatan ini, penulis
berusaha menggambarkan, mengungkap dan menjelaskan serta
memberikan solusi teoretik dan praktisnya atas problematika
penegakan hukum yang selalu dihadapi oleh polisi saat menjalankan
tugasnya sebagai penegak hukum. Dari simpulan yang disampaikan
dalam buku ini, antara lain disebut bahwa dalam menjalankan tugas
pokok, peran dan fungsinya, ternyata polisi tidak hanya berdasar
peraturan perundang-undangan semata, melainkan polisi juga
dituntut untuk bertindak adil dan bermanfaat bagi masyarakatnya.
Inilah pergulatan teoretik yang beriplikasi pada masalah penegakan
hukumnya. Ternyata polisi bukan sekedar sebagai lembaga pemadam
kebakaran, tetapi preventif bekerja sebelum terjadi kebakaran,
konflik sosial atau kejahatan, bahkan disebut juga Polisi sebagai
ilmuwan ilmuwan sosial.
Buku ini lebih lanjut boleh juga dimasukkan sebagai hasil buah
pemikiran teoretik penulis yang kaya pengetahuan akademisnya
selaku akademisi bidang hukum, sekaligus kaya pengalaman bidang
praktisi dari seorang penulis yang pernah berkhidmat sebagai
seorang praktisi penegak hukum yakni sebagai polisi yang bertugas
di lapangan. Ini artinya, buah pemikiran yang dituangkan dalam

v
buku ini, ke depan seakan sebagai perjuangan untuk menampilkan
figur Polri yang dicintai, menampilkan karakter polisi sebagai
teladan bangsanya, dipercaya, dimiliki, Polisi sebagai ilmuwan
yang dibanggakan oleh masyarakatnya.
Terbitnya buku ini tidak sekedar menambah jumlah terbitan
berguna di negeri ini, tetapi juga ikut menambah tekat berbagai
upaya untuk menambah keberdayaan intelektual warga masyarakat.
Buku ini baik sekali dibaca oleh para mahasiswa, akademisi, para
praktisi penegak hukum, khususnya polisi dan untuk siapa saja
yang mencintai Polri dalam rangka untuk ikut serta mengantarkan
bangsanya mencapai cita-citanya.
Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Semarang, 13 Mei 20 13

Prof. Dr. Yusriyadi, SH. MS


Guru Besar Fakultas Hukum Undip

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Teriring rasa syukur yang mendalam dan setulus-tulusnya
kehadirat Allah SWT Yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-
Nya, dan terima kasih kami ucapkan kepada Yth. Irjen Pol Drs.
Eko Hadi Sutedjo, SH., M.Si Gubernur AKPOL Semarang, Prof.
Dr. FX Adji Samekto, SH., MH Ketua Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Diponegara Semarang, Prof. Dr. Yusriadi, SH.,
MS Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP Semarang,Dr. H. Noor
Achmad, MA Rektor UNWAHAS Semarang, dan Prof. Dr. H.
Mahmutarom, SH., MH Pembantu Rektor I UNWAHAS Semarang
sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan buku yang
berjudul “Revitalisasi Hukum Kepolisian Dari Perspektif Analisa
SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) Guna Problem
Solving Tingkat Tinggi Untuk Intensitas Keamanan Dalam Negeri”
yang diilhami oleh Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang menyatakan “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak
berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama,
kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia;
dan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kepolisian
Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.
Sholawat dan salam semoga tercurah pada junjungan Nabi
Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, para sahabat, dan
seluruh umatnya.
Penulis menyadari, hanya dengan berkah, rahmat, dan Ridho
Allah SWT semata yang telah berkenan memberikan kemampuan
kepada penulis yang dha’if ini, untuk menyelesaikanpenulisanbuku
ini, yang terilhami dari penulisan Tesis Program Magister Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2001, yang
berjudul “Lembaga Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik
Pendukung Antar Partai di Kabupaten Jepara (Studi kasus di Desa

vii
Dongos, Kecamatan Kedung), dan disertasi berjudul “Reorientasi
Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik Studi Sosio-
Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik
Antarpendukung Partai Politik di Provinsi Jawa Tengah) dan
pengalaman 38 tahun penulis sebagai praktisi yang lama bekerja
sebagai Anggota Reskrim (Polsekta Semarang Tengah/Poltabes
Semarang tahun 1975 s.d 1999, juga sebagai Kapolsek Kedung
Jepara, dan di tahun 2000-2004 sebagai Penyidik dan Kanit
Resmob Polda Jateng) dalam menyelesaikan berbagai permasalahan
kejahatan, penyimpangan sosial, termasuk konflik politik. Pada saat
penulisan Tesis penulis (pasca konflik) sebagai Kapolsek Kedung
Polres Jepara, dan bersama-sama Muspika Kecamatan Kedung
sekaligus sebagai pelaku pendamai tragedi konflik politikdi Dongos
Kecamatan Kedung yang pada waktu peristiwa/tragedi konflik
terjadi pada tanggal 30 April 1999 menelan korban jiwa 4 orang
meninggal dunia terdiri dari 3 (tiga) orang kader PKB dan 1 (satu)
orang kader PPP, puluhan luka berat, rumah dan belasan mobil
dibakar.
Ide penulisan dengan pendekatan kritis dan hermeneutik ini
merupakan hal yang baru dan menarik bagi penulis yang selama
bekerja sebagai praktisi di Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang sudah terbiasa dengan pola pikir yang doktrinal normatif
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang hanya berpijak
pada asas legalitas. Akan tetapi melihat realitas kehidupan
penegakan hukum yang seakan terlepas dari aspek-aspek moral
spiritual,penulis berkeinginan menulis tentang penanganan dan
pencegahan konflik sosial seperti yang dikehendaki Undang-Undang
nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dan
yang menarik walaupun mengandung unsur-unsur tindak pidana
namun dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mewujudkan
“perdamaian”, untuk menuju penegakan keadilan masyarakat
(restorative community justice).
Perlu penulis paparkan dalam buku ini, bahwa dalam politik
kebijakan hukum pidana (criminal policy) penggunaan hukum oleh
aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah sosial adalah
merupakan tindakan penegakan hukum.
Menurut Prof. Dr. Muladi, apalagi apabila alternative be-
rupa mitigasi dan adaptasi penerapan hukum pidana tersebut

viii
dikaitkan dengan pencegahan dan penanganan konflik sosial di
lapangan, dimana para pelaku konflik sosial di masyarakatbawah
di samping sebagai pelaku juga sekaligus sebagai korban tindak
pidana, karena kesadaran sosial yang terbentuk, lebih bernuansa
mobilisasiemosional yang digerakkan para provokator yang
mempunyai kepentingan. Pendekatan hermeneutik dalam studi
hukum sangat penting karena digambarkan sebagai perkembangan
dan studi teori tentang interprestasi dan sistem pemahamam
tentang teks perundang-undangan ‘beyond written document’atas
dasar pengalaman (hermeneutik berasal dari kata ‘hermes’yaitu
dewa Yunani yang menjalankan tugas sebagai utusan Tuhan untuk
menyampaikan dan menginterprestasikan sebagai penerima, baik
berita baik maupun berita buruk).
Pendekatan kritis di dalam studi hukum (critical approaches
within studies) sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Baer,
menggambarkan betapa tidak adilnya pendekatan simetrik terhadap
hukum sebagai sesuatu yang ‘neutral obyective and just’, tetapi
di lain pihak dilandasi oleh pemikiranyang murni dogmatik atau
doktrin yang di pandu olehputusan pengadilan, traktat, pelbagai
perundang-undangan dan apa yang dinamakan“herrschende-
meinung’ (mainstream dominant opinion), yang sama sekali
mengesampingkan prakonsepsi sosial budaya yang membentuk
wacanahukum. Dengan pendekatan kritis terjadi pergeseran dari
pendekatan ‘interdisciplinary’ – menjadi ke arah‘transdisciplinary’,
sehingga perspektif dogmatik diperluas, hukum dilihat sebagai
fenomena sosial dan mesin keadilan yang sesungguhnya atas dasar
‘knowledge and insight’, namun tanpa harusmerusak atau menolak
hukum sebagai mekanisme kekuasaan dan ketertiban.
Penulisan buku ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih
penulis kepada Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia
khususnya Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) dan Akademi
Kepolisian Negara Republik Indonesia serta civitas akademisiguna
meningkatkan Pelayanan Prima anti KKN dan kekerasan serta
memantapkan Kemanan Dalam Negeri dan Supremasi Hukum untuk
mendukung pembangunan Nasional yang berdasarkan Pancasila,
Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
merupakan sumber moralitas dan hukum juga digunakan sebagai

ix
referensi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan (problem
solving)serta pengembangan ilmu hukum, mengenai konsep
Pencegahan dan Penanganan Konflik Sosial. Maka apa yang
diharapkan oleh nilai-nilai yang ada di belakang kode etik profesi
POLRI, doktrin ‘Community-Policing’, dan tugas POLRI modern
dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI
(sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat yang
bertugas sebagai penegak hukumserta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat) tidak merupakan
retorika belaka, karena tugas-tugas polisi dapat bersifat repressive
yustisial maupun repressivenon yustisial, dimana terakhir ini
didasarkan atas “asas kewajiban” (‘Plichtmatigeid’).
Keinginan ini telah mendorong penulis menggali nilai-nilai
keadilan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan umatnya untuk
memiliki watak/karakter kesantunan dan kasih sayang, berakhlak
mulia, berbudi pekerti luhur, dengan mengkaji teks-teks Al-Qur’an
yang penuh dengan lambang dan kandungan nilai-nilai kemuliaan
dan pesan-pesan moral yang sejalan dengan Firman Allah tentang
amar ma’ruf nahi munkar dan kasih sayang. Dengan prinsip
‘musyawarah’ adalah salah satu prinsip ajaran Islam untuk mencapai
kemaslahatan bersama“.
Bahwa telah sejalan dengan Paus Yohanes Paulus II, yang
diusahakan terciptanya koeksistensi damai yang masa kecilnya
bernama “Karol Wojtyla” selama 26 tahun berkeliling dunia untuk
mengajak umatnya untuk melakukan “perdamaian”, juga berkunjung
ke Masjid Ummayad di Damascus, menggandeng pemimpin
Palestina (waktu itu Yaser Arafat); tanpa henti “memperjuangkan
perdamaian”, baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan
dunia yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan
para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan pentingnya
keluarga yang sejuk yang penuh damai. Dalam buku “Rise, Let Us
Be On Our Way”, Paus Yohanes Paulus II menulis “Gembala itu
bagi domba-domba, dan bukannya domba-domba bagi gembala.”
Kemudian Paus menulis gembala yang baik mengetahui domba-
domba dan mereka mengenalnya Paus mengingatkan, martabat
umat manusia adalah nilai transenden yang diyakini orang-orang
yang mencari kebenaran. Oleh karena itu umat Katolik tidak boleh
membeda-bedakan orang, memilah-milah orang yang seiman dan

x
bukan seiman. “Sebab, menurut ajaran iman adalah setiap orang
diciptakan setara dengan citra Allah,” kata Paus.
Hubungan dengan manajemen konflik kekristenan berdasarkan
“kasih” dimana dengan artian bahwa Allah sendiri adalah kasih.
Karena kasih bisa mengalahkan segalanya dan tidak ada hukum
yang menentang tentang mengasihi. Dalam Surat Matius ke 18:
ayat 15-17; Ayat (15): Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah
dia dibawah empat mata. Jika ia mendengar nasihatmu engkau
telah mendapatkan kembali. Ayat (16): Dan jika ia tidak mau
mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi,
supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak
disangsikan danjangan menghakimi, maka kamupun tidak akan
dihakimi, dan janganlah kamu menghukum, kamupun tidak akan
dihukum, maka ampunilah, kamu juga akan diampuni; dinyatakan
Surat Lukas ke 6 ayat (37).
Bahwa restorative justice untuk menuju kepolisian modern,
dalam sistem peradilan pidana seyogyanya dibarengi penegakan
keadilan masyarakat (restorative community justice), berperspektif
InstrumenInternasional yang mendukung terhadap perlindungan hak
asasi manusia dan tegaknya supremasi hukum, yang telah diratifikasi
oleh Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari organisasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kehidupandan tatananhukum di
Indonesia dalam menelusuri suatu Ratifikasi terhadap Convention
Against Torture and Other Cruel, Inhuman, Degrading, Treatment,
and Punishment yang disetujui Majelis Umum PBB pada tanggal 10
Desember 1984 dimana Indonesia pun sebagai penandatangannya
pada tanggal 23 Oktober1985.
Penulis menyadari keterbatasan yang ada pada diri penulis, baik
dari aspek ilmu agama, aspek hukum internasional, ilmu filsafat,
dan ilmu-ilmu kemasyarakatan yang telah berkembang demikian
pesat. Keberanian penulis pada awal mengikuti perkuliahan pada
program doktor ilmu hukum di Undip Semarang ini menjadi
bukti bahwa penulis selalu ingin mengikuti perkembangan
hukum atau kepesatan kemajuan ilmu pengetahuan, walaupun
sebenarnyapenulis sudah purna tugas bekerja sebagai anggota
POLRI, tetapi penulis masih tetap berkeinginan menyumbangkan
ilmu dan pengalaman bekerja selama 38 tahun untuk Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Terwujudnya tulisan ini merupakan

xi
bukti kemurahan Allah SWT, serta keikutsertaan banyak pihak yang
telah memberikan kesempatan, dorongan dan dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu, sudah
seharusnya penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua
pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu, namun jasa
baiknya menjadi faktor penentu dalam keberhasilan penulisan buku
inimaupun dalam penyelesaian studi.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh
dari sempurna. Andaikan tidak dibatasi dengan waktu, biaya dan
kesempatan ingin rasanya mengkaji kembali dan terus memperbaiki
tulisan ini agar dapat dikatakan mendekati layak sebagai buku.
Meskipun demikian, dari segala hal yang jauh dari kesempurnaan
itu, penulis hanya mengharap agar jerih payah ini tidak berbuah sia
yang tiada arti, karena masih ada yang dapat diambil manfaat bagi
kepentingan sesama. Oleh karena itu, semua kritik dan saran bagi
penyempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan.
Semoga Allah SWT selalu mengampuni segala dosa kesalahan
kita, memayungi setiap detak langkah kita agar senantiasa ada di
jalan yang lurus dan benar, dan setiap amal baik kita. Amiin ya
Rabbal ’Alamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 18 Juni 2013


Penulis,

Dr. SUPARMIN, S.H., M.Hum.


AKBP (P)

xii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohiim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya tidak keberatan ketika diminta oleh Dr. Suparmin, SH,M.
hum untuk memberikan kata pengantar pada bukunya yang berjudul
"Revitalisasi Hukum Kepolisian Dari Perspektif AnalisaSWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat) Guna ProblemSolving
Tingkat Tinggi Untuk Intensitas Keamanan DalamNegeri”.Secara
keseluruhan isi buku membahas berbagai isuterkini dan pemikiran
penulis terkait hukum kepolisian dan pelaksanaan tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri).
Pembahasan diawali dengan melakukan kajian tentang
tugaspokok, peran, dan fungsi hukum kepolisian dari 2 (dua)
perspektif, yaitu : (1) paradigma doktrin The Strong Hand of
Society dan paham militerisme polisi; serta (2) paradigma doktrin
The Soft Hand of Society dan paham polisi sipil. Pembahasan kedua
paradigma menyebutkan kebijakan hukum atau criminal policyselalu
dihadapi oleh petugas kepolisian ketika bertugas di lapangan.Oleh
karena itu, polisi sebagai aparat negara sekaligus sebagaipelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat harusmenjalankan perannya
dengan bijaksana.Hal ini dikarenakandalam menjalankan tugasnya
sebagai penegak hukum, polisiditantang untuk bertindak tidak
hanya berdasarkanperaturan perundangan-undangan saja, namun
jugabertindak lebih adil dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pada bagian selanjutnya penulis membahas tentang kemampuan
staf dan pimpinan Polri perlu direvitalisasi dalam rangka
mempercepat terwujudnya stabilitas Keamanan Dalam Negeri
(Kamdagri). Secara runtut dibahas tentang kondisi kemampuan staf
dan pimpinan Polri saat ini, faktor apa saja yang mempengaruhi,
serta bagaimana sebenarnya kondisi kemampuan staf dan pimpinan
Polri yang ideal sehingga dapat mendukung pelaksanaan tugas
pokok Polri dan berdampak kepada terwujudnya Kamdagri.
Bagian ini diakhiri dengan formulasi strategi yang harus dilakukan

xiii
oleh Polri untuk merevitalisasi kemampuan staf dan pimpinan
Polri.Formulasi strategimendasari pertimbangan hasil analisis
SWOT (Strength,Weakness, Opportunity, Threath) yang dimiliki
olehorganisasi Polri. Formulasi strategi yang mendasari hasil
analisis SWOT akan menghasilkan strategi yang down tothe earth
atau membumi. Artinya strategi betul-betul menyentuh kepada akar
pemecahan masalah, yaituberbagai tindakan untuk merevitalisasi
kemampuan staf dan pimpinan Polri.
Selanjutnya penulis juga menuangkan pemikiran tentang
penanganan konflik sosial dari perspektif penegakkan hukum dan
Hak Asasi Manusia (HAM).Pemilihan materi konflik untuk dibahas
dari perspektif keilmuan penulis merupakan hal yang tepat.Apalagi
saat ini berbagai peristiwa konflik sosial kerap terjadi di tengah
kehidupan masyarakat Indonesia.Melalui wawasan akademik dan
pengalaman penulis sebagai anggota Polri, diuraikan bagaimana
sebenarnya penanganan konflik sosial dari perpektif tindakan
represif tanpa mengabaikan HAM.Uraian di dalam buku dirasa
sangat aplikatif karena berangkat dari analisis SWOT terkait dengan
penanganan konflik yang dilakukan oleh Polri saat ini.Melalui
pembahasan materi yang mengalir disampaikan bahwa konflik
sosial sebenarnya dapat dicegah, namun ketika telah berkembang
menjadi gangguan nyata maka harus dilakukan tindakan represif
yaitu berupa penegakkan hukum dengan berpegang teguh kepada
peraturan yang ada serta tidak melanggar HAM.
Materi terakhir membahas tentang karakter kepolisian sebagai
teladan.Penulis menyebutkan bahwa karakter kepolisian yang
diharapkan menjadi teladan adalah polisi yang dapat memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
untuk mencapai ketertiban dan ketentraman serta memberikan
jaminan terhadap tegaknya kebenaran dan keadilan hukum.Oleh
karena itu masyarakat berharap bahwa perpolisian yang ada di
Indonesia berubah dari perpolisian reaktif menjadi perpolisian
yang didasarkan kepada kedekatan dengan masyarakat (community
policing).

xiv
Sebelum mengakhiri kata pengantar, saya sebagai Gubernur
Akademi Kepolisian mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini,
semoga segera terbit buku-buku lain dari pemikiran Dr. Suparmin,
SH, M.Hum yang dapat diambil manfaatnya bagi pembangunan
hukum dan institusi Polri di masa yang akandatang.
Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, April 2013


GUBERNUR AKADEMI KEPOLISIAN

Drs. Eko Hadi Sutedjo, SH., MSi


INSPEKTUR JENDRAL POLISI

xv
MOTTO:
“USIA TIDAK MEMBATASI MANUSIAMENCARI ILMU,
UNTUK MENEGAKKAN KEBENARAN DAN KEADILAN,
GUNA KESEJAHTERAAN MANUSIA”.

KATA MUTIARA
“Better Late Than Never”
(YACOBUS BUSONO)
Kendati terlambat masih lebih baik daripada tidak sama sekali

ANJURAN
Marilah kita belajar

Hadist Nabi:
“Yassiruu Walaa tua’syiruu Wabasysyiruu walaa tunaffiru”
(“Permudahlah jangan mempersulit, dan gembirakanlah
jangan menyusahkan”)
&
“Shiluu Ashaamakum walau Bissalaam”
(“Pereratlah tali persaudaraanmu, walau hanya dengan
Ucapan Salam”)

xvii
DAFTAR ISI

Hal
BAB I TUGAS POKOK PERAN DAN FUNGSI
HUKUM KEPOLISIAN .......................................... 1
A. Pendahuluan ........................................................ 1
B. Perubahan Paradigma Doktrin Kepolisian ........ 12
1. Paradigma Doktrin The Strong Hand of
Society dan Paham Militerisme
Kepolisian .................................................... 17
2. Paradigma Doktrin The Soft Hand of
Society Paham Polisi Sipil ........................... 21
C. Kebijakan Hukum (Criminal Policy) ................ 27

BAB II REVITALISASI KEMAMPUAN STAF DAN


PIMPINAN POLRI DALAM RANGKA
AKSELERASI MEWUJUDKAN
STABILITAS KAMDAGRI .................................. 33
A. Permasalahan Umum ........................................ 33
B. Landasan Filosofi Dan Operasional .................. 42
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hukum ..... 52
1. Internal POLRI ............................................ 56
2. Eksternal POLRI ......................................... 59
D. Kondisi Saat Ini ................................................. 64
1. Hukum sebagai Sarana Manajemen
Konflik Sosial yang Efektif ......................... 64
2. Metode Pendekatan Struktural
Fungsional dan Pendekatan Konflik ........... 72
E. Analisa Sumber Daya Manusia (SDM) ............ 77
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM) .......................................................... 77
2. Sarana Prasarana Membangun..................... 78

xix
3. Kesejahteraan ............................................. 79
4. Analisa SWOT (Strenght, Weakness,
Opportunity, and Threat)............................. 80
5. Teori Manajemen .......................................... 88
6. Teori Kepemimpinan ................................... 92
7. Nilai-Nilai Kepemimpinan .......................... 92
8. Tugas-Tugas Baru Pemimpin ...................... 93
F. Persoalan Sumberdaya Manusia (SDM) ............ 99
1. SDM POLRI yang Belum Memadai ........... 99
2. Sarana dan Prasarana Organisasi .............. 101
3. Kesejahteraan ............................................. 102
G. Strategi Implementasi Penyidikan Tipikor
Oleh POLRI .................................................... 104
1. Visi POLRI ................................................ 105
2. Misi POLRI ............................................... 106
3. Tujuan Strategi POLRI ............................. 107
4. Sasaran....................................................... 108
5. Strategi POLRI ......................................... 110
6. Kebijakan POLRI ...................................... 112
H. Strategi Dalam Penegakan Hukum Yang
Demokratis Dan Menghormati HAM ............. 113
1. Strategi Penegakan Hukum Yang
Demokratis Dan Menghormati HAM ........ 115
2. Pembuktian berdasarkan unsur-unsur
Tindak Pidana dan Syarat Pemidanaan...... 119
3. Penegakan Hukum oleh POLRI Upaya
Menjunjung Tinggi Supremasi Hukum .... 124
4. Upaya Implementasi Penyidikan Tindak
Pidana Korupsi Oleh POLRI ..................... 135
5. Implementasi ............................................. 139
I. Kesimpulan .................................................... 143
J. Implikasi ......................................................... 146

xx
BAB III PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DARI
PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM DAN
HAM 11 (Sebelas) Konsep Pencegahan Konflik . 149
A. Pendahuluan .................................................... 149
B. Permasalahan .................................................. 154
C. Pembahasan .................................................... 155
D. Analisa SWOT ................................................ 169
E. Penutup ............................................................ 176
1. Simpulan ..................................................... 176
2. Saran ........................................................... 177

BAB IV KARAKTER POLISI SEBAGAI TELADAN


MENCELA KEJAHATAN ................................. 179

xxi
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

BAB I
TUGAS POKOK PERAN DAN FUNGSI
HUKUM KEPOLISIAN

A. Pendahuluan
Transisi reformasi sekarang ini, di tengah-tengah upaya
kita menciptakan kondisi aman dan damai, adil dan demokratis,
serta upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, POLRI
terus berjuang. Apalagi POLRI telah menjadi bagian dari
warga sipil. Oleh karena itu POLRI di era reformasi ini, harus
mampu menampilkan figur POLRI yang dicintai, dipercaya,
dimiliki, dan dibanggakan oleh masyarakat. Filosofiini harus
terus diaktualisasikan kepada segenap insan Bhayangkara di
tanah air. 1
Untuk memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat di era
reformasi, selain memposisikan POLRI sebagai bagian dari
warga sipil, POLRI juga harus melakukan reformasi internal
melalui pembenahan dalam berbagai aspek.
Untuk lebih memberdayakan potensi keamanan,
sebagaimana diamanatkan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,strategi
perpolisian masyarakat (community policing)harus terus
dikembangkan, perbanyak pembentukan Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Dengan cara itu,
potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masing-

1
. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, dalam Sambutan
Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Hari Bhayangkara Ke-61 di Jakarta
Tanggal 1 Juli 2007, hal: 4-6. :Menurut Presiden H. Susilo Bambang
Yudhoyono, dalam menyikapi berbagai perubahan di tengah-tengah masyarakat,
POLRI dituntut untuk berupaya mengembangkan strategi dan kemampuan
profesional Kepolisian, dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai ideal Tribrata
sebagai pedoman hidup dan Catur Prasetya sebagai pedoman karya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

masing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di


lingkungannya.2
Amanat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, (2007)
kepada seluruh jajaran POLRI mengamanatkan untuk
dilaksanakan dalam tugas dan pengabdian;
• Pertama, prioritaskan berbagai sasaran strategis, program,
dan kegiatan dalam rangka mewujudkan situasi kamtibmas
yang kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
tingkatkan perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat
tanpa diskriminasi.
• Kedua, tegakkan hukum secara profesional, junjung tinggi
kode etik profesi dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan di
luar kedinasan.
• Ketiga, pahami dan pedomani Undang-undang Pokok
Kepolisian yang menjadi landasan pelaksanaan tugas dan
kewenangan POLRI, serta tingkatkan sosialisasi dan
peran perpolisian masyarakat (Polmas).
• Keempat, bangun sikap proaktif, koordinatif, dan terpadu
dalam menghadapi hal-hal yang berpotensi mengganggu
keamanan sekecil apapun.
• Kelima, jadilah polisi yang bermoral, profesional, dan
modern yang dicintai dan dipercaya masyarakat. Mari kita
tingkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan
penuh ketulusan, kasih sayang, dan penuh tanggung jawab.
Fungsi POLRI dalam penyelenggaraan keamanan dalam
negeri, Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
“Kepolisian Negara Republik Indonesia” Fungsi kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

2
. H. Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Ibid, hal: 12,15,16 Harapan Presiden
agar seluruh jajaran kepolisian dapat menjadi polisi sahabat masyarakat. Polisi
yang mampu memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masing-
masing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

hukum, perlindungan, pengyoman, dan pelayanan kepada


masyarakat.
Untuk itu, pengemban fungsi kepolisian Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia ditegaskan “Pengemban fungsi Kepolisian
adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu
oleh ; a. kepolisian khusus ; b. penyidik pegawai negeri sipil ;
dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Ayat (2)
Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a, b, c, melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing3.
Sedangkan tujuan POLRI, Pasal 4 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
“POLRI bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri
yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,
serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
Wujud dari pengemban fungsi kepolisian antara lain
dengan membangun kemitraan dengan masyarakat dan
mengembangkan Strategi Perpolisian Masyarakat (community
policing) yang dituangkan pada:
1. Kemitraan dalam meningkatkan peran pengamanan
swakarsa antara lain : PPNS,Polsus (Polisi Khusus), Pam
Industri, Pam Sosiologis, Polisi Masyarakat, dan kelompok
masyarakat yang patuh hukum dan sebagainya.
2. Kemitraan dengan kelompok keamanan komunitas,
keamanan umum masyarakat dan keamanan insani setiap
individu.
3. Tercipta lingkungan kerja dengan adanya bantuan
fungsional Kepolisian masyarakat dan lingkungan kerja,

3
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 dan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

yang pada akhirnya terbentuk lingkungan makro dengan


luas wilayah, jumlah penduduk, terbangunnya pranata
hukum dan pranata sosial.
4. Terbangunnya sinergi dengan potensi masyarakat bersama
terbentuk lingkungan makro Law Abiding Citizen di bidang
keamanan dan ketertiban masyarakat.
5. Membentuk jaringan intelijen keamanan nasional dari
adanya akar gangguan keamanan dan ketertiban umum
sehingga dapat mengatasi setiap gangguan nyata.
Contoh yang dimaksud “kepolisian khusus” yaitu Balai
Obat dan Makanan (Ditjen POM, Depkes, Polsus Kehutanan,
Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain). 4
Berdasarkan analisis kuantitatif, komposisi anggota
POLRI dan PNS POLRI belum dapat memenuhi tuntutan
kebutuhan pelayanan masyarakat secara memuaskan, karena
disamping jumlahnya belum sebanding dengan Daftar Susunan
Personil (DSP) yang ditentukan, juga karena kekurangan
terbanyak terjadi pada organisasi tingkat kewilayahan sebagai
ujung tombak POLRI. Demikian juga pemberdayaan PNS
POLRI sebagai komplemen belum diaktualisasikan secara
optimal, sehingga masih ada fungsi yang seharusnya dapat
diawaki oleh PNS POLRI namun masih diawaki oleh anggota
POLRI.
Pengemban fungsi kepolisian dalam rangka membangun
masyarakat patuh hukum antara lain dituangkan dalam:
1. Kerjasama dengan institusi penegak hukum dan departemen
yang membawahi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),
Pemda serta kelompok masyarakat peduli hukum dan
keadilan.

4
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168, penjelasan pasal
3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

2. Merumuskan pedoman pemahaman masyarakat patuh atau


tertib hukum : hak dan kewajiban dalam kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik.
3. Mensosialisasikan semangat patuh hukum pada masyarakat
melalui keteladanan.
4. Terwujudnya penegakan keadilan masyarakat (restorative
community justice), terutama memiliki strategi pencegahan
tindak kriminal, penerapan yang konsisten pada prosedur
penanganan pelaku konflik sosial sesuai hukum dan hak
asasi manusia, serta memberdayakan pranata
masyarakat/pranata adat.
5. Terwujudnya 7 (tujuh) dimensi pelayanan masyarakat yang
mencakup : (1) berkomunikasi berbasis kepedulian, (2)
cepat tanggap terhadap keluhan masyarakat, (3) kemudahan
memberikan informasi (4) prosedur yang efi sien dan
efektif, (5) biaya yang formal dan wajar, (6) kemudahan
penyelesaian urusan, (7) lingkungan fisik tempat kerja yang
kondusif.
Peran dan strategi kepolisian dalam menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat, antara lain diwujudkan dengan : 1.
Memulihkan keamanan di daerah konflik sosial5 dan kondisi
ketertiban yang terganggu.
(1) Memelihara keamanan untuk daerah tertib sipil.
(2) Membangun kemampuan untuk menangani konflik sosial
sampai ke akar-akarnya.
(3) Desentralisasi kewenangan dan pemberdayaan satuan induk
penuh (Polda), kesatuan operasi dasar (KOD/Polres) dan
pengemban diskresi kepolisian (polsek) sebagai ujung
tombak. 6

5
Seperti konflik yang terjadi di Jawa Tengah, Ambon, Poso, Lampung Selatan,
Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Bekasi Jawa Barat dll.
6
Sutanto, Keputusan KaPOLRI Nomor Pol. : Kep/20/IX/2005, Mabes POLRI,
Jakarta, 2005 :42.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Menjadikan polisi penegak hukum berorientasi sebagai


pelayan publik dengan wewenang diskresi kepolisian berwatak
sipil, mulai dari menggarap penampilan fi sik sampai ke
perubahan perilaku. Penampilan fi sik diupayakan berbeda
dengan militer dengan mengubah seragam dan tanda pangkat.
Kepolisian metropolitan Inggris, misalnya, pada
penampilannya yang pertama menggunakan seragam yang
dirancang untuk “tampil sejauh mungkin sebagai orang sipil”.
Polisi metropolitan Inggris itu mengenakan baju panjang
sampai batas lutut berwarna biru gelap dan kancing baju dari
metal dan sabuk lebar dari kulit. Kerah bajunya dibuat kaku
dimana tanda pangkat dilekatkan dan mereka mengenakan topi
tinggi dengan selaput kulit tebal di pundaknya. Mereka
membawa tongkat pendek dan rantai yang sewaktu-waktu
dibunyikan untuk tanda bahaya. Rancangan seragam yang
demikian itu rupanya ingin mengisyaratkan bahwa polisi
melepaskan diri dari kedekatannya dengan seragam militer dan
lebih membaurkan dirinya kepada rakyat biasa. 7
Untuk itu, jika dibandingkan dengan aparat penegak
hukum yang lain seperti jaksa, hakim, dan lembaga
pemasyarakatan maka polisi juga yang secara langsung
berhubungan dengan pelaku kejahatan di lapangan. Oleh
karena itu, tepatlah jika Satjipto Rahardjo menggelari polisi
sebagai “penegak hukum kelas jalanan “, sedangkan jaksa dan
hakim diberi gelar sebagai “penegak hukum kelas gedongan”. 8
Secara lebih lengkap Satjipto Rahardjo mengemukakan:

7
Satjipto Rahardjo, 2002,Ibid, halaman: 60-61 Makna seragam yang memiliki
kaitan dengan tradisi, nilai dan semangat bangsa seperti itu, tampak juga pada
polisi Amerika. Kita mengetahui bahwa semangat kemerdekaan dan kebebasan
orang Amerika sangat tinggi dan karena itu polisi Amerika merasa risih untuk
menggunakan seragam. Hal itu terjadi pada tahun-tahun awal sejarah kepolisian
negara tersebut. Mereka mengatakan, bahwa dengan memakai seragam polisi
mereka merasa sebagai bukan orang Amerika.
8
Mochtar Lubis 1988, Citra Polisi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, halaman:
176-177.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

“Sekalipun bersama-sama berada pada jajaran penegakan


hukum, tetapi polisi layak untuk diberi tempat dan
penilaian tersendiri oleh karena kualitasnya yang begitu
berbeda. Keadaan yang demikian itu pertama-tama
disebabkan oleh karena ia bisa disebut sebagai suatu badan
yang bersifat kerakyatan. Sifat yang demikian itu
berhubungan dengan sifat pekerjaannya yang harus berada
dan bergerak di tengah-tengah rakyat. Oleh karena itu
memelihara kontak-kontak yang intensif dengan
lingkungan sosialnya. Kualitas pekerjaan yang demikian
itu berbeda sekali dengan yang dijalankan oleh badan lain,
seperti jaksa dan hakim. Kedua badan terakhir ini
menempatkan dirinya dalam jarak yang cukup jauh dari
rakyat, dari kontak-kontak langsung dan intensif dengan
mereka. Oleh karena itu hakim dan jaksa ingin saya sebut
sebagai penegak hukum “gedongan”, sedangkan polisi
sebagai penegak hukum “jalanan”.
Sejalan dengan Satjipto Rahardjo, penyebutan polisi
sebagai penegak hukum jalanan itu merupakan simbol penting
yang melambangkan pekerjaan penegakan hukum yang
dilakukan oleh polisi. Simbol tersebut dipilih untuk mewadahi
penegakan hukum yang bersifat “telanjang”, seperti
mendatangi dan melakukan pemeriksaan langsung di TKP
(Tempat Kejadian Perkara), melakukan pengintaian,
pemburuan dan penangkapan pelaku kejahatan. Kesemuanya
itu dilakukan dengan penuh resiko yang cukup tinggi, dengan
strategi symbolic justice. Oleh karena itu, barangkali dapat
dikatakan bahwa polisi bukanlah semata-mata sebagai penegak
hukum yang berkualitas “telanjang”, melainkan juga “keras”. 9
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peran yang diemban
oleh polisi tergolong berat jika dibandingkan dengan peran-
peran yang dimainkan oleh aparat pemerintah yang lain.

9
Mochtar Lubis (ed), Ibid, 1988, halaman 176-177.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Menurut Presiden H. Susilo Bambang Yudhoyono (1 Juli


2007), bahwa „kita tentu sering menyaksikan anggota POLRI
masih bertugas di jalanan di tengah teriknya panas matahari,
atau tetap berjaga ketika hujan deras turun. Sebagian lagi, rela
meninggalkan keluarga demi menciptakan rasa aman. Tidak
jarang pula, mereka harus bertaruh nyawa melawan pelaku
kejahatan. Hal ini sering luput dari perhatian kita semua‟.
Ketika masyarakat tertidur pulas, polisi harus berpatroli
mengitari kota dan berjaga-jaga sepanjang malam, dengan
strategi (autoritative intervention). Polisi juga harus
meninggalkan rumah dan keluarganya untuk pergi ke tempat
tugas ketika anggota masyarakat bergembira ria merayakan
Lebaran atau tahun baru bersama keluarga. Polisi harus
basstrukturalah kuyup kehujanan dan disengat terik matahari
saat mengatur lalu lintas, dan bahkan ia terpaksa harus
mendatangi suatu tempat kejadian perkara ketika orang lain
berlarian menjauhi tempat kejadian konflik kekerasan, atau
karena ada orang yang mengamuk atau karena ada penjahat
yang menembak membabi buta. Ia juga harus menolong korban
mengantarkan ke rumah sakit saat orang mengalami kecelakaan
atau bencana.
Bergulirnya reformasi 1998 terdapat tuntutan yang kuat
agar polisi berwajah demokratis dengan menjunjung tinggi
keadilan dan hak asasi manusia, dari paham militeristik
menjadi paham sipilisme. 10Sebelum reformasi perilaku polisi
adalah sebagai aparat yang tegas dengan wajah seram dan
ditakuti oleh masyarakat, bahkan, dulu apabila ada anak
menangis ditakut-takuti ada polisi anak tersebut seketika akan
berhenti menangisnya karena takut dengan polisi.Di era
reformasi, perubahan perilaku polisi sebagai aparat yang tegas
mengedepankan kesetaraan dan kemitraan dengan masyaraat,
dan mengutamakan pencegahan.
10
Zakarias Poerba,TindakanPolisi sebagai Agen Hukum Menangani
Pengendalian Masa dari Cara-cara Paramiliteristik Menuju Cara-cara Polisi
Sipil, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang, 2003, 161.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Reformasi hukum dan keadilan bukan semata-mata


masalah sistem hukum belaka, namun tetap terkait dengan
keseluruhan sistem politik dan sistem sosial (termasuk sistem
ekonomi). Untuk itu masalah reformasi hukum dan penegakan
keadilan, seyogyanya tidak menjadi masalah atau
“keprihatinan”seorang menteri saja, namun harus menjadi
perhatian lembaga negara terkait atau pejabat negara yang
terkait dengan bidang penegakan hukum. 11 Kuatnya tuntutan
demokratisasi tidak lain karena adanya anggapan bahwa
demokrasi merupakan suatu sistem yang bisa menjamin
keteraturan publik, sekaligus mendorong transformasi
masyarakat menuju suatu struktur sosial, politik, ekonomi dan
kebudayaan yang lebih ideal. Demokrasi diyakini sebagai
sistem yang paling realistis dan rasional untuk mencegah suatu
struktur masyarakat yang dominatif, represif dan otoritarian.
Dalam pandangan Abdurrahman Wahid; “demokrasi
adalah suatu proses, maksudnya demokrasi tidak dipandang
sebagai suatu sistem yang pernah selesai dan sempurna.”12
Pemilihan umum, misalnya dapat diklasifikasikan sebagai salah
satu jenis partisipasi rakyat dalam politik.13 Negara
memperjuangkan rakyatnya untuk adil dan makmur, terutama
dalam politik, soalnya tidak hanya terletak pada tujuan, tetapi
juga cara mencapai tujuan itu. Karena cara memperjuangkan
tujuan itudapatberbeda-beda, tetapi harus berdasarkaniman,
taqwa, tekad yang ikhlas, dan kejujuran. 14

11
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahatan”, Perdana Media Group, ISBN. 978-979-3925-83-
7, Jakarta, 2007, 1 – 5.
12
Abdul Ghofur dan Achmad Rofi q, Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam Di
Indonesia (Studi Atas Pemikiran Gus Dur), Walisongo Press bekerja sama
Pustaka Pelajar Offset, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2002 : 1-5.
13
Rusadi Kontopawiro, Sistem Politik Indonesia; Suatu Model Pengantar, Sinar
Baru Algensindo, Bandung, 1992 : 180.
14
F. Hartono, Etos dan Moralitas Politik, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI),
Cetakan ke 5, Yogyakarta, 2003, 12.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Krisis moneter dan ekonomi yang melanda sebagian besar


wilayah Asia Tenggara hingga akhir 1997 menciptakan
momentum bagi masyarakat untuk mengungkapkan semua
ketidakpuasan tersebut secara lebih nyata. Hal ini tidak lain,
karena merosotnya otoritas negara; melemahnya law
enforcement; terjadinya demoralisasi polisi dan TNI ; dan
fragmentasi dan disintegrasi sosial dalam masyarakat. 15
Jimly Asshiddiqie berpendapat, prinsip persatuan, Pasal 1
Piagam Madinah menegaskan, “Innahum ummatan wahidatan
min duunin naas”. Sesungguhnya mereka adalah umat yang
satu, lain dari (komunitas) manusia lain. Pasal 44 ditegaskan
“mereka (para pendukung piagam) bahu membahu dalam
menghadapi penyerang atas Kota Yatsrib (Madinah)“, dari
pihak luar.16
Menurut Sutanto Jendral Polisi (2005), tantangan dalam
aspek keamanan, dihadapkan pada berkembangnya suasana
konflik sosial yang dilatarbelakangi masalah agama dan etnis,
gagasan dan tindakan separatisme, kriminalitas yang secara
kuantitas dan kualitas terus meningkat, perilaku kekerasan yang
semakin intens, pengembangan isu ketidakadilan ekonomi dan
sosial, membuka dan mengundang keterlibatan lembaga-
lembaga internasional dalam upaya penyelesaiannya, dengan
memaksakan penerapan standar global.
Bailey (1998), mengatakan polisi masa depan di Amerika
Serikat dan dalam masyarakat-masyarakat demokratis yang
modern lainnyaharus lebih menekankan perannya dalam
pencegahan kejahatan dan ketertiban masyarakat, daripada
tindakan represif. Kegiatan pencegahan kejahatan dan
ketertiban masyarakat menuntut kemampuan polisi untuk
mampu menilai berbagai gejala yang ada dalam masyarakat.
15
Azyumardi Azra, Konflik Baru Antar Peradaban, Globalisasi, Radikalisme &
Pluralitas, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafi ndo Persada, Cetakan
Pertama, Jakarta, 2002 : 121.
16
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme. Sekretariat Jendral dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006,17-18.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Merencanakan tindakantindakan serta mengevaluasi dan


mengantisipasi dampakdampaknya, dan untuk acuan
pemahaman terhadap gejala-gejala sejenis yang mungkin akan
muncul di masa mendatang atau terhadap masyarakat di tempat
yang lain. 17
Moh. Mahfud MD ; Masyarakat yang baru dilahirkan
harus menunjukkan dan membuktikan bahwa ia mampu
menguasai keadaan, menguasai anggota-anggotanya, atau
menciptakan ketertiban dan ketenteraman. Tujuan utama yang
harus dicapai oleh suatu masyarakat sebagai komitmen politik
adalah ketertiban. Jika perlu prosedur atau cara-cara (hukum)
bisa di dorong ke belakang asalkan (substansi) tujuan bisa
dicapai18.
Perjalanan panjang POLRI dalam pengabdiannya kepada
bangsa dan negara, sangatlah berarti bagi bangsa ini, POLRI
berperan penting dalam menciptakan rasa aman, tenteram, dan
damai bagi masyarakat.
POLRI sesuai dengan perannya selaku alat negara yang
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegak
hukum, melaksanakan hubungan-hubungan baik horizontal
maupun vertikal dan diagonal dengan berbagai
badan/instansi/lembaga, mengedepankan pendekatan persuasif
dan dialogis.Persuasif yang penuh kearifan dan kedekatan
dengan masyarakat untuk lebih banyak menciptakan inisiatif-
inisiatif program pemeliharaan keamanan, ketertiban umum
serta pelayanan masyarakat mengedepankan strategi
17
Ibid : Baley, David H., (1998) dikutip dari Parsudi Suparlan (2004) hal :75-76.
18
Moh. Mahfud MD,2011, Politik Hukum di Indonesia (edisi revisi-cetakan ke
empat), Rajawali Pers Devisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafi ndo
Persada, Jakarta, hal:2627 Dalam berbagai studi tentang hukum dikemukakan
misalnya, hukum mempunyai sifat umum sehingga peraturan hukum tidak
hanya ditujukan kepada seseorang, dan hukum tidak akan kehilangan kekuasaan
jika telah berlaku terhadap suatu peristiwa konkret. Peraturan hukum juga
mempunyai sifat abstrak, yakni mengatur hal-hal yang belum terkait dengan
kasus-kasus konkret. Selain itu ada yang mengidentifi kasi hukum ke dalam
sifat imperatif dan fakultatif.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

perpolisian masyarakat (community policing) yang dapat


menarik partisipasiberbagai kalangan. 19

B. Perubahan Paradigma Doktrin Kepolisian


Bahwa, kepolisian pada masa lampau kepolisian dalam
menyelesaikan konflik sosial antarwarga masyarakat, dengan
cara penegakan hukum dengan doktrin the strong hand of
societydengan dilakukan tindakan represif upaya paksa
penyidikan berupa : penangkapan, penahanan, penyitaan,
penggeledahan, pemanggilan serta melakukan pemeriksaan
tersangka dan saksi-saksi, dengan strategi symbolic justice.
Doktrin the strong hand of society adalah paham militerisme
polisi dalam melaksanakan tugasnya dengan kekerasan
telanjang, dalam melaksanakan tugas selalu mengedepankan
tindakan represif dan harus menggunakan sikap-sikap
militeristik atau yang bersifat militer.
Pada tahun 1819 menurut Robert Phell, ditegaskan bahwa
sikap dan sifat disiplin militer harus melekat pada diri setiap
anggota polisi, yang juga menggunakan kepangkatan seperti
militer. Dengan paradigma The strong hand of societyadalah
The Paterlo Mesacreparadigma kekuasaan yang menunjukkan
posisi polisi vertikal ketika harus berhadapan dengan
masyarakat bersifat atas bawah. Kepolisian di Inggris pernah
menunjukkan sikap yang tidak profesional dan sangat
memalukan, hanya akan menangkap seorang orator saja, polisi
berkuda Inggris harus membantai orang yang mendengarkan
sang orator tersebut.
Dengan demikian, sesungguhnya peran yang dimainkan
oleh kepolisian bersifat represif, setelah adanya kejadian
perkara atau ancaman faktual (AF). Peran kepolisian dengan
strategi symbolic justice yang mengedepankan tindakan represif
di Indonesia sudah berjalan lebih dari 40 tahun, sejak
pemerintahan Bung Karno, kepolisian dimasukkan menjadi
19
Sukamto, Kepala Devisi Pembinaan Hukum POLRI, Jakarta, 2002 : 45.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

bagian dari ABRI dan dilanjutkan pemerintahan Presiden


Soeharto, dan pada tanggal 8 Januari 2002 sebagai tonggaknya
sejarah perubahan paradigma dari the strong hand of society
(tangan yang keras bagi masyarakat) berubah menjadi
paradigma the soft hand of society (tangan yang lunak dan
sebagai pelayan yang ramah bagi masyarakat) tersurat dalam
Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang POLRI dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengutamakan
tindakan pencegahan.
Doktrin the soft hand of society adalah paham polisi yang
berwatak sipil, yang merupakan cara-cara perpolisian
berkemanusiaan (humane policing). Di Inggris pada tahun 1829
lahirlah kepolisian modern, walaupun dalam bentuk masih agak
kasar. Dalam kelahiran kepolisian Inggris disebut The
Metropolitan Police, kecenderungan meninggalkan kekerasan
dan kekuasaan, untuk mendekat dengan rakyat. Paham
sipilisme polisi ini menghendaki agar polisi berwatak sipil
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Pada massa Pemerintahan PresidenRI (Pertama) Ir.
Sukarno, bahwa Kepolisian Negara adalah Angkatan
Bersenjata (Pasal 3 Undang-Undang nomor 13 tahun 1961).
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 tahun 1961 (yang
telah diganti dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 1997
kemudian diganti dengan Undang-Undang nomor 2 tahun
2002) semula Kepolisian dibawah “Menteri yang menguasai
Kepolisian Negara, selanjutnya disebut Menteri, memegang
pimpinan penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara, baik
pencegahan (preventif) maupun pemberantasan (represif).
Kontrol masyarakat terhadap aparat negara dan kontrol
sipil terhadap militer (civilian control to the military) yang
pelaksanaannya di Indonesia sangat menarik dan bersifat khas.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Refleksinya‟ terlihat dalam pemisahan tugas TNI dan POLRI


dengan pembagian tugas yang relatif jelas; hal ini secara tegas
diatur dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.Tentang tugas POLRIdalam
TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000; tentang pemisahan peran
TNI dan POLRI, TAP Nomor:VII/MPR/2000 tentang Peran
TNI dan POLRI, implementasinya tertuang pada Peran
POLRI Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan
alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri”. Sampai ada perubahan.
Perlu diketahui dalam perjalanan pengabdiannya,
kedudukan, kewajiban, tanggung jawab dan wewenang POLRI,
diantaranya diatur dalam :
1. TAP MPR NOMOR X/MPR/1998tentang Pokok-Pokok
Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan
Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Hluan Negara
mengintruksikan kepada Presiden selaku Mandataris MPR
antara lain untuk melaksanakan agenda reformasi di bidang
hukum dalam bentuk “pemisahan secara tepat bangsa dan
wewenang aparatur penegak hukum agar dapat dicapai
proporsionalitas, profesionalitas, dan integritas yang utuh”;
2. Perubahan Kedua UUD N. RI Tahun 1945 Pasal 30 Ayat (4)
dan (5) terkait POLRi sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan
hukum; serta syarat-syarat keikut sertaan warga negara
dalam usaha pertahanan dan keamananan dalam negeri
diatur dengan peraturan perUndang-Undangan (perubahan
Undang-Undang) atau (tonggak sejarah perubahan POLRI).,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

3. UU No 13 Th 1961 tentang Kepolisian Negara, kemudian


diubah UU No 28 Th 1997 tentang Kepolisian Negara RI
berada di bawah menteri)., dan
4. Instruksi Presiden No 2 Th 1999 tentang Langkah-Langkah
Kebijakan Dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara
Republik Indonesia Dari Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia;
5. Keppres No 89 Th 2000 tentang Kedudukan Polri (di
dalamnya dinyatakan Polri berkedudukan langsung di
bawah Presiden).,
6. TAP MPR No VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan
Polri;
7. TAP MPR No VII/MPR/2000 tentangPeran TNI dan Peran
Polri; serta
8. UU No 2 Th 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Sampai ada perubahan).
Dalam kehidupan demokratis, perilaku menyimpang dari
polisi sangat berbahaya, karena akan menyebabkan penegakan
hukum menjadi lebih sulit. Dalam hal ini yang dirugikan bukan
hanya martabat kemanusiaan dan hukum itu sendiri, tetapi
segala usaha yang telah dilakukan untuk menciptakan tugas-
tugas polisi yang efektif menjadi mubazir. 20
Tugas pokok kepolisian berdasarkan Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI (a) memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum;
dan (c) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat. Dijelaskan dalam rumusan tugas pokok
tersebut tidak merupakan urutan prioritas, yang mana
ketigatiganya sama pentingnya, yang mana yang akan
dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat,
lingkungan dan pejabatnya.

20
Muladi, Ibid, 2006, hal 19.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Landasan hukum Tugas Polri dibidang proses tindak


pidana berdasarkan :
1. Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
menegaskan bahwa “Dalam melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya”
2. Pasal 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981tentang
Hukum Acara Pidana “Undang-undang ini berlaku untuk
melaksanakan tatacara peradilandalam lingkungan peradilan
umum pada semua tingkat peradilan. “ Yang termasuk
„peradilan umum‟ termasuk pengkhususannya sebagaimana
tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) alinea terakhir Undang-
undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman dan perubahannya. 21
3. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
tentang Polri “Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, pejabat Polri senantiasa bertindak
berdasarkan norma hukum danmengindahkan norma agama,
kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
4. Pasal 19ayat (2)Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Polri
mengutamakan tindakan pencegahan.
21
Badan-badan peradilan dan asas-asasnya Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, yang diubah dengan Undang-Undang nomor 35 tahun 1999 dan
diubah lagi dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 dan diubah lagi
dengan Undang Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Bahwa “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam
lingkungan : (1) Peradilan Umum, (2) Peradilan Agama, (3) Peradilan
Militer, (4) Peradilan Tata Usaha Negara; dan sebuah (Mahkamah
Konstitusi/Pasal 38 ayat (1) UU. No. 38 tahun 2009).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

5. Pasal 38 ayat (2)) huruf e Undang-Undang nomor 48 tahun


2009 tentang Kekuasaan Kehakiman “Fungsi yang berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penyelesaian sengketa di luar
pengadilan”.
Untuk itu, dalam pelaksanaan tugas harus berdasarkan
norma hukum, harus betul-betul mengindahkan norma agama,
kesopanan, dan kesusilaan serta menjunjung tinggi supremasi
hukum dan hak asasi manusia.
The Metropolitan Police dalam kelahirannya dengan
konsep civilian in uniform (CIU) sejak abad ke XIX yang
dipopulerkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai ratifi
kasi hukum humaniter internasional. Sebetulnya sosok polisi
sebagai civilian in uniform adalah merupakan seorang sipil
yang berseragam, yang menunjukkan ia adalah suatu lembaga
semi militer yang bertugas menangani kejahatan dan penyakit
masyarakat lainnya termasuk menangani konflik sosial
masyarakat untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.
Dengan paham sipilisme polisi lahirlah doktrin the soft hand of
society tangan yang lembek pelayan yang ramah bagi
masyarakat, sedangkan POLRI mengembangkan strategi
perpolisian masyarakat (community policing) terus
dikembangkan dengan memperbanyak pembentukan forum
kemitraan polisi dan masyarakat, adapun doktrin yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Paradigma Doktrin The Strong Hand of Society dan
Paham Militerisme Kepolisian
Paham militerisme polisi menghendaki agar polisi
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus memiliki
sikapsikap militeristik atau yang bersifat militer. Pendiri
Kepolisian Inggris Robert Pheel menegaskan bahwa sikap
dan sifat disiplin militer harus tetap melekat dalam diri
setiap anggota polisi, karena kepolisian merupakan sebuah
organisasi negara yang dipersenjatai. Paham kepolisian
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

yang demikian banyak dianut oleh negara-negara


demokrasi, seperti di Amerika Serikat yang juga
menggunakan kepangkatan militer untuk kepolisian.
Bahkan, di Korea Selatan, Jepang dan Philipina,
menetapkan “wajib militer” bagi warga negaranya yang
berusia 21 tahun ke atas untuk dapat memilih menjadi
tentara atau polisi. 22
Paham militerisme juga tampak dalam dunia peradilan
di Australia, dimana lembaga peradilan yang diperuntukkan
bagi polisi dan tentara berada dalam satu atap. Sama seperti
di Australia, polisidi negara demokrasi Amerika Serikat
juga diberi tugas dan wewenang untuk melakukan
penyidikan terhadap oknum militer yang terlibat kasus-
kasus pidana biasa, sementara untuk kasus-kasus pidana
militer – seperti melawan atasan, disersi, mata-mata musuh
dan membocorkan rahasia negara/militer – ditangani oleh
Military Police atau Polisi Militer (PM). Oleh karena itu,
seorang polisi harus memiliki kemampuanplus, baik
kemampuan sipil maupun kemampuan militer. 23
Paham militerisme polisi ini kemudian melahirkan
doktrin yang dianut oleh polisi, yakni thestrong hand of
society (tangan yang keras/kuat bagi masyarakat = pelayan
yang keras bagi masyarakat). Paradigma the strong hand of
society adalah paradigma kekuasaan, yang menunjukkan
posisi polisi dalam jenjang vertikal ketika berhadapan
dengan rakyat. Oleh hukum polisi diberi sejumlah
kewenangan, termasuk kewenangan diskresi,yang tidak
diberikan kepada lembaga lain dalam masyarakat, seperti:
menangkap, menggeledah, menyita, menahan,menyuruh
berhenti, melarang meninggalkan tempat, dan sebagainya.
Dalam konteks yang demikian itu, hubungan antara polisi

22
Kf. Anton Tabah,Membangun POLRI yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan
Asia), Jakarta: PT Sumbersewu Lestari, 2002, halaman 85.
23
Kf. Anton Tabah,Ibid., 2002, halaman 85-86.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dan rakyat bersifat “atas-bawah” atau “hirarkhis, dimana


polisi berada pada kedudukan memaksa sedangkan rakyat
wajib mematuhi. 24
Sehubungan data kejahatan, Contoh, Kepolisian di
Amerika Serikat, menurut Daan Sabadan dan Kunarto,
dalam tulisannya tentang “Angka Kejahatan di Amerika
Serikat Tahun 1985” dalam buku Kejahatan Berdimensi
Baru, Kurang lebih 723. 246 kerusuhan merupakan
kenaikan angka 6% dari kejadian keseluruhan sebelumnya
di tahun 1984. Kenaikan ini tercatat di semua daerah.
Dengan kenaikan sebesar 4 persen dibandingkan ditahun
1983, maka dalam tahun 1985 kerusuhan yang terjadi 303
untuk setiap 100. 000 penduduk.
Dua puluh satu persen dari seluruhkerusuhan dilakukan
dengan menggunakan senjata api, 23 persen dengan pisau
atau senjata tajam25 lainnya, 31 persen dengan senjata-
senjata tertentu lainnya, dan 23 persen dengan senjata-
senjata diri (tangan, tinju, kaki). Yang berwajib berhasil
menyelesaikan 62 persen dari kerusuhan yang mereka
anggap menonjol.
Terdapat sekitar 305. 390 orang yang ditangkap polisi
karena kerusuhan tahun 1985, dengan perbandingan lelaki
dengan perempuan 6 berbanding 1. Dan dari mereka yang
ditangkap itu, 58 persen adalah orang berkulit putih.
Berkurangnya jumlah data konflik kekerasan/kejahatan
yang tidak dilaporkan (dark number) tergantung atau
24
Satjipto Rahardjo,Membangun Polisi Indonesia Baru: POLRI dalam Era Pasca-
ABRI, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, yang diselenggarakan
oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP Semarang tanggal 22-23
Oktober 1998, halaman 5.
25
Yang dimaksud dengan “senjata tajam” penjelasan Pasal 14 ayat (2) huruf e UU
Kepolisian adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak
termasuk barangbarang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau
untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan
yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang
ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dipengaruhi oleh intensitas kegiatan operasional yang


dilakukan oleh kepolisian. Oleh karena itu besarnya angka
cukup bervariasi dari satu waktu ke waktu, dengan data
statistik dimaksudkan untuk mengetahui angka kejahatan
atau konflik kekerasan yang telah dapat diketahui dan
dilakukan tindakan represif oleh polisi26.
Atas dasar hal-hal yang sudah dikemukakan di atas,
maka dalam pembuatan angka yang tercantum dalam
statistik betul-betul dikaji secara seksama berdasarkan fakta
dan data yang benar-benar telah akurat. Di sisi lain
masyarakat semakin kritis, dan semakin besar tuntutannya
terhadap supremasi hukum sehingga setiap kelemahan atau
kekeliruan dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa
penyidikan akan mendapatkan sorotan tajam dari
masyarakat.
Pada masa lampau, perilaku polisi yang mengarah
kepada perbuatan jahat dalam menjalankan tugasnya itu
merupakan tindakan pengebirian etika profesi jabatan.
Menurut Abdul Wahid,tindakan yang demikian itu sebagai
akibat dari kondisi psikologis atau kepribadian yang sedang
dikolonisasi oleh ideologi Machiavelis yang dipopulerkan
melalui prinsip “serba menghalalkan segala cara”. Prinsip
ini mengandung pengertian bahwa kebenaran yang berada
di depan mata dan sebagai manifestasi kewajiban untuk
ditegakkan, direkayasa dan dianggap sebagai penghalang
cita-cita. Sementara itu, kenaifan, kebejatan, dan kejahatan
dianggap sebagai terobosan logis untuk memperkaya diri,
membangun kejayaan atau menarik kedudukan/jabatan yang
terhormat di mata publik. 27

26
Daan Sabadan, Kunarto, Statistik Kejahatan Internasional Tahun 1981 s/d 1984,
Kejahatan Berdimensi Baru, Cipta Manunggal, ISBN : Indonesia :979-8939-21-
2, Jakarta, 1999 :463-466.
27
Abdul Wahid. Modus-Modus Kejahatan Modern. Bandung: PT. Tarsito, 1993,
halaman 34.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah perpolisian di


Indonesia memiliki catatan yang boleh dikatakan sangat
suram, karena selama kurang lebih 40-an tahun lamanya
semenjak Bung Karno berkuasa telah memaksakan gagasan
untuk menyatukan POLRI ke dalam TNI. Penyatuan fungsi
POLRI dan TNI tersebut telah merusak profesionalisme
Kepolisian, karena tugas tentara dan polisi disatukan
terutama dalam menjalankan fungsi pertahanan dan
keamanan (hankam). Peran- peran yang dimainkan oleh
kepolisian yang berpaham ganda tersebut baru menemukan
bentuknya yang semakin jelas ketika lembaga kepolisian
benar-benar lepas dari kungkungan dan pengaruh lembaga
TNI selama itu. Untuk itu, demi terpeliharanya ketertiban
dan ketenteraman masyarakat serta menjamin kepastian
berdasar hukum,28 dipandang perlu untuk meningkatkan
integritas dan kemampuan profesional kepolisian, agar
dicintai dan dipercaya masyarakat.
2. Paradigma Doktrin The Soft Hand of Society Paham
Polisi Sipil
Berbeda dengan paham militerisme polisi sebagaimana
diuraikan pada bagian terdahulu, maka sebaliknya paham
polisi sipil menghendaki agar “polisi berwatak sipil” dalam
peranan menjalankan tugas dan wewenangnya. Dalam arti
bahwa cara-cara polisi menjalankan pekerjaannya tidak
boleh menyebabkan manusia kehilangan harkat dan
martabat kemanusiaannya. Landasan fi losofidari paham
tersebut mengisyaratkan bahwa polisi dalam menjalankan
tugasnya tidak diperkenankan untuk menggunakan cara-cara
yang pendek dan gampang, seperti memaksa dan
menggunakan kekerasan belaka, tetapi harus bersedia

28
Kf. Anton Tabah,Op Cit., 2002, halaman 130-131. sejalan Abdussalam, (Jakarta,
2006 hal : 684), kewenangan yang sangat besar yang didapat dari undang-
undang merupakan kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam
melaksanakan tugas pokok
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mendengarkan dan mencari tahu hakikat dari penderitaan


manusia. 29
Dari paham polisi sipil ini kemudian lahirlah doktrin
polisi the soft hand of society (tangan yang lembek/lembut =
pelayan yang lembut dan ramah bagi masyarakat). Di sini
polisi dan rakyat berada pada posisi yang sejajar yang
disebut community policing sehingga memiliki hubungan
yang bersifat “horisontal” berorientasi “kemitraan” dan
problem solving. Tugas yang diberikan kepada polisi di sini
adalah untuk mengayomi, melindungi, membimbing dan
melayani rakyat. Pentingnya Polisi berorientasi sipil
sebagaimana setiap organisasi masyarakat, kelembagaan
polisi perlu lebih terbuka bagi interaksi masyarakat
(menerima masukan, ide, dukungan, dll), melakukan take
and give, bukan komando. Atau bisa disebut model dari
“repressive law enforcement towards community restorative
justice”. Semakin polisi banyak berbaur dengan masyarakat,
maka akan semakin memudahkannya dalam melaksanakan
tugasnya30.
Dalam rangka penegakan hukum pidana penegak
hukum dapat menggunakan wewenangnya melalui jalur
yuridis atau sosiologis. Namun jalan yang ditempuh untuk
melaksanakan kewenangan hendaknya harus seimbang,
tidak terpisah pisah dan selalu berhubungan dengan

29
Satjipto Rahardjo,Op Cit., 2002, halaman 55.
30
LPEM-FEUI dan MABES POLRI 1. 6. 3. Polisi sipil tidak dapat dilepaskan dari
perilaku sipil, komunikasi sipil, dialog sipil, interaksi sipil dan aspek lain yang
lebih berorientasi pada aspek kemanusiaan ketimbang aspek represif. Sesuai
dengan tugas dan tanggungjawabnya yang sangat berorientasi sipil secara lebih
detail membutuhkan hal-hal sebagai berikut : (1. 6. 3. 1.) kedekatan dengan
masyarakat, (1. 6. 3. 2.) akuntabel terhadap masyarakat, (1. 6. 3. 3.) mengganti
pendekatan”penghancuran” dengan melayani, melindungi, dan menolong
masyarakat sebagai pedoman operasi sehari-hari, (1. 6. 3. 4.) Peka terhadap
urusan-urusan masyarakat sipil (membantu orang lemah, kebingungan, frustasi,
sakit, lapar, putus asa, ketidak-tertiban, dll, dan (1. 6. 3. 5.) aktif dalam upaya
memberikan alternatif keadilan bagi masyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

ketentuan hukum. Bagi penegak hukum kedua pedoman


baik yuridis maupun sosiologis harus dipertimbangkan
sekaligus, sebelum mengambil suatu keputusan walaupun
toh akhirnya jalur sosiologis lebih dominan untuk
menghadapi permasalahan konflik sosial antar warga
masyarakat.
Sikap yang selalu hanya ingin menegakkan hukum
formal semata-mata, kadang-kadang justru akan mengurangi
efektivitas Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice
System). Oleh karena akan berakibat pemborosan waktu,
permasalahan baru, tenaga, materi dan biaya, penyidikan
berlarut-larut, dan akhirnya tidak sesuai dengan harapan
pencari keadilan yang mengharapkan asas sederhana, cepat
dan murah, bahkan kadang-kadang malah membuat rasa
kesal dan jengkel bagi orang-orang pencari keadilan
tersebut31.
Paradigma kepolisian sipil dalam implementasinya
menuntut setiap personel POLRI selalu beroriantasi kepada
pendekatan pelayanan, menghormati hak asasi manusia,
serta membangun kerja sama yang harmonis dengan
masyarakat. Strategi baru yang ditetapkan POLRI
merupakan salah satu cara efektif untuk dapat terwujudnya
reformasi kultural POLRI, yang terus diarahkan pada upaya
merubah sikap dan perilaku setiap anggota POLRI dari
paham the strong hand of society ke paham the soft hand of
society. Melalui kerjasama dengan pendekatan kemitraan
kepada masyarakat akan memungkinkan masyarakat
memahami tugas pokok dan peran polisi32.

31
Opcit. M Fa‟al, Diskresi Kepolisian, Jakarta 1991: 6-7.
32
Sutanto, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panduan
Pembentukan dan Operasional Perpolisian Masyarakat, berdasarkan Surat
Keputusan KaPOLRI Nomor Pol. :Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006,
Jakarta : 2006 :7-8.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Prasyarat keberhasilan/keefektifan operasio-nalisasi


POLRI dengan mengedepankan strategi perpolisian
masyarakat (community policing), akan ditentukan dalam
hal-hal/kondisi sebagai berikut :
a. Perubahan persepsi di kalangan segenap anggota
kepolisian setempat bahwa masyarakat adalah pemilik
(stake holder) bukan saja kepada siapa polisi
memberikan layanan tetapi juga kepada siapa mereka
bertanggung jawab.
b. Pelaksanaan tugas anggota satuan fungsi operasional
POLRI (Reserse, Polantas, Sabhara) harus dijiwai
semangat “melayani dan melindungi” sebagai
kewajiban polisi.
c. Perubahan pendekatan manajerial yang meliputi :
1). Kapolsek, sebagai ujung tombak bertanggung jawab
untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas
perpolisian masyarakat (community policing), di
polseknya.
2). Kapolres bersama staf terkait bertanggung jawab
untuk mengusahakan dan menyediakan sumber daya
dan dukungan yang diperlukan untuk pemecahan
masalah (problem solving).
Tugas dan wewenang perpolisian masyarakat
(community policing), tugas pokok nya melaksanakan tugas
dan fungsi-fungsi operasionalisasi serta mendorong
berfungsinya Perpolisian Masyarakat dalam rangka
menyelesaikan setiap permasalahan/gangguan keamanan
dan ketertiban masyarakat yang terjadi, dan bersumber dari
lingkungan masyarakat setempat. Untuk itu perpolisian
masyarakat (community policing) dapat menyelesaikan
perkara pidana ringan/konflik antar masyarakat,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

sebagaimana yang tersebut dalam buku panduan dari


KAPOLRI33.
Pertikaian (konflik) antar warga yang dimaksud dalam
panduan Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. :
SKEP/433/VII/2006 Tanggal 1 Juli 2006 sebagai
implementasi dari Pasal 15 ayat (1) b Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI “dalam rangka
menyelenggarakan tugas secara umum berwenang
membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang
mengganggu ketertiban umum” dan Pasal 18 ayat (1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI untuk
kepentingan umum pejabatKepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pasal 19
ayat (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum, dan mengindahkan
norma agama, kesopanan,kesusilaan serta menjunjung
tinggi hak asasi manusia. Ayat (2) dalam melaksanakan
tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan
tindakan pencegahan.
Untuk itu, sebagai pelayan harus mampu melayani
dengan cepat, ramah dan proporsional, sehingga
menempatkan POLRI dipercaya sebagai tempat
meminta pertolongan bagi masyarakat, untuk mencari
penjelasan mengutamakan tindakan persuasif dan edukatif,
sehingga anggota masyarakat merasakan kenyamanan
dalam bertindak dan bertingkah laku.
Dalam jangka panjang, POLRI perlu mengupayakan
penggantian sistem penegakan hukum kriminal yang ada
sekarang kepada sistem penegakan keadilan masyarakat
(restorative community justice), di mana dalam menuju

33
Ibid : Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas, 2006 : 20-24.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

perpolisian modern, dalam hal ini, baru dapat tercipta bila


unsur-unsur sistem penegakan hukum; yaitu : jaksa, hakim,
dan lembaga pemasyarakatan turut melakukan reformasi
kearah kepastian hukum yang manusiawi dan tanpa
diskriminatif. 34
M. Faal dalam mengutip Thomas J. Aaron, 1960,
diskresi berasal dari bahasa Inggris Discretion yang
menurut kamus umum yang disusun John M. Echols, dkk
diartikan kebijaksanaan, keleluasaan. Menurut Alvina Treut
Burrouw discretion adalah ability to choose wisely or to
judge for oneself artinya “kemampuan untuk memilih
secara bijaksana atau mempertimbangkan bagi diri sendiri.
Sedangkan Thomas J. Aaron menyebutkan, bahwa
discretion is power authority conferred by law to action on
the basic of judgment or conscience, and its use is more an
idea of morals than law. Yang dapat diartikan sebagai suatu
kekuasaanatau wewenang yang dilakukan berdasarkan
hukum atas pertimbangan dan keyakinannya dan lebih
menekankan pertimbangan moral dari pada pertimbangan
hukum35.
Dalam menghadapi reformasi kultural kedepan yang
makin kompleks dengan tuntutan masyarakat yang makin
ketat, maka POLRI akan mereformasi pola kerja dan
perilaku para anggota polisi berdasarkan nilai-nilai. Untuk
pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia No. POL. : 7 Tahun
2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian tanggal 1 Juli
2006 Pasal 10 ayat (2) (yang diganti dengan PERKAP

34
Da‟i Bachtiar, Lampiran Naskah Akademik Grand Strategi POLRI Menuju
Tahun 2025, Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL.
:SKEP/360/VI/2005, tanggal 10 Juni 2005, Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia, LPEM-FEUI, Jakarta, 2005 : 9. 3)
35
Thomas J Aaron, The Control of Police Discretions, Springfi ld, Charles C
Thomas, hal IX)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Nomor 14 tahun 2011) Anggota POLRI wajib


menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat
merusak kehormatan profesi dan organisasinya serta
menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran
demi pelayanan kepada masyarakat, dengan senantiasa :
a. Memberikan keterangan yang benar dan tidak
menyesatkan;
b. Tidak melakukan pertemuan di luar pemeriksaan dengan
pihak-pihak yang terkait perkara;
c. Bersikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang
perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya
kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana
dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang
penyelesaiannya.
d. Tidak boleh menolak permintaan
pertolongan/bantuan dari masyarakat dengan alasan
bukan wilayah hukumnya;
e. Tidak menyebarkan berita yang dapat meresahkan
masyarakat;
f. Tidak mengeluarkan isyarat yang bertujuan untuk
mendapatkan imbalan atas pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat.

C. Kebijakan Hukum (Criminal Policy)


Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa
dikenal dengan istilah “politik kriminal” dapat meliputi ruang
lingkup yang cukup luas G. Peter Hoefnagels menggambarkan
ruang lingkup “Criminal Policy “ dengan skema sebagai
berikut:36
Skema G. Peter Hoefnagels
CRIMINAL POLICY PETER HOEFNAGELS

36
G. Peter Hoefnagels,The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holand,
1973 : 56.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

The main division of the diagram is therefore into: science


and application. This follows from the social, serving nature
of criminology. Criminal policy is also manifest as science
and as application. The legislative and enforcement policy is
in turn part of social policy. 37
Bahwa kebijakan penanggulangan kejahatanatau yang
biasa dikenal dengan istilah politik kriminal (criminal policy)
meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter

37
G Peter Hoefnagles, The Other Side of Criminologi An Inversion of The Concept
of Crime, Ultrecht State University, Nederland, Rotterdam, 1972 : 57, bahwa
penerapan hukum untuk mengatasi masalah sosial oleh penegak hukum dengan
cara mengadakan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, termasuk
kebijakan penegakan hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Hoefnagels, penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat


dibagi dua, “lewat penal” dan “lewat non penal”, maknanya
disini segala penggunaan hukum oleh penegak hukum untuk
menyelesaikan penyimpangan sosial untuk mewujudkan
perdamaian termasuk kebijakan penegakan hukum pidana.
Implementasinya, pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas pokok dan
wewenangnya; “bertugas melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya” (Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-Undang nomor 2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia),
terikat dengan Pasal 7 ayat 1 huruf j KUHAP jo Pasal 16 ayat
(1) hurup l Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam
menyelenggarakan tugas pokok dan wewenangnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dibidang
proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang untuk “mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab”. Terikat dengan Pasal 18
ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia “untuk kepentingan
umum38 pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri” atau dikenal dengan
kewenangan “diskresi kepolisian”. 39

38
Mahmutarom HR,209, ibid : 107-108 Secara umum kepentingan umum adalah
pertama, memelihara kepentingan umum dengan kebajikan umum. Kepentingan
umum dilakukan dengan menolak kemudaratan yang menimpa manusia
umumnya dan mendatangkan kemanfaatan. Dan kedua, mewujudkan
kepentingan umum dengan bersandar kepada dua sendi kebenaran dan keadilan.
39
Penjelasan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimaksud dengan bertindak
menurut penilaian nya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Dari skema di atas terlihat, bahwa menurut G. Peter


Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan ditempuh dengan:
1. Penerapan hukum pidana (criminal law application);
2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan
dan pemidanaan lewat mass media (influencing view of
society on crime and punishment mass media). 40
Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara
garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “Penal “ (Hukum
Pidana) dan lewat jalur “Non penal“ (bukan hukum pidana).
Dalam pembagian GP. Hoefnagels di atas, upaya-upaya yang
disebut dalam butir 2 dan 3 dapat dimasukkan dalam kelompok
upaya “non penal”.
Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya
penanggulangan kejahatan jalur “penal” lebih menitikberatkan
pada sifat “repressive”
(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan
terjadi, sedangkan jalur “non penal” lebih menitikberatkan
pada sifat “preventive”
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan
terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena
tindakan repressive pada hakekatnya juga dapat dilihat sebagai
tindakan preventive dalam arti luas.
Penggunaan hukum untuk mengatasi masalah sosial,
termasuk dalam kebijakan penegakan hukum. Sebagai suatu
masalah penggunaan hukum pidana tidak ada
kemutlakankemutlakan, karena pada hakekatnya dalam
masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan
penilaian dan
pemilihan dari berbagai macam alternatif. 41

mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk


kepentingan umum.
40
Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1996 : 48.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

POLRI di lapangan tidak usah mempertentangkan makna


repressive dan preventive secara kaku, tetapi justru dapat
membangkitkan ide-ide dalam pelaksanaan tugas antara lain :
1. Sulit dibedakan atau dikotak-kotakkan dalam pelaksanaan
tugas di lapangan.
2. Dalam studi Kepolisian, sasaran tugas itu sudah jelas
(memelihara ketertiban masyarakat dan menjaga keamanan
dalam negeri).
Misalnya petugas Sabhara dan Poltas, kalau diamati adalah
sebagai petugas Polisi Preventive, akan tetapi terhadap
pelanggar lalu lintas yang kelewat membandel apabila
mencabut SIM, adalah termasuk tindakan repressive, disebut
juga repressive non yudisial.
Sebaliknya Reserse sebagai Polisi Repressive, yang tugas
pokok nya mencari dan mengumpulkan barang bukti dan
menangkap pelaku kejahatan, untuk kepentingan proses
peradilan, ternyata kemudian menyerahkan pelakunya kepada
orang tuanya atau lembaga Pamardisiwi adalah tugas-tugas
preventive.
Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran
disiplin dengan Kode Etik ProfesiPOLRI, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui sidang disiplin atau sidang
komisi Kode Etik Profesi POLRI berdasarkan pertimbangan
Atasan (Ankum) dari terperiksa dan pendapat serta saran
hukum dari Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum, dan apabila
pelanggaran anggota POLRI ada unsur tindak pidana, maka
bagi anggota kepolisian, berlaku hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Mengadakan hubunganatau dukungan terhadap paham /
idiologi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)dilarang di
Indonesia, diancam dengan pidana penjara 15 tahun, menurut
Pasal 107e huruf b UU RI No. 27 Tahun 1999 Tentang
41
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan
Dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang, 1994 : 18.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang


Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
74)“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun barangsiapa yang mengadakan
hubungandengan atau memberikan bantuan kepada
organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang
diketahuinya berasaskan ajaran komunisme/Marxisme-
Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya
dengan maksud mengubah dasar negara atau
menggulingkan pemerintah
yangsah”.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

BAB II
REVITALISASI KEMAMPUAN STAF DAN
PIMPINAN POLRI DALAM RANGKA
AKSELERASI MEWUJUDKAN
STABILITAS KAMDAGRI

A. Permasalahan Umum
Institusi kepolisian hingga saat ini tidak pernah lepas
dari kritikan-kritikan dari berbagai kalangan, karena
pencitraan positif yang dibangun sebagai komitmen menuju
profesionalisme polisi ternyata sering „dikotori‟ oleh ulah
oknum-oknum polisi yang tidak bertanggung jawab42.
Fenomena ini tampaknya tetap akan menjadi siklus yang
abadi dalam tubuh POLRI (Kepolisian Negara Republik
Indonesia), andaikata komitmen profesionalisme,
transparansi dan akuntabilitas tidak diwujudnyatakan dalam
sikap dan tindakan aparat kepolisian dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya sehari-hari. 43

42
Bambang Kristiyono, 2010, Kapolrestabes Semarang, “Meningkatkan
Kemampuan Staf dan Pimpinan Pada Organisasi Tingkat Tinggi Guna
Mencapai Akselerasi Mencapai Keunggulan Dalam Rangka Mewujudkan
Stabilitas Kamdagri”, Makalah, Semarang, 2010 :hal 1.
43
Jaya Suprana tentang Fenomena yang demikian itu sebagaimana pernah
diungkapkan oleh Budayawan dari Semarang dalam sebuah Seminar
Nasional Polisi di Semarang, diucapkan bahwa “Nyaris tidak ada Surat
Kabar yang tidak memuat artikel mengkritik polisi, mulai dari yang
beralasan ilmiah sampai emosional pribadi. Tidak ada mulut yang tidak
mengomeli polisi” (Jaya Suprana, “Polisi dan Pelayanan Masyarakat”,
Makalah Seminar Nasional Polisi I, diselenggarakan oleh Pusat Studi
Kepolisian UNDIP, Semarang, 1995, halaman 1).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Pencitraan polisi yang bersifat negatif itu bukan hanya


dilontarkan oleh orang luar, melainkan juga oleh para
pejabat teras di tubuh POLRI sendiri. Ketika POLRI masih
berada di dalam tubuh ABRI, mantan Pangab Jenderal TNI
Feisal Tanjung juga sudah mengingatkan, bahwa
profesionalisme polisi – baik dalam pembinaan sumber
daya manusia (personil) maupun sumber data - masih perlu
ditingkatkan. 44 Demikian pula mantan KAPOLRI Jenderal
(Pol) Banurusman juga secara jujur mengakui, bahwa
profesionalisme polisi memang belum optimal. Namun,
bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya maka
secara kualitas sudah semakin meningkat. 45 Bahkan, secara
agak transparan Jenderal (Pol) Drs. Hugeng Imam Santoso
– yang juga adalah mantan KAPOLRI – mengatakan bahwa
polisi sekarang payah, gampang disogok, banyak terlibat
dengan cukong-cukong dan kurang membantu masyarakat
yang membutuhkan perlindungan dan bantuan keamanan. 46
Kritikan yang dilontarkan tersebut bukan sekedar ilusi
semata, tetapi didasarkan pada fakta lapangan yang
memang membuktikan bahwa citra polisi belum optimal
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Harus diakui
bahwa ada sejumlah kasus yang berindikasi
penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, pelecehan
seksual, perbuatan tidak menyenangkan, persekongkolan
jahat, penyalahgunaan senjata api, dan lain sebagainya

44
Baca misalnya dalam Sarlito Wirawan Sarwono, “Citra Polisi dalam Teori
Psikologi Sosial”, Artikel Harian KOMPAS, 1 Juli 1995, halaman IV).
45
N. N., “KaPOLRI: Profesionalisme Polisi Belum Optimal”, Berita Harian
KOMPAS, 1 Juli 1995.
46
Kf. Tabloid Mingguan Detik, 21 Agustus s/d 14 September 1993.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

yang melibatkan oknum kepolisian. 47 Kasus Polisi salah


tembak di Malang yang menewaskan dua warga sipil,48
kekerasan polisi terhadap warga Bojong yang melakukan
penolakan atas rencana peresmian TPST
49
Bojong. Penyiksaan terhadap warga desa di Sumatera
Selatan yang terlibat dalam transaksi jual beli sapi,50
penembakan dan penyiksaan terhadap masyarakat petani
kopi di Manggarai – Flores51 adalah beberapa dari deretan
kasus brutalitas yang dilakukan oleh oknum kepolisian di
seluruh Indonesia yang tidak diungkapkan secara detail
dalam tulisan ini.
Menurut Steven Box,dalam buku pedoman pelatihan
untuk anggota POLRI disebutkan pula, bahwa tindakan
menutupnutupi kejahatan dan melakukan korupsi dan
menerima suap, tidak saja merupakan pelanggaran hak
asasi manusia yang sangat serius, tetapi juga berarti
melakukan tindakan melanggar hukum. Ketika warga

47
. Bambang Pujiyono, “Strategi Mengangkat Kembali Citra POLRI”, Artikel
Harian Suara Karya, 1 Juli 2005 (Kf. Suara Karya Online, 23 Januari
2007, http:// www. suarakaryaonline. com/news. html? id=113664).
48
Kf. N. N., “Polisi Salah Tembak”, Berita Harian Radar Malang, 10 Januari
10 Januari 2007.
49
Dikutip dari Surat Pernyataan Bersama WALHI, KONTRAS, YLBHI,
PBHI, IMPARSIAL, AGRA, LS ADI, KAU tentang Kekerasan Polisi
terhadap Warga Bojong (Sumber: WALHI, http:// www. walhi. or.
id/kampanye/cemar/sampah/041123_ kekeraspol_bojong_ps).
50
Asian Human Rights Comussion-Indonesia, “Penyiksaan terhadap 2
penduduk desa oleh polisi di Sumatera Selatan berkaitan dengan surat jual
beli pembelian sapi, 12 Januari 2006 (Sumber: http:// indonesia. ahrchk.
net/news/mainfi le. php/ua2006/43).
51
Kf. Laporan WALHI, 2003, dan pemberitaan dalam Tempo Interaktif, 03
Desember 2003.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

masyarakat mengetahui tindakan polisi yang melanggar


hukum tersebut akan melihat polisi sebagai pelanggar
hukum dan bukan sebagai penegak hukum. 52
Sebagian masyarakat, masih menyangsikan aneka
anomali di tubuh POLRI dalam mengusut kasus hukum dan
HAM. Dalam menangani kasus mega korupsi, tak sedikit
personil POLRI yang tunduk pada kekuasaan politik uang.
Bahkan tak jarang pula, anggota kepolisian justeru duduk
sebagai terdakwa. Suka tidak suka, POLRI dimata
masyarakat tetap dianggap belum maksimal dalam
membangun watak polisi yang jujur, berkarakter, dan
punya integritas. Doktrin Tri Brata (pelindung, pengayom,
dan pembimbing masyarakat), yang sejatinya menjadi
pedoman hidup anggota dan institusi POLRI, belum
mewujud sebagai prinsip dasar yang menjiwai perilaku
setiap anggota POLRI maupun sebagai sistem organisasi53.
Faktor kesejahteraan dalam istilah Dellon sebagai need
dalam beberapa kasus menjadi salah satu faktor yang kuat
mendorong dilakukannya pungli/suap menyuap,

52
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perpolisian Masyarakat, Buku
Pedoman Pelatihan untuk Anggota POLRI. Jakarta: 2006, halaman 71.
53
Kf. Adrianus Meliala, Kriminolog UI, Selamat Bertugas KaPOLRI Baru,
Selapa News Majalah Polisi, www. selapa-com, Jakarta, Oktober No. 10-
2010: 11-12; Tidak ada lembaga yang paling berani menindak anggota
tanpa memandang pangkat selain POLRI. Meskipun Jendral bintang tiga
ditindak juga, tantangan Tri Brata I tentang harapan publik untuk memiliki
POLRI yang lebih profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi
manusia, dan mampu menjadi pilar demokrasi menjadi pekerjaan rumah
yang mendesak untuk segera. Ekspektasi dan apresiasi masyarakat
ditentukan oleh seberapa besar POLRI dapat menjalankan tugas
kesehariannya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,
dalam menegakkan hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

pemerasan. Tetapi faktor lain juga sangat kuat berpengaruh


menurut Dillon adalah paradigma kekuasaan.
Paradigma kekuasaan yang diperankan oleh para
birokrasi warisan Orde Baru adalah perilaku dan pola pikir
sebagai tuan yang dilayani, berorientasi setoran kepada
atasan. Sehingga untuk menanggulangi korupsi dan kolusi
dalam birokrasi (reformasi mental) maka paradigma
tersebut harus diubah menjadi perilaku dan pola pikir
sebagai pelayan, tidak membebani bawahan dan
berorientasi pelayanan simpatik kepada masyarakat.
Strategi Program Prioritas Revitalisasi POLRI
sepanjang tahun 2009-2010 telah menorehkan hasil yang
sangat baik54, KAPOLRI Jendral Timur Pradopo di Mabes
POLRI Jakarta. Bahwa Densus 88 Anti Teror Mabes
POLRI sudah berhasil mengungkap kasus terorisme di
Tanah Air dan memeriksa serta menahan 1. 147 orang
kasus terorisme, sampai akhir 2010, tercatat 583 tersangka,
dan 388 orang sudah divonis hakim, 56 dalam proses
sidang, 55 orang meninggal dunia, 37 orang
dipulangkan/tidak cukup bukti dan 28 orang dalam proses
penyidikan55. POLRI telah menorehkan prestasi besar

54
Suparmin, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternatif Dispute
Resolution (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik),
Pengantar Prof. Dr. Muladi, SH, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Bekerjasama dengan Wahid Hasyim University Press, ISBN 978-979-097-
145-5, Semarang, 2011: 108-109 masih banyak yang belum tertangkap,
sel-sel Terorisme di Indonesia, bahwa saat ini masih ada UP (Umar Patek),
ZI (Zulkarnaen, dan lainnya yang masih bebas berkeliaran.
55
Juga diberitakan Suara Merdeka, :Harian, Semarang, Kamis Pahing, 30
Desember 2010, hal: 1 Masih banyak yang belum tertangkap, sel- sel
Terorisme di Indonesia, bahwa saat ini masih ada UP (Umar Patek), ZI
(Zulkarnaen) dan lainnya yang masih bebas berkeliaran.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mengakhiri petualangan Noordin M. Top, Dr. Ashari, Dul


Matin dll tetapi nyaris tak ada harganya lagi. Semuanya
hancur karena munculnya skandal demi skandal. Mulai dari
drama cicak versus buaya, sampai dengan terungkapnya
praktik mafia hukum dalam penanganan perkara oknum
pegawai pajak Gayus HP Tambunan. “Polisi berada di titik
nadir,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Tjatur Sapto
Edi.
Menurutnya, dalam 11 tahun terakhir POLRI
merupakan lembaga yang mengalami lompatan yang sangat
besar, baik dari sisi anggaran maupun perluasan
kewenangan. POLRI tidak lagi disatukan dengan TNI
hingga bisa mengurus dirinya sendiri. Anggaran POLRI,
yang pada 10 tahun yang lalu hanya sekitar Rp 3 triliun,
kini meningkat menjadi Rp 30 triliun. Namun besarnya
lompatan itu, menurutnya, tidak seimbang dengan
perubahan yang diharapkan publik atas kepolisian.
Oleh karena, persoalan korupsi tidak dapat dikatakan
sebagai persoalan hukum semata, tetapi juga menyangkut
persoalan non hukum seperti persoalan ekonomi, politik
maupun budaya. Pendekatannya pun harus dilakukan
secara komprehensip dan menyeluruh, sehingga dapat
ditemukan akar permasalahan yang sebenarnya dan
diharapkan dapat diketemukan jalan pencegahan dan
penanggulangan yang tepat dan berdaya guna. 56

56
Menurut Launa, SIP. MM, Dosen FISIP Universitas Satya Negara
Indonesia, dalam artikelnya mengungkapkan bahwa ada 3 (tiga) hipotesa
untuk mengurai perilaku naif yang masih menjangkiti tubuh POLRI, yaitu:
Pertama, meluasnya kekuasaan setelah reformasi. Kedua, terbatasnya
sumber daya manusia POLRI. Dan ketiga, minimnya reward atau imbalan
seorang anggota kepolisian. “Karena itu, peningkatan profesionalisme
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Meskipun demikian, dalam kesempatan ini, saya hanya


akan mengkaji dari aspek strategi implementasi yang
terkait dengan tugas dan kewenangan POLRI sebagai salah
satu aparat penegak hukum dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi.
Menyadari akan praktik-praktik penyimpangan sosial
dan korupsi dengan jaringannya yang luar biasa dan
“menggurita” itu, maka mau tidak mau membutuhkan
perjuangan yang serius di semua elemen masyarakat dan
pemerintah untuk memberantasnya. Memang selama ini
sudah ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan oleh
semua pihak, mulai dari pembentukan tim pemberantas
korupsi, pembuatan perangkat hukum (baik perangkat
hukum substansial maupun prosedural), upaya-upaya untuk
mengefektifkan proses penegakan hukum, dan masih
banyak yang lain. Namun, persoalannya adalah mengapa
korupsi masih tetap ada dan terus bermunculan? Pertanyaan
yang demikian itu pula sekaligus menggugat peran yang
dimainkan oleh POLRI selama ini dalam menegakkan
hukum, terutama menyangkut langkah-langkah penyidikan
tindak pidana dan lain sebagainya. Dengan demikian, setiap
penegak hukum khususnya POLRI harus sadar sepenuhnya
apabila terjadi suatu perbuatan yang merupakan suatu
kegagalan, apabila tidak mencapai hasil akhir berupa
keadilan.
Kesalahan mengadili atau menghukum (miscariage of
justice), baik berupa: (a) perlakuan terhadap tersangka atau
terdakwa dengan melanggar hak-haknya; atau (b)

personel, manajemen kepribadian, peningkatan moralitas, dan keteladanan


polisi kedepan harus menjadi perioritas. (Selapa News,10-2010: 12)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

terjadinya proses tidak adil (unfair processes); atau (c)


penerapan hukum yang memiliki kelemahan (enforcement
of foul law); atau (d) penerapan hukum tanpa pembenaran
faktual; atau (e) perlakuan yang tidak proporsional
(disproportionate treatment) seperti perlakuan keras
terhadap tindak pidana yang ringan; (f) kegagalan untuk
melindungi atau mempertahankan hak-hak korban (victim
of crime) atau calon korban. Maka sebenarnya yang
dirugikan tidak sekadar perseorangansecaralangsung saja,
tetapi masyarakat secara keseluruhan, terutama berkaitan
dengan integritas moral proses kriminal, dan juga sistem
demokrasi. Karena sebenarnya yang telah dilanggar
tersebut, adalah salah satu atau beberapa indeks atau root
principle‟s of democracy yang aktualisasinya terus
diperjuangkan melalui gerakan reformasi birokrasi. 57
Menurut Muladi,dalam proses demokratisasi saat ini,
manajemen penegakan hukum POLRI sangat penting
sebagai a cumulative body of information that furnishes
insights on how to manage organization of POLRI. Dalam
hal ini bentuk-bentuk dan varian manajemen yang harus
menjadi fokus perhatian adalah sebagai berikut:

57
Muladi, 2006, Gubernur Lemhanas, Pengaruh Demokratisasi Dalam
Pengembangan Manajemen Penegakan Hukum, Pidato Ilmiah Dalam
Rangka Dies Natalis Ke-60 PTIK dan Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian
Angkatan 42, 43 dan 44, Jakarta, 17 Juni 2006, hal : 4-6 ; Demikian pula di
era reformasi kita tidak menghendaki adanya elemen-elemen POLRI yang
dengan sengaja melakukan atau terlibat penyiksaan baik mental maupun
fisik terhadap seorang tersangka untuk memperoleh informasi atau
pengakuan dan sebagainya yang melanggar Convention against Torture
and Other Cruel, Inhuman or Degrading treatment or Punishment (1984)
yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1998.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

1. Value Management (Manajemen Nilai) yang


menyangkut manajemen tentang pencapaian sasaran
POLRI (Management by Obyectives; manajemen
tentang pencapaian atau kesesuaian dengan indeks
Demokrasi; manajemen tentang Independensi POLRI.
2. Operational Management(Manajemen Operasional
Praktis) yang berkaitan dengan manajemen tentang
diskresi; manajemen tentang miscarriage of Justice;
manajemen tentang ketaatan pada asas-asas hukum
(legal-principles compliance); manajemen tentang
“institusional cooperation” dan international
cooperation.
3. Feedback-Management, dalam kerangka perbaikan
sistem maupun pembaharuan hukum (law reform).
4. Anticipatory-Management berupa pengelolaan atas
pelbagai prediksi hasil-hasil kajian.
Varian manajemen tersebut dirumuskan sebagai
konsekuensi bahwa SPP tidak hanya merupakan sistem fi
sik (physical system) berupa kerja sama terpadu
antarpelbagai subsistem untuk mencapai tujuan tertentu,
atau merupakan abstract system yang penuh dengan
nuansa-nuansa pandangan, sikap, ideologi, nilai bahkan fi
losofi, tetapi juga merupakan sistem terbuka (open system)
yang keberhasilannya sebagai organisasi sosial penuh
dengan kemungkinan (probabilistic system). 58
Konggres PBBke-9/1995 yang berkaitan dengan
manajemen peradilan pidana (yaitu dokumen A/CONF.
169/6) diungkapkan perlunya semua negara
mempertimbangkan privatizing some law enforcement and
58
Muladi,Ibid, Orasi Ilmiah, Jakarta 2006 : hal 23-24.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

justice functions dan alternative dispute resolution/ADR


(berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi)
dalam sistem peradilan pidana. Khususnya mengenai ADR,
dan juga berdasarkan peraturan perUndang-Undangan,
norma agama, dan kearifan lokal untuk menjamin kepastian
hukum dalam sistem peradilan pidana. Terkait Pasal 7 dan
Pasal 8 PERKAP Nomor 8 tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan S tandar Hak Asasi Manusia
dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia “Setiap anggota POLRI wajib
memahamiinstrumeninternasionaltentang standar minimal
perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung
atau tidak langsung tentang hubungan anggota POLRI
dengan HAM dan termasuk hak sosial ekonomi dan hak
sosial budaya”. “Setiap anggota POLRI wajib memahami,
menghargai, dan menghormati HAM yang diatur dalam
perundang-undangan Indonesia, instrumen-instrumen
internasional baik yang telah diratifi kasi maupun yang
belum diratifi kasi oleh Indonesia”.

B. Landasan Filosofi Dan Operasional


Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh
“lahirnya Pancasila”, tanggal 1 Juni 1945 akan nyata,
bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu
Beginsel yang menjadi dasar negara kita yang menjadi
Rechtsideologie negara kita, suatu Beginsel yang telah
meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno.
Sebagai “Kaitjoo (ketua) dari Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai” Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan
telah mengadakan sidangnya yang pertama tanggal 29 Mei
1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli


1945. 59
Bahwa empat pilar kebangsaan, yaitu
Pancasila,Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber
moralitas dan hukum Negara. Sebagai wujud pengamalan
Empat Pilar Kebangsaan tersebut, dengan mengamanatkan
pembangunan Nasional yang kesinambungan dari proses
dan pembenahan, untuk POLRI, maka optimasi dan
dinamisasi merupakan langkah-langkah dalam
mengamankan hasil-hasil perjuangan para tokoh pejuang
yang telah membangun bangsa dan negara RI, menuju
masyarakat adil makmur, tata tenteram kerta raharja. Oleh
karena itu, dalam menjalankan perannya POLRI wajib
memiliki keahlian dan ketrampilan secara profesional, dan
sejalan dengan perintah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Oleh karena itu, marilah kita coba merenungkan
gagasan-gagasan politik Plato yang dituangkan dalam
bukunya yang termasyhur “Republik”, Plato

59
M D. Siregar, Ekonomi Pancasila, Lampiran A. Lahirnya Pancasila, pidato
pertama tentang Pancasila yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945 oleh
Bung Karno, Presiden Pertama Negara Republik Indonesia di Walikukun
tanggal 1 Juli 1947, Notulen Dr. K. R T. Radjiman Wedyodiningrat,
Penerbit Mutiara, Jakarta, 1980 : 49 – 50.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mengisyaratkan bahwa ada 3 kekuatan sosial yang


sangat mempengaruhi stabilitas negara. Tiga kekuatan
sosial tersebut adalah (1) Militer (Angkatan Bersenjata),
(2) kaum intelektual dan (3) kaum interpreneur
(wirausaha).
Sejak Jendral Moch Sanoesi diangkat menjadi
KAPOLRI, ia maklumkan bahwa Teori Platotersebut
dijadikan konseptual strategi dalam menjalankan peran
penegakan hukum dan pembinaan kamtibmas oleh Sanoesi
ditambah dengan pemuka agama. Sehingga menjadi
empat pilar kekuatan sosial yaitu : (1) Militer
(Angkatan Bersenjata), (2) kaum intelektual, (3) kaum
interpreneur (wirausaha), dan satu lagi yaitu (4) pemuka
agama. Empat kekuatan sosial tersebut sangat dominan di
republik ini dalam menopang pembangunan termasuk
dalam mengeliminir police hazard yang terdapat di segala
segi kehidupan sosial. 60
Kebijakan dan strategi KAPOLRI Jendral Polisi Drs.
Timur Pradopotentang percepatan pencapaian sasaran
tahun 2010, Jakstra KAPOLRI 2010 merupakan penjabaran
dari visi dan misi, pada sasaran pokok melalui program dan
langkah kegiatan POLRI, dengan visi terwujudnya postur
POLRI yang profesional, bermoral dan modern sebagai
pelindung dan pelayan masyarakat yang terpercaya dalam
memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum. Adapun
misi POLRI sebagai aparat negara yang bertugas
memelihara keamanan dalam negeri dan ketertiban
masyarakat, tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-

60
Moch. Sanoesi, Ibid. hal 342.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum


Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Upayamenghidupkan dan membangun serta
mengembangkan kembali nilai-nilai kemampuan yang
dimiliki POLRI disegala bidang, sebagai pedoman
penjabaran Grand Strategi POLRI 2005 s. d 2025, yang
akan dilaksanakan secara bertahap sampai dengan tahun
2013 meliputi 10 Program Prioritas Revitalisasi POLRI: 61
1. Pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus menonjol;
2. Meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan
jalanan, perjudian, narkoba, illegal logging, illegal
fishing, illegal mining, human trafficking, dan korupsi;
3. Penguatan kekuatan Densus 88 Anti Teror, melalui
peningkatan kerjasama dengan satuan Anti Teror TNI
dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT);
4. Pembenahan kinerja Reserse dengan program “Kroyok
Reserse” melalui peningkatan kompetensi penyidik;
5. Implementasi struktur organisasi yang baru dalam
organisasi POLRI;
6. Membangun kerjasama melalui sinergi Polisional yang
proaktif dalam rangka penegakan undang-undang dan
penegakan HAM;
7. Memacu perubahan mindset dan culture set POLRI;

61
Jendral Polisi Drs. Timur Pradopo, KaPOLRI Baru, Dalam Rastra Sewa
Kottama Media Informasi POLRI, Membuka Ruang Transparansi Publik,
No. 120, Desember, Jakarta, 2010: 4-6 seraya mengucapkan terima kasih
kepada Jendral Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri dan segenap jajaran
POLRI yang telah memberikan kesempatan kepadanya untuk mengikuti
serangkaian proses konstitusional sebagai calon KaPOLRI
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

8. Menggelar sentra pelayanan kepolisian (SPK)


diberbagai sentra kegiatan publik;
9. Mengembangkan pelayanan pengaduan system
elektronik (IPSE);
10. Membangun dan mengembangkan sistem informasi
terpadu serta persiapan pengamanan Pemilu 2014.
Pembangunan nasional yang mencakup semua bidang
kehidupan, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan yang dilaksanakan menyeluruh dan terpadu
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dapat
dilihat dari aspek pokok kepentingan nasional, yaitu aspek
keamanan (security) dan aspek kesejahteraan (prosperity).
Yang satu dan lainnya tak dapat dipisahkan.
Oleh karena itu, peningkatan dalam aspek keamanan selalu
akan memberikan peluang untuk meningkatnya taraf
kesejahteraan masyarakat dan sebaliknya, peningkatan
kesejahteraan memberikan peluang untuk makin
meningkatnya keamanan bangsa dan negara. Keamanan
nasional pada hakikatnya adalah kondisi dinamik bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang senantiasa
dapat menjamin tetap tegaknya kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa dan negara Republik Indonesia di
seluruh nusantara, yang mendorong terwujudnya
masyarakat tata tenterem kerta raharja.
Terwujudnya pengembangan dalam aspek keamanan
dalam negeri memerlukan peliputan seluruh potensi
nasional secara menyeluruh, dari segala lapisan masyarakat
dan instansi terkait. Penyelenggaraan keamanan nasional
merupakan suatu upaya yang besar dan mahal,
melibatkanberbagai bidang kepentingan dan fungsi-fungsi
tata kehidupan nasional, serta memerlukan waktu
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

panjanguntuk pemantapannya. Berbagai pertimbangan


lingkungan secara strategis diperlukan untuk menetapkan
intensitas dan ekstensitasperwujudannya, dan dalam
banyak hal akan selalu dibatasi oleh kemampuan nasional
untuk membiayainya. 62
Pada hakikatnya tujuan politik keamanan nasional
identik dengan doktrin POLRI, yaitu mewujudkan
masyarakat Indonesia yang “tata tenterem kerta raharja”
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berwilayah Nusantara, berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, merupakan kepentingan POLRI agar
tujuan pengabdiannya terhadap masyarakat negara dan
bangsa dapat terjamin perwujudannya. Sedangkan
pelaksanaan untuk mencapainya harus diupayakan secara
terencana dan terprogram, melalui proses Grand Strategi
POLRI secara bertahap, berlanjut dan berkesinambungan
terdiri 3 (tiga) tahapan, yaitu :
a) Tahap I Trust Building, (2005-2010) membangun
kepercayaan internal POLRI dan membangun
kepercayaan masyarakat, dibutuhkan pegangan norma
atau aturan yang harus disepakati (kontrak sosial) dalam
kehidupan bersama dengan masyarakat.
b) Tahap II Partnership Building, (2011-2015)
Membangun kerjasama yang erat dengan berbagai pihak
yang terkait dengan kepolisian dalam penegakan
hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan dan
pengayoman untuk menciptakan rasa aman dengan
62
L. B. Murdani, Doktrin Perjuangan TNI -ABRI “Catur Dharma Eka
Karma”, CADEK, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Markas Besar,
Jakarta :1988 :14-49.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

strategi penegak keadilan masyarakat (restorative


communty justice).
c) Tahap III Strive For Excellent, (2016-2025)
membangun kemampuan pelayanan masyarakat yang
unggul (prima) untuk mewujudkan good government,
best practice POLRI, profesionalisme SDM,
implementasi teknologi tinggi, infrastruktur matfasjas
guna membangun kapasitas POLRI (capacity building)
yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan
internasional.
Adapun di dalam dinamika pencapaiannya, setiap
upaya mewujudkan keamanan nasional pada kedua jalur
pendekatan tersebut dalam setiap tahapnya harus selalu
memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan
antara yang satu dengan yang lain. “The man behind the
gun” menentukan keberhasilan suatu rencana, maka dari itu
di dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, selain nalar
(rasio), keterampilan, maka mental dan watak (karakter)
manusia Indonesia merupakan suatu unsur yang penting. 63
Oleh karena POLRI tugasnya di tengah-tengah
masyarakat, obyeknya antara lain masyarakat dalam
wilayah tertentu yang didiami oleh masyarakat tersebut,
maka potensi yang ada di masyarakat harus diupayakan
pemanfaatannya dalam rangka untuk mencapai tujuan
POLRI. Misalnya di satu wilayah terdapatnya potensi
masyarakat yang kuat yaitu alim ulama, organisasi pemuda,
tokoh agama, instansi pemerintah terkait, kaum intelektual,
maka potensi tersebut harus diupayakan dapat

63
Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila, Ekonomi Pancasila 1652 Um,
Penerbit Mutiara Jl. Salemba Tengah 38, Jakarta,1980: 42
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

berpartisipasi dalam usaha menciptakan kondisi yang aman


dan tertib dan dapat mewujudkan kehidupan masyarakat
tenteram, damai dan sejahtera. 64
Dengan mengkaji hakikat keamanan dalam negeri,
maka rangkaian konsepsi operasional oleh POLRI yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Strategi operasional menciptakan kondisi keamanan
dalam negeri yang menjamin stabilitas nasional dengan
meningkatkan kepekaan pengamanan kondisi sosial
politik agar dapat menemukan akar permasalahan atau
sumber penyimpangan sosial secara dini.
2. Strategi operasional sosial politik dengan mengupayaka
keterpaduan cara dan usaha antara POLRI, TNI,
pemerintah dan kekuatan sosial masyarakat lain mulai
dari tingkat pusat sampai daerah dalam rangka
menanggulangi hakikat permasalahan keamanan dalam
negeri.
3. Strategi pemantapan kondisi keamanan dalam negeri
dan ketertiban masyarakat dengan menggiatkan semua
upaya pembinaan sosial masyarakat dan partai politik
secara terpadu dalam rangka mewujudkan kehidupan
masyarakat yang stabil dan dinamis serta meningkatkan
ketenteraman masyarakat tata tenterem kerta raharja65.
Orientasi dan dinamisasi berupaya meletakkan kepada
cara dan pola berpikir secara terarah dengan pendekatan

64
Djunaidi Maskat H, Manajemen Kepolisian Teori dan Praktik Jilid I
(Perencanaan), dilengkapi dengan berbagai contoh Format Bentuk
Berbagai Rencana, Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung,
1993 :22.
65
Loc Cit.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

tugas pokok : “Social security approach”, perlu diberikan


bobot orientasi sosiologis yang makin mantap di setiap
gerak operasional, guna mewujudkan peran serta
masyarakat sebagai kekuatan dasar dalam perpolisian
masyarakat (community policing). Untuk mendorong
akselerasi pencapaian sasaran pembangunan POLRI,
dengan doktrin tata tenterem kerta raharja”. Maka,
pada masa yang banyak konflik inilah semua pejabat dan
anggota POLRI, mendapat kesempatan untuk menunjukkan
jati diri sebagai abdi masyarakat yang bertanggung jawab 66
sebagai insan Rastra Sewa Kottama. Contoh dari tugas
yang demikian itu antara lain: membantu menyelesaikan
perselisihan antara warga, membina keamanan dan
ketertiban masyarakat, mencegah dan menanggulangi
tumbuhnya penyakit masyarakat, memelihara keselamatan
jiwa raga, harta benda, dan sebagainya yang biasa disebut
Police Hazard (PH) dan Faktor-faktor Korelatif
Kriminogen (FKK) Dengan demikian, sesungguhnya peran
yang dimainkan oleh kepolisian itu tidak hanya bersifat
represif setelah adanya Ancaman Faktual (AF). Dalam
kenyataannya, secara persentase peranan polisi yang
bersifat represif itu lebih kecil jika dibandingkan peranan
yang bersifat preventif, dan bahkan jauh lebih kecil lagi
bila dibandingkan dengan peranan yang bersifat pre-
emptif. 67
66
Moch. Sanoesi, Almanak Kepolisian RepublikIndonesia 1988-1990, Arah
Kebijaksanaan dan Strategi Optimasi dan Dinamisasi Operasional dan
Pembinaan POLRI, Penerbit Dutarindo ADV, S. P. Kadislitbang POLRI
Nomor Pol. : B/394/IX/Dislitbang, Jakarta, 1986, : 9-22.
67
Satjipto Rahardjo,Ibid, 1998, halaman 5-6. Awaloedin Djamin dalam
makalahnya berjudul Beberapa Masalah dalam Kepolisian Negara
Republik Indonesia (1986) menggunakan istilah “pembinaan masyarakat”
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Sebagai langkah penjabaran rekomendasi program


jangka pendek (2005-2010) Grand Strategi POLRI tahap
Trust Building, BARESKRIM POLRI merancang ulang
pelibatan berbagai unsur masyarakat sipil dan
membandingkan polisi sipil dengan negara lain untuk
membangun kepercayaan masyarakat. Untuk meningkatkan
pelayanan dengan upaya pembentukan pengawasan internal
penyidik dalam proses penyidikan, dengan harapan
terwujudnya mekanisme penyidikan yang efektif di seluruh
jajaran POLRI, dan mencegah terjadinya penyimpangan
maupun penyalahgunaan wewenang oleh para penyidik
dalam rangka pelayanan penegakan hukum68
Khusus berkaitan perannya dalam bidang penegakan
hukum, POLRI memiliki tugas dan wewenang untuk
“melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
tindak pidana sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana
dan peraturan perundang-undangan lainnya” [Pasal 7 ayat
(1) huruf a KUHAP jo Pasal 14 Ayat (1) huruf (g) UU
Kepolisian).
Ketentuan hukum acara pidana sebagai dasar untuk
melaksanakan tugas dan wewenang penyelidikan dan
penyidikan oleh penyidik diatur Pasal 6 Ayat (1) UU No. 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, ditegaskan bahwa “Penyidik adalah Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh UU atau untuk melakukan penyidikan”.

(Bimmas) untuk menunjuk tugas-tugas kepolisian yang bersifat pre-


emptif).
68
Naskah Sementara, Kepolisian Negara Republik Indonesia Markas Besar,
Pedoman Pengawasan Penyidikan, Jakarta, 2008 :2-5
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Wewenang yang dimiliki oleh POLRI sebagai penyidik


(dan tentunya juga bagi PPNS untuk tindak Pidana
Tertentu).

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hukum


Bahwa, peraturan hukum pidana yang berlaku di
negara kita sekarang ini, adalah Undang-Undang yang
berlaku pada zaman kolonialisme penjajahan Belanda.
Pasal I Undang-Undang tg 26 Pebr. ‟46 Nr. 1 “dengan
menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik
Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan,
bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang
berlaku, ialah peraturan-peraturan Hukum Pidana yang ada
pada tanggal 8 Maret 1942. 69
Sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Republik Indonesia (Undang-Undang No 1 Tahun
1946 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor
73 tahun 1958), sekarang ini70, sudah harusmenjuru pada

69
Pasal VI Ayat (1) Undang-Undang tg 26 Pebr. ‟46 Nr. 1 Nama undang-
undang hukum pidana “Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-
Indie”dirobah menjadi “Wetboek van Strafrecht”. Ayat (2) Undang-
Undang tg 26 Pebr. ’46 Nr. 1 Undang-Undang tersebut dapat disebut :
“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Pasal V Undang-Undang tg
26 Pebr. ’46 Nr. 1 Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau
sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan
kedudukan Republik Indonesia sebagai Negara merdeka, atau tidak
mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian
sementara tidak berlaku.
70
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 No. 18 tentang
perubahan ancaman hukuman dan denda, dan dalam ketentuan-ketentuan
pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945, sebagaimana
telah diubah sebelum mulai hari berlakunya Peraturan perundang-
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Sistim Hukum Nasional (SISKUMNAS), sesuai pada Pasal


2 Undang-Undang nomor
10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan yang telah dirubah dengan Undang-Undang
nomor 12 tahun 2011 bahwa, “Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum Negara”. Sebagai
Negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
senantiasa mematuhi hukum berdasarkan Pancasila.
Adanya Kondisi buruk dunia peradilan sekarang ini
telah mendorong pencari keadilan (justitia bellen) untuk
menemukan alternatif penyelesaian perkara pidana di luar
pengadilan, yang biasa di sebut Alternative Dispute
Resolution (ADR), pada masing-masing tingkat
institusidengan cara perdamaian dengan membuat
kesepakatan. Menurut Muladi, kesepakatan tertulis atau
perdamaian nilainya sama dengan putusan hakim,
sedangkan menurut Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang
nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
„kesepakatan tertulis yang dibuat oleh para pihak yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah bersifat fi nal‟.
Mengingat asas hukum pidana “asas ultimum
remedium” bahwa pidana sebagai upaya terakhir, dan
program Community Policing yang berorientasi pada
membangun kemitraan (partnership building) dan

undangan ini. KUHP tersebut teks-nya adalah terjemahan tidak resmi dari
“Wetboek van Strafrecht”, sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

penyelesaian masalah (problem solving)71. Dalam kajian


ini, POLRI dalam kasus-kasus ringan lewat FKPM sudah
membuat lembaga ditingkat Desa/Kelurahan untuk
menyelesaikan kasus-kasus kecil berdasarkan Skep nomor:
737/VII/2006 Seri-3 Polmas dan Skep 433/VII/2006
tanggal 1 Juli 2006. Untuk itu POLRI
(Bhabinkamtibmas)harus dapat memberikan pengertian,
dan menanamkan kesadaran untuk meyakinkan kepada para
pihak yang berperkara bahwa penyelesaian perkara dengan
cara musyawarah untuk mencapai perdamaian, merupakan
suatu cara penyelesaian yang lebih baik, adil, dan bijaksana
dari pada diselesaikan dengan putusan pengadilan, baik
dipandang dari segi hubungan masyarakat, dari segi waktu
yang lama, beaya yang tidak sedikit, dan tenaga yang
digunakan.
Mengingat Perma nomor 1 tahun 2008 juga telah
memungkinkan mediasi dilakukan dalam tahapan
pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3)
bahwa ; “Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim
pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau

71
Lampiran surat Keputusan KaPOLRI No. Pol. : Skep/360/VI/2005 tanggal
: 10 Juni 2005 Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) POLRI Tahun
2005-2025 dalam Grand Strategi POLRI, bahwa Reorientasi Sistem
Keadilan(Restorative Justice), dengan Strategi Restorative Justice
(pemulihan keadilan) dapat meningkatkan trust kepada masyarakat karena
menunjukkan bahwa POLRI bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya
“penghukum” (penegak hukum) yang menjuru represif, melainkan POLRI
mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan hukum)bagi
penanggulangan kejahatan,ketidak tertiban yang sebagian besar timbul dari
konflik kepentingan, dan berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan
win- win solusition.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan


putusan”.
Keunggulan utama suatu penyelesaian perkara
perdamaian diluar pengadilan adalah keputusan yang
dibangun oleh para pihak sendiri (win-win solusition), lebih
mencerminkan keadilan bagi para pihak. Dalam penerapan
hukum dengan cara “perdamaian atau arbitrase” yang
kadang-kadang dilakukan oleh polisi di lapangan, dalam
menyelesaikan tindak pidana dengan mengindahkan
kearipan lokal yang dilakukan dengan musyawarah untuk
mewujudkan perdamaian, adalah termasuk merupakan
penyelesaian perkara tindak pidana.
Menurut Prof. Dr. Muladi: „kesepakatan untuk
mewujudkan perdamaian nilainya sama dengan putusan
hakim‟, hal tersebut telah sesuai dengan pasal 1338
KUHPerdata Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi para
pihak yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang
(asas Pacta sunt servanda). Menjadikan mediasi penal juga
dapat sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana
lingkungan hidup, karena selain bermanfaat bagi
lingkungan hidup juga bermanfaat bagi masyarakat adat72.
72
Nirmala Sari,Ringkasan Disertasi Mediasi Penal Sebagai Alternatif
Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Program Doktor
Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011 : 4. sejalan dengan
perkembangan hukum dalam tataran global, sejalan pula dengan hukum
yang hidup dalam tataran lokal, yakni masyarakat adat di Indonesia yang
telah memiliki mekanisme penyelesaian perkara melalui perundingan atau
permusyawarahan untuk mencapai kesepakatan. Musyawarah dalam
masyarakat, istilah Jawa biasa disebut “rembug desa”.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Bahwa, amanat PresidenRepublikIndonesia Susilo


Bambang Yudhoyono,menegaskan, “Untuk lebih
memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanat
kan Pasal 30 Ayat 4 UUD1945, Beliau minta agar strategi
perpolisian masyarakat (community policing) terus
dikembangkan. Perbanyak pembentukan Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Dengan cara itu,
potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan
masing-masing guna memecahkan masalah sosial yang
terjadi di Iingkungannya”73. Adapun upaya-upaya POLRI
dalam pengembangan tersebut diatas, meliputi :
1. Internal POLRI
Upaya-upaya POLRI untuk meningkatkan kinerja
di bidang Penyidikan, yaitu:
a. Meningkatkan perbaikan pada berbagai Aspek dan
menata kembali sistem pelayanan yang cepat,
transparan akuntabel. Termasuk pembinaan mental,
disiplin untuk mewujudkan budaya kerja yang bersih
dari KKN,
b. Mengembangkan sistem dan metode pembinaan
operasional POLRI guna meningkatkan prestasi kerja
penyidik dalam mengungkap Tindak Pidana Korupsi,

73
DR. H Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia,
Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Hari
Bhayangkara Ke-61, Jakarta, 1 Juli 2007 Dalam menyikapi berbagai
perubahan di tengah-tengah masyarakat, POLRI dituntut untuk berupaya
mengembangkan strategi dan kemampuan profesional kepolisian, dengan
tetap berlandaskan pada nilai-niiai ideal Tribrata sebagai pedoman hidup
dan Catur Prasetya sebagai pedoman karya. Untuk memenuhi harapan dan
tuntutan masyarakat di era reformasi, selain memposisikan POLRI sebagai
bagian dari warga sipil, POLRI juga harus melakukan reformasi internal
melalui pembenahan dalam berbagai aspek.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

c. Secara bertahap melengkapi sarana dan prasarana


untuk mendukung penyelidikan dan penyidikan,
d. Meningkatkan pengawasan secara ketat, berjenjang
dan berlanjut terhadap pelaksanaan tugas dengan
Tindakan Korektif dan Tegas pada setiap
Penyimpangan,
e. Melaksanakan Akuntabilitas Kinerja menerapkan
Reward dan Punishment secara Konsisten.
Berlakunya berbagai lisensi dan praktik
birokratisme bagi dunia usaha menimbulkan hambatan-
hambatan, yang dalam hal ini pemecahannya melalui
“uang pelumas atau uang pelicin” atau speed money.
Dengan adannya pelicin atau pelumas ini, dalam praktik
bukannya memperlancar proses birokrasi, malah dapat
berakibat semakin bertambah banyaknya “tanda tangan”
atau “meja” yang harus dilewati suatu dokumen
perizinan atau dapat berbentuk “korupsi” diam atau
“korupsi pasif”, yakni dengan tidak mengerjakan atau
mendiamkan sesuatu yang harus diproses sampai adanya
pelumas.
Bagaimana sebenarnya keadaan korupsi di
Indonesia? A. S. Harris Sumadiria menjawab bahwa
korupsi lahir karena ambruknya nilai-nilai sosial,
korupsi kambuh karena adanya penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan melalui uang, dan korupsi
hidup karena sikap dan mental pejabat yang bobrok,
baik pejabat tinggi maupun pejabat rendahan. 74

74
Sarlito W. Sarwono (1981), “Bagaimana Kalau Ternyata Korupsi Sulit
Diberantas?” Kompas, 17 Nopember 1981.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Pendekatan lain, Dr. Andi Hamzah dalam


disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab
korupsi, yakni :
a. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan
kebutuhan yang makin hari makin meningkat;
b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia
yang merupakan sumber atau sebab meluasnya
korupsi;
c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang
kurang efektif, akan memberi peluang orang untuk
korupsi;
d. Modernisasi mengembangkan korupsi.
Pengaruh terhadap pembangunan nasional dengan
mewabahnya korupsi dapat ditinjau dari beberapa
kemungkinan, yaitu:
• Kemungkinan pertama dengan “fasilitas korupsi”,
pihak pengusaha mendapatkan hak-hak yang
“istimewa” dengan “hak monopoli” atau
diperolehnya “nilai premi” atau keuntungan usaha
yang besar dari berbagai jenis atau bentuk melalui
fasilitas korupsi. Semua biaya yang dipikulnya,
termasuk untuk kepentingan pelumas mesin[-mesin
korupsi, dibebankan kepada masyarakat konsumen
yang lemah kedudukannya karena dikuasai pasaran
monopolistic.
• Kemungkinan kedua, dengan adanya tindakan
korupsi akan berarti terjadi manipulasi terhadap
penerimaan atau pendapatan negara oleh pejabat atau
pegawai atau pihak pengusaha, yang seharusnya
dapat dialokasikan oleh pemerintah untuk keperluan
pembangunan nasional.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

• Kemungkinan ketiga, korupsi tidak memberikan


kesempatan bagi tenaga-tenaga ahli yang memiliki
“kemampuan profesionalisme” mengembangkan
dirinya.
• Keuntungan perusahaan bukan diperoleh dari usaha-
usaha yang wajar dan rasional sesuai dengan prinsip
ekonomi, melainkan dari hasil “membina
hubungan mesra” khususnya dengan pejabat. 75
Harus diakui bahwa menangani tindak pidana
korupsi bukan pekerjaan mudah sebagaimana orang
membalikkan telapak tangan. Penyidikan tindak pidana
korupsi sangat kompleks dan relatif lebih sulit karena
melibatkan berbagai pihak yang mempunyai posisi
penting sebagai pejabat publik. Di samping itu, proses
penyidikan pun harus berlangsung dalam jalinan kerja
sama dengan instansi dalam lingkup sistem peradilan
pidana (SPP) maupun dengan instansi lain yang terkait
dengan kasus korupsi, seperti BPKP, PPATK, KPK,
perbankan, dan lain sebagainya.
2. Eksternal POLRI
Upaya POLRI secara eksternal untuk meningkatkan
kerja sama dengan instansi terkait implementasi
Penegakan Hukum dan upaya pengembalian kerugian
keuangan negara akibat Tindak Pidana Korupsi antara
lain dengan :

75
IGM. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi”
Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafi a Hukum, Pustaka
Pelajar,ISBN :978-602-6479-79-0, Cetakan I, Celeban Timur UH III/548
Yohyakarta, 2010: 33-37.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

a. Peningkatan kerja sama yang dituangkan dalam


bentuk Nota Kesepahaman (MoU) dengan berbagai
Instansi terkait,
b. Pembentukan Tim Gabungan dalam penyidikan
dalam kasus-kasus korupsi untuk mengefektifkan
penindakan terhadap pelaku dan pengembalian
kerugian negara,
c. Peningkatan kerja sama CJS dalam hal pencarian
pelaku, pelacakan arus transaki (Cash flow),
penyelenggaraan Gelar Perkara, dll
d. Koordinasi dengan Kejaksaan, KPK, Bank
Indonesia, BPKP, PPATK, Depdagri, Deplu,
Imigrasi dan Kepolisian Negara Sahabat dalam
Penyelidikan dan Upaya Penegakan Hukum, sharing
informasi untuk kepentingan Tracing of Assets.
Dalam Pelaksanaan Penyidikan TIPIKOR oleh
POLRI sebagai berikut :
a. Melakukan penyidikan Tindak Pidana Korupsi
menurut ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku, penuh rasa keadilan dan sesuai dengan Hak
Asasi Manusia serta bebas dari Interest tertentu
(Proporsional dan Profesional).
b. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dilakukan secara
berjenjang pada Tingkat Mabes POLRI,
dilaksanakan oleh Direktorat III, pada Tingkat Polda
oleh satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat
Reskrimsus di Polda, untuk
Polrestabes/Polresta/Polres, dilaksanakan oleh
bagian/Sat Reskrim.
c. Penanganan Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Ketua DPRD
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Kota/Kabupaten, Penyidikannya dilakukan oleh


Polda atau Poresta/tabes/Polres sedangkan
Penanganan Korupsi yang melibatkan
Gubernur/Wakil Gubernur/Ketua DPRD Provinsi,
Penyidikannya dilakukan oleh Mabes POLRI.
d. Mengangkat Issu Korupsi sebagai Kejahatan Trans
nasional pada The Sixth Asean Senior Official
Meeting on Transnational Crime (6th SOMTC) di
Bali tanggal 7-8 Juni 2006 selanjutnya masih
menjadi pembahasan untuk ditindaklanjuti pada
SOMTC 2007 di Hanoi upaya ini masih memerlukan
waktu karena adanya definisi tentang Korupsi yang
berbeda-beda dari berbagai negara.
e. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk mengetahui
kerugian negara atau perekonomian negara yang
ditimbulkan oleh korupsi harus menunggu hasil audit
investigasi dari BPKP.
f. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk mengetahui
kekayaan dari hasil kejahatan yang disimpan di Bank
oleh tersangka/saksi harus ijin Gubernur Bank
Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
g. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk memanggil
baik sebagai saksi atau sebagai tersangka terhadp
DPRD kabupaten/kota harus ijin tertulis Gubernur
atas nama Mendagri, dan pemanggilan DPRD
Provinsi harus ijin tertulis dari Mendagri atas nama
Presiden.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

h. Mengenai pembiayaan dalam


penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh
penyidik POLRI masih sangat terbatas berdasarkan
DIPA, apabila dilakukan oleh KPK anggaran melalui
APBN.
i. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk melakukan
penggeledahan atau penyitaan terhadap dokumen-
dokumen yang disimpan di rumah/kantor milik
instansi pemerintah harus ada ijin khusus dari
Pengailan Negeri, sedangkan oleh KPK tidak perlu.
j. Dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh
penyidik POLRI, dalam hal bolak-baliknya berkas
perkara dari Jaksa Penuntut Umum (P-19) waktunya
tidak jelas (tidak sesuai KUHAP) dan petunjuknya
kadang-kadang tidak masuk akal sehingga kadang-
kadang sulit untuk dapat dipenuhi oleh penyidik.
k. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh penyidik POLRI, mengenai pendapat
dari Keterangan Ahli mengenai kerugian keuangan
negara/perekonomian negara kadang-kadang berbeda
dengan yang lain; Mengenai kerugian keuangan
negara yang sudah dikembalikan Ahli menyatakan,
apabila kerugian keuangan negara sudah
dikembalikan, unsur kerugian keuangan negara
sudah tidak ada, sehingga salah satu unsur tindak
pidana korupsi tidak terpenuhi, sehingga menjadikan
keragu-raguan JPU untuk menerima berkas perkara
menjadi P-21.
l. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh penyidik POLRI, mengenai hasil
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

penyadapan pembicaraan yang berkaitan dengan


perkara korupsi, walaupun dalam penjelasan pasal 26
UU No. 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU
No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi memberikan peluang penyadapan
(wiretaping) kepada penyidik, tetapi hal tersebut
tidak dapat dipergunakan oleh penyidik sebagai alat
bukti yang sah dan kadang-kadang mendapat
tantangan dari banyak pihak.
m. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana
Korupsi yang berkaitan dengan pencucian uang oleh
penyidik POLRI, untuk mengetahui aliran dana di
Bank milik tersangka di Bank harus melalui PPATK
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
n. Strategi lain yang dipandang tepat untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap
POLRI adalah dengan mengupayakan transparansi
dan akuntabilitas dalam melakukan penegakan
hukum. Transparansi penegakan hukum berorientasi
pada masalah keterbukaan (openness), kepercayaan
(trust), menghargai keragaman dan perbedaan
(diversity) serta tidak diskriminatif. Sedangkan,
masalah akuntabilitas (accountable) POLRI dalam
melakukan penegakan hukum lebih berorientasi pada
sistem yang dapat ditelusuri jalurnya secara logis
(traceable), dan dapat diaudit dan diperbaiki
(auditable) mulai dari tingkat individu sampai
institusi POLRI. 76

76
Keputusan KaPOLRI No. Pol. : KEP/200/IX/2005, tanggal 7 September
2005 tentang Rencana Strategis POLRI 2005-2009 (Renstra POLRI),
halaman 11.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

o. Berbagai upaya yang telah diprogramkan untuk


meningkatkan transparansi dan akuntabilitas POLRI
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, antara
lain: (1) menggalang komitmen POLRI di semua
tingkatan untuk menjalankan tugas dan
wewenangnya secara transparan, akuntabel dan
profesional. Penegasan komitmen tersebut secara
tidak langsung merupakan bentuk kontrak sosial
(social contract) antara POLRI dengan publik; (2)
membuat laporan kinerja (“rapor”) yang disampaikan
secara rutin kepada lembaga publik (DPRD); (3)
membuat open house secara rutin agar warga
masyarakat dapat memberikan masukan demi
perbaikan kinerja dan cara kerja POLRI; (4)
memenuhi laporan kekayaan pejabat POLRI ke
KPKN; (5) membuat sistem pengaduan (complaint
management) yang baik dapat diakses, menciptakan
sistem komunikasi secara efektif dengan warga,
membuat komisi kepolisian di tingkat daerah, dan
lain sebagainya. 77

D. Kondisi Saat Ini


1. Hukum sebagai Sarana Manajemen Konflik Sosial
yang Efektif
Hukum memiliki ciri-ciri yang esensial sebagai
sarana penyelesaian/konflik sosial.

77
Surat Keputusan KaPOLRI No. Pol : SKEP/360/VI/2005 tanggal 10 Juni
2005 tentang Grand Strategis POLRI Menuju 2005-2025.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Cara yang ditempuh, sebagai berikut :78


• Mengemukakan syarat-syarat ide tentang keadilan,
kemanfaatan yang diajukan sebagai suatu prasyarat
untuk mendukung interaksi dan organisasi agar
kehidupan sosial dapat berlangsung.
• Mencegah agar orang-orang tidak melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan syarat-syarat
tersebut di atas.
Disinilah studi hukum sosiologis bertujuan untuk
mengetahui bagaimana konsep-konsep hukum,
institusiinstitusi hukum, proses-proses hukum berfungsi
mencegah/mengurangi sampai batas yang seminimal
mungkin, atau bagaimana menyelesaikan konflik,
bagaimana mekanisme hukum itu diciptakan, bagaimana
hubungan denganmekanisme hukum itu dapat dibuat
menjadi lebih efektif lagi.
Leon Mayhew mengungkapkan dan berpendapat
bahwa hukum itu terjadi karena suatu proses, proses ini
terjadi karena akibat timbal balik antara organisasi-
organisasi sosial dalam membentuk proses hukum.
Disinilah terjadi interaksi, demikian pula di Indonesia
yang penduduknya mayoritas beragama Islam, apakah
norma-norma hukum Islam itu dapat atau saling
mempengaruhi dengan kehidupan hukum nasional atau
tidak. Karena norma agama itu menyangkut berbagai
hukum, terutama nilai-nilai moral yang terkandung di
dalam hukum Islam. 79

78
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 77.
79
Juhaya S Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama Dalam Hukum
Pidana Di Indonesia, Angkasa, Bandung : 5.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Untuk ini Islam telah mengadakan kewajiban Iman,


serta kaidah-kaidah keislaman yang dikenal dengan
“Rukun Islam”, dengan maksud untuk menegakkan
agama serta menanamkannya di dalam hati nurani
manusia dengan mengikuti hukum-hukum yang tidak
dapat dilepaskan oleh manusia.
Hukum memberikan kontribusi terhadap
manajemen konflik dalam mewujudkan tata masyarakat
yang adil dan tertib, merupakan tugas mulia yang
tujuannya adalah :
• Mencatat keterbatasan-keterbatasan fundamental
yang dikenal dalam aliran model fungsional hukum.
• Mengenal argumentasi yang diajukan sebagai
konsepsi yang bebas tentang keterbatasan-
keterbatasan, yaitu konsep mengenai hukum sebagai
suatu bentuk/dimensi kekuasaan sosial (sebagai
senjata bagi kelompok penentang dalam
penyelesaian konflik sosial yang insidental/berada di
sisi lain).
• Merumuskan seperangkat preposisi-preposisi dasar
yang empiris tentang hukum dan konflik sosial,yang
oleh konsepsi kekuasaan hukum diisyaratkan untuk
dilaksanakan dengan suatu penelitian hukum yang
sosiologis.
Hukum dalam dimensi manajemen konflik harus
melepaskan teori dan hasil penelitian tentang hukum
dan masyarakat.
Maksudnya, manajemen konflik tidak
menggunakan kerangka analisis serta tidak terikat pada
suatu pilihan etik dan teori dengan harapan, agar mampu
memberikan keritik terhadap keputusan-keputusan dan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

tindakan-tindakan mutlak/birokratis yang dinyatakan


atas nama hukum.
Konsepsi moral fungsional hukum telah
meninggalkan penelitian hukum sosiologis, sehingga
akan mudah terkena akibat-akibat penyimpangan,yang
mengarah kepada ide-ide budaya dan lembaga-lembaga
spesifik.
Konsepsi itu menimbulkan kesulitan, bahwa
saranasarana hukum untuk melaksanakan manajemen
konflik cenderung minta disamakan dengan sarana-
sarana untuk mengadakan perdamaian.
Anggapan bahwa metode konsensus yang tidak
bersifat menindas (non coercive) merupakan satu-
satunya cara yang efektif untuk mencegah dan
mengendalikan konflik sosial. 80
Pembatasan-pembatasan konsepsi moral fungsional
hukum bertujuan, sebagai berikut :
• Menunjukkan penyampingan kultural dengan cara
menghapuskan aspek-aspek hukum dengan metode-
metode dan proses-proses konsensual dalam
manajemen konflik yang diduga lebih efektif
daripada sarana-sarana yang bersifat menindas
(coercive).
• Mendorong dilakukannya penelitian-penelitian yang
dapat memanfaatkan asumsi-asumsi hukum alam dan
sistem fungsional.
Guna mencari kemungkinan untuk menggunakan
sumberdaya untuk mengamankan ide-ide dan

80
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 79.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kepentingankepentingan tertentu, dipergunakan upaya


memperoleh dan menggunakan kekuasaan.
Kekuasaan disini, diartikan sebagai kekuatan
pengendali sumber-sumber daya penggunaan
kemampuan untuk memobilisasikan langkah-langkah
pengambilan keputusan yang akseptabel bagi konflik-
konflik yang aktual/potensial.
Hukum sebagai pengendali konflik sosial tidak
terlepas dari manajemen konflik. Pemegang kendali
penyelesaian konflik sosial tersebut mempergunakan
sarana pengendali sumber daya yang terwakili dalam
struktur kenyataan budaya dan struktur kenyataan sosial
dalam hukum, yang meliputi :
• Pengendalian terhadap pelanggaran fisik, yakni
angkatan perang dan kepolisian.
• Pengendalian terhadap sarana produksi, alokasi dan
atau penggunaan sumber daya materiil, yaitu
kekuasaan ekonomi.
• Pengendalian terhadap proses-proses pengambilan
keputusan, yaitu kekuasaan politik.
• Pengendalian terhadap definisi tentang akses untuk
memasuki bidang pengetahuan, kepercayaan, nilai-
nilai, yaitu kekuasaan ideologi. 81
Berbicara mengenai hukum sebagai sarana
pengendalian konflik sosial yang mujarab, berarti tidak
terlepas dari konotasi pengertian hukum kekuasaan,

81
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 82.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

karena dalam istilah manajemen dikenal “doing thing


trou the other” (melakukan sesuatu lewat orang lain). 82
Bagaimana unsur kekuasaan dalam menggunakan
sumber-sumber daya yang ada (pada orang lain pihak
ketiga), untuk kepentingan hukum dalam penyelesaian
konflik sosial politik. Adalah suatu ironi, sebenarnya
pada saat kita sudah tidak lagi terlibat dalam
perbenturan ideologi politik karena semuanya menerima
Pancasila sebagai satu-satunya ideologi.Para elit politik
justru berbenturan karena “berebut tulang”83 tanpa
sunsum.
Menghadapi semuanya itu, Pancasila seakan-akan
tidak berdaya mengendalikan nafsu serakah elit politik.
Padahal bila sila-sila dicamkan dalam-dalam apalagi
dikaitkan dengan nilai agama, niscaya perilaku serakah
yang membanjiri sebagian masyarakat urban sekarang
ini dapat didinginkan. Tetapi kenyataan sekarang karena
elit telah puas dengan serba slogan,maka iklim moral
dalam masyarakat dari hari kehari semakin galau dan
kelabu. Korupsi melalui kolusi atau bukan melalui
kolusi telah begitu jauh menggerogoti sendi-sendi
kehidupan moral bangsa. 84 Salah satu pembaharuan

82
Suhardi Sigit, Pengantar Manajemen, UGM Press, Yogyakarta, 1984 : 4.
83
Syafi ‟i Ma‟arif, Reformasi Politik, Kebangkitan Agama dan
Konsumerisme, Pustaka Pelajar, bersama dengan Arief Budiman,
Budiawan, Heru Nugroho, Th. Sumartana, Tini Hadad, YB.
Mangunwijaya, Interfi dei, Seri Dian VII Tahun VIII, diterbitkan atas
Kerjasama Institut DIAN/Interfidei- Kompas dan Forum Wacana Muda
Yogyakarta, Jl. Banteng Utama No. 59, halaman : 37.
84
Hendarman Supandji, Membangun Budaya Anti-Korupsi Sebagai Bagian
dari Kebijakan Integral Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Diucapkan
pada Penganugerahan Doktor Honoris Causa di Universitas Diponegoro,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

moral yang menonjol untuk mendapatkan perhatian kita


dalam memberantas korupsi85 adalah “moral kejujuran”.
Istilah “korupsi” di samping dipakai untuk menunjuk
keadaan atau perbuatan yang “busuk”, juga disangkut
pautkan kepada ketidak jujuran seseorang. Watak/sifat
tidak jujur merupakan salah satu penyebab terjadinya
perbuatan korupsi. Kondisi ini tentu saja akan
berdampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat,
karena iklim tersebut akan menciptakan kondisi yang
tidak kompetitif dan tidak sensitif terhadap perbaikan
bangsa secara menyeluruh. 86

promotor Barda Nawawi Arief dan Nyoman Serikat Putra Jaya,Semarang,


18 Juli 2009 : 20 tingginya kasus korupsi di Indonesia yang berhasil
diungkap dan ditangani aparat penegak hukum, merupakan indikator
bahwa ketidak jujuran sikap koruptif di Indonesia menunjukkan trend yang
meningkat dan berada pada tingkat yang memperihatinkan.
85
M. Busyro Muqoddas,Mendudukkan Kembali Ke luhuran Budaya dan
Martabat Bangsa yang A dil dan Humanis, diuacapkan dalam Seminar
Nasional Dalam Dies Natalis Universitas Negeri Semarang ke-46
“Reposisi Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa Menuju Tatanan
Masyarakat yang Adil dan Humanis, Auditorium Universitas Negeri
Semarang, Semarang, 27 April 2011 korupsi dapat terjadi jika ada
monopoli kekuasaan yang dipegang seseorang yang memiliki kemerdekaan
bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa ada pertanggung jawaban
yang jelas.
86
Lis Febrianda,Rekonstruksi Regulasi Pelayanan Kependudukan dan
Pencatatan Sipil oleh Birokrasi Pemerintahan Dalam Perspektif Hukum
Administrasi Negara, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang, 2009 : 3-4 dalam konsep birokrasi
pemerintah dalam pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil, masalah
yang sering dihadapi adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh
hukum tidak selalu cocok dengan pola-pola perilaku yang dijalankan para
aparatur negara dalam pelayanan kepada masyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Barda Nawawi Arief, baca internet dan tulisan di


Koran Tempo 19 Oktober 2008 yang menyatakan
gagasan yang tetap bagus, tapi dikatakan merupakan
“langkah yang sangat kecil untuk menyelamatkan
bangsa dari virus korupsi”. Menurut beliau (Barda), ini
bukan langkah “sangat kecil” tapi justeru “sangat
besar”, “sangat berat” dan “sangat mulia”. Diungkapkan
dalam tulisan cerita tentang warung kejujuran di lereng
Gunung Batukaru, Bali, tempat pemukiman para petani
kopi yang hidupnya begitu sederhana: miskin tidak,
kaya juga belum. Mereka punya warung yang tidak
pernah dijaga, tapi pembelinya tidak ada yang tidak
bayar, dan warung tidak pernah rugi, karena disana ada
budaya “kalau beli tidak bayar atau menggasak uang di
warung, sama saja dengan kuluk (anjing)” dan “takut
akan hukum karma” (takut dapat celaka). Gambaran
budaya kejujuran komunitas Gunung Batukaru itu,
tentunya juga ada di tempat lain. 87

87
Barda Nawawi Arief, dan Nyoman Serikat Putrajaya, Pidato Pengantar dan
Laudatio Tim Promotor, diucapkan pada Upacara Penganugerahan Doktor
Honoris Causa Dalam Ilmu Hukum Kepada Hendarman Supandji Dalam
Rapat Senat Terbuka Universitas Diponegoro, tanggal 18 Juli 2009: 9-10
kalau budaya kejujuran itu semakin menipis dan bahkan lenyap sama
sekali setelah “orang gunung” itu menjadi “orang kota”, atau setelah
“petani kopi” itu menjadi “petani kota” (jadi
pegawai/pejabat/penyelenggara negara), maka upaya membangun kembali
budaya jujur yang telah semakin memudar itu, bukanlah merupakan
langkah “sangat besar” dan “sangat berat” ? Terlebih saat ini, budaya tidak
jujur terjadi dimana-mana, diseluruh bidang kehidupan bermasyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

2. Metode Pendekatan Struktural Fungsional dan


Pendekatan Konflik
Studi sosiologi hukum memiliki metode pendekatan
yang bersifat komplementer dan bersifat alternatif.
Metode pendekatan tersebut mempergunakan dua
perspektif, yakni perspektif sistem sosial dan perspektif
aksi sosial. Perspektif sistem sosial menitikberatkan
pada kajian terhadap struktur dan instansi-instansi
sedangkan perspektif aksi-sosial menekankan kajian
pada proses sosial pada pendekatan sistem sosial
terdapat variasi, demikian terhadap pendekatan aksi
sosial.
Pendekatan aksi sosial yang menyeluruh (holistic)
terdapat dua variasi : pendekatan struktural-fungsional
dan pendekatan konflik.88
Pendekatan struktural-fungsional menganggap
masyarakat terintegrasi berdasarkan kata sepakat para
anggota-anggotanya mengenai nilai-nilai
kemasyarakatan tertentu (masyarakat yang didasarkan
konsensus nilai-nilai).
Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang
secara fungsional terintegrasi menjadi suatu bentuk
keseimbangan (Equilibrium).
Dengan demikianpendekatanstruktural
fungsionalsering disebut pendekatan
integrasi/pendekatan tatanan/pendekatan
keseimbangan/pendekatan organis. Secara prinsipil

88
Ronny Hanitijo Soemitro,Studi Hukum dan Masyarakat, Alumni,
Bandung, 1985 : 2122.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah


keseimbangan yang bersifat dinamis.
Disfungsionalisasi, ketegangan-ketegangan,
penyimpangan-penyimpangan selalu terjadi, tetapi
dalam jangka panjang keadaan tersebut akan teratasi
melalui penyesuaianpenyesuaian dan proses
institusionalisasi.
Perubahan-perubahan dalam sistem sosial terjadi
secara bertahap melalui penyesuaian-penyesuaian dan
tidak berlangsung secara revolusioner.
Perubahan-perubahan drastis hanya terjadi pada
bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial
budaya yang menjadi dasarnya tidak mengalami
perubahan.
Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial terjadi
melalui tiga kemungkinan = penyesuaian sistem sosial
terhadap pengaruh dari luar (extra systemic change).
• Melalui proses diferensiasi struktural fungsional.
• Karena penemuan-penemuan baru oleh anggota
masyarakat itu sendiri.
• Faktor terpenting dari kemampuan mengintegrasikan
suatu sistem sosial adalah kesepakatan diantara
anggota-anggota masyarakat mengenai nilai-nilai
kemasyarakatan tertentu.
Menurut penganut aliran struktural fungsional, di
dalam masyarakat selalu terdapat prinsip-prinsip dasar
tertentu yang eksistensinya dianggap mutlak perlu oleh
anggota-anggota masyarakat.
Sistem nilai-nilai tersebut menyebabkan
berkembangnya integrasi sosial dan merupakan faktor
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

stabilisasi sistem sosial budaya masyarakat yang


bersangkutan.
Sehingga suatu sistem sosial pada dasarnya
merupakan sistem tingkah laku yang terbentuk dari
interaksi sosial yang terjadi antara individu-individu,
dan tumbuh berkembang menurut ukuran penilaian
umum, dan disepakati bersama oleh anggota-anggota
masyarakat.
Ukuran penilaian umum terpenting adalah norma-
norma sosial dan inilah yang membentuk struktur sosial
tertentu.
Pengaturan interaksional diantara anggota
masyarakat terjadi karena keterkaitan mereka pada
norma-norma sosial yang menghasilkan kekuatan untuk
mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan diantara
mereka, akibatnya terwujud keselarasan dalam suatu
tingkat integrasi tertentu.
Keseimbangan suatu sistem sosial terpelihara
karena ada proses-proses sosial dan mekanisme sosial
tertentu. Mekanisme sosial yang terpenting adalah dapat
mengendalikan keinginan-keinginan anggota
masyarakat kearah terpeliharanya kontinuitas sistem-
sosial yang meliputi mekanisme sosial yang meliputi
mekanisme kontrol-sosial. 89
Pendekatan struktural-fungsionaldianggap menga
baikan kenyataan bahwa konflik-konflik dan kontradiksi
intern dapat menjadi sumber terjadinya perubahan-
perubahan sosial.

89
Nasikun,S ebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia,
Fisip UGM, Yogya, 1974 :18.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Di samping pendekatan ini kurang memberikan


tempat pada kenyataan bahwa suatu sistem sosial tidak
selalu dapat menyesuaikan diri pada perubahan-
perubahan yang datang dari luar.
Suatu sistem sosial yang menolak perubahan-
perubahan yang akan datang dari luar dengan cara-cara
mempertahankan status quo atau melakukan perubahan-
perubahan secarareaksioner, dapat mengakibatkan
disfungsionalisasi bagian-bagian sistem sosial, yang
selanjutnya dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan
sosial.
Akibat lebih jauh, apabila faktor-faktor yang
berasal dari luar cukup mampu mempengaruhi bagian-
bagian dari sistem sosial tersebut tanpa penyesuaian
pada bagian-bagian lain, maka disfungsionalisasi dan
ketegangan-ketegangan akan berkembang secara
komulatif, mendorong terjadinya perubahan-perubahan
sosial yang revolusioner. 90
Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan
dasar, bahwa konflik sosial merupakan gejala yang
melekat pada setiap kehidupan masyarakat, sedangkan
setiap masyarakat selalu berbeda dalam proses
perubahan yang tidak pernah berakhir.
Anggapan dasar yang lain adalah, bahwa setiap
unsurunsur dalam suatu masyarakat memberikan
sumbangan untuk terjadinya disintegrasi dan perubahan-
perubahan sosial. Sedangkan setiap masyarakat
terintegrasi karena dominasi sekelompok orang-orang
terhadap sekelompok orang-orang yang lain.

90
Nasikun,Ibid : 21.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Perubahan-perubahan sosial dianggap sebagai


gejala yang melekat dalam kehidupan setiap masyarakat
dan bersumber pada faktor-faktor yang ada didalam
masyarakat itu sendiri.
Kontradiksi intern bersumber pada pembagian
wewenang (authority) yang tidak merata, sehingga
menimbulkan dua kategori sosial di dalam masyarakat,
yaitu golongan yang memiliki kewenangan, dan
golongan yang tidak memiliki kewenangan.
Pembagian wewenang yang bersifat dikhotomis
menjadi sumber timbulnya konflik-konfliksosial, karena
menimbulkan kepentingan-kepentingan yang
berlawanan secara substansial maupun mengenai
arahnya. 91
Dalam peristilahan lain92 menyembuhkan sebagai :
pihak yang memiliki kekuasaan otoritatif (kepentingan
untuk memelihara dan mengukuhkan statusquo) dan
pihak yang tidak memiliki otoritas (kepentingan untuk
merubah statusquo).
Penganut pendekatan konflik berkeyakinan bahwa
konflik sosial yang selalu melekat pada setiap
masyarakat tertentu, hanya dapat lenyap bersama-sama
dengan lenyapnya masyarakat yang bersangkutan.
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan satu-satunya
hanyalah mencegah agar konflik yang terjadi diantara

91
Satjipto Raharjo, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Alumni, Bandung,
1981: 9.
92
Nasikun,Ibid : 23.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kekuatan-kekuatan sosial yang saling berlawanan tidak


berubah menjadi tindak kekerasan. 93

E. Analisa Sumber Daya Manusia (SDM)


1. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Bahwa dalam pengembangan sumber daya manusia
POLRI diarahkan untuk mewujudkan anggota POLRI
yang profesional dalam arti yang pandai, terampil, dan
bermoral/bermental kepribadian baik, dalam rangka
melaksanakan tugas pokok POLRI, meliputi:
a. Rekrutmen anggota baru POLRI harus dijaring dari
calon yang lebih berkualitas terutama aspek moral
kepribadian dan intelektual, baik untuk memenuhi
kebutuhan Perwira melalui AKPOL (baik dari
Sumber Sarjana/Setingkat) maupun Bintara POLRI
melalui proses warving yang dilakukan secara
proporsional, bersih, transparan, dan obyektif.
b. Penerimaan Perwira POLRI Sumber Sarjana (PPSS)
hanya boleh dilaksanakan apabila benar-benar
sangat dibutuhkan untuk mengawaki ruang jabatan
yang memerlukan keahlian yang sangat spesifik,
yang erat kompetensinya dengan tugas pokok POLRI
di lapangan.
c. Pengangkatan personil dalam jabatan terutama pada
jabatan Kasatwil, wajib dilaksanakan secara
sungguh-sungguh melalui proses penilaian oleh
usernya, dengan sangat memperhatikan aspek mental
kepribadian/moralnya, prestasi kinerja dan
kemampuannya, dilaksanakan sistem kontrak guna
93
Nasikun,Ibid : 26.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk


mengemban visi dan misi POLRI dalam
melaksanakan tugasnya, yang akan terus menerus
dievaluasi oleh dewan penilai.
2. Sarana Prasarana Membangun
a. Melakukan analisis dan kajian dalam rangka meng
evaluasi dan menyempurnakan strategi, kebijakan
dan program yang telah dan akan dilaksanakan oleh
POLRI terutama yang menyangkut membangun
POLRI dipercaya di mata masyarakat.
b. Menyusun rencana, program dan anggaran POLRI
serta menyiapkan dokumen-dokumen dalam
pelaksanakan program dan anggaran POLRI yang
dapat mengarahkan semua kekuatan, kemampuan,
operasional dan potensi keamanan. Selanjutnya akan
dapat membangun kepercayaan masyarakat.
c. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi anggota di
lapangan seperti: kebutuhan perumahan, kebutuhan
transportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan,
perlengkapan perorangan, alat komunikasi
elektronika untuk pelayanan masyarakat, senjata dan
amunisi serta dukungan anggaran dalam
mengoperasionalkan peralatan tugas, juga
pemberdayaan dan pemeliharaan materiil, fasilitas
dan jasa pada umumnya.
d. Membangun secara bertahap Sistem
InformasiTeknologiOn-lineyang terpadu bagi
operasi dari tingkat Mabes sampai Polsek, dengan
urutan:
e. Administarsi, keuangan, dan sumber daya manusia
sebagai basis pengembangan selanjutnya pada
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Manajemen Operasi Pelayanan Fungsi Kepolisian


(MOPFK).
3. Kesejahteraan
a. Mewujudkan kultur POLRI yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat demokratis, yang mampu untuk
melaksanakan tugas sebagai pelindung, pengayom,
dan pelayan masyarakat dengan senantiasa
menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan hak
asasi manusia melalui pembenahan sistem
pendidikan POLRI. Menanamkan bagi setiap pejabat
POLRI rasa ikhlas dan peduli kepada lingkungan
serta pola hidup hemat dan perilaku seharihari,
bersih dari KKN.
b. Komitmen keteladanan setiap unsur pimpinan
(stakeholders). Pada satuan kerja pada setiap strata
jabatan POLRI, berani menghilangkan kebiasaan
membebani bawahan serta tidak memberikan
penugasan di luar tugas pokok. Menyederhanakan
kepangkatan POLRI disertai sistem penggajian
yang memadai, agar kesejahteraan anggota POLRI
tercapai. Dengan menerapkan reward and
punishment secara obyektif dan adil, menanamkan
disiplin pribadi, serta mengaplikasikan nilai-nilai
yang terkandung dalam Tri Brata, Catur Prasetya
serta Kode Etik Kepolisian dalam kehidupan sehari-
hari.
c. Pembinaan karier anggota POLRI didasarkan dengan
“standar parameter”kepada morit system and
achievement yang dilaksanakan secara obyektif,
adil, dan konsistens sesuai dengan ketentuan, dan
memperhatikan penilaian aspek moral/mental
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kepribadian, kemampuan, prestasi kinerja,


pendidikan serta aspek senioritas tanpa
mengorbankan kualitas kompetensi terhadap tugas
pokok POLRI, ukuran prestasi kinerja, serta dewan
kebijakan karir.
d. Meningkatkan kesejahteraan anggota POLRI/PNS
POLRI beserta keluarganya juga dilakukan melalui
pelayanan kesehatan yang diadakan pada setiap
Polres, pembinaan kesamaptaan, kerohanian, mental
kepribadian, dan moral serta kejiwaan melalui
konsultasi psikologi dan kesehatan jiwa, sehingga
perpanjangan usia pensiun menjadi 58 tahun dapat
menghasilkan personel yang semakin matang dan
dirasakan manfaatnya bagi organisasi POLRI.
4. Analisa SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity,
and Threat)
Strategi untuk mewujudkan Stabilitas Keamanan
Dalam Negeri, Negara (lembaga pilar yaitu: eksikutif,
legislatif, dan yudikatif) harus bersih dari Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menuju Pelayanan Prima
anti KKN dan kekerasan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri dan supremasi hukum guna
mendukung pembangunan Nasional, untuk itu perlu
Evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dengan mencari sebab musabab
terjadinya Korupsi dengan analisa: strength/kekuatan,
weakness/kelemahan, opportunity/peluang, dan
94
threat/ancaman (SWOT) .

94
Philip Kotler, Northwestern University, Manajemen Pemasaran, (Edisi
Milenium: Perusahaan Seharusnya Berfi kir tentang Milenium sebagai
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Dalam evaluasi Pencegahan dan Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi95 apabila diumpamakan seorang
membersihkan badan dengan cara mandi besar, yang
harus di siram seharusnya dari kepala96 (clean) terlebih
dahulu. Baru disiram dan dibersihkan pada bagian-
bagian tubuh lain. Bagi stake holderharus
menghindarkan pungutan pemotongan, “menyunat biaya
operasional” dengan modus operandi “dalih” berbagai
alasan keperluan operasional Pimpinan, yang sudah
merupakan alasan “klasik”. Pada „penggunaan
Anggaran tidak sesuai peruntukkan tetap tidak
diperbolehkan‟ oleh karena itu perlu analisa sebagai
berikut:
a) Kekuatan (strength);
Bahwa, sebab musabab pelaku tindak pidana
korupsi, memiliki kekuatan yang mampu
mempengaruhi saksisaksi dan para korban untuk
tidak melaporkan perbuatan pelaku tindak pidana
korupsi tersebut kepada pejabat yang berwenang.
Karena selain pelaku korupsi mempunyai jabatan

peluang emas untuk mendapatkan mindshare dan heartshare), Prentice Hall


Inc, ISBN 979-683-307-7, Jakarta, 2000: 88 umumnya, suatu unit bisnis
harus memantau kekuatan lingkungan makro (demografi, ekonomi,
teknologi, politik-hukum, dan sosial budaya).
95
POLRI sebagai pelopor pemberantasan Korupsi internal, telah
dinyatakan pada Pasal 11 ayat (1) huruf e Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi
Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Menyelenggarakan Tugas
POLRI“Setiap petugas/anggota POLRI dilarang melakukan korupsi
dan menerima suap”.
96
Yang dimaksud dengan “kepala” adalah pimpinan tertinggi pada: Kantor,
Departemen, Lembaga, SKPD, Satker, Ormas dan lain sebagainya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

strategis yang sangat penting juga mempunyai


kekuasaan dan wewenang, yang dapat merubah nasib
teman kerjanya/bawahannya, yang berani
memberikan keterangan atau kesaksian kepada pihak
yang berwajib. Pelaku korupsi juga bisa
mempengaruhi saksi-saksi dari lingkungan kerjanya
untuk mencabut keterangan yang telah diberikan, di
tingkat penyidikan/pemeriksaan sidang Pengadilan,
sehingga melemahkan pembuktian.
Pelaku Tindak Pidana Korupsi, biasanya hanya dapat
dilakukan oleh seorang pejabat strategis
dilingkungan kerjanya atau pengusaha atau orang
yang dekat dengan pejabat yang mempunyai
kekuasaan atau wewenang yang sangat besar
peranannya dalam penggunaan anggaran lembaga
tersebut. Pelaku tindak pidana korupsi dilindungi
oleh orang-orang birokrasi yang dipimpinnya,
bahkan termasuk para korban dari perbuatan korupsi
tersebut, juga ikut melindungi pelaku korupsi yang
merugikannya. Sebagian besar para korban
mempunyai pemikiran, bahwa ini merupakan suatu
interaksi atau hubungan sosial yang tidak dipisahkan.
b) Kelemahan(weakness);
Bahwa, Walaupun Pasal 108 ayat (3) KUHAP Setiap
pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya
yang mengetahui tentang terjadinya tindak pidana
korupsi wajib segeramelaporkan hal itu kepada
penyelidik atau penyidik. “ Tetapi dalam masalah
korupsi hukum (dilingkungan kerja) tidak mampu
untuk menjerat pelaku dari sisi hukum tersebut.
Meneliti sebab musabab lemahnya (pegawai negeri)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

lembaga Suvervisi dan Lembaga Pengawas


(BPK/BPKP, atau Inspektorat Pengawas
Internal/eksternal) yang “tidak” membuat laporan
apa adanya sesuai dengan fakta kebenaran,
menyumbangkan pengaruh sangat besar terhadap
berkembangnya korupsi, baik dalam birokrasi
maupun swasta.
Berkaitan korupsi, antara birokrasi dan broker
(kongkalikong) dengan modus secara bersama-sama
atau secara sendiri-sendiri membuat pertanggung-
jawaban keuangan secara “palsu” (tidak berdasarkan
fakta yang sebenarnya), dengan cara (modus
operandi) sebagai berikut : (1) membuat Rekanan
fiktif/seolaholah sebagai Rekanan, (2) SIUP dibuat
secara fiktif, (3) Nota fiktif, (4) Tanda tangan fiktif,
(5) Laporan fiktif (6) Proposal fiktif, Alamat fiktif
dan sebagainya. Biasanya (kongkalikong) ada
“broker” dan “pemain”, terhadap masalah
penyalahgunaan anggaran.
Berkembangnya korupsi pada birokrasi dan rekanan
fiktif (kongkalikong) dengan modus secara bersama-
sama atau secara sendiri-sendiri membuat
pertanggungjawaban keuangan secara palsu.
Walapun Lembaga Pengawas, atau lembaga
Supervisi dapat menemukan ketidak wajaran dalam
temuannya, tetapi mereka tidak menindak lanjuti
secara profesional dan proporsional, bahkan mereka
berusaha menutupi (cover up) tentang adanya
indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Dengan
demikian temuan penyimpangan (penggunaan
keuangan negara) tersebut hanya dianggap sebagai
kekeliruan administrasi saja yang dapat diperbaiki
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dukungan administrasinya. Sehingga akhir laporan


dari lembaga pengawas, atau lembaga supervisi
tersebut kadang-kadang tidak membuat Resume
laporan berdasarkan temuan fakta yang sebenarnya.
Kelemahan(weakness) perencanaan dalam
penggunaan anggaran membantu pelaku korupsi
yang mempunyai kedudukan jabatan strategis yang
sangat penting di lingkungan kerjanya. Stakeholders
(korupsi) lebih leluasa untuk merekayasa
pertanggungjawaban penggunaan keuangan Negara,
yang telah dilakukan secara sistemik untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Kelemahan dari sisi hukum, POLRI dalam
mengimplementasikan penyidikan tindak pidana
korupsi berdasarkan pasal 14 ayat (1) huruf g UU
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam menerapkan pasal 7
KUHAP dan pasal 20 UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
penyelidikan atau penyidikan terhadap semua tindak
pidana korupsi berdasarkan Hukum Acara Pidana
saja “tidak mampu” untuk melaksanakan
penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi,
karena terhambat oleh peraturan perundang-
undangan lainnya (seperti UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, UU No. 8 Tahun 2010 tentang
PPATK, dll) yang harus dipatuhi oleh Penyidik
POLRI. Sehingga implementasipenyidikan Tindak
Pidana Korupsi oleh POLRI “mau tidak mau” atau
“suka tidak suka” harus mematuhi peraturan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

perundang-undangan lainnya yang menghambat


tersebut.
c) Peluang (Opportunity);
Bahwa, kesempatan pengawas internal hanya
difungsikan sebagai formalitas, sebagai dalih untuk
itu memberi peluang kepada rekanan seolah-olah ada
pelaksanaan pekerjaan, atau seolah-olah telah terjadi
transaksi pengadaan barang/jasa sehingga
menyumbangkan kesuburan perbuatan Tindak
Pidana Korupsi97. Karena pelaku korupsi adalah
pejabat (strategis) sangat penting disitu, yang
mempunyai wewenang kekuasaan sangat besar,
sehingga pengusaha yang dekat dengan penguasa
tersebut memiliki peluang yang sangat besar untuk
melakukan tindak pidana korupsi secara sistematis.
Pejabat yang melakukan korupsi biasanya
mempunyai posisi yang sangat penting yang juga
mempunyai kekuasaan atau kewenangan mengelola
keuangan Negara (APBN/APBD/Lain-lain dana
masyarakat). Untuk kepentingan anggaran belanja
pengadaan barang dan atau jasa, tetapi dalam
implementasinya tidak dilaksanakan mekanisme dan
prosedur sesuai dengan peraturan perundang-

97
Warta Jateng, Rabu 2 Januari 2013, halaman: 6 Proyek Fisik Rawan
Korupsi, Umar Hasyim Anggota Banggar DPRD Kota Solo, Senin, 31
Desember 2012 katanya “Kalau boleh sama-sama jujur, lelang saat ini
hanyalah formalitas belaka. Jangan sampai orang yang tidak memiliki
perusahaan bisa memenangkan proyek”. Kata Umar lagi. „Guna
mengantisipasi masalah itu, politisi PAN itu meminta Inspektorat lebih
intens dalam melakukan pengawasan. Dengan begitu, maka resiko
penyimpangan bisa diminimalisir. ‟
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

undangan yang berlaku, sehingga pelaksanaan


penggunaan anggaran tersebut rentan korupsi.
d) Ancaman (threat);
Bahwa, jebolnya tanggul pencegah banjir, menjadi
ancaman serius yang emenimbulkan korban jiwa,
harta benda, kerusakan fasilitas umum, dan trauma
phisicologis yang berkepanjangan, sedangkan
kelemahan iman adalah merupakan akar dari segala
permasalahan kejahatan98. Pemberitahuan secara
sungguh-sungguh terhadap ancaman yang
disebabkan karena adanya kelalaian atau pembiaran
penggunaan keuangan Negara yang tidak sesuai
peruntukannya (kongkalikong) berakibat
menimbulkan bahaya kemiskinan, kerugian
perekonomian dan keuangan Negara. Karena bahaya
yang ditimbulkan oleh korupsi, dapat mengakibatkan
kemiskinan rakyat, bahaya kelaparan, wabah
penyakit, konflik, dan kerusakan seperti jembatan
runtuh, gedung ambruk, sekolahan roboh, talut
ambrol, jalan rusak/longsor, tanggul jebol, bangunan
Polder Ambles, pengendali banjir tidak berfungsi dan
sebagainya.
Ancaman dan bahaya korupsi tidak hanya dapat
ditimbulkan oleh Penyelenggara Negara saja, tetapi

98
I Timotius 6: 10 Karena segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh
memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan
menyiksa dirinya dengan berbagaibagai duka. Oleh karena itu mereka yang
ingin kaya terjatuh kedalam percobaan, ke dalam jerat dan ke dalam
berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang
menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan (I
Timotius 6: 9).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

korupsi juga dapat dilakukan oleh pengusaha, atau


pihak-pihak lain yang dekat dengan pejkl,oabat
tersebut sehingga korupsi merusak sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dan dapat langsung memperparah kemiskinan rakyat,
kemelaratan berdemokrasi sehingga menyebabkan
pembangunan Nasional tidak tercapai. Untuk itu,
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi dibutuhkan landasan hukum yang kuat, dan
tekat yang bulat dari segenap lapisan masyarakat
bangsa Negara. Tidak hanya dalam
“slogan”/tegasnya “katakata”, tetapi perlu kenyataan
berbuat dan bertindak harus betul-betul terbebas dari
korupsi.
Bahwa; Penyebab korupsi dapat terjadi karena
adanya pertemuan “niat dan kesempatan” oleh
pejabat atau pengusaha yang memiliki
kekuasaan/jabatan strategis dan wewenang yang
menggunakan/mengelola keuangan Negara, pada
umumnya tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan
mendapatkan keuntungan pribadi/orang lain,
keluarga/kelompok/golongannya sendiri, tidak
diikuti dan dasari oleh norma-norma yang berlaku
dan dilakukan dengan cara menyalah gunakan
kekuasaan/wewenang jabatan tanpa pertanggung-
jawaban yang jelas.
Manajemen, perlu mempersiapkan dan melengkapi
kurangnya sumber daya manusia untuk memenuhi
kebutuhan organisasi. Perlunya reward and
punishment terhadap anggota/staf sebagai bawahan.
Munculnya aneka perilaku curang dan kebiasaan
suap di tubuh pejabat Negara/PNS juga merupakan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

implikasi dari minimnya kesejahteraan dan


penghargaan, terutama para personil Anggota di
level bawah. Dana operasional dan kesejahteraan
personil (termasuk polisi) yang menjadi minim
disinyalir (di level bawahan) sebagai pemicu yang
membuat polisi cenderung kompromis dan tebang
pilih ketika menghadapi kejahatan.
Mencermati penegakan hukum yang demikian itu,
menurut Satjipto Rahardjo, dapat saja didorong
masuk ke jalur lambat, dan dalam keadaan yang
serba lambat seperti itu memberikan ruang yang luas
untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan
kelompok dan sekaligus menjadi lahan bisnis yang
subur bagi kalangan tertentu. Keadaan seperti itu tak
mustahil memunculkan pertanyaan dari masyarakat,
bahwa apakah hukum kita ini memang diarahkan
untuk menghasilkan keadilan ataukah sedang bekerja
untuk menutup-nutupi sesuatu (cover-up)?:99
5. Teori Manajemen
Untuk memperoleh manfaat dari peluang yang
diberikan oleh jenis organisasi baru, diperlukan
manajemen sumber daya manusia (SDM) yang lebih
terpadu, yaitu manajemen yang didasarkan pada
pengertian yang jelas mengenai kompetensi yang
diperlukan agar berhasil dalam peran. Menurut Alain
Mitrani kompetensi atau kemampuan adalah suatu sifat
dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan

99
Satjipto Rahardjo dalam Karolus Kopong Medan dan Frans J. Rengka
(Ed), Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2003, halaman 173-177 & 168-172.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau


sangat berhasil. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan) sesuatu.
Kepemimpinan (stakeholders) pada satuan kerja
adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian
tujuan (Rauch and Behling, 1984 : 46). Adapun menurut
Jacobs and Jacques (1990 : 281) kepemimpinan
(stakeholders) adalah sebuah proses memberi arti
(pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan
yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha
yang diinginkan untuk mencapai sasaran. Sementara itu
Hamhiel dan Coons berpendapat, pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok tanpa
mengindahkan bentuk alasannya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa kompetensi kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk menggerakkan/
memberdayakan sumber daya manusia dan sumber daya
lain dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu secara efektif.
Manajemen merupakan suatu konsep, pemikiran
atau ilmu dan seni mengelola organisasi agar yang
dicita-citakan berupa visi, misi, tujuan, sasaran, kinerja
yang diinginkan sekelompok orang atau organisasi
menjadi kenyataan atau terpenuhi. Salah satu unsur
sangat penting konsep manajemen adalah
kepemimpinan, dan dalam kepemimpinan
(stakeholders) pada satuan kerja dalam pengambilan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

keputusan merupakan salah satu peran utama


pimpinan100.
Beberapa pendapat mengenai manajemen publik
sebagaimana yang diutarakan oleh Jim Stewart (1997 :
10) manajemen adalah proses menyetujui dan mencapai
sasaransasaran organisasi. Sementara itu Harold Koontz
dan Cyril O Donnel mengemukakan bahwa manajemen
merupakan suatu cara mencapai tujuan melalui orang
lain.
Dalam konsep manajemen modern pengambilan
keputusan merupakan hasil pemikiran yang logis, yakni
ber dasarkan fakta, data, dan informasi yang lengkap.
Pengambilan keputusan merupakan hasil pemikiran
analisis yakni berdasarkan informasi yang lengkap atau
komprehensip.
Manajerial merupakan kata sifat dari manajemen.
Menurut George Terry, manajemen adalah mencapai
tujuan yang telah direncanakan dengan usaha bersama.
Luther Gulick dalam Lembaga Administrasi Negara
(2008) mengemukakan fungsi-fungsi manajemen yaitu :
a. Planning (perencanaan), yaitu merumuskan sasaran
yang akan datang dan langkah-langkah untuk men
capainya.
b. Organizing (pengorganisasian), yaitu
mengelompokkan kegiatan penugasan dan
kewenangan yang diperlukan untuk pelaksanaan
kegiatan.

100
Philip Kotler, 2000, Manajemen Pemasaran, Pearson Education Asia,
Prenhallindo, Edisi Milenium, Jakarta : 263 Perusahaan itu harus selalu
waspada. Suatu inovasi produk mungkin muncul dan menyulitkan
sipemimpin.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

c. Directing (pengarahan), yaitu mengarahkan dan


menempatkan sumberdaya manusia menuju
pencapaian sasaran.
d. Staffi ng (penyusunan staf), yaitu menentukan
kebutuhan sumber daya manusia, rekruitmen,
seleksi, pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia.
e. Coordination (koordinasi), yaitu tindakan konsultasi
guna mendapatkan bantuan personil, sarana, dan
prasarana yang dibutuhkan.
f. Reporting (pelaporan), yaitu sarana komunikasi
bawahan dengan atasan, dimana melalui laporan
bawahan dapat mengemukakan gagasan, ide-ide
untuk memajukan organisasi. Selain itu laporan juga
berfungsi sebagai media menyampaikan
akuntabilitas kinerja instansi atau unit kerja atau
bidang fungsional kepada atasan.
g. Budgeting (penganggaran), yaitu mengupayakan
dana untuk mencapai sasaran.
Sementara dilihat dari aspek peran, manajemen
mempunyai peran hubungan antar manusia, peran
penyampaian informasi, dan peran pengambilan
keputusan. Kom petensi manajerial adalah kompetensi
yang berhubungan dengan berbagai kemampuan
manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas-
tugas organisasi.
Untuk menjamin citra kepemimpinan polisi di mata
masyarakat khususnya citra Strive For Excelent
memotivasi polisi dalam berubah menuju
profesionalisme dan kemandirian yang tangguh. POLRI
perlu terus menerus memperbaiki pelayanannya menuju
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kepada pengakuan oleh masyarakat bahwa polisi


mempunyai mekanisme perbaikan pelayanan yang terus
menerus, POLRI perlu menunjukkan kepada masyarakat
tentang standar pelayanan, quality manajemen sistem
dan quality asurance, profesional dan mandiri.
6. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari
dalam diri dan merupakan buah dari keputusan
seseorang untuk menjadi pemimpin yang baik bagi
dirinya sendiri, bagi lingkungan pekerjaanya maupun
bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negara.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menjalankan kepemimpinan :
a. Kepemimpinan melibatkan orang lain. Tanpa ada
pengikut maka kualitas kepemimpinan seorang
pemimpin akan siasia.
b. Kepemimpinan berada dalam situasi organisasi yang
tidak hampa. Oleh karena itu variabel terpenting lain
dari kepemimpinan adalah situasi dan kondisi.
c. Kepemimpinan melibatkan suatu distribusi
kekuasaan yang tidak sama antara pimpinan dengan
para anggotanya.
d. Kepemimpinan memiliki kemampuan untuk
memakai bentuk-bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi perilaku anggota organisasi.
e. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi yang
cukup, integritas moral dan etika pribadi yang tinggi.
7. Nilai-Nilai Kepemimpinan
a. Visioner.
b. Kebersamaan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

c. Komitmen.
d. Inovatif.
e. Iman dan Taqwa.
8. Tugas-Tugas Baru Pemimpin
Peter M Senge mengembangkan tugas-tugas baru
pemimpin sebagai berikut :
a. Mampu memainkan peran baru (New Roles).
Peran baru seorang pemimpin mencakup peran
sebagai perancang (designer), sebagai guru
(teacher), dan sebagai pelayan (steward).
Sebagai designer, pemimpin yang baik adalah
mereka yang mampu merumuskan visi, misi, nilai-
nilai dan tujuan organisasi dengan semaksimal
mungkin memberi peluang kepada orang-orang yang
berada didala Wawasan m organisasi yang
bersangkutan untuk berperan serta. Selanjutnya
mampu merumuskan kebijakan, strategi dan struktur
pelaksanaan kegiatan-kegiatan organisasi dalam
upaya mencapai tujuan bersama.
Sebagai guru (teacher), seorang pemimpin harus
mampu membangkitkan organisasi pembelajaran
yaitu mereka yang membantu orang-orang didalam
organisasi untuk memahami realitas yang ada. Dalam
hal ini peran sebagai guru juga diartikan dapat
mendorong anak buahnya untuk mewujudkan mental
model mereka agar organisasi dapat memiliki
asumsi/ persepsi yang sama terhadap masalah yang
dihadapi.
Sebagai pelayan (steward) seorang pemimpin yang
baik harus mampu menempatkan dirinya sebagai
pelayan stafnya, pelayan pelanggan dan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

pembimbing/pembantu anak buahnya agar


memahami tujuan organisasi yang lebih besar.
b. Memiliki ketrampilan baru (New Skills).
Pemimpin yang sukses membangun organisasi
pembelajar adalah mereka yang mampu membentuk,
membangun, menyatukan visi bersama (shared
vision) memunculkan kepermukaan mental model
stafnya dan menganalisanya serta mendorong kearah
pemahaman yang sama mengenai masalah/tantangan
yang dihadapi organisasi.
c. Mampu mengaplikasikan sarana-sarana baru (New
Tools).
Kemampuan-kemampuan tersebut diatas menuntut
sarana-sarana baru yakni sarana yang akan memacu
kemampuan konsepsional pemimpin dan
memperkuat komunikasi serta semangat
kebersamaan. Sarana-sarana tersebut dapat berupa
“archetype” dan “mapping” permasalahan yang
dihadapi untuk menemukan akar permasalahan.
Menurut Boyatzis, kompetensi berupa suatu motif, sifat,
ketrampilan, aspek self image seseorang atau peran
sosial, ataupun suatu pengetahuan yang digunakan oleh
seseorang.
Kompetensi ini menurut Rotwel dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu :
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu
kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas
pokok organisasi.
2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence)
adalah kompetensi yang berhubungan dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan


dalam menangani tugas-tugas organisasi.
3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu
kemampuan melakukan komunikasi yang dibutuhkan
oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya.
4. KompetensiIntelektual/Stratejik
(Intelectual/Strategic Competence) yaitu kemampuan
untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke
depan.
Untuk itu, dalam awal kepemimpinan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Pimpinan Negara
dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah
membentuk Tim Pemburu Tindak Pidana Korupsi
menurunkan Tim ke 5 (lima) negara Singapura, Amerika
serikat, Hongkong, China dan Australia. Dan
Pemerintah Indonesia mengadakan pendekatan
komparatif dengan negara lain seperti Hongkong
melalui Independence Commition Anti Corruption,
Malaysia dengan Anti Corruption Agency, Singapura
dengan Singapore‟s Corruption Prevention and
Investigation Bureau, dan Muang Thai melalui
Thailand‟s National Counter Corruption Commition.
Setelah Megawati digantikan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), melalui program 100 hari
pemerintahannya pun ditandai dengan pembentukan
Tim Pemburu Koruptor yang bertugas memburu
terpidana dan tersangka kasus korupsi yang melarikan
diri keluar negeri. Meskipun belum terlihat hasil yang
memadai, Tim Pemburu Koruptor ini sudah menurunkan
tim ke lima negara, yaitu Singapura, Amerika Serikat,
Hongkong, Cina dan Australia. Selain itu, Tim ini telah
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mengidentifi kasi jumlah aset yang terparkir di luar


negeri sebanyak Rp 6-7 triliun. Untuk memaksimalkan
kerja tim ini, maka pemerintah Indonesia telah
melakukan pendekatan komparatif dengan negara lain,
seperti dengan Hongkong melalui Independence
Commission Anti Corruption, Malaysia dengan Anti
Corruption Agency, Singapura dengan Singapore‟s
Corruption Prevention and Investigation Bureau, dan
Muangthai melalui Thailand‟s National Counter
Corruption Commission. 101
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai
atasan langsung Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Kejaksaan Agung, sejak awal memangku
jabatannya pada periode kedua tahun 2009, memastikan
berdiri di barisan terdepan dalam pemberantasan
korupsi. Selain dijalankan Kejaksaan, kebijakan
Presiden itu dapat diwujudkan oleh Kepolisian. Apalagi
di dalam penanganan Korupsi POLRI yang berdiri di
depan Garda Sistem Peradilan Pidana, sejak
penyelidikan dapat menangani kasus Korupsi, seperti
Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tim
pemberantasan korupsi yang terakhir dibentuk oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005
pada tanggal 2 Mei 2005. adalah Tim Koordinasi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).
Tidak lama setelah berdiri, tim ini sudah disibukkan
dengan penyelesaian kasus korupsi yang terjadi di 16

101
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Pembalikan Beban PembuktianJakarta:
Prof. Oemar Seno Adji, SH & Rekan, 2006, 5.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 4 Departemen, 3


Perusahaan Swasta, dan sejumlah koruptor yang
melarikan diri102.
Untuk itu upaya penyidikan POLRI, terus
mengintensifkan penyidikan semua perkara korupsi baik
ditingkat nasional maupun daerah, termasuk kasus-kasus
yang menimbulkan kerugian besar seperti; Illegal
Logging, Illegal Minning, Illegal Fishing,
Penyelundupan BBM,
Korupsi dilingkungan BUMN dan Penindakan
Korupsi/Penyimpangan pada sektor Pendapatan Negara,
termasuk sektor Pajak. Tim pemberantasan korupsi yang
terakhir dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 11 Tahun 2005 adalah Tim Koordinasi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).
Untuk memaksimalkan kerja tim ini, maka pemerintah
Indonesia telah melakukan pendekatan komparatif

102
Kompas, Selasa, 21 Desember 2010, Politik dan Hukum, kolom 5;
Laporan akhir tahun Bidang Politik dan Hukum, Kejaksaan dan Wajah
Penegak Hukum, harus diakui citra penegak hukum di negeri ini, sampai
tahun 2010 belum sepenuhnya membaik; Ada dua tugas utama dari tim
yang diketuai oleh Hendarman Supandji yang juga Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, yakni (1)
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan
ketentuan hukum acara yang berlaku terhadap kasus dan/atau indikasi
tindak pidana korupsi; dan (2) mencari dan menangkap pelaku yang
diduga keras melakukan tindak pidana serta menelusuri asetnya dalam
rangka pengembalian keuangan secara optimal. Masa tugas Tim yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden ini terdiri dari 48 orang
anggota dan berasal dari unsur kepolisian, kejaksaan dan BPKP adalah
dua tahun dan dapat diperpanjang (Kf. Emerson Yudho, Op Cit, 2005,
halaman 6-7).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dengan negara lain, seperti dengan Hongkong melalui


Independence Commission Anti Corruption, Malaysia
dengan Anti Corruption Agency, Singapura dengan
Singapore‟s Corruption Prevention and Investigation
Bureau, dan Muangthai melalui Thailand‟s National
Counter Corruption Commission.
Gambaran sepintas di atas hanyalah sedikit dari
sekian banyak kasus korupsi yang ditangani oleh POLRI
selama ini. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan
2005 saja, kasus korupsi yang dilaporkan/diadukan ke
POLRI sebanyak 1747 kasus. Dari jumlah kasus
tersebut, sebanyak 998 kasus sedang dalam proses
penyidikan, 94 kasus di-SP3-kan atau dihentikan
penyidikannya karena tidak cukup bukti untuk dijadikan
perkara pidana, 644 kasus P21 atau berkas
penyidikannya sudah lengkap siap dilimpahkan ke Jaksa
Penuntut Umum, dan 24 kasus sudah dilimpahkan Jaksa
Penuntut Umum untuk disidangkan. Seluruh kasus
korupsi tersebut telah menimbulkan kerugian negara
sebesar Rp 12. 447. 385. 702. 163, dan baru bisa
diselamatkan atau dikembalikan sebesar Rp 1. 450. 570.
876. 082. Kasus-kasus korupsi tersebut menyebar
hampir di seluruh wilayah provinsi di Indonesia,
termasuk di Provinsi Jawa Tengah selama rentang
waktu 2002-2006.
Berbagai kebijakan strategis penanggulangan
tindak pidana korupsi yang dikeluarkan oleh Pimpinan
POLRI tersebut, kemudian dirumuskan dan
diaplikasikan dalam berbagai bentuk aktivitas, antara
lain: (1) melakukan penyidikan menurut ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku, penuh rasa keadilan,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

menjunjung tinggi HAM, dan bebas dari intervensi oleh


pihak-pihak tertentu; (2) penyidikan dilakukan secara
berjenjang: pada tingkat Mabes POLRI oleh Direktorat
III, pada Tingkat Polda Metro Jaya/Polda lain oleh
satuan TIPIKOR Direktorat Reskrimsus,
sedangkanuntuk Polres/Polresta/Polrestabes oleh
bagian/Sat Reskrim.
Penyidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Ketua DPRD
Kota/Kabupaten, dilakukan oleh Polda atau Polwil,
sedangkan penyidikan korupsi yang melibatkan
Gubernur/Wakil Gubernur/Ketua DPRD Provinsi
dilakukan oleh Mabes POLRI; (4) mengintensifkan
penyidikan ditingkat nasional maupun daerah, termasuk
kasus – kasus yang menimbulkan kerugian besar seperti;
illegal logging, ilegal minning,ilegal fishing,
penyelundupan BBM, dan lain sebagainya; dan (5)
penyidikan berpegang pada prinsip penegakan hukum
dan pengembalian kerugian negara.

F. Persoalan Sumberdaya Manusia (SDM)


1. SDM POLRI yang Belum Memadai
Tidak dilaksanakannya pembangunan karakter dan
pembinaan karier bagi anggota POLRI didasarkan pada
“standar parameter”kepada morit system and
achievement yang dilaksanakan secara obyektif, adil,
dan konsistens sesuai dengan ketentuan, dengan
memperhatikan penilaian aspek moral/mental
kepribadian, kemampuan, prestasi kinerja, pendidikan
serta aspek senioritas tetapi tidak mengorbankan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kualitas yang realisasinya diwujudkan sistem penilaian


personel berdasarkan kompetensi. Terhadap tugas pokok
POLRI, ukuran prestasi kinerja, serta dewan kebijakan
karir, sehingga berdampak, sebagai berikut:
a. Bahwa masih banyak faktor penyebab masyarakat
tidak percaya terhadap polisi baik sebagai individu
(oknum), kelompok (semua polisi), kelembagaan
(penampilannya) maupun penggelaran institusinya
(tidak dapat memberikan rasa aman). Gambaran
krisis kepercayaan terhadap POLRI antara lain:
1) Saat ini masyarakat yang tidak takut melanggar
peraturan (85/delapan puluh lima Kantor Polisi
dirusak masa di Tahun 2012 Desember 28)103 ;
2) Masyarakat mengembangkan slogan-slogan yang
melecehkan Polisi.
3) Masyarakat menganggap kewibawaan POLRI
hanya pada senjata dan wewenang formalnya
saja.
4) Bagi masyarakat yang banyak uang menganggap
Polisi tidak ada wibawa sama sekali dan dapat
dikendalikan.
5) Di era kebebasan pers penyelewengan POLRI
semakin terbuka dan citra POLRI semakin
terpuruk.

103
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Suara Merdeka
31 Desember 2012, Jakarta, halaman 2 masih memberikan rapor merah
dalam kinerjanya selama 2012. Dikatakan S Pane indikator tersebut
ditandai lebih 20 (dua puluh) polisi gugur dalam menjalankan tugas, 67
orang lainnya dikeroyok massa karena sewenang-wenang menangkap
warga. Dilain peristiwa ada salah tembak yang menewaskan 17 (tujuh
belas) orang, 85 kantor polisi dirusak massa, dan 93 (Sembilan puluh
tiga) tahanan kabur.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

b. Keikutsertaan Polisi dalam permainan dari


kepentingan kekuasaan, akhirnya bermuara pada
praktik korupsi di kalangan Polisi sendiri; mulai dari
amplop untuk masuk pendidikan Polisi, setoranke
atasan, perlindungan pada perjudian, terlibat
narkoba, penjualan senjata gelap. Belakangan ini
masyarakat sudah berani buka mulut tentang
sinyalemen perilaku Polisi. Namun patut dihargai,
bahwa Polisi mencari hikmah dari kasus-kasus
tersebut.
2. Sarana dan Prasarana Organisasi
a. Pada hakekatnya organisasi POLRI adalah sebagai
sarana dan prasarana organisasi jasa/pelayanan dan
sekaligus sebagai organisasi kekuasaan (power) oleh
karena itu dalam pelaksanaan tugasnya harus
memenuhi standar-standar hukum, profesional, dan
proporsional walaupun terdapat keterbatasan-
keterbatasan sumber daya (Infrastruktur, personel,
matfasjas, anggaran).
b. Sejak era orde baru bergulir, salah satu reformasi
yang terpenting adalah pengurangan atau bahkan
peniadaan peran politik dari lembaga-lembaga yang
bertanggung jawab pada pertahanan, keamanan,
ketertiban. Baik TNI maupun POLRI diharapkan
tidak terlibat dalam permainan politik atau netralitas
dari keterlibatan berbagai kepentingan politik
sehingga kedua lembaga terhindar dari confl ict of
interest.
c. Bahwa diberbagai belahan dunia telah mulai
dikembangkan sistem operasi kepolisian dengan
penerapan “Penegakan Keadilan Masyarakat”dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

sebutan restotarive community justiceyang


menekankan aspek keadilan sebagai motivasi
memecahkan masalah kejahatan, pencapaian
keamanan dan ketertiban masyarakat, sekaligus
menunjang kehidupan demokrasi.
d. Pendekatan penerapan keadilan ini secara integral
mempunyai 4 (empat) tujuan yaitu:
1) Menciptakan sistem untuk pencegahan dan
penurunan tindak kriminal.
2) Penanaman nilai dan norma keadilan dan cinta
hukum di masyarakat.
3) Pencegahan penyebaran tindak kejahatan,
4) Partisipasi masyarakat secara luas dalam
memelihara rasa aman
5) Keempat proses tersebut diatas sebagai proses
yang secara berkesinambungan.
3. Kesejahteraan
a. Maka dapat dikatakan Polisi mempunyai tantangan
yang berat dari KE-PEK-KAN (Keterlibatan
Permainan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang
memancing Polisi terlibat dalam kekerasan dan
represif, maka hal itu akan menghancurkan
komitmen Polisi tentang profesionalisme dalam
rangka penegakan hukum dan ketertiban.
b. Bahwa partisipasi masyarakat merupakan strategi
utama dalam menjaga ketertiban dan keamanan
lingkungannya dengan mengupayakan pembangunan
sistem atau jaringan kebersamaan antara petugas
polisi dengan masyarakat.
c. Strategi Restorative Justice (pemulihan Keadilan)
dapat meningkatkan trust karena menunjukkan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

bahwa POLRI bertindak sebagai fasilitator, bukan


hanya “penghukum” (penegak hukum) yang
menjuru represive melainkan, dan terutama POLRI
mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan
hukum) bagi penanggulangan kejahatan yang
sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan
polisi berperan sebagai pihak ketiga yang
menghasilkan win- win solusition.
d. Pembinaan karier anggota POLRI didasarkan dengan
“standar parameter”kepada morit system and
achievement yang dilaksanakan secara obyektif,
adil, dan konsistens sesuai dengan ketentuan, dan
memperhatikan penilaian aspek moral/mental
kepribadian, serta kemampuan, prestasi kinerja.
Bahwa keamanan dalam negeri melalui upaya
penyelenggaraan fungsi kepolisianmeliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia selaku alat Negara yang
dibantu masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, demi tercapainya pembangunan Nasional.
Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama
mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil,
makmur, sejahtera lahir dan batin, “tata tenterem kerta
raharja”. Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar RI 1945.
Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri
melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian agar
pembangunan nasional berjalan efektif, efisien
diperlukan perencanaan pembangunan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

KepolisianNegara Republik Indonesia melalui Grand


Strategi POLRI tahun 2005- 2025.
Bahwa Grand Strategi POLRI dalam rangka
memantapkan kemandirian POLRI sebagaimana
dirumuskan dalam buku biru POLRI tentang reformasi
POLRI, maka melalui rancangan paradigma baru
kepolisian, POLRI telah mencanangkan reformasi
secara gradual yang meliputi reformasi instrumental,
struktural, dan kultural.

G. Strategi Implementasi Penyidikan Tipikor Oleh POLRI


Reformasi kultural dalam menghadapi masa depan
yang makin kompleks dengan tuntutan masyarakat yang
makin ketat, maka POLRI telahmereformasi pola kerja dan
perilaku para anggota polisi berdasarkan Pasal 11 ayat (1)
huruf e PERKAP nomor 8 tahun 2009 tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia
dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia “Setiap petugas/anggota POLRI dilarang
melakukan korupsi dan menerima suap”. POLRI
berdasarkan nilai-nilai dibawah, ini sebagai landasan
berpijak bagi implementasi visi dan misi, yaitu sebagai
berikut :
1. Keunggulan (excellence) orientasi pada prestasi
(achievement), dedikasi kejujuran (honesty), dan
kreativitas.
2. Integritas (integrity) orientasi pada komitmen
menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral (ethic
values and morality).
3. Akuntabilitas(accountable) berorientasi pada sistem
yang traceable (dapat ditelusuri jalurnya yang logis) dan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

auditable (dapat diaudit dan diperbaiki), mulai dari


tingkat individu sampai institusi POLRI.
4. Transparansi orientasi pada keterbukaan (openness),
kepercayaan (trust), menghargai keragaman dan
perbedaan (diversity) serta tidak diskriminatif.
5. Keberlanjutan orientasi kepada perbaikan secara terus
menerus dan masa depan.
Nilai-nilai tersebut diatas menjadi tanggungjawab
dimulai dari keteladanan pemimpin sampai pada para
anggota Polisi di lapangan untuk mewujudkannya dalam
kegiatan organisasi maupun pelayanan kepada masyarakat
sebagaimana dicanangkan pada Renstra POLRI 2005-2025.
Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan
dan ketertiban masyarakat, POLRI harus mampu
beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Di tengah
dinamika yang begitu pesat POLRI menghadapi tantangan
yang semakin berat dan komplek yang pada akhirnya
memperluas bentang tugas menjaga kehormatan harga diri
bangsa bernegara.
Dalam menghadapi perubahan yang cepat, POLRI
harus memiliki pandangan kedepan yang mampu
membimbing dan memberikan arah pengembangan dan
kemajuan yang lebih tinggi dibanding dengan intensitas
permasalahan yang dihadapi.
Sebagai pedoman kedepan telah dirumuskan Visi dan
Misi POLRI sebagai berikut :
1. Visi POLRI
a. POLRI menjadi orang yang berdedikasi penuh pada
rakyat berlandaskan demokrasi.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

b. Proaktif dalam mewujudkan masyarakat yang


menjunjung tinggi hukum dan rasa keadilan, serta
hak asasi manusia.
c. Polisi yang netral, profesional, dan akuntabel dalam
pelayanan, pencegahan kejahatan, penegakan
hukum dan penciptaan rasa aman dan bebas dari
intervensi/ rasa takut yang meluas di masyarakat
sehingga dicintai secara nasional dan diakui secara
internasional.
d. Mewujudkan kemandirian Kepolisian Republik
Indonesia yang mandiri, terbuka, bermoral serta
memiliki kredibilitas dan kompetensi yang unggul
dalam setiap perubahan lingkungan.
Hal tersebut juga untuk terwujudnya Postur POLRI
yang profesional, bermoral, berkarakter modern sebagai
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang
terpercaya dalam menegakkan hukum dan memelihara
keamanan dalam Negeri.

2. Misi POLRI
a. Mengutamakan peran perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat guna mewujudkan
rasa aman masyarakat (public safety)
b. Proaktif melaksanakan pencegahan kejahatan dan
pelanggaran dengan mengefektifkan community
policing guna peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat (crime prevention)
c. Menegakkan hukum secara profesional dengan
menjunjung tinggi supremasi hukum, HAM,
keadilan, dan kepastian hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

d. Meningkatkan kerjasama dengan TNI, instansi


lembaga dalam dan luar negeri dalam rangka
memulihkan keamanan dalam negeri.
e. Membangun kelembagaan POLRI serta mengelola
sumber daya secara efektif dan efesien guna
kelancaran pelaksanaan tugas.
f. Membangun mobilitas teknologi yang memadai guna
penanggulangan kejahatan dengan dinamikanya.
g. Menegakkan hukum secara profesional, obyektif,
proporsional, transparan, dan akuntabel untuk
menjamin kepastian berdasarkan hukum dan rasa
keadilan.
h. Mengelola secara profesional, transparan, akuntabel
dan modern seluruh sumber daya POLRI guna
mendukung operasional tugas POLRI.
i. Melaksanakan kerjasama kepolisian internasional.
3. Tujuan Strategi POLRI
a. Menerapkan good governance dengan
memberdayakan Komisi Kepolisian Nasional yang
independen.
b. Lebih meningkatkan keamanan dan ketertiban
umum, untuk memungkinkan masyarakat
mempunyai kepercayaan dan kemampuan turut
mengambil bagian dalam mendukung operasi
kepolisian.
c. Membangun kepercayaan (trust) dari masyarakat
sebagai organisasi yang peduli dan kredibel, mampu
membangun kerjasama (partnership & networking)
dengan stakeholders pada satuan kerja dalam
menciptakan rasa aman, dan mulai membangun
kesempurnaan (strive for excellence) agar semakin
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

tangguh menghadapai kompleksitas kejahatan,


minimal setara dengan kepolisian negara-negara
Asia Pasifik.
d. Memperluas kepercayaan berbagai lapisan
masyarakat terhadap POLRI.
e. Menuntaskan restrukturisasi organisasi POLRI yang
makin ramping di tingkat atas, penguatan tingkat
menengah pada Polda,serta makin efisien dan efektif
pada pemberdayaan pelayanan di bawah pada tingkat
Polres dan Polsek, termasuk penguatan Polda-Polda
tertentu yang merupakan konsentrasi kekuatan di
wilayah barat, tengah dan timur.
f. Membangun sistem intelijen nasional untuk memberi
arah strategi pengendalian kejahatan dan ketidak
tertiban, serta terpadu dengan instansi eksternal dan
organisasi Kepolisian negara sahabat.
4. Sasaran
Mengimplementasikan “best practices” manajemen
Kepolisian yang profesional melalui :
a. Manajemen administrasi, keuangan dan anggaran
yang akuntabel, efisien dan lancar.
b. Manajemen sumber daya manusia POLRI yang
mahir, terpuji dan patuh hukum.
c. Meningkatkan kapabilitas dan mutu pelayanan pada
semua dimensi misi POLRI.
d. Membangun Polisi yang dipercaya masyarakat :
1) Mengetengahkan POLRI sebagai institusi sipil,
yang memiliki jajaran Polisi yang
memperlihatkan keteladanan warga negara,
berintegritas, profesional, akrab dan tegas serta
patuh hukum dalam menegakkan hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

2) Mengembangkan sistem komunikasi semua


jajaran kerja POLRI, dengan didukung teknologi
komunikasi; mulai dari kecepatan respon,
komunikasi persuasive, sampai pada
pengendalian peristiwa kejahatan, diimbangi
dengan pelayanan perlindungan dan
pengayoman.
3) Penanggulangan berbagai kejahatan dengan
strategi terpadu berbasis sistem intelijen terkini.
4) Mempersempit ruang gerak kejahatan trans
nasional dan kejahatan terorganisir.
5) Memfokuskan efektivitas penanggulangan
kejahatan berat yang paling menyentuh
kepentingan masyarakat, minimal perampokan di
tempat umum/pemukiman, pencurian kendaraan
dan NAPZA.
6) Mendekatkan pelayan POLRI kepada warga
masyarakat sebagai nilai utama.
7) Memberikan respon cepat berstandar (10
menit sampai di TKP) terhadap setiap
panggilan bantuan dari masyarakat.
e. Kerjasama dengan institusi penegak hukum dari
departemen yang membawahi PPNS, Pemda serta
kelompok masyarakat peduli hukum :
1) Merumuskan pedoman pemahaman masyarakat
patuh atau tertib hukum, hak dan kewajiban
dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
2) Mensosialisasikan semangat patuh hukum pada
masyarakat melalui keteladanan.
f. Terwujudnya Penegakan Keadilan Masyarakat,
terutama memiliki strategi pencegahan tindak
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kriminal, penerapan yang konsisten pada prosedur


penanganan pelaku tindak criminal sesuai hukum
dan hak asasi manusia, serta memberdayakan
pranata sosial masyarakat.
g. Terwujudnya 7 dimensi pelayanan masyarakat yang
mencakup (1) berkomunikasi berbasis kepedulian,
(2) cepat tanggap, (3) kemudahan pemberian
informasi, (4) prosedur yang efi sien dan efektif, (5)
biaya yang formal dan wajar, (6) kemudahan
penyelesaian urusan, (7) lingkungan fi sik tempat
kerja yang kondusif, sehingga pembangunan
Nasional dapat tercapai berjalan sesuai rencana.
5. Strategi POLRI
Selaku penanggung jawab bidang keamanan dalam
negeri, Strategi dimaksud adalah langkah-langkah
mencapai tujuan pembangunan nasional, dengan strategi
meliputi :
a. Memiliki rencana strategi dan operasionalisasi
membangun kepercayaan terpadu yang mencakup :
Menanamkan Kepercayaan (Trust Building) dengan
khalayak publik; Memperluas kemitraan
(Partnership dan Networking) secara bertahap
dengan masyarakat; Meningkatkan Kesempurnaan
(Strive for Excellence) dalam setiap kegiatan Polisi,
dan menghindarkan kompromi atau suboptimalisasi
kinerja.
b. Membangun kapasitas (Capasity Building) POLRI
sebagai daya dukung yang handal pada setiap
pelayanan para anggota Polisi, mulai dari nilai-nilai,
budaya, pengetahuan, keterampilan, kesejahteraan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

SDM, teknologi kepolisian; dengan prioritas


penyempurnaan efektivitas Postur POLRI:
1) Tingkat Mabes POLRI:
Mabes POLRI berkedudukan sebagai perumus
kebijakan politik strategi keamanan mengikat
seluruh jajaran POLRI termasuk kehandalan
kesatuan pelaksana utama, yaitu:
a) Evaluasi dan pengembangan spesialisasi
kehandalan kekuatan pelaksana utama Mabes
POLRI, seperti Reskrim, Intelkam, Babinkam
dan Brimob.
b) Pemberdayaan kapabilitas dan program
kegiatan Pelaksana Pusat Pembinaan
(LAKPUS BIN) dan operasional (LAKPUS
OPS); dalam rangka transnasional maupun
back up operasional kewilayahan dalam
menghadapi skala kontijensi.
2) Tingkat Polda
Polda berkedudukan sebagai Kesatuan Induk
Penuh (KIP) di wilayah hukumnya bertanggung
jawab atas :
a) Merumuskan kebijakan yang bersifat strategis
di wilayahnya.
b) Penyelenggaraan keamanan dan tindakan
Polisional di wilayah hukumnya, dengan
memperhatikan sistem otonomi daerah yang
berlaku.
c) Pembinaan kelembagaan Kepolisian sebagai
jabaran dari politik strategi keamanan yang
telah ditetapkan Mabes POLRI.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

d) Penempatan anggota pada satuan di bawahnya


berprinsip pada local by for local job.
e) Tingkat Polres
Polres berkedudukan sebagai Kesatuan
Operasional Dasar (KOD) sebagai pelaksana
utama Polda mengemban dan melaksanakan
semua fungsi operasional dan fungsi
manajemen Kepolisian bagi terselenggaranya
keamanan di wilayah hukumnya.
f) Tingkat Polsek
Polsek adalah ujung tombak operasional
Kepolisian terdepan yang melaksanakan dan
memberikan pelayanan Kepolisian kepada
masyarakat, secara terus menerus sepanjang
waktu.
g) Mewujudkan keteladanan sebagai pemimpin
(dilingkungannya) yang responsive dan adaptif
dari Pati, Pamen, Pama sampai Brigadir sesuai
dengan peningkatan kualitas standar operasi
yang ditetapkan Mabes POLRI dan
berdasarkan kebutuhan di kewilayahannya.

6. Kebijakan POLRI
a. Memperkuat lapis depan pelayanan POLRI dan
menampilkan budaya pelayanan simpatik, serta
menyusun sistem pendidikan masyarakat yang patuh
hukum pada tahun 2005.
b. Membangun kekuatan fungsi lini dan
mengembangkan alih teknologi serta alih
keterampilan dari komponen Kepolisian
regional/Internasional (TIPIKOR), dan memulai
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

penyelenggaraan pendidikan masyarakat patuh


hukum pada tahun 2007.
c. Membangun kekuatan bantuan teknis POLRI dan
teknologi Kepolisian untuk fungsi-fungsi lini pada
tahun 2007.
d. Mengembangkan manajemen teknologi kepolisian
dan dengan melakukan perencanaan teknologi
informasi dari tingkat Mabes sampai Polsek.
e. Menciptakan kapabilitas personel POLRI dengan
melengkapi teknologi dasar strategis terintegrasi,
Teknologi transportasi, Teknologi informasi dan
komunikasi (ICT), forensik dan biometric serta
integrasi bertahap dari tak terintegrasi (Level 3), ke
Integrasi sebagian (Level 2), ke integrasi Penuh
(Level).
f. Membangun POLRI sebagai kekuatan inti keamanan
didukung komponen masyarakat dan negara serta
memberdayakan tata hukum dalam rangka supremasi
hukum, pada tahun 2008.
g. Membangun POLRI sebagai pilar penegakan hukum
terdepan didukung komponen masyarakat dan
aparatur penegakan hukum, dari tahun 2010,
sehingga pembangunan Nasional dapat tercapai
berjalan sesuai rencana.

H. Strategi Dalam Penegakan Hukum Yang Demokratis


Dan Menghormati HAM
Bahwa untuk mewujudkan upaya pembaharuan hukum
nasional Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Untuk menegakkan hukum dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

menghormati hak asasi manusia, antara lain perlu


diterapkan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Bahwa penerapan hukum acara pidana
nasional tersebut harus disesuaikan dengan politik hukum,
keadaan, dan perkembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Bahwa, POLRI dalam menyelesaikan proses perkara
pidana, untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan
supaya dapat diajukan ke Jaksa Penuntut Umum hingga
dapat diajukan kesidang pengadilan pidana, harus tersedia
minimal dua “Alat bukti yang Cukup” dan “barang bukti”,
untuk diajukan secara berbarengan (menjadi satu Berkas
Perkara) guna memenuhi pembuktian.
Terhadap “barang bukti” yang dikenakan penyitaan,
tetapi tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian atau
sudah tidak diperlukan untuk penyidikan atau penuntutan
disidang pengadilan, maka barang bukti tersebut harus
dikembalikan kepada yang berhak. Pasal 46 ayat (1)
KUHAP jo Pasal 194 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP104.

104
Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada
mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka
yang berhak. Dan penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai
sesuatu syarat apapun (gratis) kecuali dalam hal putusan pengadilan
belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal tersebut disampaikan
Kombes Naufal, (14/1/2013: 2), Suara Merdeka, Semarang, Direktur
Lalu Lintas Polda Jateng menerangkan, bahwa pengambilan barang bukti
kendaraan baik sepeda motor, mobil, atau jenis lain, tidak dipungut biaya,
alias gratis. Jika ada kecelakaan, korbannya menderita luka ringan saja,
polisi sebenarnya tidak berhakmelakukan penyitaan. Tetapi apabila
korbannya menderita luka berat atau meningal dunia, polisi berhak
melakukan penyitaan kendaraan sebagai barang bukti.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

1. Strategi Penegakan Hukum Yang Demokratis Dan


Menghormati HAM
Pada pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri,
Jaksa Penuntut Umum (JPU) melimpahkan perkara
berdasarkan berkas perkara, yang berisi tentang “Alat
bukti yang sah” dan “barang bukti”;
Sebagaimanadiatur Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan
Pasal 39 KUHAP oleh dua lembaga menurut hukum
acara pidana, menjadi pegangan dalam penyelesaian
proses peradilan tindak pidana mulai dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan penyidangan perkara
pidana.
Dalam sistem peradilan pidana „alat bukti yang sah‟
dan „barang bukti‟ harus maju berbarengan secara
bersama-sama dan tidak bisa diajukan secara terpisah
sebagai petunjuk untuk membuktikan telah terjadinya
perkara pidana.
Sebagai pembuktian dengan Alat Bukti yang sah
dan Barang Bukti;
Pasal 183 KUHAP pembuktian dan putusan dalam
acara pemeriksaan biasa;
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya”105.

Pasal 184 ayat (1) KUHAP alat bukti yang sah ialah :

105
Penjelasan pasal 183 KUHAP Ketentuan ini adalah untuk menjamin
tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepatian hukum bagi seseorang.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk ; dan
e. Keterangan terdakwa.
Pasal 184 ayat (2) KUHAP Hal yang secara umum
sudah diketahui tidak perlu dibuktikan lagi.

Pasal 39 KUHAP tentang barang bukti yang dapat


disita, pada ayat (1) yang dapat dikenakan penyitaan
adalah :
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang
seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan
pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung
untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyelidikan tindak pidana;
d. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung
dengan tindak pidana yang dilakukan.
Ayat (2). Benda yang berada dalam sitaan karena
perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili
perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat
(1)106.

106
B. Z. Koemolontang, Kapita Selekta Tindak Pidana Korupsi, Pusdiklat
Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2003 : 29 - 31; Penuntut Umum dalam
dakwaan harus memenuhi dua syarat: a). Formil dan b) Materiel,
sedangkan antara alat bukti dan barang bukti harus maju bersama-sama
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Terhadap kewenangan penahanan, selain harus


memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan huruf
b, harus ada standar seorang dapat diajukan keperadilan
pidana jika didukung “bukti yang cukup” yaitu
“sekurang-kurangnya107dua alat bukti yang sah
menurut penilaian penyidik benarbenar telah terjadi
tindak pidana dan menunjukkan bahwa tersangkalah
yang telah melakukan perbuatan”108; Dalam hal
adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana.
Sedangkan perintah penangkapan dilakukan
terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Kf
Pasal 17 KUHAP) yang menurut hasil dari kesepakatan

saling terkait dan mendukung, sehingga “barang bukti” dengan “alat


bukti”, atau antara “alat bukti” dengan “barang bukti” yang diajukan
kepersidangan dapat menjadi kekuatan pembuktian dalam penyidangan
perkara pidana.
107
Kata “sekurang-kurangnya” Pasal 21 ayat (1) UU Kepolisian, untuk
menjelaskan sebagian persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain
yang tercantum dalam Undang-Undang masih ada persyaratan lain yang
harus dipenuhi.
108
Suparmin, Kapita Selekta Aneka Persoalan Di Bidang Hukum Ekonomi &
Hukum Pidana Khusus, Wahid Hasyim University Press Semarang,
ISBN:978-979-25-6663-5, Semarang, 2007: 41, sejalan dengan pendapat
Suparmin (penulis) bahwa tindak pidana “terbukti” apabila sangkaan
telah memenuhi “bukti yang cukup” sehingga Berkas Perkaranya
diterima oleh Jaksa Penuntut Umum hingga dapat diajukan kepersidangan,
harus sejalan dengan Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Mahkehjapol I/1984 dan Mahkehjapol II/1992 angka


4109. Bukti permulaan yang cukup adalah “yang terdiri
dari laporan polisi ditambah sekurang-kurangnya satu
alat bukti yang sah ditambah berita acara TKP atau hasil
penyelidikan” (dua alat bukti) bahwa seseorang patut
diduga keras telah melakukan perbuatan tindak pidana.
Bandingkan dengan alat bukti Pasal 100 ayat (1)
UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN; “a. Surat
atau tulisan; b. Keterangan Ahli; c. Keterangan
Saksi; d. Para Pihak; e. Pengetahuan Hakim;110
Sedangkan alat bukti Pasal 42 UU Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat dinyatakan “a.
Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat dan
Dokumen; d. Petunjuk ; e. Keterangan Pelaku
Usaha”. 111

2. Pembuktian berdasarkan unsur-unsur Tindak


Pidana dan Syarat Pemidanaan
Asaslegalitas dalam KUHP di Indonesia; suatu
perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan

109
Pemantapan Keterpaduan Sesama Aparatur Penegak Hukum
(Mahkehjapol II Jakarta 1992 : 4 Penangkapan berdasar Bukti permulaan
yang cukup, seyogyanya minimal laporan polisi ditambah salah satu alat
bukti lainnya seperti BAP di TKP,atau keterangan saksi/saksi ahli atau
barang bukti dan lain-lain.
110
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986, Pasal 100 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Undang-undang Peradilan Tata
Usaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara.
111
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Pasal 42
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang


telah ada. Bilamana ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkan baginya. (kf Pasal 1 KUHP) dasar
peradilan; peradilan dilakukan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang (kf Pasal 3 KUHAP).
Menurut Sudarto, disamping adanya persamaan
antara pandangan Pompe dan Moelyatno terdapat pula
perbedaan, ialah bahwa unsur “sifat melawan hukum”
bagi Moelyatno adalah syarat yang mutlak yang tidak
dapat ditinggalkan, memang menurut Pompe hal
tersebut diperlukan utuk adanya pemidanaan. Dinegeri
Anglo Saxon, berlaku maxim (asas) :”actus non facit
neum nisi mens sit rea. “ Mens rea“ adalah “criminal
intent”atau sikap batin yang jahat. Pemisahan
dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman
pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat
dipertanggung jawabkannya sipembuat (responsibility
atau adanya mens rea),
Guna melengkapi pandangan tentang unsur-unsur
tindak pidana akan diberikan pandangan sebagai berikut
:
a. Memenuhi rumusan delik, ini berarti belum tentu
semua yang memenuhi rumusan delik dapat dijatuhi
pidana, untuk itu diperlukan dua syarat : perbuatan
itu bersifat melawan hukum dan dapat dicela.
Dengan demikian rumusan pengertian “perbuatan
pidana” menjadi jelas : suatu perbuatan pidana
adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

“ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan


hukum,” dan dapat dicela.
b. Perbuatan manusia : bukan mempunyai keyakinan
atau niat, tetapi hanya melakukan atau tidak
melakukan dapat dipidana. Yang juga dianggap
sebagai perbuatan manusia adalah juga termasuk
perbuatan badan hukum. Dalam ruang lingkup
rumusan delik yang tertulis harus dipenuhi.
c. Bersifat melawan hukum; suatu perbuatan yang
memenuhi semua unsur rumusan delik yang tertulis
(misalnya, sengaja membunuh orang lain) tidak
dapat dipidana kalau tidak bersifat melawan hukum
(misalnya, sengaja membunuh tentara musuh oleh
seorang tentara dalam medan perang).
d. Dapat dicela : Suatu perbuatan yang memenuhi
semua unsur delik yang tertulis dan juga bersifat
melawan hukum, namun belum tentu dapat dipidana
kalau tidak dapat dicela pelakunya.
Tetapi Syarat-syarat Pemidanaan, sekurang-
kurangnya, harus terdapatnya ‟sifat melawan hukum‟
dan ‟sifat dapat dicela‟ itu merupakan syarat umum
untuk dapat dipidananya perbuatan, sekali pun tidak
disebut dalam rumusan delik. Ini yang dinamakan unsur
di luar Undang-Undang; jadi ada unsur yang tidak
tertulis. 112Sebagaimana bagan berikut:

112
D. Schaffmeister, N. Keijzer, Sutorius, Editor Penerjemahan : J. E.
Sahetapy, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P&K,
Penerbit Liberty Yogyakarta, Edisi Pertama Cetakan Kesatu, 1995: hal
26-28.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Syarat Pemidanaan113

Perbuatan Orang

1. Memenuhi rumusan 3. Mampu


undang-undang bertanggungjawab
2. Bersifat melawan hukum
4. Dolus atau
culpa(dapat
dicela/tidak adaalasan
pembenar)

KUHP, yang berlaku sekarang merupakan


kodifikasi dan sekaligus unifi kasi dari hukum pidana
yang berlaku sejak 8 Maret 1942 (masa penjajahan
Jepang), tetapi asas-asas dan ketentuan-ketentuan di
dalam KUHP tersebut masih tetap berlaku untuk semua
penduduk Indonesia, sampai setelah Republik Indonesia
merdeka (17-8-1945) dengan tidak membedakan
golongan114.
Pembentuk undang-undang bertolak dari kejadian
normal waktu membuat rumusan delik. Apa yang sudah
jelas dengan sendirinya tidak perlu dengan tegas disebut

113
Prof. Sudarto, SH, Hukum Pidana I, Cetakan ke II, Diterbitkan oleh
Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 1990 : 50.
114
Barda Nawawi Arief,Pelengkap Bahan Kuliah Hukum Pidana I, Cetakan
ke I, Penerbit Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 1990 : 1314)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dalam rumusan delik dan kemudian dituduhkan lalu


dibuktikan. Misalnya : barang siapa merampas nyawa
orang lain pada umumnya berbuat secara melawan
hukum dan perbuatan itu dapat dicela. Hanya dalam
keadaan luar biasa hal itu tidak demikian; sipembuat
sendiri dapat mengajukan tidak adanya sifat melawan
hukum dan dapat dicela perbuatannya. Misalnya, kalau
dia mengadakan pembelaan terpaksa, barang siapa
melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak
dipidana (kf. Pasal 48 KUHP) (Hukum acara pidana
Belanda menetapkan bahwa hakim harus memeriksa
alasan itu).
Barangsiapa melukai orang dihukum karena
penganiayaan (Pasal 351KUHP) ; akan tetapi apabila
perbuatan itu dilakukan oleh dokter yang sedang
melaksanakan keperluan medis, maka perbuatan
tersebut tidak bersifat melawan hukum dan tidak dapat
dicela maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana.
Contoh dokter yang melakukan operasi untuk
kepentingan medis, maka perbuatannya tidak dihukum.
Kemudian rumusan delik terpenuhi, bersifat
melawan hukum terpenuhi namun tidak dapat dicela,
tidak dipidana: contoh dengan sengaja merusak (kf
Pasal 406 KUHP), dalam hal yang terjadi sehari-hari
misalnya dalam hal pembongkaran rumah untuk
diperbaiki, pelakunya juga tidak dapat dipidana.
Perbuatan pidana memenuhi rumusan delik,
bersifat melawan hukum dan ada sifat tercela kalau
perbuatan itu sama sekali tidak dapat dipertanggung-
jawabkan kepada si pembuat. Dalam hal demikian
pembentuk undang-undang menyediakan terhadap orang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

yang karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau


terganggu jiwanya karena penyakit tidak dipidana (kf
Pasal 44 KUHP).
Kadang-kadang perbuatan orang normalpun juga
tidak dapat dicela. Contoh yang jelas adalah kesesatan
yang dapat dimaafkan: karena perbarengan keadaan,
seorang terdakwa tidak dapat melihat tanda lalu lintas.
Disini tidak terdapat unsur dapat dicela; jadi tidak dapat
dijatuhkan pidana, sekali pun unsur delik itu ada.
Memang sudah merupakan asas hukum acara
pidana bahwa tidak seorangpun dapat dipaksakan
membuktikan bahwa dia tidak bersalah (asas praduga
tak bersalah).
“Syarat tertulis untuk dapat dipidana harus
dituduhkan dan dibuktikan, syarat umum tidak tertulis
untuk dapat dipidana tidak usah dituduhkan dan
dibuktikan, tetapi dapat dianggap ada kecuali kalau
diingkari secara nalar”. 115
Pedoman pokok dalam menjatuhkan pidana
kepada orang yang melakukan perbuatan pidana ada
asas hukum yang secara tegas menyatakan : “Tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan”(geen straf zonder
schuld).
Bahwa orang yang melakukan perbuatan pidana,
dapat dihukum apabila orang tersebut berbuat
kesalahan, jadi mengenai pertanggungjawaban pidana
suatu perbuatan dari seseorang.
Lain dari norma yang tidak tertulis ada dasar yang
disebut “Asas Legalitas” tercantum dalam Pasal 1 ayat

115
Sahetapy; Ibid, hal 26-28.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

(1) hal senada juga disampaikan oleh Anseln Van


Feuerbach Sarjana Hukum Pidana Jerman yang berjudul
Lehrbuck des Peinlichen Recht (1801) yang berbunyi :
Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege
Poenalie.
Strategi POLRI dalam menegakkan hukum
dengan melakukan tindakan upaya paksa penyidikan
telah sejalan dengan mekanisme hukum yang ideal,
mengingat dalam penyidikannya sudah terpenuhinya
pembuktian minimal 2 alat bukti yang sah, dan telah
adanya petunjuk dari rangkaian tempat kejadian perkara,
peristiwa-peristiwa dan adanya barang bukti dan saksi-
saksi yang diajukan dalam berkas perkara, apabila sudah
selesai pembuatannya dan dinyatakan lengkap oleh
Jaksa Penuntut Umum, maka berkas perkara,
tersangka, dan barang buktinya dilimpahkan ke JPU
untuk diajukan kepersidangan di Pengadilan Negeri.
3. Penegakan Hukum oleh POLRI Upaya Menjunjung
Tinggi Supremasi Hukum
Negara Indonesia adalah Negara Hukum (kf. ps 1
ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945) (Rechstaad) yang salah satu di
antaranya menganut asas legalitas “(1) Suatu perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perudang-undangan pidana yang telah ada;
ayat (2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkan (kf. Pasal 1 KUHP). Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta


menegakkan hukum. Usaha pertahanan dan keamanan
negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukungnya (kf ps 30 ayat 2 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945). 116
Perbaikan sektor hukum yang meletakkan peran,
fungsi dan tugas kepolisian secara jelas, menentukan
bagaimana POLRI menjadi elemen penting bagi
keberhasilan tertib hukum. Memang ini bukan semata-
mata kerja kepolisian belaka, tetapi tanpa pemahaman
yang cukup aparatur POLRI, maka kerja-kerja elemen
lain juga akan terhambat. Perubahan itu dapat merujuk
pada ketentuan universal. Dalam ketentuan Convenan
Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yo. Code of Conduct for
law Enforcement Officials (Kode Etik Para Pejabat
Penegak Hukum) meletakkan tugas berat perlindungan
terhadap masyarakat diletakkan pada para petugas
penegak hukum, utamanya polisi. POLRI harus
menghormati dan melindungi serta menjunjung tinggi

116
R Susilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP, Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea Bogor, Cetak Ulang,
Untuk Para Pejabat Kepolisian Negara, Kejaksaan/Pengadilan Negeri,
Pamong Praja, Bogor, 1996: 27; ditekankan Peristiwa pidana tidak akan
ada, jika ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih
dahulu. “ Dengan adanya ketentuan ini, dalam menghukum orang hakim
terikat oleh undang-undang sehingga terjaminlah hak kemerdekaan diri
pribadi orang. Asas nullum delictum dianggap kurang melindungi
kepentingan kolektif, karena hanya menghukum orang-orang yang jelas-
jelas melanggar peraturan yang telah ada.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

supremasi hukum dan hak asasi manusia “secara


eksplisit dinyatakan bahwa perlindungan HAM itu
adalah wilayah tugas para petugas penegak hukum “.
Kebijakan hukum pidana yang dijalankan oleh
POLRI dalam melaksanakan tugas dan wewenangya
untuk menyelesaikan konflik antarpendukung partai
politik sejalan dengan Hoefnagels, pertama dengan cara
penal (Crime Law Application dan Practical
Criminology) atau tindakan penegakan hukum
melakukan proses tindak pidana terhadap para pelaku
tindak pidana yang telah memenuhi “bukti yang cukup”
untuk diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum. 117
Pola penanggulangan kriminalitas yang dikeluarkan
oleh Markas Besar Kepolisian (Mabes POLRI), dengan
tegas dinyatakan bahwa pada dasarnya hukum yang
ditegakkan oleh polisi itu bukan saja terhadap
pelanggaran norma hukum pidana saja (the violation of
criminal law) tetapi juga meliputi semua pelanggaran
norma (violation of norm), norma-norma sosial norma-
norma agama, norma-norma politik, norma-norma adat
dan normanorma lainnya, yang dapat mengganggu
ketertiban umum. Apabila karena sifat perbuatan
tersebut merusak tatanan dan kepentingan masyarakat
serta meresahkan, menggoncangkan ketenteraman

117
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168; Penjelasan
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 16 ayat 1 huruf d dan
pasal 21 ayat (1) yang dimaksud dengan “menyerahkan berkas perkara
kepada penuntut umum”, termasuk tersangka dan barang bukti, sedangkan
“Kata sekurang-kurangnya” dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian
persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam
standar ini masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mereka sehingga dianggap mengganggu keamanan dan


ketertiban masyarakat. 118 Hal tersebut wajar dan dapat
dimengerti karena fungsi dan peran POLRI disamping
sebagai alat negara penegak hukum juga berfungsi
sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,
juga sebagai pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat demi terpeliharanya keamanan dalam
negeri.
Sebagai contoh suatu kasus yang menonjol waktu
itu, dimuat oleh majalah Editor tanggal 19 September
1987 tentang penanganan kasus tukar menukar istri.
Penegak hukum terutama polisi mendapat kesulitan di
dalam mengaplikasikan kasus yang terjadi dengan
hukum positif yang berlaku. Terutama karena di dalam
benak petugas terpaku pada asas legalitas Pasal 1 ayat
(1) KUHP, meskipun kasusnya dapat meresahkan dan
merusak tatanan nilai dalam masyarakat, tetapi polisi
tidak dapat menerapkan pasal yang melanggar tatanan
sosial, tetapi tidak ada dalam rumusan delik. Kasus
inipun mendapat tanggapan dari Mabes POLRI, untuk
ikut memecahkannya.
Duduk persoalannya adalah sebagai berikut:
Ketika bulan Januari 1987 suami istri Ramidi dan
Tumi telah sepakat untuk tukar menukar istri dengan
pasangan Rewang dan Tinah tetangganya selama 3
(tiga) bulan. Singkat kata kontrak kerja sebagai suami

118
Markas Besar Kepolisian Negara RepublikIndonesia, Pola
Penanggulangan Kriminalitas, Jakarta, 1982, halaman 3 dikutip dari M
Faal, S. H. M. H., Dipl. Es., Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi
(Diskresi Kepolisian), Cetakan pertama, Dicetak oleh PT Anem Kosong
Anem, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1991: 92-93.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

isteri (kontrak) berjalan mulus. Saking mulusnya


sampai-sampai perjanjian ini mengalami perpanjangan
beberapa kali. Akhirnya sampailah pada suatu malam
dibulan Juni, ketika itu Rewang masuk angin, agar
sembuh ia ingin dipijat. Ia lantas mendatangi rumah
Ramidi untuk meminta tolong Tinah istri sahnya yang
dipinjamkannya.
Rupanya selama masa kontrak berlangsung
Ramidi diam-diam mencintai istri sahabatnya. Karena
merasa panas ketika Rewang meminta Tinah untuk
memijatnya. Karena itu ia lalu menyeret Tinah untuk
lari dari desa. Tetapi Tinah menolak, sebab ia masih
ingin kembali pada suaminya, Ramidi jadi kalap. Ia
meraih kampak dan sabit lalu disabitnya Rewang dan
Tinah. Polisi pun dilapori dan Ramidi ditangkap. Di
Polsek Patean Kendal Ramidi mengaku tak mau
kehilangan Tinah (istri Rewang). Dia lebih pintar
meladeni saya ketimbang Tumi (istrinya); ujarnya ketika
diperiksa polisi.
Setelah 3 (tiga) bulan ditahan, Kamis tanggal 17
September 1987 perkaranya disidangkan dan dipimpin
oleh Hakim Roesmani. Ramidi hanya dituduh telah
melakukan penganiayaan yang mengakibatkan Rewang
dan Tinah harus dirawat dirumah sakit beberapa hari.
Jadi Ramidi hanya diancam Pasal 351KUHP dan Pasal
353 KUHP. Peristiwa ini terjadi di desa Sidomuncul,
Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal.
Setelah kasus tersebut terungkap, diberitakan di
dalam pers dan perkara yang diadili dianggap hanya
perkara penganiayaan saja, kasus tersebut mendapat
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

reaksi keras dari masyarakat umum dan para ahli antara


lain Bismar Siregar dan juga dari Mabes POLRI.
Reaksi masyarakat timbul karena :
a. Kasus kumpul kebo meresahkan dan melanggar
tatanan nilai masyarakat.
b. Tindakan penegakan hukum yang hanya menuntut
kasus penganiayaan saja yang dilakukan oleh Ramidi
adalah seolah-olah melepaskan pertanggungjawaban
hukum terhadap pelaku-pelaku lainnya seperti Tinah,
Rewang, Tumi termasuk Ramidi, atas perbuatan
kontrak kerja zina, kumpul kebo serta akibat-
akibatnya.
Karena konsep zina yang diatur dalam Pasal 284
KUHP, tidak sesuai dengan konsep zina masyarakat
setempat, konsep zina dalam masyarakat adalah
hubungan kelamin tanpa melalui perkawinan. Apalagi
kasusnya benar-benar meresahkan masyarakat,
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Apabila ditinjau dari sudut ilmu kepolisian, hal tersebut
merupakan ancaman bagi situasi kamtibmas, karena
dapat timbul main hakim sendiri oleh massa, konflik
antar warga dan gejolak-gejolak sosial yang lain. 119

119
M Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, (Diskresi Kepolisian),
Diterbitkan Oleh PT. Pradnya Paramita, Dicetak oleh PT. Anem Kosong
Anem, Cetakan pertama, Jakarta, 1991 :92-95. Polisi harus dapat mencari
hukumnya agar mereka tidak terlepas dari pertanggungjawaban pidana.
Bila salah satu di antara mereka hamil, mereka dapat dikenakan pasal 277
KUHP, karena menyulitkan status perdata dari anak yang akan dilahirkan.
Atau dikenakan pasal 281 KUHP ayat (1) karena dengan sengaja tukar
menukar istri berarti merusak rasa susila umum/masyarakat. Atau
perbuatan mereka dapat diancam 296 KUHP, karena perbuatan mereka itu
termasuk tidak menyenangkan orang lain, mempermudah tindak cabul.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Perpaduan peran POLRI dalam penyelesaian


konflik antar warga masyarakat tersebut
mengisyaratkan, bahwa pola penyelesaian yang
dikonstruksikan oleh POLRI tidak hanya berorientasi
pada aspek mengadili dan menghukum, melainkan
berusaha juga untuk menciptakan suasana sosial yang
aman dan damai.
Awaloedin Djamin mengisyaratkan, bahwa dalam
kenyataannya, jika dihitung dalam persentase, maka
pekerjaan represif tersebut lebih kecil dari pada yang
bersifat prefentif dan jauh lebih kecil lagi bila
dibandingkan dengan yang bersifat pre-emptif.
Terkadang kita mempersepsikan secara kurang
benar terhadap pekerjaan polisi yang demikian luas
tersebut dengan lebih menekankan pekerjaan polisi yang
bersifat represif. 120
Reorientasi dan strategi POLRI sebagai insan Tri
Brata yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mengindahkan norma agama, dalam menyelesaikan
konflik dengan mengoptimalkan keterpaduan peran dan
berorientasi pada rekonsiliasi, ternyata memiliki
hubungan yang sangat kuat dengan sejumlah pesan
moral religiusitas sebagaimana dapat disimak dalam
beberapa ayat Al-Qur‟an mengenai “cara
menyelesaikan konflik antara kaum muslim” berikut
ini:
a. Firman Allah S. W. T dalam Juz 26 QS. 49 : Al
Hujuraat ayat (9) :
120
Awaloedin Djamin, Beberapa Masalah dalam Kepolisian Negara
Republik Indonesia, 1986, dalam Satjipto Rahardjo, Op Cit; 1998,
halaman 6. juga dalam Satjipto Rahardjo, 2002, halaman 41.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang


beriman itu berperang hendaklah kamu damaikanlah
antara keduanya ! Tapi kalau yang satu melanggar
perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi, sampai surut
kembali kepada perintah Allah, kalau dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan;
b. Juz 26 Qur‟an surat ke. 49 : Al Hujuraat ayat (10):
“Innamal mu‟minuuna ikhwatun fa ashlihuu baina
akhawaikum wat taquulaaha la‟allakum turha-num”,
yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,
maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat”.
c. Juz 25 Qur‟an surat ke 42 : Asy Syuura ayat 38 :
Wal lazinastajabu li rabbihim wa aqamus salah(ta),
wa amruhum syura bainahum, wa mimma
razaqnahum yunfi qun(a); Artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang
urusan mereka (diputuskan) secara musyawarah.
Dijelaskan tentang kewajiban bermusyawarah
tentang masalah keduniawian.
Diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda:
“Orang yang paling besar pahalanya di sisi Allah
Ta‟ala nanti pada hari kiamat adalah orang yang
paling bermanfaat bagi sesama manusia sewaktu di
dunia, dan orang-orang yang nanti pada hari kiamat
dekat dengan Allah adalah orang-orang yang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mendamaikan di antara sesama manusia (yang


bertengkar). “121
Maksudnya urusan peperangan dan hal-hal
duniawiyah lainnya seperti urusan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan dan lainnya, diselesaikan
secara musyawarah, senada dengan akhlak dan sifat
Nabi Mu hammad S. A. W. dalam Juz 4 Al Qur‟an
surat ke 3 (tiga) Ali „Imran ayat 159 :
Fabima rahmatim minallahi linta lahum, wa lau
kunta fazzan galizal qalbi lanfaddu min haulik(a),
fa‟fu „anhum wastaqfir lahum wa syawirhum fi
lamr(i), fa iza „azamta fa tawakkal „alallah(i),
innallahayuhibbul mutawakkilin(a);
Yang artinya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena
itu ma‟afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu”. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada

121
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, 1999, Tanbihul Ghafi lin Nasehat
Bagi Yang Lalai, Pustaka Amani, Jakarta,: 366-367 Ma‟mar
meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Humaid, dari ibunya, Ummu Kaltsum
bin Uqbah, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “tidaklah termasuk
berbohong orang yang mendamaikan orang (yang bertengkar), di mana ia
mengatakan yang baik-baik atau menambahi yang baik-baik. “
Mendamaikan orang (yang bertengkar) itu adalah salah satu cabang dari
cabang-cabang ilmu kenabian, sedangkan menceraikan sesama manusia
adalah salah satu dari cabang-cabang ilmu sihir.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang


yang betawakal kepadanya.
Dengan adanya peluang bagi kepolisian untuk
mengupayakan perdamaian atau rekonsiliasi bagi
para pendukung parpol yang berkonflik dalam proses
politik hukum, maka sesungguhnya langsung
kepolisian telah mengindahkan norma agama, di
samping juga telah melakukan kewenangan diskresi
(discretion) sejalan dengan :
Pasal 18 ayat (1) Yo Pasal 15 ayat (1) Huruf b
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
POLRI “untuk kepentingan umum pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat
dertindak menurut penilaiannya sendiri”.
Bertugas membantu menyelesaikan perselisihan
warga masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban umum. Yakni wewenang yang diberikan
hukum (kepada polisi) untuk bertindak dalam situasi
khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati nurani
dari petugas itu sendiri. 122 Bertolak dari pandangan
para pakar mengenai diskresi, Erlyn Indarti
kemudian merumuskan sebuah terminologi diskresi
polisi sebagai:
Kemerdekaan dan/atau otoritas/kewenangan polisi
untuk membuat keputusan serta kemudian
mengambil tindakan yang dianggap tepat/sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, yang

122
Walker S., The Police in America. New York: McGraw-Hill, 1983,
halaman 54.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dilakukan secara bijaksana dan dengan


memperhatikan segala pertimbangan maupun pilihan
yang memungkinkan”. 123
Secara yuridis, Langkah-langkah yang ditempuh oleh
kepolisian di luar ketentuan hukum positif dalam
penyelesaian konflik sosial dapat dibenarkan, karena
dalam Pasal 5 ayat (1) Angka 4 yo Pasal 7 ayat (1)
huruf (i) KUHAP menegaskan, bahwa “polisi
sebagai penyelidik dan penyidik dapat “mengadakan
tindakan lain yang bertanggung jawab”.
124
“Tindakan lain” yang dimaksudkan di sini adalah
tindakan yang tidak bertentangan dengan suatu
aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum,
harus patut dan masuk akal, serta dilakukan atas
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang
memaksa.
4. Upaya Implementasi Penyidikan Tindak Pidana
Korupsi Oleh POLRI
Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di pengadilan, penyidik maupun penuntut

123
Erlyn Indarti, Diskresi Polisi. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2000, halaman 12-13. Kata penghubung dan/atau dipakai di
sini untuk menunjukkan bahwa kemerdekaan sesungguhnya dibedakan
dari – serta dapat berdiri sendiri tanpa – otoritas atau kewenangan. Namun
demikian, akan lebih kokoh dan lengkap bila kemerdekaan bertindak
dipadukan dengan – dan dikuatkan oleh – otoritas
124
Kewenangan diskresi ini tidak hanya dilakukan oleh polisi yang
menjalankan proses yudisial sebagai penyelidik dan penyidik, melainkan
dapat dilakukan oleh setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kf. Penjelasan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

umum dan hakim dapat meminta keterangan tentang


keadaan keuangan, dan meminta diblokir rekening
tersangka atau terdakwa yang diduga merupakan hasil
dari korupsi [Pasal 29 UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain POLRI dan PPNS, Jaksa juga diberi tugas
dan wewenang untuk melakukan penyidikan untuk
tindak pidana tertentu yang ditunjuk oleh UU di
samping tugas dan wewenang sebagai penuntut umum.
Berkaitan dengan tindak pidana korupsi, Jaksa juga
dimasukkan ke dalam tim gabungan penyidik di bawah
koordinasi Jaksa Agung, terutama terhadap tindak
pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. 125 Selain
petugas penyidik yang sudah dikenal tersebut, UU No
31 Tahun 1999 yang sudah dirubah dengan UU No. 20
Tahun 2001 (Pasal 43) juga menunjuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik.
Kewenangan itu kemudian lebih dikukuhkan dengan
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, terhadap penyidik dalam hal melakukan
penahanan tersangka, selain harus memenuhi ketentuan
Pasal 21 ayat (4) huruf a dan huruf b, harus ada standar
seorang dapat diajukan keperadilan pidana jika
didukung “bukti yang cukup” yaitu “sekurang-

125
Tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, antara lain tindak
pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar modal,
perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di bidang moneter dan
keuangan yang bersifat: (a) sektoral, (b) dilakukan dengan menggunakan
teknologi, (c) dilakukan oleh tersangka/terdakwa yang berstatus sebagai
penyelenggara negara.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kurangnya dua alat bukti yang sah menurut


penilaian penyidik benar-benar telah terjadi tindak
pidana dan menunjukkan bahwa tersangkalah yang
telah melakukan perbuatan”126. Selain bukti yang
cukup,Penyidik juga harus memperhatikan apakah
tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, akan
mengulangi perbuatannya lagi, atau akan
menghilangkan barang bukti, walaupun penyidik ada
kewenangan untuk melakukan penahanan, tetapi pada
setiap perkara tindak pidana yang ditangani, penyidik
dapat tidak harus melakukan penahanan.
Atas dasar ketentuan itu maka mau tidak mau
penyidik tindak pidana korupsi harus menunggu dulu
hasil audit investigasi dari BPKP selaku instansi yang
berwenang menentukan ada tidaknya kerugian negara
yang ditimbulkan oleh perbuatan orang yang disangka
melakukan tindak pidana korupsi (kf. Pasal 12
Keputusan Bersama KaPOLRI dan Kepala BPKP No.
Pol. Kep/12/IV/2002/No. Kep. 04. 02. 00219/K/2002
tanggal 29 April 2002). 127 Untuk mendapatkan hasil

126
Suparmin, Kapita Selekta Aneka Persoalan Di Bidang Hukum Ekonomi &
Hukum Pidana Khusus, Wahid Hasyim University Press Semarang,
ISBN:978-979-25-6663-5, Semarang, 2007: 41, sejalan dengan pendapat
(penulis) bahwa tindak pidana “terbukti” apabila sangkaan telah
memenuhi “bukti yang cukup” sehingga Berkas Perkaranya diterima oleh
Jaksa Penuntut Umum hingga dapat diajukan kepersidangan, telah sejalan
dengan Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
127
Mengenai pedoman dan tata cara audit investigasi keuangan negara dapat
dicermati ketentuannya dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

audit investigasidari BPKP tersebut penyidik harus


membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang
mahal.
Oleh karena itu, pihak penyidik sering merasa
kesulitan, karena dana operasional yang disiapkan oleh
negara kepada penyidik POLRI untuk melakukan
penyidikan setiap kasus relatif kecil.
Demikian pula interaksi antara penyidik dengan
pihak perbankan juga sering terhambat oleh aspek
kerahasiaan bank, sekalipun Pasal 29 ayat (1) UU No.
20 Tahun 2001 secara tegas menyatakan, bahwa “untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim berwenang meminta keterangan kepada bank
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa”.
Kewenangan penyidik dalam hal ini terkadang
terhambat, terutama bagi penyidik di daerah, karena
harus membutuhkan waktu untuk menunggu persetujuan
dari Gubernur Bank Indonesia (Pasal 29 ayat (2).
Andaikata corporate culture di antara Penyidik
POLRI dengan Jaksa Penuntut Umum berkembang
dengan baik, maka “proses bolak-balik berkas
perkara” dengan alasan belum lengkap datanya (kena
P19) tidak akan mungkin berlangsung berlarut-larut.
Demikian pula tidak akan muncul kesan bahwa seolah-
olah institusi yang pertama (penyidik POLRI) tampil
sebagai “sub-sistem yang dinilai” sementara Sub-
sistem kedua (Kejaksaan) sebagai “subsistem penilai”.

Indonesia No. 59/PMK. 06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan pelaporan


Keuangan Pemerintah Pusat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Proses bolak-balik berkas perkara yang berlarut-larut itu


akan membuka ruang yang semakin luas untuk bagi
munculnya “black box” (faktor X) dalam sebuah proses
hukum sebagaimana yang dikhawatirkan oleh David
Easton,128 karena dapat mempengaruhi out put putusan
(produk hukum) yang jauh dari harapan pencari
keadilan.
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas
KPK dibebankan kepada APBN [cf. Ps 64 UU KPK].
Penyidik KPK dapat melakukan penyitaan tanpa ijin
Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas
penyidikannya [cf. Ps 47 UU KPK]. Penyidik KPK
dapat memerintahkan kepada Bank atau lembaga
keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang
diduga hasil dari korupsi milik tersangka atau pihak lain
tanpa ijin Bank Indonesia [cf. Ps 12 UU KPK].
KPK dapat mengambil alih penyidikan atau
penuntutan tindak pidana korupsi, Kepolisian atau
Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh
berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang
diperlukan [cf. Ps 8 dan 9 UU KPK].
Terhadap pejabat negara sejak ditetapkan sebagai
tersangka, prosedur khusus yang berlaku dalam rangka
pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan lain tidak berlaku berdasarkan UU
128
Pandangan David tentang “black box” tersebut memang lebih dikaitkan
dengan proses pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan, namun
idenya bisa diangkat untuk menjelaskan alur bekerjanya faktor X dalam
proses interaksi antara penyidik dan kejaksaan dalam pembuatan berkas
penyidikan perkara (kf. Esmi Warassih dalam oleh Karolus Kopong
Medan & Mahmutarom HR (ed), Pranata hukum, Sebuah telaah
Sosiologis, Semarang : PT Suryandaru, 2005, 48-51).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

KPK [cf. Ps 46 UU KPK]. Sekalipun dalam UU


(misalnya Pasal 36 ayat (2) UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah) hambatan (sebelum dianulir oleh
MK) tersebut dinyatakan secara tegas bahwa :
Dalam pemanggilan kepala daerah dan wakil kepala
daerah, “apabila persetujuan tertulis itu tidak diberikan
oleh Presiden dalam waktu selambat-lambatnya 60 hari
terhitung sejak diterimanya permohonan, maka proses
penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan”.
Sedangkan Pasal 53 ayat (1) UU No: 32/2004 tentang
Pemerintah Daerah ditegaskan “Tindakan penyidikan
terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya
persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari
Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi
anggota DPRD kabupaten/kota”.
5. Implementasi
a. Implementasi kemampuan manajemen teknologi
merupakan keharusan. Dalam manajemen teknologi,
POLRI harus mampu melaksanakan perencanaan
techno ware secara strategis hal itu berada di tingkat
Mabes dan Polda dan dijabarkan secara detail dalam
rencana kerja pada tingkat front liner lapangan
(Polres, Polsek, dst) sesuai dengan rencana strategis
tingkat Mabes dan Polda. Best practices ini harus
dapat dilakukan di seluruh jajaran POLRI yang
mempunyai tanggung jawab, perencanaan
technoware kepolisian, dalam jangka pendek 2-3
tahun kedepan.
b. Pada tingkat operasi Polisi di lapangan sampai pada
tingkat kampung, dalam jangka menengah 5 (lima)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

tahun sudah mampu merencanakan kebutuhan


technoware tepat guna di wilayah tanggung
jawabnya, untuk menentukan kebutuhan tahunan.
c. Updating teknologi sampai sejajar dengan negara
tetangga yang maju (seperti Singapura dan Australia)
dapat dilakukan dalam jangka panjang 10 (sepuluh)
tahun pada tingkat Mabes, dan 15 (lima belas) tahun
tingkat Polda di kota-kota besar strategis seperti
Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Ujungpandang,
Semarang, dsb.
Dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan pada tingkat
regional Kepolisian RI seharusnya berpotensi leading
dalam teknologi untuk pencegahan kejahatan, dan
penegakan hukum nasional dan trans nasional.
Updating teknologi dilakukan pada penguatan seperti
pada kecenderungan global yaitu dalam teknologi
yang mendukung mobilitas petugas lapangan,
teknologi informasi dan komunikasi, teknologi
laboratorium forensik, dan teknologi biometik.
d. Untuk memaksimalkan kerja sekaligus menghindari
disharmoni dengan aparat penegak hukum lain yang
juga mempunyai kewenangan, POLRI telah
melakukan kerja sama dengan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam
Penanganan Kasus yang Berindikasi Tindak Pidana
pada tanggal 29 April 2002, serta dengan Kejaksaan
Agung yang berkaitan dengan upaya Optimalisasi
Koordinasi dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, pada tanggal 07 Maret 2006.
e. Meningkatkan Kemampuan Penyidik dalam
penanganan Korupsi dan bekerja sama dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

lembaga lain seperti KPK, BPK serta melakukan


kegiatan Penataran Work Shop, Rakernis dan
Coaching Clinic ke Satuan Bawahan.
f. Untuk menghindari bolak baliknya berkas perkara
maka sejak awal Penyidikan, dilakukan
Koordinasi/Komunikasi dengan Jaksa Penuntut
Umum.
POLRI dalam implementasipenyidikannya terus
berusaha untuk memainkan peran dengan sebaik-baik
mungkin sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 Bab I Pasal 5
ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri; termasuk dalam
melaksanakan tugas dan wewenang “melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perUndang-Undangan lainnya”, yang karena
kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan
atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana (kf UU Kepolisian No : 2/2002 ps 14 huruf g
Vide KUHAP UU No: 8/1981 Ps 7 ayat 1 huruf a).
Memang harus diakui bahwa segala upaya yang
ditempuh POLRI dan seluruh jajarannya selama ini
belum sepenuhnya memenuhi harapan dan keinginan
seluruh masyarakat.
Strategi penanganan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh pihak POLRI adalah dengan terus
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

berusaha melakukan penegakan hukum dengan sebaik-


baiknya, dan melakukan pemburuan para tersangka
korupsi yang melarikan diri ke luar negeri. Salah satu
bukti yang patut dicatat di sini adalah penangkapan
David Nusa Widjaya, terpidana delapan tahun penjara
dalam kasus pembobolan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) yang melarikan diri ke San Fransisco
- Amerika, berhasil ditangkap oleh Tim Pemburu
Koruptor. Gayus Tambunan di Singapura, Nazarudin di
Columbia, dan lain sebagainya. Hasil perburuan dan
penangkapan ini sekaligus sebagai bukti bahwa POLRI
selama ini tidak tinggal diam.
Langkah-langkah POLRI dalam penegakan hukum
dilakukan tidak secara diskriminatif, ini dibuktikan
dengan memproses sejumlah oknum polisi di Mabes
POLRI yang diduga terlibat berkaitan dalam kasus
pembobolan BNI sebanyak Rp 1,7 triliun. 129 Selain itu,
sejumlah oknum polisi di Polda Metro Jaya (Sektor
Setiabudi) Jakarta juga sedang diproses karena
melakukan penyimpangan dengan menggelapkan barang
bukti senilai $100. 000 US Dolar dari kasus yang
ditanganinya. 130

129
Sejumlah nama aparat kepolisian yang dijadikan tersangka, dan ditahan
berkaitan dengan Kasus BNI, antara lain Komisaris Jenderal Suyitno
Landung, mantan Kabareskrim Mabes POLRI Brigadir Jenderal Samuel
Ismoko, mantan Direktur Ekonomi Khusus pada Bareskrim Mabes
POLRI, Komisari Polisi Irman Santoso, mantan Kanit II Perbankan
Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim, dan 16 penyidik di Mabes POLRI
yang terlibat.
130
Harian Kompas, 13 Januari 2006.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Gambaran sepintas di atas hanyalah sedikit dari


sekian banyak kasus korupsi yang ditangani oleh POLRI
selama ini. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan
2005 saja, kasus korupsi yang dilaporkan/diadukan ke
POLRI sebanyak 1747 kasus. Dari jumlah kasus
tersebut, sebanyak 998 kasus sedang dalam proses
penyidikan, 94 kasus di-SP3-kan atau dihentikan
penyidikannya karena tidak cukup bukti untuk dijadikan
perkara pidana, 644 kasus di-P21-kan atau berkas
penyidikannya sudah lengkap siap dilimpahkan ke
pengadilan untuk disidangkan, dan 24 kasus sudah
dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Seluruh
kasus korupsi tersebut telah menimbulkan negara rugi
sebesar Rp 12. 447. 385. 702. 163, dan baru bisa
diselamatkan atau dikembalikan ke kas negara sebesar
Rp 1. 450. 570. 876. 082. Menurut kajian dari POLRI
setiap ada Pilkada laporan Tindak Pidana Korupsi di
wilayah yang bersangkutan cenderung naik.

I. Kesimpulan
Pada hakikat keamanan dalam negeri, sebagai tujuan
pembangunan nasional bidang keamanan identik dengan
doktrin POLRI, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia
yang “tata tenterem kerta raharja” dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah Nusantara,
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
merupakan kepentingan POLRI agar tujuan pengabdiannya
terhadap masyarakat negara dan bangsa dapat terjamin
perwujudannya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Peran kepolisian dalam menyelesaikan penegakan


hukum pidana, menuju mekanisme penegakan hukum yang
ideal, tidak hanya mengadili dan menghukum” tetapi juga
mengupayakan musyawarah untuk mewujudkan
perdamaian berdasarkan keadilan (restorative justice)
denganmenjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi
manusia.
Bahwa, Pancasilasebagai sumber dari segala sumber
hukum Negara adalah telah sesuai dengan jiwa dan semagat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi Negara serta sekaligus dasar
filosofis bangsa dan Negara, sehingga setiap Muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila.
Selanjutnya secara explicit dinyatakan, dalam Perubahan
Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Bentuk dan
Kedaulatan Negara, bahwa “Kedaulatan berada ditangan
rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”,
implementasinya pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma
agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia.
Adapun, dalam menjaga keamanan dan metertiban
masyarakat dan menegakkan hukum berdasarkan asas-asas
sebagai berikut:
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

1. Asas demokrasi, yang dapat diwujudkan dalam bentuk


penegakan asas legalitas namun lentur dalam
pelaksanaannya dengan mengedepankan “keadilan” dan
“kemanfaatan”. Baik dalam menciptakan situasi
keamanan dan ketertiban masyarakat maupun untuk
menumbuhkan rasa keadilan masyarakat, yang
transparan dan akuntabel, sehingga peran aktif polisi
dalam penegakan hukum yang melibatkan lembaga
formal maupun lembaga non formal dapat dicintai dan
dipercaya oleh masyarakat.
2. Asaskepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan yang dilaksanakan dalam penegakan hukum.
Penyelesaian perkara yang dilakukan oleh kepolisian
dengan cara perdamaian sudah sesuai dengan hukum
(diskresi kepolisian), dan sudah sesuai dengan asas-asas
yang terkandung dalam nilai-nilai dasar Pancasila.
3. Asas Ketuhanan, dapat diwujudkan dalam bentuk sanksi
untuk menjalankan kewajiban hukum dengan
menghormati norma agama, menjalankan penghukuman
atau memberikan ganti kerugian, rekonsiliasai, dan atau
permintaan maaf.
4. Asas Kemanusian, yang dapat diwujudkan dalam bentuk
rasa empati dengan pemberian ganti kerugian sebagai
jaminan pemulihan kerugian yang layak tanpa harus
mempermasalahkan dari mana sumber keuangannya.
5. Asas persatuan, yang diwujudkan dengan menciptakan
rekonsiliasi dan pemulihan hubungan baik yang telah
rusak sebagai akibat dari tindak pidana tersebut,
sekaligus mengakhiri konflik sosial dengan prinsip
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, yang


berkesinambungan.
6. Asas demokrasi, yang dapat diwujudkan dalam bentuk
penegakan berdasarkan hukum, sesuai asas legalitas
tetapi lentur dalam pelaksanaannya, sehingga dapat
dirasakan menyentuh rasa keadilan dan kemanfaatannya
bagi masyarakat, yang oleh kepolisian, tetap dikemas
dalam bentuk tindakan kepolisian karena kewajibannya
dalam melaksanakan tugas dan kewenangan, bukan
karena kekuasaannya.
7. Asas keadilan sosial, yang dapat diwujudkan dengan
menciptakan keseimbangan dalam pertanggung jawaban
pelaku tindak pidana. Tidak hanya kepada korban, tetapi
juga kepada pelaku, masyarakat, negara maupun kepada
Tuhan Yang Maha Esa melalui kewajiban menjalankan
ketentuan hukum dan norma agama. Dengan
keseimbangan diharapkan dapat tercipta tujuan
pembangunan nasional untuk mencapai keadilan dan
kesejahteran masyarakat “adil makmur” yang “tata
tenteram kerta raharja”.

J. Implikasi
Bahwa, Reorientasi peran POLRI berangkat dari
pemikiran the police is place of paradigm shift bahwa
polisi itu bertugas berangkat dari paradigma dengan
kekuatan fi sik menjadi paradigma komunitas atau
komunikasi, karena polisi harus bekerja bukan seperti
pemadam kebakaran, namun polisi bekerja sejak sebelum
terjadi kebakaran. Keberhasilan polisi bukan dinilai dengan
ukuran berapa banyaknya memasukkan orang ke penjara,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

akan tetapi apakah polisi berhasil jadi mencegah tidak


terjadi kejahatan berorientasi penyelesaian masalah
(problem solving oriented) menuju penegakan keadilan
masyarakat (restorative community justice).
Dalam dokumen penunjang PBB ke- 9/1995 yang
berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (yaitu
dokumen A/C. ONF. 169/6) diungkapkan perlunya semua
negara mempertimbangkan privatizing some law
enforcement and justice functions dan alternative dispute
resolution (ADR) berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan
kompensasi dalam sistem peradilan pidana.
Kehidupan hukum di Indonesia dalam menelusuri
suatu Ratifi sikasi terhadap Convention Against Torture
and Other Cruel, Inhuman, Degrading, Treatment, and
Punishment yang disetujui Majelis Umum PBB pada
tanggal 10 Desember 1984 dimana Indonesia pun sebagai
penandatangannya pada tanggal 23 Oktober1985
Senada dengan penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang telah diubah dengan Undang-Unang
nomor 48 tahun 2009, ketentuan ini Negara
RepublikIndonesia berdasarkan Pancasilaberasaskan
musyawarah tidak menutup kemungkinan penyelesaian
perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui
perdamaian atau arbitrase tetap diperbolehkan. Terkait
dengan Pasal 7 ayat (1) huruf j Hukum Acara Pidana dan
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) yoncto Pasal 16 ayat (1)
huruf (l) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
POLRI karena kewajibannya mempunyai wewenang
melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggunh
jawab dan untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan


wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya
sendiri dengan mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab.
Bahwa, “menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu
tindakan yang dapat dilakukan oleh pejabat POLRI yang
dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta
resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan
umum, serta Kode Etik Profesi Kepolisian131, telah sejalan
dengan keterpaduan peran kepolisian sebagai alat negara
yang berperan menegakkan hukum dan juga memelihara
keamanan ketertiban masyarakat, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

131
. Pasal 35 ayat (1) UU Kepolisian (penjelasan) Mengingat dalam
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkait erat
dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung
serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia,
maka dalam hal seorang anggota POLRI yang melaksanakan tugas dan
wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode
Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ayat ini, dimaksudkan untuk
pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum
disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia sepenuhnya anggota POLRI yang masih aktif dan
mengenai susunannya disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan
anggota yang melanggar kode etik.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

BAB III
PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
DARI PERSPEKTIF PENEGAKAN
HUKUM DAN HAM
11 (Sebelas) Konsep Pencegahan Konflik

A. Pendahuluan
Sejak manusia ada, sejarah konflik sudah ada dari
masa anak Nabi Adam hingga konflik Timur Tengah dan
merambah ke Indonesia. Konflik tersebut, terbukti telah
mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut
masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
korban jiwa dan menjadikan trauma psikologis seperti
dendam, benci, antipati sehingga menghambat tujuan
pembangunan Nasional. Konflik sosial, konflik komunal,
konflik horizontal, kekerasan, tawur antar warga, antar
suku, penganiayaan, pembunuhan, pembakaran,
kerusuhan, perampokan, penjarahan, ketidakadilan, politik
uang dan korupsi, pemerasan, penyuapan, sudah merasuk
pada kehidupan sebagian masyarakat di Indonesia.
Konflik sosial membuat korban menjadi trauma,
adanya pengungsian dan penderitaan yang
berkepanjangan. Peristiwaperistiwa tragis tersebut tidak
bisa dilepaskan dari masalahmasalah yang sudah melilit
kelompok-kelompok masyarakat yang dirasa bagaikan api
dalam sekam; Sumber masalah bisa dari ketidak adilan,
dan korban ketidakadilan itu konkrit, yaitu orang-orang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

menjadi miskin dan banyak kaum marjinanl. 132 Untuk itu,


Negara mempuyai kewajiban menjamin dan melindungi
kehidupan seluruh warga negaranya.
Negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan
dengan tegas, bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (machtsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik
Indonesia ialah Negara hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala
warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. 133 Hal tersebut
Piagam Madinah, yang mendahului konstitusi Amerika
Serikat (1787), yang dianggap sebagai konstitusi pertama
didunia yang dipelopori Declaration of Human Right 5 Juli
1775) dan Konstitusi Perancis (1795) yang dipelopori oleh
Droits de l‟homme et du citoyen (Agustus 1789). Bahkan
mendahului konstitusi tidak tertulis (konvensi) Inggris
yang disebut Magna Charta(15 Juni 1215);
Terkait dengan itu, perumusan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia pada tahun 1948 oleh Perserikatan Bangsa-

132
Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasan, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta, hal :1-2 kekerasan, konflik sosial, politik uang, dan korupsi ini
memang lekat dengan kerakusan kekuasaan.
133
Abdul Hakim G. Nusantara,Luhut M. P. Pangaribuan,Mas Achmad
Santosa,1986, KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan
Peraturan Peraturan Pelaksanaan, Penerbit Djambatan, Jakarta, Hal: 95
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Bangsa memungkinkan perkembangan lebih lanjut bagi


gagasan hak asasi manusia.
Untuk mencegah konflik antar suku, antar agama,
antar warga masyarakat, sejak M uhammad Rasulullah
SAW memimpin negara di Madinah pada tahun 622 M s/d
10 H/632 M telah membuat Konstitusi Madinah atau
disebut Piagam Madinah untuk pencegahan konflik dan
untuk mewujudkan perdamaian. Piagam Madinah sebagai
dasar untuk mewujudkan perdamaian merupakan
dokumen terlengkap dan tertua di dunia. Piagam
Madinah merupakan suatu konsensus bersama antara
berbagai golongan, ras, suku, dan agama yang sangat
demokratis. Mewariskan prinsip-prinsip dalam
menegakkan hukum masyarakat pluralistik, diterapkan
secara sistematis dan konkrit dari tahun 622-632 M134. Jauh
mendahului konstitusi Amerika Serikat (1787) yang biasa
dianggap sebagai konstitusi pertama di dunia, yang

134
Muchsin, 2004, Sebuah Ichtisar Piagam Madinah, Filsafat Timur, Filosof
Islam Dan Pemikirannya, bp Iblam, dalam Rachmat Taufi q Hidayat,
Republikan, Jakarta, 2003, hal 2-5 Ringkasan isi Piagam Madinah seperti
yang ditulis oleh Nourouzzaman Siddiqi, angka 9, Perdamaian adalah
tujuan utama, namun dalam mengusahakan perdamaian tidak boleh
mengorbankan keadilan (Pasal 45 Piagam Madinah) Apabila mereka
(pendukung Piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan)
memenuhi perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika
mereka diajak berdamai seperti itu, kaum Mukminin wajib memenuhi
ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang
menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban
masingmasing sesuai tugasnya).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

digunakan sebagai dasar untuk mempelopori Declaration


of Human Rights135.
Konflik sosial merupakan bukti sejarah yang
hakikatnya adalah keserakahan manusia untuk meraih
kekuasaan. Dilain pihak konflik juga merupakan
manifestasi harga diri sebuah bangsa, sulit disalahkan, pun
sama sulitnya untuk dibenarkan. Sejarah konflik sama
tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri 136. Sedangkan
teori konflik fungsional yang dikembangkan oleh George
Simmel, dalam Soeryono Soekanto terjadinya konflik di
dalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak terelakkan,
masyarakat dipandangnya sebagai struktur sosial yang
mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang
hanya dibedakan secara analitis137. Komparatif sumber

135
Suparmin, 2012, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternative
Dispute Resolution (ADR), Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, hal 3-4 Selain itu, Piagam Madinah juga telah mendahului
konstitusi Perancis (1795) untuk mempelopori Les Droits de l‟homme et
du citoyen (Agustus 1789). Bahkan lebih dulu dari konstitusi tidak
tertulis (konvensi) Inggris yang disebut Magna Charta(15 Juni 1215)
136
Langit Kresna Hariadi, 2007, Gajah Mada – Perang Bubat, Penerbit Tiga
Serangkai, Cetakan Kedua, Solo, hal : xi. Pertikaian telah terjadi sejak
anak Adam hingga konflik Timur Tengah.
137
Soeryono Soekanto,1988, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Jakarta,
hal: 69 Simmel mengatakan “semakin besar keterlibatan emosional,
semakin besar pula potensi untuk melakukan kekerasan. Faktor
emosional yang timbul dari keakraban, permusuhan, harga diri, dan rasa
iri hati akan meningkatkan intensitas konflik. Pemikiran Al-Kindi dalam
Muchsin, 2004 berusaha mempertemukan Filsafat dan Agama. Filsafat
adalah ilmu tentang kebenaran yang paling mulia dan paling tinggi
martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran.
Tidak ada yang paling utama bagi orang yang mencari kebenaran kecuali
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

hukum Internasional dapat dipelihara guna meningkatkan


kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan
dalam alam kebebasan yang lebih luas, untuk tujuan
melaksanakan toleransi dan hidup bersama satu sama lain
dalam suasana perdamaian sebagai tetangga yang baik.
Pada konsep pencegahan konflik sosial, Penguasa tidak
boleh diskrimansi dalam pelayanan, dan hanya berperan
sebagai oknum elitisasi intelektual yang tidak membumi
dengan masyarakat, apalagi hanya sekadar sebagai oknum
yang sibuk mencari peluang, kesempatan dalam
kesempitan demi mencari keuntungan pribadi138. Oleh
karena itu, penguasa harus peka menjadi mitra masyarakat
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada
disekitarnya. Dalam peran penguasa dan masyarakat pada
pencegahan konflik sosial ini, saya akan melakukan
pembahasan khususnya penanganan konflik sosial untuk
melindungi hak asasi manusia yaitu hak atas keamanan,
mata pencarian, hukum, dan kebebasan.
Untuk memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi
manusia, pada harkat dan derajat diri manusia, pada
persamaan hak, baik bagi pria maupun wanita dan bagi
segala bangsa besar dan kecil dan demi menegakkan
hukum, dimana keadilan dan penghargaan terhadap

kebenaran itu sendiri. Orang yang menghindai kebenaran, ia menjadi kafi


r.
138
Liem Siok Lam,2008, Mengutamakan Rakyat Wawancara Mayor Jendral
TNI Saurip Kadi,Penerbit Aneka Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
hal : 141, 271 POLRI fungsinya dibidang penegakan hukum, keamanan,
dan ketertiban masyarakat (National Order).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian-


perjanjian dan lain-lain.

B. Permasalahan
Pada tingkat konsep pencegahan konflik sosial dan
penegakan hukum dan ham, tujuan saya untuk membahas
dan menganalisa SWOT konsep pencegahan konflik sosial,
dengan maksud untuk menggambarkan bagaimana secara
spesifik konflik sosial dapat dicegah. Oleh karena itu,
perlunya konsep pencegahan konflik sosial ini dianalisa
guna mencegah sejumlah besar konflik sosial yang sering
terjadi di tanah air, seperti (Jawa Tengah, Ambon, Poso,
Lampung Selatan, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah,
Kalimantan Timur, Bekasi Jawa Barat dll) dapat
diminimalis. Adanya kealpaan tidak menyiapkan konsep
pencegahan konflik sosial, bagi penguasa dapat dipandang
sebagai kelalaian yang dapat menimbulkan ancaman
konflik kekerasan, sehingga berakibat timbulnya korban
jiwa, harta benda, dan penderitaan masyarakat yang
berkepanjangan.
Bertolak dari pemikiran sebagaimana diuraikan pada
latar belakang tersebut diatas, maka dapatlah dirumuskan
beberapa permasalahan pokok sebagai berikut :
1. Apakah reorientasi peran POLRI yang dimainkan
dalam penyelesaian konflik, sudah sejalan dengan
mekanisme hukum yang sudah ditetapkan ?
2. Mengapa konsep strategi untuk pencegahan konflik
sosial di wilayah dalam negeri diperlukan ?
3. Apakah strategi dan mekanisme pencegahan dan
penyelesaian konflik sosial untuk mewujudkan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

perdamaian sudah sejalan dengan tuntutan hukum,


demokratisasi, keadilan dan kebenaran, serta hak asasi
manusia ?

C. Pembahasan
Dalam kehidupan bernegara, keanekaragaman suku,
agama, ras, dan budaya Indonesia yang berpenduduk lebih
240 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan
bangsa yang secara langsung atau tidak langsung dapat
memberikan kontribusi positif bagi terciptanya
kesejahteraan masyarakat. Tetapi pada sisi lain, kondisi
tersebut dapat berdampak buruk bagi kehidupan nasional
apabila terdapat ketimpangan pembangunan, ketidakadilan
dan kesenjangan sosial dan ekonomi, serta
ketidakterkendalian dinamika politik139. Untuk itu sumber
hukum Negara, Pancasila disamping merupakan ide dan
sumber hukum yang harus diwujudkan dalam kenyataan,
juga berperan sebagai “rally”, yaitu norma dasar yang
harus menjadi alat pengukur atau penyaring mengenai apa
yang telah diterima oleh tata hukum Indonesia”. Pasal 40
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial Kelembagaan penyelesaian
konflik terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Daerah,Pranata

139
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana
dalam situasi peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi
Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan
pemulihan pascakonflik.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Adat dan/atau Pranata Sosial, serta Satuan Tugas


Penyelesaian Konflik. 140
Pokok bahasan dari konsep pencegahan konflik sosial
ini, yang disebabkan dari benturan kepentingan selanjutnya
disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fi
sik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat
atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan
berdampak luas yang mengakibatkan ketidak amanan dan
disintegrasi sosial sehingga menggangu stabilitas nasional
menghambat pembangunan nasional (cf. Pasal 1 angka 1
UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial)141. Untuk itu, Kepolisian dalam mengemban tugas
dan wewenang dengan mengembangkan strategi
Kepolisian, sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak
berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma
agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia; dan Dalam melaksanakan tugas dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), POLRI

140
Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Penyelesaian Konflik melalui mekanisme Pranata
Adat dan/atau Pranata Sosial fasilitasi oleh Pemerintah Daerah,
kabupaten/kota dengan melibatkan aparatur kecamatan dan kelurahan
setempat.
141
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial dinyatakan Satuan Tugas Penyelesaian
Konflik Sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk
menyelesaikan Konflik di luar Pengadilan melalui musyawarah mufakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mengutamakan tindakan pencegahan”142. Ketentuan


tersebut telah sejalan dengan Firman Allah, Quran, Juz 4,
Surat ke-3, ayat 110 Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah.
Untuk itu, dalam rangka pencegahan konflik sosial
dan untuk mewujudkan perdamaian guna terciptanya
ketenteraman dan keamanan serta terselenggaranya
ketertiban masyarakat, maka POLRI mengutamakan
pencegahan dengan mencakup etika kelembagaan143 dan
etika kepribadian, yaitu sebagai berikut:
1. Dengan mengacu pada strategi pencegahan Konflik
oleh Pemerintah, kerangka regulasi yang ada mencakup
3 (tiga) strategi:

142
.Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002,
nomor 2 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara
umum berwenang mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup
administratif kepolisian (vide Pasal 15 ayat (1) huruf e.
143
Pasal 10 huruf f jo Pasal 11 huruf e Peraturan Kepala Kepolisian Negara
RepublikIndonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia Setiap Anggota POLRI wajib
“menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga
kehormatan dalam hubungan dengan masyarakat” yang ada kaitannya
bagi “Setiap Anggota POLRI wajib melaksanakan tugas kenegaraan,
kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas dan benar,
sebagai wujud nyata amal dan ibadahnya. Artinya : Setiap Anggota
POLRI dalam penanganan konflik, wajib menghormati kesepakatan yang
telah dibuat oleh lembaga ad hoc.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Pertama, kerangka regulasi dalam upaya Pencegahan


Konflik seperti regulasi mengenai kebijakan dan
strategi pembangunan yang sensitif terhadap Konflik
dan upaya Pencegahan Konflik.
Kedua, kerangka regulasi bagi kegiatan Penanganan
Konflik pada saat terjadi Konflik yang meliputi
penghentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban
manusia ataupun harta benda.
Ketiga, Kerangka regulasi bagi penanganan
pascakonflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan
tugas penyelesaian sengketa/proses hukum serta
kegiatan pemulihan, reintegrasi, dan rehabilitasi.
Untuk memberdayakan tugas menjaga keamanan
dalam negeri dan memelihara ketertiban masyarakat
dari gangguan yang akan ditimbulkan oleh konflik
kekerasan, maka dalam strategi “konsep pencegahan
konflik sosial” minimal ada 11 (sebelas) konsep, yang
harus dipersiapkan, yaitu :
1) Tumbuhkan kehidupan Pranata Adat dan/atau
Pranata Sosial masyarakat berorientasi musyawarah
untuk mewujudkan perdamaian, dan bentuk
“lembaga anti konflik”, dengan mengaktifkan
rembug warga, rembug desa, silaturahmi dan
mencegah provokator.
2) Konflik tidak muncul secara tiba-tiba, deteksi
sedini mungkin dan telusuri akar masalah yang
menjadi sumbersumber laten konflik sosial dan
faktor-faktor korelatif kriminogin dari potensi
penyimpangan sosial yang dapat mengganggu
kehidupan masyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

3) Sampaikan pemberitaan secara benar dengan hati-


hati adanya perbedaan pendapat, benturan
kepentingan dalam kelompok masyarakat
berpotensi memicu konflik kekerasan, karena hanya
pijat tombol informasi dapat meloncat keluar
melewati perbatasan.
4) POLRI sebagai mengemban 4 fungsi (1) law
enforcement agency, (2) maintainance order
official, (3) peace keeping official, dan (4) public
servant, wajib ciptakan lingkungan yang jujur dan
obyektif.
5) Hilangkan timbulnya niat dan konflik sosial dengan
mengaktifkan kehadiran
Bhabinkamtibmas,Babinsa,dan perangkat
kelurahan/desa di tengah-tengah masyarakat secara
terus menerus dan berkelanjutan untuk
menciptakan suasana tenteram dan damai.
6) Jangan membeda-bedakan (tanpa diskriminasi)
dalam pelayanan kepada masyarakat harus sigap
terutama dalam penegakan hukum dan ham.
7) Perlunya, membangun kepercayaan masyarakat
(trust building) agar aparat khususnya TNI dan
POLRI dapat dicintai masyarakat sebagai
pelindung dan pelayan masyarakat.
8) Kembangkan strategi perpolisian masyarakat
(community policing) berwawasan kemitraan dan
kesetaraan dengan masyarakat dan instansi terkait
(Pemerintah, TNI, POLRI), tokoh masyarakat,
tokoh agama untuk bersamasama duduk satu meja
sebagai pencegah masalah konflik sosial.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

9) Mengaktifkan pencegahan terhadap provokator dari


luar/pihak ke 3 (tiga) masuk kewilayah lingkungan
kerja yang berpotensi munculkan konflik sosial,
dan mencegah setiap cacian, hinaan baik oleh dan
atau terhadap perorangan dan/atau kelompok sosial
masyarakat yang dapat memanaskan situasi.
10) Sampaikan informasi dua arah secara benar dan
hatihati dari masyarakat untuk masyarakat, tetapi
secara jelas berdasarkan fakta dan kebenaran (bila
menyangkut kekerasan) jangan fulgar, tidak bersifat
memicu konflik kekerasan, tetapi dengan
pendekatan keamanan dan ketertiban masyarakat.
11) Tanamkan budaya silaturahmi dan (kerja sama)
membentuk lembaga anti konflik, dengan duduk
satu meja dalam membahas setiap permasalahan
tentang perbedaan pendapat dan perbedaan
kepentingan untuk menciptakan perdamaian dan
ketenteraman.
Oleh karena pencegahan konflik sosial sangat kuat
dengan dimensi kolektivitas, maka peran penegakan
hukum dan ham yang dijalankan oleh POLRI, TNI, dan
Pemerintah sedapat mungkin dipadukan dengan
peranperan POLRI dengan strategi Perpolisian
Masyarakat (Community Policing) dengan
mengedepankan penyelesaian masalah (problem
solving), yakni peran pengamanan dan penertiban
masyarakat, serta peran perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan masyarakat. Polisi selain menangani
terhadap kejahatan (repressive policing), polisi harus
lebih besar perhatiannya terhadap penanganan masalah
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

konflik sosial dan sumber-sumber konflik, dengan


menganalisa problem-problem sosial sebagai masalah
(problem oriented policing). Dengan menganalisis dan
pemecahan masalah secara dini timbulnya
penyimpangan sosial dan konflik sosial agar dapat
dicegah secara dini.
2. Oleh karena POLRI sebagai garda terdepan dalam
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,
tugasnya di tengah-tengah masyarakat obyeknya antara
lain masyarakat dalam wilayah tertentu yang didiami
oleh masyarakat tersebut.Untuk itu,potensi yang ada di
masyarakat harus diupayakan pemanfaatannya agar
dapat didayagunakan dalam rangka untuk mencapai
tugas pokok POLRI dan TNI. Misalnya di satu wilayah
terdapatnya potensi masyarakat yang kuat yaitu: TNI,
alim ulama, organisasi pemuda, tokoh agama, instansi
pemerintah terkait, kaum intelektual. Oleh karena itu,
potensi tersebut harus diupayakan dapat berpartisipasi
dalam usaha menciptakan kondisi Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang aman dan tertib dan dapat
bersama-sama mewujudkan kehidupan masyarakat tata
tenterem kerta raharja”144.
Dikaitkan dengan menghormati hak asasi manusia,
bahwa, Pasal 71 dan pasal 72 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan setiap aparat
hukum (polisi, jaksa, hakim, pengacara, advokat, lapas
144
. Djunaidi Maskat H, 1993, Manajemen Kepolisian Teori dan Praktik
Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan berbagai contoh Format Bentuk
Berbagai Rencana, Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang,
Bandung, hal :22
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dan rutan) sepatutnya memiliki persepsi dan


pemahaman yang sama tentang hukum dan
HAM.Dalam pelaksanaan tugasnya, sudah barang tentu
pemerintah wajib dan bertanggung jawab dalam
perlindungan, pemajuan, penegakan, pemenuhan, dan
penghormatan hak asasi manusia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan145.
Dalam menjalankan perannya POLRI wajib
memiliki keahlian dan ketrampilan secara profesional,
sejalan dengan perintah. Pasal 30 Ayat (4) UUDNRI
Tahun 1945 dan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri. Pasal 30 Ayat (3) UUDNRI Tahun 1945
Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat
TNI, terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara, adalah alat Negara yang bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara

145
Chairuddin Idrus,2011, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Jawa Tengah, Rencana Aksi Nasional HAM 2010 – 2014). Sebagai
Strategi Nasional untuk Mewujudkan Implementasi HAM dalam
Penegakan Hukum, Disampaikan pada Lokakarya HAM Mapolda Jawa
Tengah, 13 April 2011 : 5-6 Dibidang HAM dan Hukum Internasional
yang sudah diterima di Indonesia, kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah itu meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang
hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan negara, dan bidang
lainnya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

keutuhan dan kedaulatan Negara. Rakyat Indonesia


sebagian terbesar juga tunduk pada hukum adat,
sebagaimana negara modern yang mengindahkan
instrumen internasional, maka kehidupan hukum juga
mengindahkan budaya Indonesia, sebagaimana
dimaklumi pada kearifan lokal, gotong royong,
kebersamaan, musyawarah mufakat dengan norma-
norma yang terkandung nilai-nilai luhur, menjunjung
tinggi martabat hak asasi manusia.
3. Bahwa menurut Ronny, Roscoe Pound mengusulkan
agar dalam masyarakat demokrasi, nilai-nilai hukum
hendaknya mampu memberikan jawaban mengenai
pertanyaan untuk apa nilai-nilai tersebut diterapkan.
Pendirian Roscoe Pound ditangkap dan dirumuskan
Tallcot Parsons dalam model bahwa masyarakat
didasarkan pada konsensus nilai-nilai.
Isinya empat pernyataan dasar menggambarkan
secara utuh model tersebut sebagai berikut :
• Setiap masyarakat merupakan perwujudan dari
unsur-unsur yang berlaku secara relatif.
• Setiap masyarakat merupakan perwujudan dari
unsurunsur yang terintegrasi secara baik.
• Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan
kontribusi kepada fungsinya di dalam masyarakat
itu.
• Setiap masyarakat mendasarkan diri pada konsensus
dari anggota-anggotanya146.

146
Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Semarang, hal : 101 Satu-satunya permasalahan yang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Dalam berkehidupan masyarakat bernegara,


perlunya toleransi antar bangsa-bangsa, antar suku-
suku, antar umat beragama, antar warga untuk
menciptakan kerukunan masyarakat yang aman, saling
mengasihi. Untuk itu, supaya hidup berdampingan bahu
membahu secara damai antara suku-suku dan bangsa-
bangsa, sebagaimanan dimaksud pada Firman
Allah,yaitu:
Juz 26, QS ke-49, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat
13:“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal”.
Selanjutnya diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau
bersabda:
“Orang yang paling besar pahalanya di sisi Allah
Ta‟ala nanti pada hari kiamat adalah orang yang paling
bermanfaat bagi sesama manusia sewaktu di dunia, dan
orang-orang yang nanti pada hari kiamat dekat dengan
Allah adalah orangorang yang mendamaikan di antara
sesama manusia (yang bertengkar).,”147 selanjutnya
Firman Allah :

dihadapi legislator adalah hanya menentukan apakah nilai-nilai yang ada


dalam masyarakat itu sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan Roscoe
Pound
147
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi,1999, Tanbihul Ghafi lin Nasehat
Bagi Yang Lalai, Pustaka Amani, Jakarta,: 366-367 Ma‟mar
meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Humaid, dari ibunya, Ummu Kaltsum
bin Uqbah, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “tidaklah termasuk
berbohong orang yang mendamaikan orang (yang bertengkar), di mana ia
mengatakan yang baik-baik atau menambahi yang baik-baik. “
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Juz 26, QS ke-49, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat


9:“Jika ada dua golongan orang-orang mu‟min
berperang maka damaikanlah antara keduanya”,
selanjutnya;
Juz 26, QS Surat ke 49, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat
10:
“Sesungguhnya orang-orang mu‟min adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat”, selanjutnya;
Juz 25 QS Surat ke 42 ayat 38 :
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat.
Sedang urusan146 mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka”.
Terkait dengan perdamaian, dalam Kekristenan
Paus Yohanes Paulus II, masa kecilnya bernama
“Karol Wojtyla “selama 26 tahun berkeliling dunia
untuk mengajak umatnya melakukan perdamaian, juga
berkunjung ke Masjid Ummayad di Damascus,

Mendamaikan orang (yang bertengkar) itu adalah salah satu cabang dari
cabang-cabang ilmu kenabian, sedangkan menceraikan sesama
manusia adalah salah satu dari cabang-cabang ilmu sihir.Alqur‟an dan
Terjemahannya (Revisi terbaru), 2000, Departemen Agama RI Dengan
Transliterasi Arab- Latin (Rumy), Penerbit CV. Asy-Syifa‟, Semarang, hal : 151,
1087 maksud : pada terjemahan dalam Surat Ali Imran,Qs ke 3, ayat 159 yang
dimaksud “urusan” yaitu urusan peperangan/konflik dan hal-hal duniawian
lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain. Dan
sesungguhnya manusia diciptakan untuk saling kenal mengenal, antar suku, antar
bangsa, atau sesama golongan baik lakilaki maupun perempuan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

menggandeng pemimpin Palestina (waktu itu Yaser


Arafat); tanpa henti memperjuangkan perdamaian, baik
di Timur Tengah maupun di berbagai belahan dunia
yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan
para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan
pentingnya keluarga, yang sejuk, yang penuh damai.
Dalam buku “Rise, Let Us Be On Our Way”, Paus
Yohanes Paulus II menulis “Gembala, bahwa sesama
umat manusia harus hidup secara berdampingan
berdasarkan perdamaian148. Dalam Kekristenan
ditegaskan: Dan prajurit-prajurit bertanya juga
kepadanya: “Dan kami, apakah yang harus kami
perbuat ?” Jawab Yohanes kepada mereka: “jangan
merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah
dirimu dengan gajimu” (Lukas 3: 14). Janganlah
engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan
kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai
sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut
kebanyakan orang-orang membelokkan hukum
(Keluaran Surat ke 23 ayat (2). Itulah sebabnya hukum
kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul
keadilan, sebab orang-orang fasik mengepung orang-
orangbenar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik
(Habakuk 1: 4).

148
Trias Kuncahyono, 2005, Paus Yohanes Paulus II, Musyafir Dari
Polandia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Agustus, hal : 126-128.
Setelah wafatnya Paus Yohanes Paulus II; Dikatakan “Syafi i Maarif”,
bahwa beliau merupakan salah satu pelopor perdamaian dunia “Paus
merupakan tokoh dunia yang mempunyai pengaruh luas bagi ketertiban
dunia. “
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Terkait perdamaian, itu dalam kekristenan


dilandasi kasih, kasih itu sabar dan murah hati, tidak
cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong,
juga tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak
mencari keuntungan sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak
menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita
karena ketidak adilan, tetapi karena kebenaran. (I
Korintus 13 : 4-7).
Hadis Nabi; Diriwayatkan dari Artha‟, dalam
menafsirkan ayat : “Barangsiapa yang membawa
kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih
baik dari padanya.”(QS. An-Naml: 89).Artha
mengatakan, bahwa orang yang membaca Laa Ilaaha
illallaah akan memperoleh sorga. Sedangkan mengenai
“Dan barangsiapayang membawa kejahatan, maka
disungkurkanlah muka merekake dalam neraka.”
(QS. An-Naml: 90)149
Sedangkan dalam Instrumen Internasional, Pasal
33 Lampiran I Bab VI PBB ayat (1) Pihak-pihak yang
tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika
berlangsung terus menerus mungkin membahayakan
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,
pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan cara
perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi,
arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-
badan atau persetujuan setempat atau dengan cara
damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.

149
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Ibid, hlm: 158
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Resume Barda Nawawi Arief “masalah mediasi


dalam perkara pidana, sudah masuk dalam agenda
pembahasan ditingkat internasional, yaitu dalam
Konggres PBBke-9/1995 dan ke-10/2000 mengenai
„Prevention of Crime and the Treatment of Offenders‟
dan dalam Kon Yahya Renaldy Lihu ferensi
Internasional Pembaharuan Hukum Pidana
(International Penal Reform Conference) tahun
1999150“. Telah sesuai dengan prinsip menghargai dan
menghormati HAM, setiap anggota POLRI dalam
melaksanakan tugas mempunyai kewajiban untuk
menerapkan perlindungan dan penghargaan kepada
instrumen internasional dan HAM sekurang-kurangnya
:
1. Menghormati martabat dan HAM setiap orang;
2. Bertindak secara adil dan tidak diskriminatif;
3. Berperilaku sopan;
4. Menghormati norma agama, etika, dan susila; dan
5. Menghargai budaya lokal sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum dan HAM151

150
Barda Nawawi Arief, 2007, Mediasi Penal (Penal Mediation) Dalam
Penyelesaian Sengketa/Masalah Perbankan Beraspek Pidana di Luar
Pengadilan) dalam Kapita Selekta Hukum, Menyambut Dies Natalis Ke-
50 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Penerbit Fakultas Hukum
Undip, Semarang, hal ;13-17 Karena mediasi penal terutama
mempertemukan antara pelaku dengan korban.
151
. Bambang Hendarso Danuri, 2009, Pasal 8 Perkap Nomor 8 Tahun
2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia
Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Jakarta, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

D. Analisa SWOT
Bahwa, guna menyelesaikan masalah (problem
solving) dan untuk intensitas keamanan dalam Negeri anti
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan kekerasan,
untuk memantapkan keamanan dalam negeri dan
supremesi hukum dan untuk mendukung pembangunan
nasional, perlu pembahasan konsep pencegahan konflik,
yang didasarkan pada analisa SWOT mengenai :
Strength/kekuatan, Weakness/kelemahan,
opportunity/peluang, dan threat/ancaman konflik sosial,
yaitu sebagai berikut:
1. Strength/kekuatan; Bahwa kekuatan massa yang
semakin besar akan semakin sulit dikendalikan. Makin
besar massa berkumpul semakin besar kemungkinan
konflik sosial akan terjadi. Untuk mengurangi kekuatan
massa, pecah kekuatan massa menjadi bagian-bagian
kecil atau gembosi massa sebelum berkumpul menjadi
besar. Konflik sosial merupakan bukti sejarah yang
hakikatnya bukti ketamakan/keserakahan manusia
untuk memperoleh kekuasaan. Dilain pihak merupakan
manifestasi harga diri yang sulit disalahkan tetapi juga
sulit untuk dibenarkan. Terhadap kekuatan massa aparat
seharusnya bersifat persuasive dan edukatif, mereka
harus mengupayakan untuk mendinginkan suasana.
Aparat tidak boleh berpihak atau diskriminasi. Tunjuk
perwakilan untuk menyampaikan sesuatu
permasalahan. Persatuan dan kebersamaan antara aparat
pemerintah dengan warga masyarakat, secara gotong
royong dan bau membau dalam menghadapi masalah
yang muncul akan memperkuat dan mempererat tali
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

persaudaraan; Gembosi massa yang akan berkumpul


banyak, karena makin banyak massa berkumpul makin
besar kemungkinan konflik kekerasan mudah terjadi
dan untuk itu massa makin sulit dikendalikan. Oleh
karena itu pecah kekuatan massa. Tindakan tegas152,
harus melalui tahapan, sesuai dengan Protap.
Sebelum konflik sosial terjadi, Pemerintah Daerah
mengedepankan pencegahan dengan pembentukan
Pranata Adat/Pranata Sosial yang lahir dari nilai-nilai
yang ditaati oleh masyarakatdan diakui keberadaannya.
Kebersamaan pengaruhnya akan sangat besar dalam
pencegahan konflik sosial tersebut. Sebagian besar
pemain mempunyai pemikiran, bahwa ini merupakan
suatu interaksi atau hubungan sosial yang tidak
dipisahkan.
2. Weakness/kelemahan dalam pembuatan tanggul
pencegah banjir akan timbul ancaman bahaya bencana
banjir kedalam kota atau pemukiman. Akibatk“air bah”
yang dahsyat dapat menimbulkan korban jiwa, harta
benda, dan ketakutan warga masyarakat. Begitu pula

152
Susilo Bambang Yudhoyono, 2013, Presiden Republik Indonesia, Suara
Merdeka, Semarang, Selasa, 8 Januari 2013, hal. 2 Istana Bogor
(7/1/2013), Presiden meminta aparat lebih tegas ketika
menyelesaikan masalah gangguan keamanan. Terjadinya eskalasi
gangguan keamanan di banyak daerah menimbulkan kesan dari
masyarakat bahwa Negara melakukan pembiaran, serta keterlambatan
dan ketidak tuntasan dalam menyelesaikan gangguan keamanan. Karena
itu, SBY ingin tahun ini lembaga-lembaga terkait, utamanya jajaran
pemerintah, melaksanakan upaya yang jauh lebih efektif. Di garis
bawahi, bahwa tidak boleh ada yang ragu-ragu dalam menegakkan dan
memelihara keamanan sampai tingkat paling depan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kelemahan deteksi dini (early warning) pada konsep


pencegahan kejahatan/konflik sosial, akan dapat dengan
mudah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat berupa pengrusakan, pembakaran,
penjarahan, dan penganiayaan oleh massa. Lemahnya
penegakan hukum dan ham,dengan mudah
menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada
aparat, sehingga warga masyarakat suka main hakim
sendiri, premanisme, penjarahan harta benda. Konflik
sosial dengan kekerasan antara lain: tawur warga,
tawuran pelajar, yang dapat berakibat timbulnya
kekacauan, ketakutan, kebakaran, penganiayaan,
pengungsian dan situasi mencekam. Untuk
mengantisipasi kelemahan tersebut, maka kedekatan
Bhabinkamtibmas, Babinsa, Perangkat
Kelurahan153(RT, RW, Kepala Desa/Kelurahan) dengan

153
Elan Subilan, Drs. SH., MM KOMBES POL, Kapolrestabes
Semarang, awal 2013, Januari 14, Warta Jateng, hal. : 2; Menggerakkan
aksi nyata kerukunan untuk mewujudkan keamanan dalam Negeri serta
memperkuat toleransi hidup damai, dan untuk memelihara ketenteraman
masyarakat, di wilayah, yang disampaikan di Kelurahan Palebon, pada
hari Jumat, 11/1/2013 (malam) “Waspadai Pendatang Baru”; Dapat
dicontoh, Kapolrestabes Semarang meminta kepada masyarakat (1x24
jam tamu wajib lapor RT/RW setempat).Masyarakat juga diwajibkan
mewaspadai terhadap kehadiran orang baru di lingkungan tempat
tinggalnya, terlebih ajakan-ajakan aneh (provokatif) yang berpotensi
merusak kebersamaan, dan kerukunan antarumat beragama. Ditegaskan
lagi, tanamkan Rasa perbedaan untuk kedamaian masyarakat. Waspadai
modus, untuk memecah belah berbagai pihak. Untuk itu, sejalan dengan
Komandan Kodim 0733 BS/Semarang Letkol Kav Dicky
Armunantho Mulkan menegaskan, pihaknya siap membantu Polri
bersama masyarakat dalam membendung usaha-usaha yang merusak
keberagaman, terlebih menyangkut masalah agama maupun kepercayaan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

warga masyarakat supaya tejalin intensif sehingga


terjadi komunikasi dua arah yang baik dalam rangka
meningkatkan situasi Kamtibmas yang kondusif154.
3. Opportunity/peluang, bahwa kesempatan/peluang
pertama “aksi nyata kerukunan” Kepala Satuan
Wilayah (Kasatwil), yaitu: kesempatan
Kapolrestabes/Kapolres, Dandimtabes/Dandim, dan
Pemkab/Pemkot dan unsur-unsur militer, tokoh
masyarakat, pemuka agama mengadakan kegiatan olah
raga bersama, atau kegiatan sosial kemasyarakatan
(duduk satu meja) lainnya, secara terus
menerus/berlanjut untuk menciptakan situasi

Disampaikan juga oleh Wisnu Pujonggo, Ketua Forum Persaudaraan


Bangsa Indonesia (FPBI) Kota Semarang, pada dialog kebangsaan di
Kelurahan Palebon itu tidak akan berhenti. Pihaknya akan mengadakan
kegiatan sekaligus sosialisasi itu ke seluruh kelurahan di Kota Semarang.
154
Langgeng Purnomo,SIK, MH., AKBP, Kapolres Grobogan, Suara
Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013, Kedung Sapur, 31, Grobogan; Aksi
nyata kerukunanuntuk menciptakan situasi yang kondusip, Kapolres
menyampaikan perkembangan situasi Kamtibmas. Kata-nya, didampingi
Wakapolres Kompol Anton Perda, SIK dan Kabag Ops Kompol Kelik
Budiono Jumat (4/1/2013); Untuk menciptakan keamanan dan
ketenteraman masyarakat, dalam menangani gangguan Kamtibmas
(konflik), Polres bekerja sama dengan Instansi terkait (TNI,Pemkab
Plus), mengenai informasi perkembangan situasi Kamtibmas juga akan
dikirim kepada pimpinan ponpes, tokoh agama lain, juga kepala sekolah,
kepala desa (kades) hingga Ketua RW dan RT (lewat Bhabinkamtibmas,
Babinsa, Perangkat Kelurahan). Dia mengakui bahwa terjadinya kasus
terkait dengan Kamtibmas dan Kamseltibcarlantas di daerahnya selama
tahun 2012 relatif tinggi. Untuk itu, ke depan upaya kedekatan polisi dan
masyarakat dapat terjalin intensif, sehingga diharapkan terjadi
komunikasi dua arah dengan baik untuk mewujudkankan situasi
Kamtibmas di wilayah hukum Polres Grobogan yang kondusip.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

ketenteraman yang diikuti oleh aparat level paling


bawah (Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Kepala Desa).
Mereka harus bekerja sama denganpemuka agama,
tokoh pemuda dan masyarakat diwujudkan duduk
bersama-sama (duduk satu meja) membicarakan
pentingnya pencegahan konflik dan kejahatan, supaya
keamanan dan ketertiban masyarakat selalu kondusip
dan kehidupan terasa tenteram dan damai;
Lemahnya kehadiran aparat kedesa-desa/kampung-
kampung maka secara tidak langsung telah memberikan
peluang kepada pemain, untuk terjadinya kejahatan dan
konflik sosial. Oleh karena itu, untuk menghilangkan
kesempatan dan niat pemain (provokator) yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik berdarah, maka
mekanisme dan prosedur operasional dalam upaya
pencegahan konflik sosial oleh aparat (TNI, POLRI,
Pemerintah Desa).Terhadap kehidupan masyarakat,
perlu ditingkatkan peran masing-masing dilapangan
agar selalu bersama-sama tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh pemuda untuk menciptakan ketenteraman
dan kedamaian155. Dalam pencegahan konflik sosial

155
Asep Jenal Ahmadi,Kapolres Kendal, 2013,; Aksi nyata kerukunan
bersama dengan Damdin Kendal Letkol Inf Tyas Koesharjadi, Suara
Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013, Kedung Sapur 31, Kendal; Aksi nyata
untuk menghilangkan peluang (kesempatan) provokator dan pelaku
kejahatan; kata dia disela-sela acara olah raga bersama. Untuk
meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan mempererat
silaturahmi, bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah
(Forkompinda) di halaman Mapolres Kendal (4/1/2013) Pihaknya
mennyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
menjaga jalannya kegiatan misa Natal dan perayaan tahun baru yang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

aparat harus blusukan di lapangan.Untuk itu, orientasi


kerja Bhabinkamtibmas dan Babinsa bersikap netral,
bersama-sama aparat desa/kelurahan (Kepala
Kelurahan/Desa, RW, atau RT) dengan pemuka agama,
tokoh masyarakat, kaum intelektual, wira usaha, tokoh
pemuda membentuk / mengindahkan pranata adat
dan/atau pranata sosial untuk menciptakan
ketenteraman dan kedamaian, khususnya diwilayah
tugas / lingkungan masing-masing.
4. Threat/ancaman konflik sosial, tidak hanya dapat
menimbulkan kekerasan. Tetapi juga menimbulkan
suasana mencekam, perasaan takut secara meluas atau
menimbulkan korban harta benda, hilangnya nyawa.
Konflik sosial juga memecah belah persatuan dan
kesatuan, antar kawan, antar kelompok, (baik rakyat
maupun elit politik) memerosotkan moral bangsa,
menurunkan prestasi generasi muda dan lain
sebagainya. Konflik, merupakan ancaman yang

telah berlangsung kondusif serta tidak terjadi gangguan keamanan. Dia


mengatakan: pada pengamanan acara perayaan Natal dan pergantian
tahun baru 2013 tidak terjadi kasus kriminalitas yang menonjol. Semua
itu, tidak lepas dari kesiapan petugas (POLRI, TNI, Satpol PP, Dinas
Perhubungan, dan Organisasi kemasyarakatan) dan warga yang ingin
menciptakan suasana kondusif di Kabupaten Kendal. Dalam kesempatan
yang sama Dan Dim Kendal Letkol Inf Tyas Koesharyadi
mengatakan, acara olah raga bersama ini sangat bagus, karena bisa
mempererat tali silaturahmi antara anggota dan Forkompinda. Selain itu
bisa meningkatkan kerja sama untuk menjaga situasi kondusip di Kendal.
Hal senada juga disampaikan Kabag Humas Pemkab Kendal, Heri
Wasito, imbuhnya, Acara olahraga bersama antar instansi perlu rutin
digelar untuk menjaga kebersamaan antar instansi (Wawasan, 5/1/2013:
17).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

mengakibatkan kerusakan atau kehancuran rumah-


rumah warga, fasilitas umum, kebakaran,
penganiayaan, dan apabila konflik sosial tidak dicegah
maka akan terjadi bentrokan massa yang lebih
besar.Konflik sosialdapat mengakibatkan trauma psikis,
ketakutan dan terganggunya ketenteraman umum
sehingga menghambat cita-cita Pembangunan Nasional
yaitu menuju masyarakat adil makmur, tatatenteram
kerta raharja.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

E. Penutup
1. Simpulan
Sebenarnya Lembaga Polisi bukan lembaga
pemadam kebakaran, tetapi mencegah (preventif)
bekerja sebelum terjadinya kebakaran, konflik sosial,
atau kejahatan. Polisi tidak menindak segalanya tetapi
bagaimana memahami problemnya dengan The Tool
The Problem Solving. Polisi sebagai Ilmuwan sosial
mencari sumber-sumber masalah penyebab yang dapat
menimbulkan konflik, untuk mewujudkan
ketenteraman masyarakat. Oleh karena itu, perlu gladi
staf untuk pencegahan konflik agar konflik tidak
membahayakan bagi masyarakat, negara dan bangsa,
memang bukanlah hal yang mudah.
Oleh karena itu, perlunya POLRI,TNI, Instansi
terkait Intelektual, Wirausaha, Pemuka agama,Tokoh
masyarakat senantiasa harus berupaya meningkatkan
kemampuan dan kerjasamanya dalam berbagai pihak
terutama dalam pencegahan konflik sosial. Dalam
penanganan konflik sosial, POLRI sebagai penegak
hukum dan bertugas memelihara keamanan dalam
negeri dituntut untuk dapat memiliki keahlian dan
keterampilan secara profesional dan proporsional.
Pencegahan konfik sosial harus sejalan dengan tuntutan
hukum, demokratisasi, keadilan dan kebenaran, serta
hak asasi manusia, untuk itu dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Bahwa, perlunya konsep untuk pencegahan konflik
sosial agar dapat dikendalikan karena karena konflik
yang akan terjadi, yang disebabkan oleh benturan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kepentingan agar tidak menjadi konflik kekerasan.


Pemerintah desa, POLRI, TNI, dan tokoh
masyarakat wajib mengupayakan bahwa perbedaan
kepentingan atau perbedaan pendapat dapat
dikendalikan dengan cara menumbuhkan kehidupan
pranata sosial/pranata adat berorientasi musyawarah
untuk mewujudkan perdamaian demi terciptanya
ketenteraman masyarakat dalam negeri;
b. Bahwa Reorientas peran POLRI yang dimainkan
dalam penanganan konflik sosial sudah sejalan
dengan mekanisme hukum.Dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya sebagai penegak hukum,
polisi juga betugas menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat untuk melindungi,
mengayomi, dan melayanani masyarakat. Demi
terselenggaranya keamanan dalam negeri. POLRI
dalam melaksanakan tugas penegakan hukum
senantiasa menghormati norma hukum, keadilan,
dan kearifan lokal serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Tentang serangkaian kegiatan penanganan
konflik sosial, POLRI secara sistematis dan
terencana dalam situasi peristiwa konflik, baik
sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya
konflik mencakup pencegahan konflik, penghentian
konflik, dan pemulihan pasca konflik sudah sejalan
dengan mekanisme hukum yang sudah ditetapkan.
c. Bahwa konsep strategi pencegahan konflik perlunya
regulasi yang mencakup 3 (tiga) strategi :
1) kerangka strategi dalam upaya pencegahan
konflik.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

2) kerangka regulasi bagi penanganan pada saat


konflik terjadi meliputi penghentian konflik
kekerasan, dan pencegahan jatuhnya korban
jiwa dan harta benda.
3) kerangka regulasi bagi penanganan pasca
konflik, yang berkaitan dengan tugas
penyelesaian sengketa, proses hukum, serta
kegiatan pemulihan, reintegrasi, rehabilitasi
pemulihan keamanan.

2. Saran
a. Perlunya mengaktifkan kehadiran Bhabin-kamtibmas,
Babinsa,dan perangkat desa ke desa-desa/kampung-
kampung secara terus menerus, berwawasan kemitraan
dan kesetaraan bersama-sama masyarakat dan tokoh
agama, tokoh masyarakat untuk diajak duduk satu meja
secara bersama-sama dalam mencegah terjadinya
konflik atau gangguan keamanan.
b. Perlunya deteksi dini (early warning) untuk mengenali
sumber-sumber penyebab konflik sosial yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik kekerasan.
c. Perlunya menyampaikan informasi dua arah dengan
pendekatan keamanan dan ketertiban masyarakat
berwawasan perdamaian untuk menenteramkan situasi
keamanan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

BAB IV
KARAKTER POLISI SEBAGAI TELADAN
MENCELA KEJAHATAN

Penelitian John Braithwaite 156 membuktikan, masyarakat


yang tinggi angka kejahatan adalah masyarakat yang
warganya kurang efektif mencela kejahatan. Agar proses
pelembagaan shaming berjalan sinergis, dibutuhkan kiat polisi
protagonis. Yaitu Polisi yang memiliki karakter bersahabat,
yang dapat menempatkan diri sebagai meminjam istilah JH
Skolnick - polisi adalah seorang moralis, bapak, teman,
pengabdi dan tokoh yang dikagumi dan
dihormati, bahkan juga dapat sebagai penembak jitu157
Yang menjadi harapan tertinggi masyarakat terhadap
perpolisian kita adalah polisi dapat memberikan pelayanan
dan pengayoman untuk mencapai ketertiban dan ketenteraman
serta memberikan jaminan terhadap tegaknya kebenaran dan
keadilan. Kecenderungan yang saat ini perpolisian di
Indonesia yang berhasil adalah gabungan antara perpolisian
reaktif (reactive police) dengan perpolisian yang didasarkan
kedekatan dengan masyarakat (community policing).
Bahwa kebijakan dan hasil-hasil penelitian yang empiris
dapat dituangkan dalam produk perundang-undangan yang
bersifat yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris, historis
dan komperatif juga dipandang perlu untuk pendalaman. Di

156
. John Braithwaite, Reintegrative Shaming, Republicanis and Policy,
1995.
157
. Justice Without Trial : Low Enforcement In Democratic Society, 1996.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

samping sebagai pelengkap pendekatan Yuridis


normatif,Pendekatan Yuridis empiris diperlukan untuk
mengetahui gambaran penerapan pidana penjara yang
didasarkan pada kebijakan legislatif selama ini. Pendekatan
historis juga diperlukan, karena kebijakan legislatif yang
dituangkan dalam perundang-undangan tidak dapat dilepaskan
dari proses pembuatanperundang-undangan itu sendiri. 158
Dalam (hlm 44) Almanak Kepolisian RI terkandung pula
gambaran sejarah pembangunan Polri yang tentunya
diharapkan mampu memacu bagi perkembangan kesadaran
sejarah (Historical Sense) yang tinggi bagi segenap unsur
pimpinan Polri. Sebab tanpa kesadaran historis yang tinggi
seorang pimpinan tidak akan berpikir secara transformasional.
Dengan membuat perbandingan-perbandingan historis ini,
seorang pimpinan akanmendapatkan konsep-konsep yang
jelas. Sekaligus akan menyadari bahwa sebenarnya iapun
sedang membuat sejarah159. Kita jangan hanya mampu
memburu kejahatan, tetapi kita juga harus mampu memburu
ilmu. Kata Sutarman, seluruh taruna dan pengajar di
lingkungan Akademi Kepolisian harus melek teknologi dan
informasi. Perang konvensional sudah tidak ada lagi, tetapi
perang jenis baru bermunculan dengan senjata ampuh
informasi160. Dari kunjungannya kesejumlah daerah,
158
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan
Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang, 1994 : 67.
159
Moch. Sanusi, Jendal Polisi, Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Penerbit S. P. Kadislitbang Polri No. Pol. : B/394/IX/Dislitbang,Jakarta,
1 Juli 1988, PenyusunanAlmanak Kepolisian RI, 1988-1990, hlm : 44.
160
Suara Merdeka, Resmikan Gedung : Kapolri Jendral Sutarman
meresmikan Pusat Kendali Pendidikan Akpol Semarang, Selasa (11/3).
((39),Rabu, 12 Maret 2014, hlm : 24 Untuk pembelajaran Online,
Gubernur Akpol, Inspektur Jendral Eko Hadi Sutedjo mengatakan,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Sutarman mencermati potensi munculnya kerawanan juga


terjadi di kampung-kampung. Ditempat seperti itu ternyata
masih ditemukan penyimpangan yang dilakukan orang-orang
tertentu dengan modus mengintimidasi dan mempengaruhi
dengan uang161, dan juga dengan teror.
Bahwa, „tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-
bisikan mereka dari orang-orang yang menyuruh (manusia)
memberi sedekah atau berbuat ma‟ruf, atau mengadakan
perdamaian (ketenteraman) di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan
Allah, maka kelak Allah memberi kepadanya pahala yang
besar162‟.

pengisian konten akan berlangsunghingga akhir 2014 dengan


menggandeng sejumlah kampus Universitas Diponegoro dan Universitas
Dian Nuswantara. Ada 150 titik di Akpol yang terpantau CCTV,
sehingga dalam proses pengajaran dan pengasuhan termonitor dan dapat
dievaluasi. “ Modul pembelajaran secara Online telah tersedia mengenai
tindakan-tindakan kepolisian, sistem Informasi ini berstandar
internasional. Dengan target menjadi world class university akan tergapai
(H74,K44-39).
161
Suara Merdeka, Jumat, 14 Maret 2014, hlm : 2 Dicermati, Terorisme saat
Kampanye, di Sleman-Masa kampanye Pemilihan Umum Legislatif
(Pileg)2014 yang akan dimulai 16 Maret nanti menjadi fokus
pengamanan yang dilakukan kepolisian. Kata Kapolri Jendral Polisi
Sutarman, usai memberikan pengarahan kepada perwira menegah
(Pamen) di jajaran Polda DIY. Di Krapyak ia dimintaberbicara dalam
pengajian yang dipimpin oleh (Habib Syech bin Abdul Qodir Assegap),
dan Sutarman juga diminta memimpin doa bersamauntuk keselamatan
bangsamenjelang pemilu.
162
Juz 5, Qur‟an Surat Kr 4, An Nisa‟ (wanita) ayat (114), hlm : 205
menurutMu‟adz bin Jabal r.a. berkata Pelajarilah ilmu, karena
mempelajarinya adalah kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mengingat-
ingatnya adalah tasbih, mendalaminya adalah jihad mengerjakannya
kepada orang yang belum mengerti adalah sedekah, mengingatkannya
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Dalam pengertian itu POLRI idealnya tidak hanya peduli


pada persoalan kemampuan profesionalisme teknis semata,
tetapi juga menitikberatkan pada rancang bangun komunikasi
yang alamiah dengan masyarakat. Hanya dengan modal yang
demikian itu Polisi dapat mengajak masyarakat peduli dan
peka terhadap setiap bentuk perilaku menyimpang atau
kejahatan yang terjadi dalam lingkungannya. Bahkan
diupayakan semaksimal mungkin masyarakat membuat
institusi kontrol untuk mengawasi warganya.
“Untuk menyembuhkan sekalian penyakit dan
penyimpang itu, semua komponen bangsa harus bersama-
sama membenahi diri. Tidak adil jika keberantakan dan
kekacauan ini yang terjadi di Negara kita ini hanya
ditimpakan hanya kepada aparat penegak hukum saja,
khususnya Kepolisian. Sebab sampai derajad tertentu,
kejahatan dan mutu penegakan hukum ditentukan oleh budaya
hukum kita juga.
Terbuktiwarga masyarakat lebih suka membakar pelaku
kejahatan ketimbang menempuh prosedur hukum. Semua
menyumbangkan kekacauan di segala bidang. Sadar atau
tidak, “kaum elit” ataupunmasyarakat sedang “mempraktikkan
ke kacauan” itu. Singkatnya kekacauan yang terjadi sedikit
banyak terkait dengan kadar budaya malu yang kita miliki.
Shame culture merupakan kesadaran moral kolektif tentang
pentingnya pencelaan terhadap setiap perbuatan yang
menyimpang yang mendatangkan rasa malu, seperti kejahatan.
Sebagai garda depan penegak hukum Kepolisian memiliki

kepada orang yang sudah mengerti adalah taqarrub. Allah mengangkat


derajat suatu bangsa karena ilmu, sehingga mereka menjadi pemuka
yang dipatuhi dan dikuti langkahnya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

peluang untuk mempelopori perkembangan budaya malu


(agent of shame cultur e) dalam masyarakat163, untuk
keteladanan itu, pejabat polisi harus berani untuk melakukan
pencelaan terhadap perilaku kaum elit dan masyarakat yang
menyimpang dari norma hukum.
Prof. Sullipan, pakar Kepolisian Amerika Serikat
menyatakan; Polisi haruslah memiliki well motivated, well
educated, well trained, well equipped dan well paid (motivasi,
pendidikan, pengalaman lapangan, sarana dan kesejahteraan
yang baik).
Diantara kelima persyaratan itu yang paling
memprihatinkan untuk kondisi Polisi kita adalah kesejahteraan
(paid/celery) sebagai tolok ukurnya seperti yang dilaporkan
oleh Asia Week (April 1994), bahwa gaji Polisi Indonesia itu
terkecil di ASEAN. Indonesia menggaji Polisi yang baru
diangkat sebanyak 65 US$, sementara Malaysia 165 US$,
Thailand 147 dollar US$ dan Singapura 513 US$.
Untuk kesejahteraan gaji anggota POLRI (February 2011
08:08:28) dibandingkan dengan kepolisian negara lain:
Berikut pendapatan per orang di setiap negara dibanding
gaji polisi:
1. Pendapatan rata-rata per orang di Hongkong Rp. 34 juta,
polisi Rp. 50 juta/bulan.
2. Pendapatan rata-rata per orang di Malaysia Rp. 11 juta,
polisi Rp. 30 juta/bulan.
3. Pendapatan rata-rata per orang di Singapura Rp. 43 juta,
polisi Rp. 16 juta/bulan.

163
S. Brodjo Sudjono, “Kataklisme”, Budaya Malu dan Peran Polisi. Harian
Suara Merdeka. Semarang, 8 Nopember 2000 : 6.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

4. Pendapatan rata-rata per orang di Thailand Rp. 6,5 juta,


polisi Rp. 5 juta/bulan.
5. Pendapatan rata-rata per orang di Indonesia Rp. 3,3 juta,
polisi Rp. 2.293.000. (untuk gaji, lauk pauk pangkat
terendah)/bulan164.
Rasio Polisi Belum jugamemadai personil Polri.
Sumberdaya manusia Polri belum memenuhi standar yang
ditetapkan oleh PBB yaitu 1 personil polisi untuk 400 orang
penduduk. Dari data Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) pada 1995 sampai 2000 rasio polisi dan masyarakat
adalah 1:1000. Sedangkan pada 2000-2005 rasio tersebut
membaik yakni 1:700165. Di targetkan lima tahun mendatang
rasio tersebut mencapai 1:500, ujar Waka Polri Komisaris
Jenderal Adang Daradjatun pada wartawan dalam acara
Seminar Kerjasama Indonesia-Jepang dalam Meningkatkan
Profesionalisme Polri di Hotel Nikko Jakarta, Selasa
(29/3/2005). Dengan kurang memadainya rasio polisi dengan
penduduk tersebut, kemampuan Polri dalammemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat serta memelihara
keamanan dalam negeri belum maksimal. Untuk itu perlunya
dukungan dari masyarakat, tradisi klotekan untuk
membangunkan warga sahur dilakukan oleh AKP Suharto, SH
Kanit Reskrim Polsek Gayamsari, Semarang, keliling
kampung bersama warga sambil nabuh gendang untuk

164
Petrus Rampisela, 2013, diunduh dariOffi cial Twitter Page of
Kompasiana (the only citizen media in Indonesia). Like our page at page
at http:// www. facebook. com /KOMPASIANAcom,
165
www. tempo. co/read/news/2005/03/29/05558738/rasio-polisi-dan-
masyarakat-1700, Selasa, 29 Maret 2005, 14. 15 WIB, diunduh Kamis,
11 Juli 2013, 22. 30 WIB.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

membangunkan warga untuk sahur, kegiatan ini dalam rangka


mem bangun kerjasama mendekatkan kemitraan dengan
masyarakat untuk selanjutnya warga masyarakat dapat turut
serta ciptakan kondisi aman, tenteram, dan nyaman166.
Kita patut bangga sebagai bangsa besar yang
mempunyai budaya luhur, berakhlak mulia, berbudi
pekerti baik, toleransi dan menghormati norma agamatelah
diakui oleh dunia Internasional. Terbukti, bahwa Presiden
Republik Indonesia Bp. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai pemimpin Bangsa Besar tersebut, prestasi luar biasa
beberapa kali telah memperoleh kepercayaan Dunia
Internasional untuk menerima Anugerah, Penghargaan
Internasional“Word Statesman Award 2013” atau “Anugerah
Negarawan Dunia 2013” dari Organisasi AS, The Appeal of
Consience Foundationberkenaan dengan toleransi umat
beragama, perdamaian dan demokrasi di Indonesia167.
Penghargaan Luar Biasa juga diterima Presiden,
ketikaKunjungan Kepala Negara Presiden Republik Indonesia
Bp, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono ke kota London,
Inggris, untuk memenuhi undangan istimewa dari Ratu
Elizabet II, yang tahun itu merayakan 60 tahun
kemahkotaannya. Dalam kunjungan ke Inggris ini, Presiden
SBY jugamenerima penganugerahan “Knight Grand Cross
of the Order of Bath”, yangdiserahkan langsung oleh Ratu

166
Tribum Jateng, 16 Juli 2013, hlm 9& 15 dan Suara Merdeka, 16 Juli 2013,
hlm. 32 Ajak Sahur, Polisi Tabuh Rebana,AKP Suharto Keliling
Kampung sambil Tabuh Rebana. Polisi bersama warga melakukan
lotekan di Jl. Gajah Barat, Pandean Lamper, Selasa (16/7/13, 02. 00
WIB), untuk mendekatkan polisi dengan warga
167
Metro TV, 2013, Berita Malam, Jakarta, 8 Juni 2013, 01. 00
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Elizabeth II. Dalam tradisi Inggris, penghargaan “Knight


Grand Cross of the Order of Bath” diberikan kepada
seseorang (Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono)
yang memiliki prestasi luar biasa, baik di bidang militer
maupun sipil. Pertama kali penghargaan ini diberikan oleh
Raja George I Tahun 1725. Adapun pemimpin asing yang
telah menerima penghargaan tersebut antara lain Presiden AS
Ronald Reagan, Presiden Perancis Jaques Chirac, dan
Presiden Turki Abdullah Gul. Sebuah penghargaan Bintang
Jasa yang luar biasa dari Ratu Inggris. Ratu Elizabeth, dalam
sambutanya memuji Presiden Yudhoyono yang telah mampu
melakukan reformasi dan transformasi sehingga demokrasi
berkembang dan perekonomian semakin kuat dan disegani
oleh dunia. Sebuah Bintang Jasa yang Luar Biasa dari Ratu
Inggris kepada Presiden Republik Indonesia Bp. DR. Susilo
Bambang Yudhoyono, diberikan pada hari Kamis, 1
Nopember 2012168.
Presiden Republik Indonesia Bp. DR. H. Susilo Bambang
Yudhoyono, pada Hari Ulang Tahun Kepolisian Negara
Republik Indonesia Ke-61,beliau menyatakan sangat bangga
terhadap Anggota POLRI dan segenap jajaran
Anggotanyayangterus meningkatkan pengabdiankepada
masyarakat, bangsa, dan Negara. Ditegaskan Presiden
Republik Indonesia “bahwa kita sudah dapat
mengembalikan citra sebagai negara yang aman”.
Demikian pula tindakan tegas aparat kepolisian pada illegal
logging, illegal fishing, illegal mining, dan traffi king in

168
Diunduh, 16 Juni 2013, 02. 00 WIB, www. voa. islam.
com/news/analysis/2012/11/01/21469-kunjungan-sby-antara-sanjungan-
dan-kecaman.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

person, harus terus dilakukan. Selain dihadapkan pada


kejahatan konvensional, kepolisian juga dihadapkan pada
kejahatan di dunia maya (cyber crime), untuk itu, POLRI
dituntut untuk menjawab tantangan dari berbagai bentuk
kejahatan, melalui peningkatan profesionalisme.
Presiden minta agar strategi perpolisian masyarakat
(community policing) terus dikembangkan.
Perbanyakpembentukan Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat di seluruh tanah air. Beliau juga sampaikan
bahwa, sejak masa perang kemerdekaan dulu POLRI
berdiri dan terus berjuang demi tugas-tugas keamanan yang
kompleks untuk mempertahankan Kedaulatan Negara
Republik Indonesia (NKRI), Cukup banyak anggota POLRI
yang gugur di medan juang, banyak pula anggota POLRI yang
luka parah (cacatpermanen) dalam pengabdiannya. Demi
menciptakan rasa aman, rasa tenteram, dan tidak jarang pula
mereka harus bertaruh nyawa melawan pelaku kejahatan.
Tanggal 30 Juli 2014, hari Rabu Jenazah Briptu Pol
Anumerta Yoga Axsel Zethro Ginuny (pahlawan muda) tiba
dirumah duka Jl. Imam Bonjol102 Semarang. Ia gugur dalam
tugas patroli,ketika bersama 7 orang rekannya di Indiwa
diserang dari atas bukit ketinggian 2.400 mdpl diloksi
kejadian dekat jurang oleh 20 (dua puluh) orang kelompok
kriminal bersenjata pimpinan Kurom Wenda dan Enden
Wandinbo, ketika menuju Polsek Makki, mampir di Polsek
Pirime wilayah Polres Lanny Jaya169.

169
Suara Merdeka, Kamis, 30 Juli 2014, halaman 12 sejumlah
anggota Brimob Polda Papua dipimpin Kabid Humas Polda Papua
Kombes Sulistyo Pudjo Hartono mengantarkan jenasah dari Jaya
Pura sampai disemayamkan di Semarang.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Perjalanan panjang perjuangan POLRI dalam


pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa, dan Negara
sangatlah penting dalam rangka menciptakan rasa aman,
tenteram dan damai170.
Pada Hari Ulang Tahun Bhayangkara POLRI yang ke-66
di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, 1 Juli
2013. Dalam kesempatan ini, SBY memberikan amanat
berupa lima kunci bagi Polri dalam tugasnya melayani
masyarakat, yaitu: Pertama, pelayanan prima dan responsif
kepada publik. Kedua, menjunjung tinggi kode etik dalam
bertugas. Ketiga, anti-KKN dalam meningkatkan pelayanan
publik yang lebih murah dan akuntabel. Keempat, mencegah
aksi-aksi kekerasan. Dan Kelima, menindak tegas kelompok-
kelompok yang merugikan masyarakat171. POLRI diharap bisa
atasi ragam kejahatan baik konvensional, cyber crime,
terosisme, korupsi dan kejahatan/tindak pidana lainnya.
Presiden sampaikan, bahwa „kita tentu sering
meyaksikan anggota POLRI masih bertugas di jalanan
ditengah teriknya panas mata hari dan berjaga di jalanan
ketika hujan deras turun‟, berpatroli ketika masyarakat sedang
tertidur, berjaga-jaga ketika masyarakta mengadakan kegiatan
merayakan pesta suka ria, tidak libur ketika masyarakat
bersukaria menikmati cuti nasional (dalam suasana lebaran
atau natal, atau kegiatan keagamaan, dan tahun baru), justeru

170
Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Sambutan Tertulis Presiden Republik
IndonesiaPada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, tanggal 1
Juli 2007, hlm. 1-3
171
Jaringannews-com/politik-peristiwa/umum/17924/hut;bhayangkara-ke-
sby-beri-limaamanat-untuk-polri. Hari Bhayangkara ke-66 SBY Beri
Lima Amanat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

POLRI sibuk melaksanakan tugasmelindungi, mengayomi,


dan melayani masyarakat agar selamat lancar dalam
perjalanan sampai tujuan, dan kembali dalam suasana bahagia
kumpul bersama keluarga, Potret ini dapat dijumpai diseluruh
wilayah kepolisian di pelosok tanah air.
Keluarga besar POLRI juga patut bangga luar biasa,
karena tiga hari setelah peringatan Hari Bayangkara ke 67,
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo mendapat sebuah
kehormatan dari negaratetangga kita yaitu Singapura. Presiden
Singapura Tony Tan Keng Yam menganugerahkan
penghargaan “Distinguished Service Order”untuk Kapolri
atas kontribusi luar biasa dan prestasi luar biasa dalam
membina hubungan bilateral antara pasukan polisi dari kedua
negara. The Singapore Police Force (SPF) mengatakan dalam
sebuah pernyataan bahwa mereka telah mendapatkan banyak
manfaat dari hubungan yang terjalin sangat baik dengan Polri,
khususnya dalam meningkatkan keamanan maritim. Sebagai
penghargaan atas kerja sama antara Polri dengan Kepolisian
Singapura. Pada tanggal 4 Juli 2013, Pemerintah Singapura
menganugerahkan “Darjah Utama Bakti Cemerlang”, yang
diberikan oleh Presiden Singapura, H. E. Tony Tan Keng
Yam, di Istana Negara Singapura. Penganugerahan tanda jasa
ini didasari oleh manfaat dari kontribusi aktif dan signifi kan
dari Kapolri dalam meningkatkan hubungan bilateral yang
lebih erat Polri dan Kepolisian Singapura172.
Di bawah kepemimpinan yang sangat baik dari Jenderal
Timur Pradopo, Polri telah berhasil melakukan beberapa
operasi kunci kontra-terorisme, sehingga memberikan
172
Indonesiakatakami. wordpress. com2013/07/04selamat ulangtahun Polri;
diunduh 16 Juli 2013.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kontribusi signifi kan terhadap keselamatan dan keamanan


kawasan. Presiden juga meminta Polri untuk dapat tegas
menindak kelompok-kelompok yang memaksakan hukumnya
sendiri dengan mengeyampingkan hak-hak konstitusional.
“Beranilah bersikap tegas sesuai ketentuan hukum yang
berlaku, dan yakinlah setiap masalah itu dapat dilokalisasi,
diatasi dengan cepat agar tidak menjadi luas dan menjadi
permasalahan nasional,” ujar SBY. Tuntutan selalu siaga pun
turut menjadi perhatian presiden. “Saya tidak ingin aparat
kepolisian berjaga dan tidak siap, baik dalam menangani
konflik komunal, aksi kriminal maupun tindak anarkis,” kata
SBY. Secara prosedural, presiden perpesan agar jajaran Polri
tetap mematuhi koridor standar operasional yang berlaku.
Bahwa untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas dan
mengamankan pemudik lebaran, “Kapolda Jateng Irjen Pol
Dwi Priyatno mengingatkan pemudik Lebaran angka
kecelakaan lalu lintas, khususnya pemudik sepeda motor terus
meningkat. Dalam satu hari ada 11 kasus kecelakaan yang
melibatkan sepeda motor. Penegasan tersebut disampaikan
Kapolda saat rapat koordinasi bidang ekonomi, keuangan dan
industri daerah ( Ekuinda) Jateng menghadapi Ramadhan di
Gedung Gradika Bhakti Praja, Semarang, Selasa (9/7/2013).
“Polda Jateng sudah siap. Efektif polisi akan mengamankan
Lebaran selama 16(enam belas) hari, terutama saat cuti
bersama. Dipastikan personel kami (POLRI) tidak akan
ikut cuti173. “
Dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri
kesejahteraan anggota polisi yang baru dibandingkan negara
173
Sindikasi. net/warta/kapolda. jateng. ingatkan. pemudik-bermotor,
diunduh, Rabu, 10 Juli 2013, sekira jam 15. 15 WIB.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Asia lainnya gaji anggota Kepolisian Negara Republik


Indonesia, gajinya masih tergolong menduduki peringkat
yang terendah walaupun dalam pelaksanan tugas penegakan
hukum resiko sangat tinggi bahayanya, dandapat meregang
nyawa gugur dalam tugasseperti yang dilalami Kompol
Anumerta Yahya RenaldyLihu Kanit Resmob Polda Jawa
Tengah. Kapolda Jateng Irjen Pol Dwi Priyatno menyatakan
sangat kehilangan dan berdukacita atas gugurnya anggota
tesebut. Kamis 25/7/2013; Untuk mengungkap bukti kejahatan
dengan kekerasan 3 (tiga) korban jiwa yang dikubur di ladang
tersangka Muhyaro dukun penggandaan uang (yang akhirnya
tewas) ketika menjatuhkan diri dari jalan setapak ke dasar
jurang kedalaman sekira 150 meter dengan menarik petugas
yang mau mengungkapnya, tepatnya di tebing/lereng gunung
Sumbing, Dusun Petung, Desa Ngemplak, Windusari,
Magelang, Jawa Tengah.
Dengan kondisi kesejahteraan yang masih minim itu,
menjadi pangkal terhambatnya profesi Polisi menuju
profesionalisme atau jadi penyebab timbulnya “kejahatan
profesi”, maka kiranya Pemerintah perlu arif
mempertimbangkan, untuk menaikkan gaji Polisi, apalagi
untuk “kelompok seprofesinya” seperti Jaksa dan Hakim
sudah lebih dulu diperhatikan kesejahteraannya, karena tugas
Polisi jauh lebih berbahaya dibandingkan profesi hukum
lainnya. 174
Secara jujur layak diakui Polisi juga manusia biasa,
kebanyakan orang bekerja pertama-tama untuk mencari dan
mencukupi nafkah bagi dirinya sendiri atau juga bagi keluarga
174
Abdul Wahid, Anang Sulistyono, Etika Profesi Hukum dan Nuansa
Tantangan Profesi Hukum di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1997 : 135.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

yang ditanggungnya. Tujuan seperti itu memang bukan tujuan


paling luhur, namun toh dapat dikatakan sebagai tujuan paling
dekat atau paling mendesak. 175
Dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang akan
datang, yang pasti penuh dengan kompleksitas, kecanggihan
serta tanggung jawab yang makin meningkat, memang
Kepolisian harus mengusahakan peningkatan profesionalisme.
Tidak cukup hanya itu, tetapi polisi juga harus berkarakter
nilai-nilai berbudi pekerti luhur melakukan amar ma‟ruf nahi
mungkar176. Al-Faqih mengatakan, bahwa orang yang hendak
melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar harus memiliki lima
syarat, yaitu:
1. Mempunyai ilmu;
2. Ikhlas karena Allah Ta‟ala;
3. Ramah dan sayang kepada orang yang diajak untuk
berbuat baik;
4. Sabar dan penyantun;
5. Ia harus mengerjakan apa yang harus ia perintahkan
kepada orang lain.177

175
Purwa Hadi Wardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Bandung, 1990 :
95.
176
Abu Hurairah r. a. meriwayatkan dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:
Hendaklah kamu menyuruh berbuat baik meskipun kamu belum bisa
mengerjakannya, dan hendaklah kamu mencegah perbuatan mungkar,
meskipun kamu belum mampu meninggalkannya”.
177
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, 1999, Jakarta, (1) ibid, hal: 158-159
Firman Allah, Juz 4, QS ke-3, Ali Imran, ayat (110) Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman tentulah lebih baik bagi mereka; diantara
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Untuk menghadapi millenium tiga, kiranya diperlukan


kiat Polisi yang lain dari masa orde baru. Polisi bertugas
sifatnya melindungi, mengayomi masyarakat. Cita-cita Polisi
mandiri yang juga cendekiawan akan mampu secara kreatif
mencari, menjajagi caracara baru, dalam menjadi Polisi bagi
masyarakatnya yang mengalami begitu banyak perubahan
dalam segala aspeknya.178 Dibidang ilmu pengetahuan
teknologi dan informasi perubahan begitu cepat. Sadar atau
tidak, perubahan dramatis terjadi di sektor kebudayaan
masyarakat, masyarakat dalam konteks budaya populer berada
dalam sebuah kesadaran palsu.179
Untuk dapat merebut kepercayaan masyarakat dan dapat
meningkatkan pelayanan masyarakat serta untuk mewujudkan
rasa aman dan tenteram terhadap masyarakat, POLRI harus
siap melaksanakan agendanya tentang profesionalisme dan
profesionalisasi, yang sangat penting bagi Kepolisian kita.
Kalau kita tidak ingin tertinggal oleh perkembangan
masyarakat kita sendiri-sendiri atau negara-negara lain,
sedangkan sekarang dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
semakin maju, dunia semakin kecil dan waktu justru semakin
kurang.

mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang


yang fasik.
178
Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah, Polisi Pelaku dan Pemikir, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1993 : 183-184.
179
Rudolfus Tallan, Saatnya Hukum Bertamasya ke Alam Posmodern
sampai ke Posmarxis, diucapkan dalam Seminar Nasional Prospek
Hukum Progresif” pada hari Senin, tanggal 20 Juli 2009 : Untuk
menyempurnakan bangunan teori hukum, untuk itu, bahwa realitas yang
tidak bisa di kesampingkan saat ini adalah transisi peradaban.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Apabila kita mengikuti perkembangan Kepolisian saat ini,


hampir setiap wilayah kecamatan diseluruh wilayah Indonesia
didirikan Sektor Kepolisian, perlu diketahui bahwa Sektor
Kepolisian adalah merupakan ujung tombak/garis depan
dalam pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian dalam Sistem
Peradilan Pidana dan Pelayanan dan perlindungan terhadap
masyarakat.

Hukum Agama Sebagai Spirit


Menurut Jabir Al Faruqi dalam wacana profan180, agama
bila dikaitkan dengan politik memiliki banyak pengertian.
Agama dapat berarti : ajaran, spirit, angka dan legitimasi.
Agama sebagai spirit akan mewarnai perilaku dan cara-cara
seseorang melaksanakan kewajibannya dalam
memperjuangkan agamanya lewat politik.
Agama sebagai ajaran memiliki nilai-nilai universal,
sehingga meniscayakan perspektif bahwa partai yang berbasis
pada massa Islam tidak harus eksklusif. Sedangkan agama
sebagai legitimasi, hampir sama dengan formalisasi agama.
Agama dan masyarakat itu saling mempengaruhi. Agama
mempengaruhi jalan pikiran masyarakat, dan selanjutnya
pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap
agama. Pengaruh timbal balik antara perkembangan
masyarakat dan pertumbuhan agama merupakan kenyataan
sosial-budaya yang menjadi tantangan untuk dihadapi seluas
dan sedalam mungkin. 181

180
. Ibid.
181
Mudjahirin Thohir, Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa
Pesisiran, Penerbit Bendera, Semarang, 1999:122.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Sumber hukum Islam dibawa ke atas panggung


kampanye, untuk menunjukkan bahwa partainya adalah
memperjuangkan kepentingan umat Islam.
Fanatisme merupakan cara yang efektif guna mencapai
integrasi massa pendukung partai. 182 Fanatisme erat
hubungannya dengan sikap emosional suatu kelompok yang
berupaya melakukan pembelaan berdasarkan argumen-
argumen politik semata, tanpa dilandasi kerangka akademik
dan substansi penilaian secara objektif. 183
Munculnya fanatisme tidak terlepas dari akibat
pernyataanpernyataan politik dari elite politik yang bersifat
provokatif dan menggiring emosionalitas publik. Dalam kasus
PKB dan PPP di Jepara (1999) disebabkan oleh pernyataan
para mubaliq dari PPP dan PKB, yang selalu bermuatan
ejekan, saling curiga, memusuhi dan menyerang. 184 Di sisi
lain, para tokoh dengan cara fi tnah dan membentuk opini
yang merugikan pesaingnya, menghasut rekanrekan
sekelompoknya tidak mendinginkan situasi melainkan malah
memperburuk keadaan, sehingga merugikan semua pihak.
Padahal agama dan politik memiliki paradigma yang jauh
berbeda. Agama dipandang sebagai ajaran/doktrin, dan politik
tidak sama dengan agama, namun justru politik merupakan
bagian dari agama.

182
M Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik, PT. Tiara Yogya,
1999 : xixxx.
183
M Tafrikan Marzuki, Konflik Elite Politik Pasca ST MPR, Suara Merdeka,
Tanggal 23 Agustus 2000 : vi.
184
Arsip Polsek Kedung, tanggal 14 Mei 1999 dan 15 Mei 1999.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Agama merupakan wacana ukhrowi, yang memberi


semangat dan mewarnai perilaku maupun cara-cara seseorang
melaksanakan kewajiban hidupnya.

Firman Allah yaitu :


Al Qur‟an surat 3 Juz 4 Ali ‟Imran ayat 103 : “Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni‟mat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena ni‟mat Allah orang-orang yang
bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan”. 185
Al Qur‟an surat ke 3 JUZ 4 Ali ‟Imran ayat 104 :
“Hendaklah kamu merupakan orang yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang berbuat
mungkar dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan”. 186Selanjutnya juga Firman Allah yang
menyatakan :
“Kamu adalah Umat yang paling baik, yang ditempatkan
di tengah-tengah manusia untuk memimpin kepada kebaikan,
mencegah kemungkaran dan percaya penuh kepada Allah”
(Juz 4 Al Qur‟an, Surat ke 3 Ali ‟Imran ayat 110).
Sedangkan politik merupakan wujud personifikasi
kepentingan/perjuangan untuk menuju kekuasaan. Politik

185
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Surya Cipta Aksara,
Surabaya. 1993 : 95
186
Ibid : hal 95.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

dipandang sebagai formulasi wadah aspirasi yang berada


dalam wacana duniawi. 187
Sudah barang tentu parpol Islam berupaya menghadapi
paradigma politik praktis, antara lain mencari pendukung
massa lewat pengajian, konvoi/pawai, membuat pernyataan
politik, kesepakatan antar partai dan muspika,
mempergunakan simbol-simbol bendera
seragam - spanduk partai dalam kegiatan tertentu. 188
Kekurangpahaman mereka terhadap hakikat agama
dengan politik, menjadikan sikap dan perilaku keagamaan
keluar dari konteks keharusan agama sebagai spirit para
pemeluknya dalam beraktivitas politik.
Parpol Islam pada waktu itu lebih mengutamakan agama
sebagai legitimasi politik, yang memiliki target kemenangan
dalam Pemilu, tanpa mengindahkan nilai-nilai ke-Islaman itu
sendiri.
Penggunaan caci maki, hasutan, fi tnah, bukan mewakili
keIslaman umat. Namun hanya didorong oleh kepentingan dan
ambisi politik tokoh-tokoh mereka untuk memperoleh
dukungan dari massanya sehingga merugikan pesaing
politiknya189. Salah seorang ulama salafberkata kepada
anaknya, ‟Apabila nafsumu mengajak untuk melakukan
maksiat, maka lihatlah ke atas dan malulah kepada penghuni
langit. Apabila tidak, maka lihatlah kebawah dan malulah
kepada penghuni bumi. Apabila kamu tidak merasa malu
187
Jabir Al Faruqi, Ibid, 21 Juni 2000 : IV.
188
Arsip Polsek Kedung, Tanggal 24 Maret 1999.
189
“Janganlah suatu kaum menghina kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka yang (dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). “ (QS.
Alhujurat, 11)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

kepada penghuni langit dan penghuni bumi, maka anggaplah


dirimu termasuk binatang yang tidak mempunyai malu. “190
Dari Al-Hasan, dari Nabi Saw., beliau bersabda:
“Malu itu termasuk iman, dan iman itu berada dalam
surga. Kasar itu termasuk kerendahan budi, dan
kerendahan budi itu berada dalam neraka. “
Al-Faqih menuturkan dari Abdul Wahhab bin Mu
hammad, dengan sanad dari Anas bin Malik r. a, bahwa
Rasulullah Saw. Bersabda:
“Terimalah dari aku enam (perbuatan), niscaya aku
menjamin kamu (masuk) surga. Apabila kamu berbicara,
maka jangan berdusta, apabila kamu berjanji, maka
jangan mengingkari, apabila kamu dipercaya, maka
jangan berkianat, pejamkanlah matamu, jagalah
kemaluanmu, dan kekanglah tangan dan kakimu dari hal
yang haram, niscaya kamu akan selamat. “
Proses reformasi POLRI telah menampakkan hasil pada
aspek struktural dan instrumental untuk memantapkan
kedudukan dan susunan POLRI dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia, serta semakin mengemukanya paradigma
baru sebagai polisi yang berwatak sipil (Civilian Police),
sementara itu pembenahan aspek kultural masih berproses,
antara lain melalui : pembenahan kurikulum pendidikan,
sosialisasi nilai-nilai Tribrata, Catur Prasetya, dan Kode Etik
Profesi untuk mewujudkan jati diri POLRI sebagai pelindung,
pengayom, dan pelayan masyarakat.
Sikap perilaku anggota POLRI belum sepenuhnya
mencerminkan jati diri sebagai pelindung, pengayom dan

190
. Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi, 1999, (2) ibid: hal: 273
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

pelayan masyarakat. Penampilan POLRI masih menyisakan


sikap perilaku yang arogan, cenderung menggunakan
kekerasan, diskriminatif, kurang responsif dan belum
profesional masih merupakan masalah yang harus dibenahi
secara terus menerus.
Menyadari akan perannya, maka dalam upaya
penanggulangan kejahatan, kebijakan yang diambil POLRI
bukanlah ditumpukan hanya kepada upaya preventive atau
repressive yang meliputi kegiatan pencegahan dan penindakan
terhadap kasus kejahatan yang akan atau telah terjadi,
melainkan juga meliputi pre-emptive upaya pembinaan yang
ditujukan kepada segenap lapisan masyarakat, agar dapat
berperan secara aktif dalam upaya penanggulangan kejahatan.
Bahkan upaya penanggulangan kejahatan itu juga meliputi
upaya pre-emptive yang berupa kegiatan-kegiatan untuk
menangkal atau meniadakan akar-akar kejahatan (faktor
kriminogen).
Secara sederhana pola penanggulangan kejahatan yang
dilaksanakan POLRI dapat digambarkan dalam bagan berikut;
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Upaya POLRI

Melalui
Repressive Preventive Pre-emtip Khusus
Metoda

Dengan
Objek
Peristiwa PH FKK •Aktual
•Intensitastinggi
•ResahMasy.

Pola Pemberantasan/ Pencegahan Penangkalan Kamtibmas


Operasi Penindakan Pengosongan

TREND CRIME

Meningkatkan Menurunkan Menghilangkan/ Meredam


CL CT/CR mengeliminer mengembalikan
HAZARD KONDISI KTM

Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan POLRI


pada dasarnya meliputi dua kelompok kegiatan yang dapat
dibedakan sebagai kegiatan Operasi Rutin dan Operasi
Khusus. Operasi Rutin diterapkan dalam menghadapi situasi
di mana gelagat ancaman kamtibmas yang dihadapi masih
dalam batas toleransi kerawanan. Sedangkan Operasi Khusus
akan diterapkan bila gelagat perkembangan situasi
menunjukkan kecenderungan peningkatan sampai melampaui
batas toleransi kerawanan. Operasi Khusus
Kepolisian/Kamtibmas ini juga diterapkan pada saat
menghadapi massa rawan yang berdasarkan pengalaman dan
pengamatan data pada tahun-tahun yang silam telah dapat
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

diprediksi dan dijadwalkan dalam Kalender Kerawanan


Tahunan (Kalender Kamtibmas).
Di dalam kegiatan operasi rutin, metoda yang diterapkan
dalam penanggulangan kejahatan dapat dibedakan tiga yaitu :
1. Upaya repressive : meliputi rangkaian kegiatan
penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan
terhadap semua kasus kejahatan yang telah terjadi, yang
disebut sebagai ancaman faktual, penyidikan serta upaya
paksa yang disyahkan menurut undang-undang.
2. Upaya preventive : meliputi rangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya
kasus kejahatan, yang mencakup kegiatan-kegiatan
pengaturan, penjagaan, patroli dan pengawalan di lokasi
yang diperkirakan mengandung police hazard.
3. Upaya pre-emptive : berupa rangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor-
faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin. Di sini
mencakup upaya untuk mengeliminir faktor-faktor
kriminogen yang ada di dalam masyarakat yang bentuk
kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari analisis terhadap
kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang
terkandung di dalamnya sampai dengan upaya koordinasi
dengan segenap pihak dalam rangka mengantisipasi
kemungkinan timbulnya konflik sosial.
Intensitas kegiatan penanggulangan kejahatan atau
konflik sosial ini bila dikaitkan dengan trend perkembangan
kejahatan akan merupakan dua kekuatan yang saling
berbanding terbalik, di mana apabila upaya penanggulangan
itu dilakukan secara intensif dan akurat, maka dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

sendirinya akan menekan perkembangan kejahatan ke arah


yang lebih kecil, namun sebaliknya bila upaya
penanggulangan semakin kendor, maka diperkirakan gelagat
kejahatan akan semakin meningkat. Proses tersebut dapat
dilihat pada bagan berikut. 191
CRIME -----

----- UPAYA POLRI

Memperhatikan gelagat perkembangan kejahatan yang


diperkirakan akan semakin meningkat baik kuantitas ataupun
kualitasnya, yang disertai dengan semakin berkembangnya
kejahatan berdimensi baru yang sebagian masih belum
tercakup oleh undang-undang yang sudah ada, kiranya dapat
lebih dipahami bahwa masalah kejahatan dan
penanggulangannya tidak mungkin dapat diatasi hanya oleh
pihak POLRI saja, melainkan harus disertai dengan adanya
partisipasi dan dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
POLRI berperan sebagai kekuatan inti yang berfungsi
mendinamisir segala potensi yang terkandung di dalam
masyarakat untuk dikerahkan secara maksimal dalam upaya
mengantisipasi gelagat konflik sosial yang berkembang di
dalam masyarakat itu sendiri.
Khususnya dalam menghadapi trend kejahatan
berdimensi baru, pemikiran dari para pakar terhadap upaya
dan dukungan masyarakat dalam mengantisipasi gelagat
perkembangannya tersebut sangat dibutuhkan, sehingga upaya

191
Kunarto, Ibid : 21.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

penanggulangan kejahatan menjadi lebih efektif dan dapat


memenuhi harapan masyarakat yang mendambakan keamanan
dan ketertiban di lingkungannya. Di samping itu dalam hal ini
peranan korban memegang kunci pokok dalam
menanggulangi kejahatan yang terjadi, sehingga upaya untuk
meningkatkan partisipasi para korban dalam menanggulangi
kejahatan perlu mendapat perhatian.
Gerakan reformasi (reform movement) yang secara
spontan terjadi di awal tahun 1998, menyadarkan seluruh
Bangsa Indonesia terhadap kesalahannya di masa lalu, dan
tidak ada pilihan lain kecuali membulatkan tekad untuk
mengaktualisasikan kembali pelbagai mutiara yang
merupakan karakteristik demokrasi atau yang sering biasa
disebut sebagai the root principles or core values or indices of
democracy yang oleh bangsa-bangsa beradab di dunia selalu
dijadikan parameter untuk menguji apakah suatu bangsa
bersifat demokratis atau sebaliknya (audit democracy)192.
Indeks demokrasi tersebut yang secara sistematis dan
gradual telah mulai diaktualisasikan kembali oleh Bangsa
Indonesia sejak awal tahun 1998 ; melalui pendekatan evolusi
yang dipercepat (accelerated evolution) oleh Presiden
Indonesia yang ke 3 BJ.
Habibie. 193

192
Urofsky, Introduction: The Root Principles of Democracy, http:// usinfo,
state. Gov/products/democracy// hompage. htm, April 2005. Baca juga
Beetham, David, Democracy and Human Right, Polity Press, 1999, p. 28.
dst. ; disitir Muladi, Orasi Ilmiah, Jakarta, 2006 :3.
193
Istilah Evolusi yang dipercepat (Accelerated Evolution) dikembangkan
oleh Presiden RI ketiga B. J. Habibie, sebagai lawan revolusi yang penuh
risiko ketidakpastian dan “potentially victimizing”.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Evaluasi mendalam khususnya melalui TAP MPR Nomor X/


MPR Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Prinsip konstitusionalisme (constitutionalism), yang dapat
menjaga check and balances principles antara
cabangcabang pemerintahan legislatif, eksikutif, dan
judikatif, tanpa ada dominasi satu terhadap yang lain. Hal
ini telah didemonstrasikan melalui proses amandemen
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sampai empat tahapan;
2. Pemilihan umum yang demokratis (democratic election),
baik terhadap anggota-anggota badan legislatif di pusat
dan di daerah termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) terhadap pasangan Presiden dan Wakil Presiden,
maupun terhadap pasangan Kepala Daerah (Gubernur/
Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil
Walikota);
3. Desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah dalam
sistem pemerintahan;
4. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan
(creation of law) yang demokratis, yang menekankan
kepada inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat;
5. Kekuasaan kehakiman yang merdeka (an independent
judiciary). Dalam hal ini pengadilan (judiciary) sering
disebut sebagai the least dangerous branch of the
government;
6. Pembatasan atau lebih tepatnya penegasan tentang
kekuasaan presiden (power of the presidency);
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

7. Peningkatan peranan dari kebebasan media (role of free


media), yang berkaitan erat dengan control terhadap segala
hal yang dilakukan pemerintah, tanpa ada ketakutan untuk
dituntut (without fear of prosecution);
8. Peningkatan peranan dari kelompok kepentingan (role of
the interest groups) termasuk NGO‟S atau civil society,
yang dalam masyarakat yang semakin kompleks semakin
dibutuhkan untuk menyuarakan kepentingan masyarakat;
9. Meningkatkan perhatian terhadap hak rakyat untuk tahu
(people‟s right to know) tentang sampai seberapa jauh
jalannya pemerintahan telah dilaksanakan sebaik-baiknya,
dengan keyakinan bahwa tidak ada negara demokratis
yang dapat berjalan dalam total secrecy;
10. Perlindungan terhadap hak-hak minoritas (protecting
minority rights). Dalam masyarakat yang sangat pluralistic
seperti Indonesia, yang dibutuhkan adalah pendekatan
yang didasarkan atas konsep constructive pluralism yang
melindungi HAM minoritas secara proporsional yang tidak
membenarkan baik pendekatan terhadap kelompok
minoritas yang bersifat pemarginalan (minorities by force)
maupun praktik asimilasi yang dilakukan secara paksa
(minorities by will). 194
11. Kontrol sipil terhadap militer (civilian control to the
military),yang pelaksanaannya di Indonesia sangat
menarik dan bersifat khas. Refl eksinya antara lain terlihat
dalam pemisahan POLRI dan TNI dengan pembagian
tugas yang relatif jelas; hal ini secara tegas diatur dalam
194
Preeee, Jennifer Jackson, Human Rights and Cultural Pluralism: The
“Problem” of Minoritas, European Institute, London School of
Economics, 2001, p. 8-11.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 pasca – amandemen, kedua TAP
MPR Nomor VI/MPR/2000; TAP MPR Nomor
VII/MPR/2000, dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisiam Negara RI.
12. Pemerintah yang terbuka, akuntabel dan responsif (open,
accountable responsive government).
13. Supremasi hukum (the rule of law), yang menegaskan
pentingnya prinsip-prinsip the government is under the
law, independence of judiciary, access to justice dan
tegaknya kepastian hukum (legal certainary), keadilan
(justice is impartiality) dan persamaan di depan hukum
(equality before the law);
Ditegaskan Muladi,pelbagai indeks demokrasi di atas
banyak sekali relevansinya dengan paling tidak 2 (dua) tugas
utama (two major functions or tasks) polisi yaitu pertama
mengendalikan perbuatan menyimpang (deviance control);
dan kedua, mengendalikan ketertiban masyarakat (civil order
control); dan kedua fungsi ini sangat penting untuk menjamin
bahwa anggota masyarakat merasa aman tanpa adanya rasa
takut dan terganggu. 195
Dalam perkembangannya, sebagai hasil dari pelaksanaan
dalam mengembangkan strategi community policing,
disamping tetap berpegang teguh pada tujuan di atas, muncul
2 (dua) tujuan penting lain yakni : (a) menciptakan kemitraan
dengan masyarakat (formingpartnership with the community);
dan (b) menerapkan pendekatan proaktif, dalam pemecahan

195
Dammer, Harry R., Fairchield, Erika, Comparative Criminal Justice
Systems, Wadsworth, Australia, Second Edition, 2000, page 94-95.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat)

masalah konflik sosial dengan cara musyawarah untuk


mewujudkan perdamaian.
Bahwa, setiap anggota polisi harus bisa bersikap sebagai
teman, sebagai tokoh yang dikagumi, sebagai bapak yang
dihormati, sebagai moralis, sebagai pemimpin, sebagai
teladan, sebagai penegak keadilan, sebagai konsultan dalam
menyelesaikan masalah, tetapi dalam keadaan tertentu juga
bisa sebagai penembak jitu.Oleh karena itu, dalam
melaksanakan tugas maupun sebagai warga Negara
ditengah-tengah masyarakat setiap anggota POLRI selain
harus bisa membangun kerjasama dengan masyarakat, juga
harus“malu”apabila tidak mampu menggiatkan
masyarakatuntuk berani mencela kejahatan dan/atau
penyimpangan sosial yang terjadi di lingkungannya. Sehingga
tercipta keamanan dalam negeri yang kondusip aman dan
damai, dalam keadaan tata tenteram kertaraharja.
Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari Al-Hasan, dari Nabi Saw., beliau bersabda : “Malu
itutermasuk iman, dan iman itu berada dalam surga. Kasar itu
termasuk kerendahan budi, dan kerendahan budi itu berada
dalam neraka.”
Diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda :
“Orang yang paling besar pahalanya di sisi Allah
Ta’ala nanti pada hari kiamat adalah orang yang
bermanfaat bagi sesama manusia sewaktu di dunia,
dan orang-orang yang nanti pada hari kiamat dengan
Allah adalah orang-orang yang mendamaikan di
antara sesama manusia (yang bertegkar).”
INDEK NAMA ORANG

8 Maret 1942, 52, 123 Bambang Hendarso


Danuri, 45, 168
Bambang Kristiyono, 33
A Bambang Pujiyono, 35
Banurusman, 34
Abdullah Gul, 186 Barda Nawawi Arief, 9,
Abdurrahman Wahid, 9 30, 31, 70, 71, 123,
Adang Daradjatun, 184 168, 180
Adrianus Meliala, 36 Beetham, 203
Al Hujurat, 164, 165 Boyatzis, 94
Al-Faqih Abul Laits, 132, Brodjo Sudjono, 183
164, 167, 192 Bung Karno, 12, 21, 42,
Ali Imran, 165, 192 43
Alvina Treut Burrouw, 26 Busyro Muqoddas, 70
Anang Sulistyono, 191
Andi Hamzah, 58 C
Anton Tabah, 18, 21, 193
Arief Budiman, 69 Chairuddin Idrus, 162
Asep Jenal Ahmadi, 173 Charles C Thomas, 26
As-Samarqandi, 132, 164, CONF, 41
167, 192, 188
Awaloedin Djamin, 50, D
130
D. Schaffmeister, 120
Daan Sabadan, 19, 20
B Dammer, 206
David, 11, 136, 140, 201
B. J. Habibie, 203 Dicky Armunantho, 171
Bailey, 10 Djunaidi Maskat, 49, 162
Dwi Priyatno, 190, 191
Eko Hadi Sutedjo, 180
H

Habakuk, 166
E Hadis Nabi, 167
Harry R, 206
Elan Subilan, 171 Hartono, 9
Elizabet II, 185 Haryatmoko, 150
Emerson Yudho, 97 Hendarman Supandji, 69,
Enden Wandinbo, 187 71, 99
Erika, 206 Hugeng Imam Santoso, 34
Erlyn Indarti, 133, 134
Esmi Warassih, 138
I
F

Fairchield, 206 I Korintus, 167


Feisal Tanjung, 34 I Timotius, 87
Firman Allah, 130, 157, IGM. Nurdjana, 59
164, 192, 196 Indriyanto Seno Adji, 96
ISIS, 31
G
J
G. Peter Hoefnagels, 27,
29, 30
George Simmel, 152 Jabir Al Faruqi, 194, 197
George Terry, 91 Jaques Chirac, 186
Grand Strategi, 26, 45, 47, Jaya Suprana, 33
51, 54, 64, 104 Jennifer Jackson, 205
JH Skolnick, 179
John Braithwaite, 179
John M. Echols, 26 Mahfud MD, 11
Mahmutarom, 29, 138
Mas Achmad Santosa, 150
K Moch. Sanoesi, 44, 50
Mochtar Lubis, 6, 7
Kelik Budiono, 172 Muchsin, 151, 152
Keluaran, 166 Muhyaro, 191
Kluwer Deventer, 27 Muladi, 15, 37, 40, 41, 53,
Komitmen keteladanan, 55, 203, 206
79
Kunarto, 19, 20, 200
Kurom Wenda, 185 N

L N. Keijzer, 120
L. B. Murdani, 47 Nabi Adam, 149
Langgeng Purnomo, 172 Nasikun, 74, 75, 76, 77
Langit Kresna Hariadi, Naufal, 114
152 Neta S Pane, 100
Launa, 38 Nirmala Sari, 55
Liem Siok Lam, 153 Nyoman Serikat Putra
Lis Febrianda, 70 Jaya, 70
Lukas, 166
Luther Gulick, 90
O

L
Oemar Seno Adji, 96

M Rusli Karim, 193


M Tafrikan Marzuki, 193
M. Faal, 26
P Sahetapy, 118, 121
Sanoesi, 44
Paus Yohanes Paulus II, Sarlito Wirawan Sarwono,
165, 166 34
Peter M Senge, 93 Satjipto Rahardjo, 6, 7,
Petrus Rampisela, 184 19, 22, 50, 89, 128, 191
Philip Kotler, 80, 90 Saurip Kadi, 151
Plato, 43 Soeryono Soekanto, 152
Purwa Hadi Wardoyo, 192 Steven Box, 35
Sudarto, 119, 121
Suhardi Sigit, 69
Sulistyo Pudjo Hartono,
187
R Sullipan, 183
Suparmin, 37, 117, 136,
R Susilo, 125 152
Radjiman Susilo Bambang
Wedyodiningrat, 43 Yudhoyono, 1, 2, 8, 56,
Raja George, 186 93, 94, 95, 96, 168,
Ramidi, 127, 128, 129 183, 184, 186
Ratu Elizabeth, 186 Sutanto, 5, 10, 23
Rewang, 127, 128, 129 Sutarman, 170, 181
Robert Pheel, 17 Syafi i Maarif, 166
Ronald Reagan, 186
Ronny Hanitijo Soemitro,
65, 67, 68, 72, 163 T
Roscoe Pound, 163, 164
Rudolfus Tallan, 193
Tallcot Parsons, 163
Thomas J. Aaron, 26
Timotius, 87
S
Timur Pradopo, 37, 44,
45, 189
Tinah, 125, 126, 127
Tony Tan Lihu, Keng
Yam, 189
Trias Kuncahyono, 166
Tugas dan wewenang, 24
Tyas Koesharyadi, 174

U,
Urofsky, 203

Walker S, 133
Wisnu Pujonggo, 172

Y
Yahya Renaldy Lihu, 168
Yaser Arafat, 166, 207
YB. Mangunwijaya, 69
Yoga Axsel Zethro
Ginuny, 187
Yohanes, 165, 166
Yohanes Paulus II, 166
INDEK MASALAH

8 Maret 1942, 52, 123 Asean, 61


Adil, 70 ASEAN, 183
ADR, 37, 41, 53, 147, 152 Asia Week, 183
Agama, 16, 65, 69, 152, As-Samarqandi, 132, 164,
165, 194, 195, 196 167, 192, 198
Aksi nyata, 172, 173
Aksi nyata kerukunan,
172, 173
Akuntabilitas, 57, 104 B
Al Hujurat, 164, 165
Alamat fiktif, 83 Babinsa, 159, 171, 172,
Alat bukti, 114, 115 173, 174, 178
Al-Faqih Abul Laits, 132, Banggar DPRD, 86
164, 167, 192 Bangsa-Bangsa, 17, 151
Ali Imran, 165, 192 Berkurangnya jumlah
Amanat Presiden, 2 data, 19
Amerika Serikat, 10, 18, Best practices, 139
19, 95, 150, 151, 183 Bhabinkamtibmas, 54,
Analisa SWOT, 80, 169 159, 171, 172, 173, 174
Ancaman, 50, 87 Bhinneka Tunggal Ika, 43
Ancaman dan bahaya, 87
Anugerah Negarawan,
185 C
Anugerah Negarawan
Dunia, 185
Asas Ketuhanan, 145 CONF, 41
Asas persatuan, 145 Criminal policy, 28
D Fungsi kepolisian, 2
Fungsional, 72
Dalam menyelenggarakan,
29
Dapat dicela, 120 G
Dasar Negara, 1, 14, 43,
47, 53, 113, 125, 143, Gambaran krisis
144, 150, 204, 206, 207 kepercayaan, 100
Declaration, 150, 152 Grand Strategi, 26, 45, 47,
Demokratisasi, 9, 40 51, 54, 64, 104
Desentralisasi kekuasaan, Gubernur Bank Indonesia,
204 61, 137
Dinamisasi, 50
Diskresi Kepolisian, 23,
127, 129 H
Doktrin Kepolisian, 12
Doktrin Tri Brata, 36
Habakuk, 166
Hadis Nabi, 167
E Hanoi, 61
Human Rights, 35, 152,
205
Eksternal POLRI, 59

I
F

I Korintus, 167
Firman Allah, 130, 157, I Timotius, 87
164, 192, 196 Implementasinya, 29
Forum Kemitraan, 1, 56, Implikasi, 146
187 Informasi, 45, 78, 181
Internal POLRI, 56 Korupsi, 56, 57, 59, 60,
ISIS, 31 61, 62, 63, 69, 80, 81,
Jaksa, 62, 97, 98, 114, 82, 84, 86, 95, 96, 97,
115, 117, 124, 126, 102, 116, 134, 135,
135, 136, 137, 141, 191 140, 143, 169

K L
Kalender Kamtibmas, 201 Landasan Filosofi, 42
Kapolda Jateng, 190, 191 Laporan fiktif, 83
Kapolres, 24, 172, 173 Launa, 38
Keadilan, 54, 59, 101, Legislatif, 31, 180, 181
102, 109 Lembaga Administrasi
Kebijakan hukum, 126 Negara, 90
Kebijakan
penanggulangan, 27
Kebijakan POLRI, 112 M
Kejaksaan, 60, 96, 97,
125, 137, 138, 140 Mabes POLRI, 5, 37, 60,
Kelemahan, 82, 84 61, 99, 111, 112, 126,
Keluaran, 166 127, 129, 142
Keputusan KaPOLRI, 5, Magna Charta, 150, 152
23, 54, 63, 64 Malu itu termasuk iman,
Kerjasama, 4, 69, 109, 188
184 Manajemen Kepolisian,
Kewenangan diskresi, 134 49, 161
Komitmen keteladanan, Manajerial, 24, 91, 92
79 Media Informasi, 45
Konggres PBB, 41, 168 Mediasi, 55, 169
Konsisten, 57 Mempengaruhi, 30, 52
Konstitusi Madinah, 151 Mengembangkan, 46, 56,
Konstitusi Perancis, 150 109, 113
Mengingat Perma, 54 Pembangunan nasional,
Meningkatkan 46
kesejahteraan, 80 Pembinaan karier, 77, 101
Mens rea, 119 Pembuktian, 96, 118
Metode pendekatan, 72 Pemerintah Daerah,, 84,
Mewujudkan kultur, 79 155, 156
Militer, 16, 18, 42 Pemuka agama, 176
Misi POLRI, 105, 106 Pendamai, 37, 154
Musyawarah, 55 Pendekatan, 58, 72, 74,
75, 102, 179
Penerapan, 30
N Pengambilan keputusan,
Naskah Akademik, 26 91
Non penal, 30 Pengangkatan personil, 77
Northwestern University, Pengawas Internal, 83
80 Pengawasan, 51
Pengemban fungsi, 3, 4
Penggunaan caci maki,
O 197
Penggunaan hukum, 30
Operasional, 23, 41, 42, Penyatuan fungsi, 21
50, 112 Penyebab, 88
Opportunity, 80, 86, 172 Penyimpangan, 57, 97
Peran POLRI, 14
Permasalahan, 33, 154
P Pertikaian, 25, 152
Pancasila, 42, 43, 47, 48, Perubahan-perubahan
53, 69, 103, 113, 143, sosial, 76
144, 145, 150, 155, 207 Petunjuk, 116, 118
Pasal 33 Lampiran, 167 Piagam Madinah, 10, 150,
Pasal 38 ayat (2), 17 151, 152
Peluang, 86
Pihak-pihak yang Shame cultur, 182
tersangkut, 167 Simpulan, 176
Police Discretion, 26 Singapura, 95, 98, 140,
POLICY, 27 142, 183, 189
Polisi juga manusia, 191 Standar Hak Asasi
Polisi sipil, 22 Manusia, 81, 104, 168
Polmas, 2, 25, 54 Strategi baru, 23
Poso, 5, 154 Strategi pemantapan, 49
Postur POLRI, 106, 111 Strategi Perpolisian, 3
PPNS, 3, 4, 51, 109, 135 Suara Merdeka, 37, 100,
Prasyarat keberhasilan, 24 114, 170, 172, 173,
Presiden Republik 180, 181, 183, 185,
Indonesia, 1, 52, 56, 187, 195
170, 185, 186, 188 Sulistyo Pudjo Hartono,
Profesionalisme, 34, 184 187
Proposal fiktif, 83 Sullipan, 183
Proses bolak-balik, 138 Sumber hukum, 195
Syarat tertulis, 123

R
T
Reformasi, 9, 14, 69, 104, Tanda tangan fiktif, 83
204 Terorisme, 37, 45, 181
Rekrutmen anggota baru, Threat, 80, 174
77 Timotius, 87
Reward, 57 Timtas Tipikor, 96, 97
Timur Pradopo, 37, 44,
45, 189
S Tingkat Polda, 60, 99, 111
Sasaran, 108 Tingkat Polsek, 112
SDM POLRI, 99 TKP, 7, 109, 118
Setiap unsur, 163
TNI, 10, 14, 15, 21, 34,
38, 45, 47, 49, 101,
107, 153, 159, 160,
161, 162, 172, 173,
174, 176, 177, 205
Tugas dan wewenang, 24
Tugas pokok, 15
Tugas POLRI, 81

U,
Undang-Undang Dasar, 1,
14, 43, 47, 53, 103,
113, 124, 141, 142,
150, 204, 206, 207

Visi POLRI, 105

W
Wawasan, 174

Y
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur dan Achmad Rofiq, 2002, Demokratisasi dan


Prospek Hukum Islam Di Indonesia (Studi Atas
Pemikiran Gus Dur), Walisongo Press bekerja sama
Pustaka Pelajar Offset, Cetakan Pertama, Yogyakarta.

Abdul Hakim G. Nusantara, Luhut M. P. Pangaribuan,Mas


Achmad Santosa,1986, KUHAP Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana dan Peraturan Peraturan
Pelaksanaan, Penerbit Djambatan, Jakarta.

Abdul Wahid, 1993. Modus-Modus Kejahatan Modern.


Bandung: PT. Tarsito.

Abdul Wahid, Anang Sulistyono, 1997, Etika Profesi Hukum


dan Nuansa Tantangan Profesi Hukum di Indonesia,
Tarsito, Bandung.

Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, 1999, Tanbihul Ghafi lin


Nasehat Bagi Yang Lalai, Pustaka Amani, Jakarta.

Anton Tabah, Membangun POLRI yang Kuat (Belajar dari


Macan-Macan Asia), Jakarta: PT Sumbersewu Lestari,
2002.

Arsip Polsek Kedung, tanggal 14 Mei 1999 dan 15 Mei 1999.

Arsip Polsek Kedung, Tanggal 24 Maret 1999.

Asep Jenal Ahmadi,Kapolres Kendal, 2013, Aksi nyata


kerukunan bersama dengan Damdin Kendal Letkol Inf
Tyas Koesharjadi, Suara Merdeka, Sabtu, 5 Januari
2013.

Asian Human Rights Comussion-Indonesia, “Penyiksaan


terhadap 2 penduduk desa oleh polisi di Sumatera
Selatan berkaitan dengan surat jual beli pembelian sapi,
12 Januari 2006 (Sumber: http:// indonesia. ahrchk.
net/news/mainfi le. php/ua2006/43).

Awaloedin Djamin, 2002, Beberapa Masalah dalam


Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1986, dalam
Satjipto Rahardjo, Op Cit; 1998, halaman 6. juga dalam
Satjipto Rahardjo.

Azyumardi Azra, 2002, Konflik Baru Antar Peradaban,


Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas, Divisi Buku
Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada, Cetakan
Pertama, Jakarta.

B. Z. Koemolontang, Kapita Selekta Tindak Pidana Korupsi,


Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2003.

Bambang Hendarso Danuri, 2009, Pasal 8 Perkap Nomor 8


Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar
Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta, Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150.

Bambang Kristiyono, 2010, Kapolrestabes Semarang,


“Meningkatkan Kemampuan Staf dan Pimpinan Pada
Organisasi Tingkat Tinggi Guna Mencapai Akselerasi
Mencapai Keunggulan Dalam Rangka Mewujudkan
Stabilitas Kamdagri”, Makalah, Semarang, 2010.
Bambang Pujiyono, “Strategi Mengangkat Kembali Citra
POLRI”, Artikel Harian Suara Karya, 1 Juli 2005 (Kf.
Suara Karya Online, 23 Januari 2007, http:// www.
suarakaryaonline. com/news. html? id=113664).

Barda Nawawi Arief, 1990, Pelengkap Bahan Kuliah Hukum


Pidana I, Cetakan ke I, Penerbit Yayasan Sudarto d/a
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

_________________, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam


Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara,
CV Ananta, Semarang.

_________________, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum


Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

_________________, 2007, Masalah Penegakan Hukum


Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan”, Perdana
Media Group, ISBN. 978-979-3925-83-7, Jakarta.

_________________, 2007, Mediasi Penal (Penal Mediation)


Dalam Penyelesaian Sengketa/Masalah Perbankan
Beraspek Pidana di Luar Pengadilan) dalam Kapita
Selekta Hukum, Menyambut Dies Natalis Ke-50
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Penerbit
Fakultas Hukum Undip, Semarang, hal ;13-17 Karena
mediasi penal terutama mempertemukan antara pelaku
dengan korban.

Barda Nawawi Arief, dan Nyoman Serikat Putrajaya, Pidato


Pengantar dan Laudatio Tim Promotor, diucapkan pada
Upacara Penganugerahan Doktor Honoris Causa Dalam
Ilmu Hukum Kepada Hendarman Supandji Dalam Rapat
Senat Terbuka Universitas Diponegoro, tanggal 18 Juli
2009.

Chairuddin Idrus, 2011, Kepala Kantor Wilayah Kementerian


Hukum dan HAM Jawa Tengah, Rencana Aksi Nasional
HAM 2010 – 2014).

D. Schaffmeister, N. Keijzer, Sutorius, Editor Penerjemahan :


J. E. Sahetapy, 1995, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu
Hukum Departemen P&K, Penerbit Liberty Yogyakarta,
Edisi Pertama Cetakan Kesatu.

Da’i Bachtiar, 2005, Lampiran Naskah Akademik Grand


Strategi POLRI Menuju Tahun 2025, Lampiran Surat
Keputusan KAPOLRI NO. POL. :SKEP/360/VI/2005,
tanggal 10 Juni 2005, Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia, LPEM-FEUI, Jakarta.

Daan Sabadan, Kunarto, 1999, Statistik Kejahatan


Internasional Tahun 1981 s/d 1984, Kejahatan
Berdimensi Baru, Cipta Manunggal, ISBN : Indonesia
:979-8939-21-2, Jakarta.

Dammer, Harry R., Fairchield, Erika, 2000, Comparative


Criminal Justice Systems, Wadsworth, Australia,
Second Edition.

Departemen Agama RI, 1993, Al-Qur’an dan Terjemahnya.


Surya Cipta Aksara, Surabaya.

Diunduh, 16 Juni 2013, 02. 00 WIB, www. voa. islam.


com/news/analysis/2012/11/01/21469-kunjungan-sby-
antara-sanjungan-dan-kecaman.
Djunaidi Maskat H, 1993, Manajemen Kepolisian Teori dan
Praktik Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan
berbagai contoh Format Bentuk Berbagai Rencana,
Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung.

Djunaidi Maskat H, 1993, Manajemen Kepolisian Teori dan


Praktik Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan
berbagai contoh Format Bentuk Berbagai Rencana,
Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung.

Elan Subilan, Drs. SH., MM KOMBES POL, Kapolrestabes


Semarang, awal 2013, Januari 14, Warta Jateng.

Erlyn Indarti, 2000, Diskresi Polisi. Semarang: Badan Penerbit


Universitas Diponegoro.

F. Hartono, 2003, Etos dan Moralitas Politik, Penerbit


Kanisius (Anggota IKAPI), Cetakan ke 5, Yogyakarta.

G. Peter Hoefnagels, 1973, The Other Side of Criminology,


Kluwer Deventer, Holand.

H. Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Presiden Republik


Indonesia, dalam Sambutan Tertulis Presiden Republik
Indonesia Pada Hari Bhayangkara Ke-61 di Jakarta
Tanggal 1 Juli 2007.

Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasan, Penerbit Buku


Kompas, Jakarta.

Hendarman Supandji, Membangun Budaya Anti-Korupsi


Sebagai Bagian dari Kebijakan Integral Penanggulangan
Korupsi di Indonesia, Semarang, 18 Juli 2009.
IGM. Nurdjana, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya
Laten Korupsi” Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan
Mafi a Hukum, Pustaka Pelajar,ISBN :978-602-6479-
79-0, Cetakan I, Celeban Timur UH III/548 Yohyakarta.

Indonesiakatakami. wordpress. com2013/07/04selamat


ulangtahun Polri; diunduh 16 Juli 2013.

Indriyanto Seno Adji, 2006, Korupsi dan Pembalikan Beban


PembuktianJakarta: Prof. Oemar Seno Adji, SH &
Rekan.

Jaringannews-com/politik-
peristiwa/umum/17924/hut;bhayangkara-ke-sby-beri-
limaamanat-untuk-polri. Hari Bhayangkara ke-66 SBY
Beri Lima Amanat.

Jendral Polisi Drs. Timur Pradopo, KaPOLRI Baru, 2010,


Dalam Rastra Sewa Kottama Media Informasi POLRI,
Membuka Ruang Transparansi Publik, No. 120,
Desember, Jakarta.

Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme.


Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI, Jakarta.

John Braithwaite, 1995, Reintegrative Shaming, Republicanis


and Policy.

Juhaya S Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama Dalam


Hukum Pidana Di Indonesia, Angkasa, Bandung.
Justice Without Trial, 1996, Low Enforcement In Democratic
Society.

Juz 5, Qur’an Surat Kr 4, An Nisa’ (wanita) ayat (114), hlm :


205.

Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2006, Perpolisian


Masyarakat, Buku Pedoman Pelatihan untuk Anggota
POLRI. Jakarta.

Keputusan KaPOLRI No. Pol. : KEP/200/IX/2005, tanggal 7


September 2005 tentang Rencana Strategis POLRI
2005-2009 (Renstra POLRI).

Kompas, Selasa, 21 Desember 2010, Politik dan Hukum,


kolom 5.

L. B. Murdani, 1988, Doktrin Perjuangan TNI -ABRI “Catur


Dharma Eka Karma”, CADEK, Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia Markas Besar, Jakarta.

Lampiran surat Keputusan KaPOLRI No. Pol. :


Skep/360/VI/2005 tanggal : 10 Juni 2005 Arah
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) POLRI Tahun
2005-2025 dalam Grand Strategi POLRI.

Langgeng Purnomo,SIK, MH., AKBP, Kapolres Grobogan,


Suara Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013, Kedung Sapur,
31, Grobogan.

Langit Kresna Hariadi, 2007, Gajah Mada – Perang Bubat,


Penerbit Tiga Serangkai, Cetakan Kedua, Solo.
Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila, Ekonomi Pancasila
1652 Um, Penerbit Mutiara Jl. Salemba Tengah 38,
Jakarta,1980.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986, Pasal 100


Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Undang-
undang Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan
Administrasi Negara.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33,


Pasal 42 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2


dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Liem Siok Lam, 2008, Mengutamakan Rakyat Wawancara


Mayor Jendral TNI Saurip Kadi,Penerbit Aneka Ilmu,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Lis Febrianda, 2009, Rekonstruksi Regulasi Pelayanan


Kependudukan dan Pencatatan Sipil oleh Birokrasi
Pemerintahan Dalam Perspektif Hukum Administrasi
Negara, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

M. Faal, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi,


(Diskresi Kepolisian), Diterbitkan Oleh PT. Pradnya
Paramita, Dicetak oleh PT. Anem Kosong Anem,
Cetakan pertama, Jakarta.
M. Rusli Karim, 1999, Negara dan Peminggiran Islam Politik,
PT. Tiara Yogya.

M. Tafrikan Marzuki, Konflik Elite Politik Pasca ST MPR,


Suara Merdeka, Tanggal 23 Agustus 2000.

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1982,


Pola Penanggulangan Kriminalitas, Jakarta.

Metro TV, 2013, Berita Malam, Jakarta, 8 Juni 2013, 01. 00

Moch. Sanoesi, 1986, Almanak Kepolisian RepublikIndonesia


1988-1990, Arah Kebijaksanaan dan Strategi Optimasi
dan Dinamisasi Operasional dan Pembinaan POLRI,
Penerbit Dutarindo ADV, S. P. Kadislitbang POLRI
Nomor Pol. : B/394/IX/Dislitbang, Jakarta.

Moch. Sanusi, Jendal Polisi, Kepala Kepolisian Republik


Indonesia, Penerbit S. P. Kadislitbang Polri No. Pol. :
B/394/IX/Dislitbang, Jakarta, 1 Juli 1988,
PenyusunanAlmanak Kepolisian RI, 1988-1990.

Mochtar Lubis, 1988, Citra Polisi, Yayasan Obor Indonesia,


Jakarta.

Moh. Mahfud MD, 2011, Politik Hukum di Indonesia (edisi


revisi-cetakan ke empat), Rajawali Pers Devisi Buku
Perguruan Tinggi PT Raja Grafi ndo Persada, Jakarta.

Muchsin, 2004, Sebuah Ichtisar Piagam Madinah, Filsafat


Timur, Filosof Islam Dan Pemikirannya, bp Iblam,
dalam Rachmat Taufiq Hidayat, Republikan, Jakarta.
Mudjahirin Thohir, 1999, Wacana Masyarakat dan
Kebudayaan Jawa Pesisiran, Penerbit Bendera,
Semarang.

Muladi, 2006, Gubernur Lemhanas, Pengaruh Demokratisasi


Dalam Pengembangan Manajemen Penegakan Hukum,
Pidato Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis Ke-60 PTIK
dan Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian Angkatan 42, 43
dan 44, Jakarta, 17 Juni 2006.

N. N., “KaPOLRI: Profesionalisme Polisi Belum Optimal”,


Berita Harian KOMPAS, 1 Juli 1995.

Nasikun, 1974, Sebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem


Sosial Indonesia, Fisip UGM, Yogya.

Naskah Sementara, Kepolisian Negara Republik Indonesia


Markas Besar, Pedoman Pengawasan Penyidikan,
Jakarta, 2008.

Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Suara


Merdeka 31 Desember 2012, Jakarta.

Nirmala Sari, 2011, Ringkasan Disertasi Mediasi Penal


Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
Lingkungan Hidup, Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang.

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang


Penanganan Konflik Sosial dinyatakan Satuan Tugas
Penyelesaian Konflik Sosial adalah lembaga bersifat ad
hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar
Pengadilan melalui musyawarah mufakat.
Pasal 10 huruf f jo Pasal 11 huruf e Peraturan Kepala
Kepolisian Negara RepublikIndonesia Nomor 14 Tahun
2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia Setiap Anggota POLRI wajib
“menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan
menjaga kehormatan dalam hubungan dengan
masyarakat” yang ada kaitannya bagi “Setiap Anggota
POLRI wajib melaksanakan tugas kenegaraan,
kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat
tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal dan
ibadahnya. Artinya : Setiap Anggota POLRI dalam
penanganan konflik, wajib menghormati kesepakatan
yang telah dibuat oleh lembaga ad hoc.

Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia; Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002, nomor 2
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara
Republik Indonesia secara umum berwenang
mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup
administratif kepolisian (vide Pasal 15 ayat (1) huruf e.

Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012


tentang Penanganan Konflik Penyelesaian Konflik
melalui mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata
Sosial fasilitasi oleh Pemerintah Daerah, kabupaten/kota
dengan melibatkan aparatur kecamatan dan kelurahan
setempat.
Penjelasan pasal 183 KUHAP Ketentuan ini adalah untuk
menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepatian
hukum bagi seseorang.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 No. 18


tentang perubahan ancaman hukuman dan denda, dan
dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang
dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945.

Petrus Rampisela, 2013, diunduh dariOffi cial Twitter Page of


Kompasiana (the only citizen media in Indonesia). Like
our page at page at http:// www. facebook. com
/KOMPASIANAcom,

Philip Kotler, 2000, Manajemen Pemasaran, Pearson


Education Asia, Prenhallindo, Edisi Milenium, Jakarta.

____________, 2000, Northwestern University, Manajemen


Pemasaran, (Edisi Milenium: Perusahaan Seharusnya
Berfi kir tentang Milenium sebagai peluang emas untuk
mendapatkan mindshare dan heartshare), Prentice Hall
Inc, ISBN 979-683-307-7, Jakarta.

Preeee, Jennifer Jackson, 2001, Human Rights and Cultural


Pluralism: The “Problem” of Minoritas, European
Institute, London School of Economics.

Prof. Sudarto, SH, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke II,


Diterbitkan oleh Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum
Undip, Semarang.

Purwa Hadi Wardoyo, 1990, Moral dan Masalahnya,


Kanisius, Bandung.
R. Susilo, 1996, Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP, Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal
Demi Pasal, Politea Bogor, Cetak Ulang, Untuk Para
Pejabat Kepolisian Negara, Kejaksaan/Pengadilan
Negeri, Pamong Praja, Bogor.

Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Studi Hukum dan


Masyarakat, Alumni, Bandung.

________________________, Metodologi Penelitian Hukum


dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang.

Rudolfus Tallan, Saatnya Hukum Bertamasya ke Alam


Posmodern sampai ke Posmarxis, Seminar Nasional
Prospek Hukum Progresif” pada hari Senin, tanggal 20
Juli 2009 : Untuk menyempurnakan bangunan teori
hukum, untuk itu, bahwa realitas yang tidak bisa di
kesampingkan saat ini adalah transisi peradaban.

Rusadi Kontopawiro, 1992, Sistem Politik Indonesia; Suatu


Model Pengantar, Sinar Baru Algensindo, Bandung.

S. Brodjo Sudjono, “Kataklisme”, Budaya Malu dan Peran


Polisi. Harian Suara Merdeka. Semarang, 8 Nopember
2000.

Sarlito W. Sarwono., 1981, “Bagaimana Kalau Ternyata


Korupsi Sulit Diberantas?” Kompas, 17 Nopember
1981.

Satjipto Rahardjo dalam Karolus Kopong Medan dan Frans J.


Rengka (Ed), 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di
Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah, 1993, Polisi Pelaku dan
Pemikir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Satjipto Rahardjo,Membangun Polisi Indonesia Baru: POLRI


dalam Era Pasca-ABRI, Makalah Seminar Nasional
Polisi Indonesia III, yang diselenggarakan oleh Pusat
Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP Semarang
tanggal 22-23 Oktober 1998.

______________, 1981, Hukum Dalam Perspektif Sosial,


Alumni, Bandung.

Soeryono Soekanto,1988, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial,


Jakarta.

Suara Merdeka, Harian, Semarang, Kamis Pahing, 30


Desember 2010.

Suara Merdeka, Jumat, 14 Maret 2014, hlm : 2.

Suara Merdeka, Kamis, 30 Juli 2014, halaman 12.

Suara Merdeka, Resmikan Gedung : Kapolri Jendral Sutarman


meresmikan Pusat Kendali Pendidikan Akpol
Semarang, Selasa (11/3). ((39),Rabu, 12 Maret 2014,
hlm : 24.

Suhardi Sigit, 1984, Pengantar Manajemen, UGM Press,


Yogyakarta.

Sukamto, 2002, Kepala Devisi Pembinaan Hukum POLRI,


Jakarta
Suparmin, 2007, Kapita Selekta Aneka Persoalan Di Bidang
Hukum Ekonomi & Hukum Pidana Khusus, Wahid
Hasyim University Press Semarang, ISBN:978-979-25-
6663-5, Semarang.

Suparmin, 2011, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif


Alternatif Dispute Resolution (ADR) (Studi
Penyelesaian Konflik antar Partai Politik), Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Bekerjasama dengan
Wahid Hasyim University Press, ISBN 978-979-097-
145-5, Semarang.

Suparmin, 2012, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif


Alternative Dispute Resolution (ADR), Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.

Surat Keputusan KaPOLRI No. Pol : SKEP/360/VI/2005


tanggal 10 Juni 2005 tentang Grand Strategis POLRI
Menuju 2005-2025.

Surat Pernyataan Bersama WALHI, KONTRAS, YLBHI,


PBHI, IMPARSIAL, AGRA, LS ADI, KAU tentang
Kekerasan Polisi terhadap Warga Bojong (Sumber:
WALHI, http:// www. walhi. or.
id/kampanye/cemar/sampah/041123_
kekeraspol_bojong_ps).

Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Sambutan Tertulis


Presiden Republik IndonesiaPada Peringatan Hari
Bhayangkara Ke-61, Jakarta, tanggal 1 Juli 2007.
_________________________, 2013, Presiden Republik
Indonesia, Suara Merdeka, Semarang, Selasa, 8 Januari
2013.

_________________________, Presiden Republik Indonesia,


Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada
Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, 1 Juli
2007.

Sutanto, 2006, Markas Besar Kepolisian Negara Republik


Indonesia, Panduan Pembentukan dan Operasional
Perpolisian Masyarakat, berdasarkan Surat Keputusan
KaPOLRI Nomor Pol. :Skep/433/VII/2006 tanggal 1
Juli 2006, Jakarta.

_______, 2005, Keputusan KaPOLRI Nomor Pol. :


Kep/20/IX/2005, Mabes POLRI, Jakarta.

Syafi ’i Ma’arif, Reformasi Politik, Kebangkitan Agama dan


Konsumerisme, Pustaka Pelajar, bersama dengan Arief
Budiman, Budiawan, Heru Nugroho, Th. Sumartana,
Tini Hadad, YB. Mangunwijaya, Interfi dei, Seri Dian
VII Tahun VIII, diterbitkan atas Kerjasama Institut
DIAN/Interfidei- Kompas dan Forum Wacana Muda
Yogyakarta, Jl. Banteng Utama No. 59.

Tabloid Mingguan Detik, 21 Agustus s/d 14 September 1993.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


4168, penjelasan pasal 3 Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4168; Penjelasan tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia pasal 16 ayat 1 huruf d dan pasal 21 ayat (1).

Thomas J Aaron, The Control of Police Discretions, Springfi


ld, Charles C Thomas, hal IX.

Trias Kuncahyono, 2005, Paus Yohanes Paulus II, Musyafir


Dari Polandia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Tribum Jateng, 16 Juli 2013, hlm 9& 15 dan Suara Merdeka,


16 Juli 2013, hlm. 32 Ajak Sahur, Polisi Tabuh
Rebana,AKP Suharto Keliling Kampung sambil Tabuh
Rebana. Polisi bersama warga melakukan lotekan di Jl.
Gajah Barat, Pandean Lamper, Selasa (16/7/13, 02. 00
WIB), untuk mendekatkan polisi dengan warga

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan


Konflik Sosial.

Urofsky, Introduction: The Root Principles of Democracy,


http:// usinfo, state. Gov/products/democracy//
hompage. htm, April 2005. Baca juga Beetham, David,
Democracy and Human Right, Polity Press, 1999, p. 28.
dst. ; disitir Muladi, Orasi Ilmiah, Jakarta, 2006.

Walker S., 1983, The Police in America. New York: McGraw-


Hill.

Warta Jateng, Rabu 2 Januari 2013, halaman: 6.


www. tempo. co/read/news/2005/03/29/05558738/rasio-polisi-
dan-masyarakat-1700, Selasa, 29 Maret 2005, 14. 15
WIB, diunduh Kamis, 11 Juli 2013, 22. 30 WIB.

Zakarias Poerba, 2003, Tindakan Polisi sebagai Agen Hukum


Menangani Pengendalian Masa dari Cara-cara
Paramiliteristik Menuju Cara-cara Polisi Sipil,
Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP,
Semarang.
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
FAKULTAS HUKUM
Jl. Menoreh Tengah X/22 Sampangan – Semarang 50236
Telp/Fax (024) 8505680 – 8505681

RIWAYAT HIDUP SINGKAT


CURICULUM VITAE

1. Nama : Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum.


(AKBP Purn.)
2. Pekerjaan : Dosen
3. Jabatan : Lektor/Dekan Fakultas Hukum
4. Pada : Univeritas Wahid Hasyim
Semarang
5. Tempat dan Tgl. : WONOGIRI, 18-06-1954
Lahir
6. Suku Bangsa : JAWA
7. A g a m a : ISLAM
I. PENDIDIKAN
1. PENDIDIKAN UMUM : 2. PENDIDIKAN POLISI :
a. SD Th. 1967 a. Secata Th. 1974/1975
b. SMP Th. 1972 b. Secab Th. 1981/1982
a
c. SMA Th. 1987 c. Secap Th. 1991/1992
a
d. S1/Sarjana Ilmu Th. 1998 d. Jurdas PA Serse
Hukum 1992/1993
e S2/Magister Ilmu Hukum UNDIP Smg
(Sistem Peradilan Pidana) Lulus tahun
f 2001
S3 (Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP
Semarang) Lulus tahun 2008.

II. KECAKAPAN BAHASA


1. BAHASA ASING : 2. BAHASA DAERAH :
Inggris : Aktif Jawa : Aktif
Mandarin : Aktif Indonesia : Aktif

III. JENJANG KEPANGKATAN (Sewaktu masih dinas di Polri)


PEJABAT YANG
No PANGKAT TMT NO. DAN TANGGAL SKEP MENGELUARKA
N
1. BHARADA 01-01- Skep/C.II/CI/I/1975 Kapolri
1975 Tgl. 08-01-1975
2. BHARATU 01-10- Skep/813/VII/I/1978 Kadapol IX
1978 Tgl. 27-10-1978 Jateng
3. KOPDA 01-12- Skep/782/XII/I/1980 Kadapol IX
1980 Tgl. 11-12-1980 Jateng
4. SERDA 14-06- Skep/Pers.Trim.42.C/VI/19 Kapolri
1982 82
5. SERTU 01-04- Skep/476/V/1985 Kapolda Jateng
1985 Tgl. 13-05-1985

1
6. SERKA 01-04- Skep/0482/V/1989 Kapolda Jateng
1989 Tgl. 11-04-1989
7. CAPA 01-04- Skep/08/III/1992 Kapolri
1992 Tgl. 11-04-1992
8. LETDA POL 01-04- Skep/396/IV/1993 Kapolri
1993 Tgl. 21-04-1993
9. LETDA POL 01-04- Keppres No. 54/ABRI/1993 Presiden
1993 Tgl. 10-11-1993
10. LETTU POL 01-04- Skep/284/III/1997 Kapolri
1997 Tgl. 19-03-1997
11. AKP 01-07- Skep/784/VI/2000 Kapolri
2000 Tgl. 26-06-2000
12. KOMPOL 01-07- Skep/461/VI/2004 Kapolri
2004 Tgl. 23-06-2004

IV. RIWAYAT JABATAN


PEJABAT YANG
NO. DAN TANGGAL
No JABATAN TMT MENGELUARKA
SKEP
N
1. Komtabes 091 Smg. 16-01- Sprin/C.III/097/I/1975 Kadapol IX
1975 Jateng
2. Komsiko 091.5 20-01- Sprin/C.III/05/I/1975 Dantabes
Semarang Tengah. 1975 Semarang
3. Sat Lantas Poltabes 21-03- Sprin/C.II/64/V/1977 Dantabes
Smg 1977 Semarang
4. Sat Shabara Poltabes 14-03- Sprin/C.II/97/III/1979 Dantabes
Semarang 1978 Semarang
5. Kosekta Semarang 28-12- Sprin/199/XII/1978 Dantabes
Tengah 1979 Semarang
6. Sat Serse Poltabes 08-06- Skep/57/VI/1992 Kapoltabes
Semarang 1988 Tgl. 25-04-1992 Semarang
7. Kanit Bimmas Sekta 25-04- Skep/617/IV/1992 Kapolda Jateng
Semarang Genuk 1992 Tgl. 25-04-1992
8. Kanit Crime Squod Sat 11-06- Skep/166/II/1993 Kapolda Jateng
Serse Poltabes 1993 Tgl. 11-02-1993
Semarang
9. Kapolsek Kedung 01-06- Skep/436/V/1999 Kapolda Jateng
Polres Jepara Polwil 1999
Pati
10 Kanit I Bag. Serse Ek 12-10- Skep/754/X/1999 Kapolda Jateng
. Dit Serse Polda Jateng 1999 Tgl. 12-10-1999
11 Paur Sub BAG BIN 13-08- Skep/358/VIII/2002 Kapolda Jateng
. Puskodal Ops POLDA 2002 Tgl.13-08-2002
JATENG
12 Kapolsek Semarang 13-03- Skep/143/III/2003 Kapolda Jateng
. Selatan, POLTABES 2003 Tgl.13-03-2003
Semarang
13 Kasubag Kamling 12-03- Skep/340/III/2004 Kapolda Jateng
. BAGBINKAMSA RO 2004 Tgl.12-03-2004
BINAMITRA Polda
Jateng
14 Kasubag Satpam 01-01- Skep/64/I/2005 Kapolda Jateng
. BAGBINKAMSA RO 2005 Tgl. 01-01-2005
BINAMITRA Polda
Jateng

2
15 Panit (Penyidik) Sat II 06-04- Skep/297/IV/2006 Kapolda Jateng
. Serse Ekonomi Dit 2006 Tgl. 06-04-2006
Reskrim Polda Jateng
16 Kanit II Sat II Serse 26-10- Skep/848/X/2006 Kapolda Jateng
. Ekonomi Dit Reskrim 2006 Tgl. 26-10-2006
Polda Jateng
17 Kabag Binamitra Polres 31-08- Skep/897/VIII/2009 Kapolda Jateng
Semarang Barat 2009 Tgl: 31 -08- 2009
Polrestabes Semarang
18 Kasubbag Hukum Bag Skep/771/VIII /2010 Kapolda Jateng
Sumda Polrestabes Tagl: 04-08- 2010 s/d
Semarang Pensiun 1 Juli 2012
Pangkat: Ajun
Komisaris Besar Polisi
(AKBP)
19 Dosen Fakultas 1-4-2006 Penetapan Angka Koordinator
Hukum Universitas Kredit No.: Kopertis Wilayah
Wahid Hasyim 312/006.1/Kp6/2009 VI
Semarang 27 Pebruari 2009
20 Dekan Fakultas 23 Maret Keputusan Rektor No.: Rektor
Hukum Universitas 2013 s-d 185/Kep-UWH/III/2013, Universitas
Wahid Hasyim Sekarang 23 Maret 2013 Wahid Hasyim
Semarang Semarang

3
V. Ciptaan BUKU Dan Jurnal YANG DISUSUN
1. Dr. Suparmin, S.H., M.Hum membuat buku judul “Lembaga Kepolisian &
Penyelesaian Konflik Pendukung Partai”, 2007 Penerbit Wahid Hasyim University
Press Semarang, ISBN : 978-979-26-6665-9;
2. Dr. Suparmin, S.H., M.Hum. membuat buku judul: “Kapita Selekta Aneka
Persoalan di Bidang Hukum Ekonomi dan Hukum Pidana Khusus, 2007
Penerbit Wahid Hasyim University Press Semarang, ISBN : 978-979-25-6663-5.
http//:eprints.unwahas.ac.id/52/
3. Dr. Suparmin, SH., M.Hum, membuat buku, judul : “Tragedi Kemanusiaan dalam
Kasus Pemilu di Jepara 1999”, 2007.
4. Dr. Suparmin, SH., Mhum membuat buku ajar ”Teori Pembuktian dalam Hukum
Pidana Khusus”; ISBN 978-602-8273-52-7; 150 halaman + vi halaman di Fakultas
Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang,
5. Dr. Suparmin, SH., Mhum membuat buku: Model Polisi Pendamai Dari Perspektif
Alternative Disute Resolution (ADR) Studi Penyelesaian Konflik antar Partai
Politik, 2012; http//:eprints.unwahas.ac.id/55/ (Sudah termasuk hak cipta).
Mendaftarkan Sertifikat HKI, jenis Ciptaan Buku; URL Sertifikat HKI : Nomor dan
tanggal permohonan : C00201204686, 11 Oktober 2012, Nomor pencatatan :
065178; ISBN : 978-979-097-145-5; Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Bekerja sama dengan Wahid Hasyim University Press; Hak Cipta Nomor dan
tanggal permohonan C00201204686, Jakarta, 29 Oktober 2013;
.

VI. SEMINAR YANG DIIKUTI


1. Upaya Terpadu Penanggulangan Kejahatan di Indonesia (Semarang, 1994).
2. Kebijakan Kriminal Dalam Rangka Menanggulangi Kejahatan Politik (Semarang,
1999).
3. Hukuman Mati Bagi Koruptor Mengapa Tidak di selenggarakan oleh Jurusan Jinayah
Siyasah Fakultas Syariah IAIN Walisongo, di Semarang, 07 Oktober 2010
4. Diskusi Kelompok Terfokus Kajian “Sumber Daya Alam : Hak Atas Pekerjaan Yang
Layak bagi Masyarakat Sekitar Korporasi sektor Perkebunan”, diselenggarakan oleh
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia, di Semarang, 22 Oktober 2010
5. Narasumber Rakerda MUI Kota Semarang, dengan Tema “Peran Strategis MUI
dalam menciptakan Suasana Kondusip Kota Semarang, di Gedung IPHI Jl. Abdul
Rahman Saleh no. 285 Semarang, tanggal 30 Oktober 2010
6. Peserta dalam Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional:
”Perkembangan Hukum Pidana dalam Undang-Undang di luar KUHP dan Kebijakan
Kodifikasi Hukum Pidana”, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI bekerjasama dengan Kanwil
Kementerian Hukum dan HAM RI di Hotel Grand Candi Semarang, tanggal 4 s.d
November 2010

VII. TANDA JASA YANG DIMILIKI


PEJABAT YANG
JENIS TANDA NO. DAN TANGGAL
No MENGELUARKA
JASA/PENGHARGAAN SKEP
N
1. Penghargan Dalam Rangka SKEP/915/VI/1983 Kapolda Jateng
Meningkatkan Pemeliharaan Tgl. 08-06-1983
Kamtibmas
2. Penghargaan Prajurit Simpatik /PAN-PPPB/XI/95 Pwi Cabang
Profesional Berprestasi 1995 Jawa NOPEMBER 1995 Jateng Seksi
Tegah Dan Daerah Istimewa Hankam
Yogyakarta
3. Satya Lencana Kesetiaan 24 Tahun Skep/1447/XII/1999 Kapolri
Tgl. 22-12-1999

4
4. Piagam Tanda Kehormatan Republik KPPRES RI No. Presiden
Indonesia Bintang Nararya 015/TK/2001 Republik
Bhayangkara Tgl. 19-02-2001 Indonesia

VIII. KETERANGAN LAIN-LAIN


Nama Istri : Ny. SUHARMI
Nama Anak : 1. YUNI PURWANINGSIH (KAWIN)
2. DYNA SETYAWATI, SH., MKN (KAWIN)
3. LYNA TRI ASTUTI, SH. MKn
4. EMI WIDYA KUSUMANINGRUM SP.

Semarang, 19 November 2013


Yang Bersangkutan

Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum.


NPP/NIDN : 09.06.1.0174/
0618065402

Anda mungkin juga menyukai