TRAUMA MAKSILOFASIAL
• Jaringan lunak : vulnus, kontusio jaringan
• Jaringan keras : fraktur
• Hal terkait : cedera otak traumatik
ANATOMI TENGKORAK KEPALA
• Tengkorak kepala seorang dewasa terdiri dari
22 tulang
• Naso-Orbital-Ethmoid (NOE)
• Nasal kartilago
• Dasar orbita maksila
• Zygomaticomaxillary Complex (ZMC) karena erat, garis patahan seringkali
berkelanjutan 2 tulang
• LeFort maksila bilateral, syarat simetris & menyeberang
- LeFort I
- LeFort II
- LeFort III
• Mandibula
• Panfasial 1/3 atas (frontal), 1/3 tengah, 1/3 bawah (mandibular)
Midface fractures
• Fraktur kompleks naso-orbito-
etmoid
• Fraktur nasal
• Fraktur maksila —Le Fort I, II, III
• Fraktur kompleks zigoma-maksila
(fraktur ZMC): fraktur yang garis
patahannya melintasi tulang zigoma,
maksila dan rima orbita
• Tulang maksila dan zigoma merupakan
struktur utama pembangun rangka
wajah, gaya traumatika yang
mengenai wajah seringkali sebabkan
patahan bersambung
FRAKTUR NASO-ORBITO-
ETMOIDALIS (NOE)
Patah NOE adalah patahan kompleks di
bagian tulang –tulang :
1. Frontal (basis sinus frontalis)
2. Nasal
3. Maksila sisi superomedial
4. Lakrimal
5. Etmoid
6. Sfenoid
FRAKTUR DASAR ORBITA /
BLOW-OUT FRACTURE
• Patah 1 atau lebih tulang yang mengelilingi rongga
mata
• Ketika benda eksternal membawa gaya / energi
mengenai wajah bagian atas termasuk mata, gaya /
energi dihantarkan ke dalam rongga mata
tulang tertipis dalam rongga mata akan melengkung dan/atau
pecah untuk menyerap besaran energi trauma
• Atap dan dinding belakang berbatasan rongga
kranium: TEBAL
• Medial orbita kompleks basis kranium : TEBAL
• Gaya / energi terbanyak ke lateral dan sisi medial dasar
orbita
Gravitasi,
Lebih tipis
FRAKTUR KOMPLEKS ZIGOMA-
MAKSILA
• Zygomatico-maxillary
Complex (ZMC)
• Tripod fracture
• Gaya/energi dari depan
mengenai eminensia malar
(tonjol pipi)
• Karena maksila dan zigoma
bertetangga erat, energi
diteruskan dan garis
patahan berlanjut
FRAKTUR MAKSILA Le FORT
Pada tahun 1901, dr. René Le
Fort menerbitkan penelitiannya
• Diambil dari nama Rene LeFort Étude expérimentale sur les
• Subject dari kepala mayat yang terkena benturan kuat full- fractures de la mâchoire
frontal. supérieure
Maxillary branch
Mandibular branch
PENATALAKSANAAN:
EVALUASI & KELOLA ABCDE
• Evaluasi jalan napas apakah bebas atau
ada sumbatan (oleh bekuan darah atau
debris): seringkali perlu dilakukan
pengisapan (suction), intubasi
endotrakheal , bahkan
krikotiroidotomi/trakeotomi. Oksigenasi
pada pasien yang tampak sesak hanya
efektif bilamana jalan napas sudah
dipastikan bebas.
• Evaluasi cedera tulang belakang servikal,
terutama yang menampakkan kesan
adanya deformitas dan/penurunan
kesadaran.
• neck / collar splint rigid sampai risiko
tersebut dapat disingkirkan secara klinis
(tidak ada jejas pada leher, tidak ada
kelemahan motorik/sensorik alat gerak)
maupun radiologis.
PENATALAKSANAAN:
EVALUASI & KELOLA ABCDE
• Ukur laju nafas per menit, apakah
ada gejala sesak, bagaimana
simetrisitasnya.
• Berikan oksigen sesuai indikasi
• Siapkan chest tube dan WSD bila
ada indikasi mengarah kepada
trauma toraks
PENATALAKSANAAN:
EVALUASI & KELOLA ABCDE
• Resusitasi cairan bilamana terjadi renjatan
• Pengendalian perdarahan aktif: saat melakukan evaluasi perdarahan dapat dikendalikan
sementara dengan manuver penekanan, sampai memungkinkan dilakukan
ligasi/elektrokauter sumber perdarahan.
PENATALAKSANAAN:
EVALUASI & KELOLA ABCDE
Dengan mengamati gejala & tanda klinis,
kita prediksi berapa volum cairan hilang
lalu substitusi cairan dengan volum tepat
SKOR TENIS
kateter
Target hari 1
0,5 – 1 mL/kgBB/jam
• Antinyeri
Tata kelola fraktur tulang wajah
Inspeksi
• Inspeksi sistematis ”top-down”
• Jangan luput melakukan pemeriksaan lesi dan deformitas pada
area kepala yang tersembunyi: misalnya di daerah yang tertutup
rambut, daerah telinga, dan lain-lain
• Umumnya, pada kondisi akut penderita akan menampakkan kesan
edema pada wajah, seringkali harus dilakukan pemeriksaan fisis
ulang dalam 3-5 hari setelah kejadian saat edema mulai berkurang
Telekantus – fraktur NOE
(foramen supraorbitalis)
(foramen infraorbitalis)
(foramen mentalis)
Evaluasi intraoral
• Pemeriksaan yang seksama meliputi evaluasi jejas/luka pada bibir,
mukosa pipi intraoral, lidah dan langit-langit mulut.
• Dicermati pula kelengkapan gigi-geligi apakah ada gigi yang
tanggal, karang gigi, impaksi, untuk kepentingan pemasangan
kawat antar-gigi (interdental wire, IDW).
Evaluasi oklusi
• Pemeriksaan oklusi
dapat dilakukan secara
subyektif dan obyektif
• Secara subyektif, tanya pada
penderita apakah pengatupan
gigi-geligi rahang atas dan bawah
nyaman seperti sebelum trauma
• Secara obyektif, periksa
kedudukan antara PM2-M1 rahang Klasifikasi Edward Angle
atas dengan M1 rahang bawah
saat penderita mengatupkan
kedua rahangnya.
Penunjang konfirmatif radiologis
Visualisasi tulang
pada proyeksi
AP/PA memberi
imaji tulang-tulang
wajah 1/3 tengah
tumpang tindih
Waters
(telungkup)
Reversed-Waters
(baring mendongak)
Foto radiologis lain
• Foto panoramik
• CT-scan 3D
RINGKASAN TAHAPAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis : riwayat trauma, penurunan kesadaran, perdarahan
2. Survai primer: A+servikal, B, C, GCS
3. Pemeriksaan fisik umum / status generalis
4. Pemeriksaan fisik khusus / status lokalis
Inspeksi : jejas, luka, asimetri, distopia, telekantus, deviasi hidung, malar iminensia
Pemeriksaan diplopia dan gerakan bola mata
Pemeriksaan sensasi wajah
Evaluasi intraoral dan oklusi
5. Pencitraan: kepala AP+lat, servikal, Waters, lain-lain atas indikasi
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
• Reduksi/reposisi fragmen-fragmen
fraktur seanatomis mungkin,
kemudian fiksasi menggunakan
miniplating atau (dahulu) kawat
titanium antarfragmen
(interfragmentary wiring, IFW)
Fraktur dasar rongga mata
• Pada fraktur dasar rongga mata, rekonstruksi harus
menjamin keutuhan dasar rongga orbita untuk cegah
enoftalmos. Rekonstruksi dapat berupa tandur tulang
(bone grafting) pada dasar orbita, sisipan fasia untuk
lapisi dasar orbita, atau jala titanium (titanium mesh)
enoftalmos
Menutup luka
• Sebelum menutup luka operasi, lakukan irigasi dengan
larutan fisiologis high flow - high volume dan boleh diberi
campur antibiotik/antiseptic bila luka kotor atau perioral.
• Penutupan luka harus dilakukan lapis demi lapis, terutama
mencegah adanya ruang rugi (dead space) dan
mengembalikan keutuhan anatomis otot. Insisi intraoral
ditutup dengan benang diserap.
Pascaoperasi
• Setiap luka yang dekat dengan orifisium (mata, lubang
hidung, mulut, telinga) sebaiknya dirawat terbuka dengan
salep antibiotik karena bila dilakukan balutan maka cairan
sekresi dari orifisium akan mencemari balutan dan balutan
cepat jenuh