2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ 2
DAFTAR ISI...................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN................................................................ 4
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 4
1.2 Tujuan........................................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum..................................................................... 4
1.2.2 Tujuan Khusus.................................................................... 4
BAB II : TINJAUAN MATERI......................................................... 6
2.1 Definisi kelompok khusus..................................................... 6
2.2 Klasifikasi Kelompok Khusus............................................... 6
2.3 Definisi skrining.................................................................... 7
2.4 Sifat dan tujuan Skrining....................................................... 9
2.5 Jenis-jenis skrining pada kelompok khusus.......................... 10
2.6 Tahap skrining pada kelompok khusus................................. 11
BAB III: PENUTUP........................................................................... 20
3.1 Kesimpulan................................................................................... 20
3.2 Saran ............................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 21
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat pemahaman dalam masyarakat yang minim akan
pengetahuan termasuk pengetahuan akan masalah kesehatan
menyebabkan kurangnya pemahaman gejala terhadap suatu penyakit.
Hal ini berakibat pada lambatnya proses penetapan diagnosis dan
penanganan pada pasien. Sehingga salah satu hal yang dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan yaitu skrining.
Uji Tapis (Screening Test) adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau
prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang
mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak
menderita.
Skrining merupakan metode yang lebih dari sekedar mengenali
kelompok yang beresiko terkena penyakit. Metode ini mengenali
individu yang mungkin secara nyata menderita penyakit. Skrining
mengandung suatu komitmen etik untuk kelangsungan pelayanan
terhadap individu tersebut dan memberikan pelayanan diagnostik serta
pengobatan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa Mampu menjelaskan tentang skrining pada kelompok
khusus.
4
5. Jenis Skrining Kesehatan Kelompok Khusus di Masyarakat.
6. Tahap Skrining Pasa Pada Kelompok Khusus
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Kelompok Khusus
Kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu yang
karena keadaan fisik, mental, maupun sosial, budaya, dan ekonominya
perlu mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan serta
asuhan keperawatan, karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka
dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri.
Perawatan kelompok khusus adalah suatu upaya di bidang
keperwatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada kelompok-
kelompok individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur,
permasalahan kesehatan, serta rawan terhadap masalah tersebut, yang
dilaksankan secara terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
kemampuan kelompok dan derajat kesehatannya, mengutamakan upaya
promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya kuratif dan
rehabilitatif, yang ditujukan kepada mereka yang tinggal di panti dan
kepada kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, diberikan oleh
tenaga keperawatan dengan pendekatan pemecahan masalah melalui
proses keperawatan.
6
2. kelompok khusus dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan, diantaranya:
1) penderita penyakit menular
kelompok penderita penyakit kusta
kelompok penderita penyakit TBC
kelompok penderita penyakit AIDS
kelompok penderita penyakit Kelamin (GO,
Sypilis)
2) penderita penyakit tidak menular
kelompok penderita penyakit Diabetes Melitus
kelompok penderita penyakit Jantung
kelompok penderita penyakit Stroke
3) kelompok cacat yang memerlukan rehabilitasi
kelompok cacat fisik
kelompok cacat mental
kelompok sosial
4) kelompok khusus yang mempunyai resiko terserang
penyakit
kelompok wanita tuna susila
kelompok obat dan narkotika
kelompok-kelompok pekerja tertentu
7
memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan
orang yang mungkin tidak menderita.
Menurut WHO, skrining merupakan upaya pengenalan penyakit atau
kelainan yanga belum diketahui melalui tes, pemeriksaan atau prosedur
lain yang dpat secara cepat membedakan orang yang tampak sehat
benar-benar sehat dengan tampak sehat tetapi sesungguhnya sakit.
(WHO-Regional committeeebfor Europe 1957).
Uji Tapis (Screening Test) adalah cara untuk mengidentifikasi
penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau
prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang
mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak
menderita.
Skrining merupakan metode yang lebih dari sekedar mengenali
kelompok yang beresiko terkena penyakit. Metode ini mengenali
individu yang mungkin secara nyata menderita penyakit. Skrining
mengandung suatu komitmen etik untuk kelangsungan pelayanan
terhadap individu tersebut dan memberikan pelayanan diagnostik serta
pengobatan. Secara umum, skrining sebaiknya dilakukan hanya jika:
1. Diagnosa dan pengobatan dini dapat dengan mudah mengubah
perjalanan penyakit.
2. Fasilitas diagnosis dan pengobatan definitif yang tersedia, baik
melalui badan skrining ataupun melalui rujukan.
3. Kelompok yang mendapat skrining adalah kelompok beresiko
terkena penyakit.
4. Prosedur skrining reliabel dan valid.
8
Suatu tes skrining yang terpercaya memberikan hasil yang sama
meskipun dilakukan oleh skriner (petugas skrining) yang berbeda.
Reliabilitas yang kurang, menunjukkan bahwa skriner tidak melakukan
tes secara konsisten.
B. Tujuan skrining
9
Tujuan skrining adalah untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-
kasus yang ditemukan. Program diagnosis dan pengobatan dini
hampir selalu diarahkan kepada penyakit tidk menular seperti
kanker, DM, Glaukoma.
Tujuan skrining juga untuk mendapatkan keadaan penyakit
dalam keadaan dini untuk memperbaiki prognosis, karena
pengobatan dilakukan sebelum penyakit mempunyai manifestasi
klinik. Selain itu skrining bertujuan mengidentifiktasi infeksi bakteri
seperti : lepra, TBC, infeksi virus seperti hepatitis dan identifikasi
non infeksi seperti : hipertensi, diabetes, jantung dll.
Tes uji skrining juga dilakukan untuk menemukan kasus agar
mendapatkan perawatan dan pengobatan, maka dengan tes
sensitivitas yang lebih tepat digunakan tanpa memperhatikan nilai
spesifisitas dari tes atau uji skrining tersebut (Solikhak,dkk 2009).
Semua skrining dengan sasaran pengobatan dini ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi orang-orang asimtomatik yang
berisiko mengidap gangguan seirus. Dalam kontek ini, penyakit
adalah setiap karakteristik anatomi (misalnya kanker atau
arteiosklerosis), fisiologis (misalnya kebiasaan merokok) yang
berkaitan dengan peningkatan gangguan kesehatan yang serius atau
kematian.
10
pasti Bakteri Vaginosis sehingga dapat dilakukan pengobatan sedini
mungkin.
11
Proses skrining meliputi 2 tahap yaitu :
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap penduduk dengan resko tinggi, bila
positif dilanjutkan ke tahap dua
2. Pemeriksaan diagnostic, kemudian bila positif diberi pengobatan
(intervensi), dapat digambarkan sebagai berikut :
TAHAP 1 :
SKRINING
NEGATIF POSITIF
TAHAP 2 :
PROSEDUR
INTERVENSI
UJI DIAGNOSTIK :
Kriteria uji skrining meliputi, validitas, reliabilitas dan Yield
a. Validitas
Merupakan keakuratan alat ukur atau kemampuan untuk
membedakan yang sakit dan sehat dan mempunyai 2 komponen :
1. Sensitivitas, yaitu kemampuan suatu tes mengidentifikasi
individu dengan tepat, dengan hasil positif dan benar sakit, atau
kemampuan untuk menentukan orang sakit.
12
2. Spesifitas, yaitu kemampuan suatu tes mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengann hasil negative dan benar tidak sakit atau
kemampuan untuk menentukan orang tak sakit
Selain itu adapun kuantitas yang dinamakan nilai prediksi positif
dan nilai prediksi negative, kedua nilai ini memiliki nilai yang
berbeda jika uji dilakukan di tempat-tempat dengan prevalensi
penyakit yang tidak sama.
Suatu cara uji dikatakan valid tergantung seberapa jauh
mampu membedakan antara yang kemungkinan sakit diantara
yang sehat.
Seperti skrining pada penyakit hipertensi esensial bersifat
otomatis atau tidak menimbulkan gejala yang spesifik seperti
penyakit lainnya, tetapi penderita hipertensi sering merasakan
keluhan. Penegakan uji diagnosis pada skrining ini adalah
berdasarkan gejala klinis dari hipertensi seperti pusing, sakit
kepala,susah tidur, mudah marah, merasa lelah, palpitasi, dll.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan skrining hipertensi
didasarkan pada pengukuran TDS (tekanan darah sistolik) dan
tekanan darah diastolic (TDD) dengan alat ukur
spyghmomanometer. Criteria yang digunakan dalam menegakan
penyakit adalah klasifikasi WHO. Dinyatakan hipertensi bila
TDS sama atau diatas 140mmHg dan atau TDD sama atau diatas
90 mmHg.
Hasil analisis validitas dengan menggunakan table 2 x 2
bertujuan untuk melihat sensitivitas dan spesifisitas uji skrining
gejala klinis malaria yaitu demam periodic, neri pada persendian
dna mual yang dibandingkan dengan baku emas yaitu
pemeriksaan sediaan darah tepi secara mikroskopik
(Solikhah,dkk,2009).
Banyak pertimbangan untuk menilai apakah suatu cara uji
dapat dipakai secara prosedur pada suatu uji penapisan.
Diantaranya yang paling penting adalah validitas dengan
13
demikian suatu cara uji dikatakan valid, tergantung seberapa
mampu membedakan antara yang kemungkinan sakit dari yang
sehat.
BAKU EMAS
PENYAKIT TIDAK
BERPENYAKIT
UJI POSITIF Berpenyakit, Tidak berpenyakit a+b
hasil uji positif tapi hasil positif =
= Positif Positif palsu
sebenarnya
(a) (b)
NEGATIF Berpenyakit tapi Tidak berpenyakit c+d
hasil uji dan hasil juga
negative = negative = Negatif
negative palsu sebenarnya
(c) (d)
a+c b+d a+b+c+d
14
c. Nilai duga positif atau nilai kecermatan positif adalah
proporsi yang sakit diantara yang hasil positif atau Positive
Predictive Value (PPV) yaitu presentase yang benar-benar
menderita suatu penyakit dari semua hasil uji tapis positif
(dalam table 2 x 2 sebagai y = a + b x 100 %)or
d. Nilai duga negative nilai kecermatan negative adalah
proporsi sakit yang tidak tidak sakit diantara hasil tes
negative atau Negative Predictive Value (NPV) yaitu
pesentase yang benar-benar tidak menderita suatu penyakit
dari semua hasil uji tapis negative (dalam table 2x 2 sebagai
z = d/c + d x 100 %)
e. True positive : mereka yang sakit dan dinyatakan positif
berdasarkan hasil test
f. False Positive : mereka yang sakit tetapi dinyatakan positif
berdasarkan hasil test
g. False negative : mereka yang sakit tetapi dinyatakan negait
berdasarkan hasil test
h. Tre negative : mereka yang tidak sakit dan dinyatakan
negative berdasarkan hasil test
i. False positive rate adalah jumlah hasil test positif semua
dibagi jumlah seluruh hasil test positif = (1- y)
j. False negative rate adalah jumlah hasil test negative = (1 -
z)
k. Prevalensi yaitu presentase antara positif gold standar dari
semua yang diuji (dalam table 2 x 2 sebagai a +c/a+ b c + d
x 100 %)
l. Rasio Likelihood positif yaitu sensitivitas disbanding 1 –
( b+b d )
15
m. Rasio Likelihood negative yaitu 1 – sensitivitas dibanding
spesitifitas. RL (+) =
( a+c )
c
( b+d d )
Contoh :
Misalkan dilakukan tes screening terhadap 150 orang yang dicurigai
menderita penyakit dan 45 orang positif benar, 10 orang positif
semu, 5 orang negative semu, dan 90 orang negative benar.
Keadaan penderita Jumlah
Sakit Tidak sakit
Hasil tes Positif 45 10 55
Negative 5 90 95
Jumlah 50 100 150
b. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan kemampuan test menghasilkan nilai
sama pada individu dengan kondisi yang sama atau bila tes
dilakukan berulang-ulang dan hasilnya konsisten maka disebut
reliable, hal ini dipengaruhi oleh :
1. Variabilitas alat dan metode yang digunakan dipengaruhi oleh :
stabilitas reagen dan stabilitas alat ukur yang digunakan
16
2. Variabilitas orang yang diperiksa kondisi fisik , psikis, stadium
penyakit, atau penyakit dalam masa tunas, umumnya variasi ini
sulit diukur terutama factor psikis. Contoh : pengukuran suhu
pada apgi hari akan memberikan hasil yang berbeda dengan
siang hari atau malam hari.
3. Variabilitas pemeriksa : variasi observer / peneliti tergantung
pada internal observer yaitu perbedaan dalam membaca hasil tes
pada waktu yang berbeda oleh seorang peneliti akan mempunyai
interpretsai berbeda dari hasil tes.
c. Yield
Yield adalah jumlah kasus yang tidak diketahui dan sekarang
diketetahui dan sekarang diketahui melalui tes skrining kemudian di
diagnosis dan diobati sebagai hasil. Besarnya yiiield dipengaruhi
oleh beberapa factor :
1. Sensitivitas alat uji :
Semakin besar sensititivitas tes, maka semakin besar yield
2. Prevalensi penyakit :
Semakin besar prevalensi penyakit, semakin besar pula yield
3. Skrining yang dilakukan sebelumnya/ penemuan kasus terdahulu
Apabila banyak penemuan kasus terdahulu , maka semakin besar
kemungkinan yield karena risiko penyakit semakin besar
4. Kesadaran masyarakat
17
Semakin tinggi kesadaran masyarakat diharapkan semakin tinggi
yield
5. Adanya Multiphase Skrining, diharapkan akan semakin besar
yield
Bila alat yang digunakan sensitivitas rendah maka disebut
screening tes dengan Yield rendah.
Penerapan yield terlihat pada hasil skrining hipertensi di Puskesmas
Sleman Yogyakart menunjukan sebagai berikut :
Gejala Validitas (%)
sensitifitas Spesifisitas NPV PPV
Pusing-pusing 95 26 57 83
Sakit kepala 80 31 55,1 60
Susah tidur 65 68 68,1 65
Cepat marah 30 73, 54 50,1
Merasa lelah 50 47 45 53
Pusing-pusing +sakit 80 31 55,1 60
kepala 65 68 68,1 65
Pusing + susah tidur 50 47 45 53
Pusing + sakit kepala 30 73,1 54 50,1
+susah tidur
Pusing +sakit kepala
+susah tidur + cepat
Marah + merasa lelah
Berdasarkan table di atas diketahui bahwa pusing-pusing
merupakan alat skrining yang mempunyai nilai sensitivitas tertinggi
sebesar 95 % sedangkan nilai sensitivitas terendah ditunjukan oleh
gejala cepat marah dan pusing+ saki kepala+ susah tidur + cepat
marah + merasa lelah 30 %. Alat skrining dengan nilai spesifisitas
73,1 % adalah cepat marah dan pusing+ sakit kepala + susah tidur
+cepat marah + merasa lelah serta alat skrining dengan spesifisitas
terendah adalah pusing-pusing sebesar 26 %.
18
Alat skrinng yang mempunyai nilai (PPV)tertinggi adalah
pusing-pusing adalah 83 % dan terendah adalah cepat marah dan
pusing, sakit kepala, susah tidur, cepat marah dan merasa lelah
50,1%. Alat skrining yang mempunyai nilai (NPV) tertinggi adalah
gejala susah tidur dan pusing+susah tidur 68,1 % dan terendah
adalah dengan gejala merasa lelah sebesar 45 %.
Dari gejala tunggal tersebut setelah dikombinasikan dengan
gejala lain ternyata memberikan nilai sensitivitas dan spesivisitas
yang cukup tinggi. Kombinasi antara gejala pusing +sakit
kepala+susah tidur+cepat marah+merasa lelah merupakan lat
skrining dengan nilai sensitivitas yang tinggi dibandingkan dengan
kombinasi gejala lainnya. Kombinasi gejala pusing + sakit kepala
mempunyai nilai sensitivitas 80 % dan nilai spesivisitas 31 %
dengan PPV 55 % dan NPV 60 %. Hal ini menunjuka masih ada 45
% yang sakit dinyatakan tidak yang semsetinya sakit dan 40 %
tidak sakit dinyatakan sakit.
Dengan kata lain yield alat skrining ini mempunyai
kemampuan mengidendtifikasi pnyakit hipertensi dengan cukup
baik. Alat ini diharapkan dpat dipertimbangkan sebagai alat
skrining.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Skrining pada kelompok khusus yaitu suatu bentuk pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan kepada kelompok khusus yang ada didalam
masyarakat yang bertujuan untuk mengidentifikasi suatu penyakit atau
kebutuhan kesehatan tertentu pada kelompok khusus tersebut sehingga
dapat di tetapkan diagnosa dan penanganan secara dini.
3.2 Saran
Pada proses skrining sangat dibutuhkan ketelitian dari skriner untuk
dapat memperoleh hasil yang tepat. Selain itu, kerjasama yang baik juga
sangat dibutuhkan antara pemeriksa (skriner) dan individu yang
diperiksa serta pihak lainnya yang terlibat agar proses skrining dapat
berlangsung dengan lebih efektif dan dapat mencapai tujuan bersama
yaitu dapat terdeteksinya suatu kondisi kesehatan yang terdapat dalam
kelompok khusus sehingga dapat dilakukan diagnosis dan penanganan
secara cepat dan tepat.
20
DAFTAR PUSTAKA
21