Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

BAGIAN ILMU BEDAH


JANUARI, 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

VARIKOKEL

Oleh :

AULIA FARADINA
105505403419

Pembimbing :
dr. Abd Azis, Sp.U

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : AULIA FARADINA
Judul Referat : VARIKOKEL
Telah menyelesaikan referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2021


Pembimbing,

dr. Abd Azis, Sp.U


KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga referat dengan judul
“VARIKOKEL” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah
kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman
hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Abd Azis, Sp.U,
yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam
penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.

Wassalamu Alaikum WR.WB.

Makassar, Januari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus


pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan
ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab
infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.6
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena
potensinya sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria.
Diperkirakan sepertiga pria yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas
adalah pasien varikokel (bervariasi 19 - 41%). Akan tetapi tidak semua pasien
varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan sekitar 20 - 50% didapatkan
gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis. Perubahan histologi
testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume testis. Pengecilan volume testis
bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan khususnya untuk pasien
pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen. Salah satu cara pengobatan
varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan cukup baik.
Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka
kehamilan sebesar 20 - 50%. Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan
adalah sebesar 5 - 20%.6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Histologi Testis


Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya
ada dua dan masing-masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri.
Bentuknya ovoid dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm,
dengan volume 15-25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati ruang abdomen untuk mempertahankan temperatur
testis agar tetap stabil. 6

Gambar 1. Anatomi testis


Secara histopatologi, testis terdiri dari ±250 lobuli dan tiap lobulus
terdiri dari tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel
spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan diantara tubulus seminiferi terdapat
sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi
spermatozoa. Sel-sel setoli berfungsi untuk member makan pada bakal
sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut juga sel-sel interstisial testis
berfungsi untuk menghasilkan hormone testosteron.6,7

Gambar 2. Histologi testis

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferi testis


disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature
(dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan
vas deferens disalurkan menuju ampulla vas deferens. Sel-sel itu setelah
bercampur dengan cairan-cairan di epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen dan mani.6,7
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri
spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis
cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan
cabang dari epigastrika. Pembuluh darah yang meninggalkan testis berkumpul
membentuk pleksus pampiniformis.6

B. Definisi
Varikokel merupakan dilatasi abnormal dari pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran balik vena spermatika interna. Peningkatan tekanan di
dalam pleksus pampiniformis tersebut dapat memberikan kesan pada perabaan
yaitu seperti kumpulan cacing.7
Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda
spermatika, yang membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti “kantong
cacing” .5
Gambar 3. Varikokel
C. Epidemiologi
Insidensi varikokel pada pria sekitar 15-20% dimana usia remaja dan
dewasa lebih sering dibandingkan usia anak. Varikokel sering terdiagnosis
setelah pria mengalami infertilitas. Prevalensi varikokel adalah 30-40% pada
pria dengan infertilitas primer dan 50-80% pada pria infertilitas sekunder.
Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri, sedangkan
varikokel bilateral mencapai 20% kasus, dan varikokel sebelah kanan sangat
jarang terjadi 1-2%.5
Varikokel terbagi atas varikokel ekstratestikuler dan varikokel
intratestikuler. Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang umum
terjadi yaitu sekitar 15-20% pria, sedangkan varikokel intratestikular jarang
ditemukan yaitu kurang dari 2%.5

D. Etiologi
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks
renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks
ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom
malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan
skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular
ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular
merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas.
Varikokel intratestikular biasanya berkaitan dengan suatu varikokel
ekstratestikular ipsilateral. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa varikokel
kiri lebih sering daripada kanan yaitu sekitar 70-93%. Hal ini disebabkan
karena beberapa alasan berikut ini: vena testikular kiri lebih panjang, vena
testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle, arteri
testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra,
dan menekan vena renal sinistra, dan distensi colon descendens karena feses
dapat mengkompresi vena testikular sinistra.8
Berbagai penyebab dapat menjadi etiologi dari varikokel, diantaranya
adalah:
1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster.
2. Kelemahan kongenital dan proses degeneratif pleksus pampiniformis.
3. Hipertensi vena renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
4. Turbulensi dari vena supra renalis ke dalam juxta vena renalis internus
kiri berlawanan dengan kedalam vena spermatika interna kiri.
5. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal vena spermatika yan
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen.
6. Tekanan vena spermatika interna meningkat letak sudut turun vena renalis
90 derajat.
7. Sekunder : tumor retro, trombus vena renalis, hidronefrosis.

a. Etiologi Anatomi
Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri
testikular, arteri kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah
arterial pada testis berasal dari arteri testikular, sirkulasi kolateral testikular
membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis, walaupun arteri testikular
terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis diprantarai
oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika
interna), vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal).
Walapun varikokel dari vena spermatika biasanya ditemui pada saat
pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal yang terjadi saat
pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular menjadi dasar
terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi ektasis
vena.8
b. Peningkatan Tekanan Vena
Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan
terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah
retrogard. Darah vena dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior
pada sudut oblique (kira – kira 300). Sudut ini, bersamaan dengan tingginya
aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan drainase pada
sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri
menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 90 0). Insersi menuju vena renalis
kiri sepanjang 8 – 10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena
spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri 8 – 10 cm memiliki kolum
hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan relatifnya
aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal.8
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara
arteri mesenterika superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan
distalnya diantara arteri iliaka komunis dan vena (0.5% dari kasus
varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan peningkatan
tekanan pada sistem vena testikular kiri.8
c. Anastomosis Vena Kolateral
Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase
superfisial dan interna, bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena
pada ureter (L3-5), spermatik, skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan
pleksus pampiniformis. Vena spermatika kiri memiliki cabang medial dan
lateral pada level L4-penemuan ini penting dan harus dilakukan untuk
menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level
L4 memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari
sistem vena spermatika.8
d. Katup Yang Inkompeten
Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi
katup yang protektif terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan
atau ketidakmampuan pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya
varikokel. Untuk mendudung gagasan ini, ia menemukan tidak
adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri
dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah
dilemparkan pada teori ini, namun, dari studi radiologi terbaru yang
dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2% pasien dengan katup
yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan
menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena
spermatika sisi kanan maupun kiri.8

E. Patogenesis Infertilitas pada Verikokel


Berbagai teori menjelaskan pengaruh varikokel terhadap fungsi testis,
tetapi tidak ada satu pun yang sepenuhnya dapat menjelaskan efek varikokel
terhadap spermatogenesis dan infertilitas pada pria.
Berikut adalah beberapa teori yang menjelaskan pengaruh varikokel
terhadap fungsi testis:
- Hipertermi
Temperatur skrotum dipertahankan pada beberapa derajat dibawah
suhu inti tubuh untuk mengoptimalkan spermatogenesis. Spermatogenesis
yang optimal tersebut terjadi pada suhu 2,5°C dibawah suhu inti tubuh.
Darah yang masuk ke arteri testis didinginkan dalam korda spermatika
dengan cara mengembalikan darah vena dalam pleksus pampiniformis,
sehingga dilatasi dari pleksus vena akan mempengaruhi system ini. 4
Pada keadaan varikokel, terjadi peningkatan temperatur pada skrotum
yang disebabkan oleh refluks darah panas dari cavitas abdomen. Penyebab
utama hal tersebut adalah karena adanya insufisensi katup vena internal
spermatika, selain itu hal tersebut juga dapat disebabkan karena malfungsi
dari katup eksternal spermatika dan vena kremaster.9
Mekanisme bagaimana panas dapat mempengaruhi spermatogenesis
masih belum jelas, tetapi terdapat bukti bahwa panas mempengaruhi
produksi androgen yang berperan dalam produksi sperma. Rajfer et al.,
menunjukan bahwa varikokel dapat menyebabkan penurunan enzim
17,20-desmolase dan 17 α-hydroxylase pada jalur biosintesis steroid.
Selain itu, beberapa data juga menunjukkan bahwa hipertermia skrotum
meningkatkan apoptosis sel germinal.4
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stress panas dapat
menghasilkan stress oksidatif. Stress panas tersebut
menginduksi peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) di
dalam membrane plasma mitokondria, sitoplasma dan peroksisomal.
Selain itu, stress panas juga menyebabkan pembentukan nitrit oksida (NO)
yang berlebihan dari sel endothelial sehingga semakin memperburuk
keadaan stress oksidatif.1

- Aliran Darah Testis dan Perubahan Tekanan Vena


Penelitian pada hewan menunjukkan baik peningkatan
maupun penurunan aliran darah testis berhubungan dengan varikokel.
Aliran darah testis meningkat pada percobaan induksi varikokel pada tikus
dewasa dan kembali ke level kontrol dalam waktu singkat mengikuti
perbaikan varikokel tersebut. Oleh karena itu, peneliti menduga hal ini
menyebabkan infertilitas karena berhubungan dengan hipertermia testis.10
Sebagian penelitian menunjukkan adanya peningkatan aliran darah
testis bilateral pada unilateral varikokel. Penyebab hal tersebut masih
kurang dipahami, diduga bahwa organ kontralateral mungkin berespon
karena adanya mekanisme hormonal dan neural. Sebuah penelitian
menunjukkan efek terhadap aliran darah testis kanan setelah testis kiri
yang mengalami varikokel dilakukan orchiectomy. Aliran darah testis
kanan tersebut tetap meningkat meskipun telah dilakukan
orchiectomy pada testis kiri, sehingga hal tersebut tidak menunjukan
bahwa efek bilateral disebabkan oleh sinyal hormonal dari testis kiri.
Peran baroreseptor atau reseptor regang pada vena spermatika kiri ataupun
jenis umpan balik neural/non-neural pada kasus ini masih belum
diketahui.10
Penelitian lain menunjukkan adanya mekanisme perubahan tekanan
vena yang berhubungan dengan varikokel, tetapi hal ini juga masih dalam
perdebatan. Peningkatan tekanan vena mempengaruhi suplai darah pada
testis dengan cara menurunkan aliran darah arteri untuk memelihara
homeostasis tekanan intratestis sehingga hal tersebut dapat mengganggu
suplai nutrisi testis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
spermatogenesis. Selain itu, peningkatan tekanan vena dapat mengubah
tekanan onkotik dan hidrostatik sehingga terjadi perubahan transport
hormone secara parakrin dan merubah pertukaran cairan mikrovaskular.4

- Refluks Produk Metabolit Renal/Adrenal


Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat
satu sama lain dari vena renalis,  Macleod   menyebutkan bahwa derivat-
derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena spermatika.
Sekitar 50% dari laki-laki memiliki aliran retrograde dalam vena
spermatika kiri. Pada pasien dengan varicoceles ditemukan peningkatan
refluks vena yang didokumentasikan oleh venography. Hal tersebut
memungkinkan katekolamin yang merupakan produk dari
adrenal berpindah dari vena ke arteri testis sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi katekolamin dalam arteri testis yang menyebabkan
vasokonstriksi dari arteriol intratestis. Vasokonstriksi tersebut
menyebabkan hipoksia testis.
Respon selular hipoksia dimulai dengan aktivasi dan stabilisasi dari
hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) yang dapat menstimulasi angiogenesis
dan mengatur pembentukan energy melalui proses glikolisis. HIF-1 dapat
mengaktivasi pembentukan RO5S melalui mekanisme yang belum
diketahui. Selain itu, tingginya kadar HIF-1 dapat mengaktivasi eNOS
untuk memproduksi sejumlah NO untuk vasodilatasi sebagai kompensasi
mikrosirkulasi testis.1
- Disfungsi Hormonal
Sebuah penelitian multisenter yang dilakukan oleh WHO
menunjukkan bahwa pria berusia diatas 30 tahun dengan varikokel
memiliki kadar testosterone yang signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan yang berusia lebih muda, tetapi hal tersebut tidak dikonfirmasi
dengan pria yang bukan penderita varikokel. Oleh karena itu, penelitian
ini gagal menunjukkan bahwa penurunan testosterone tersebut diakibatkan
oleh varikokel atau oleh karena adanya kegagalan testis primer.9

- Autoimunitas
Sawar darah testis dan protein imunoregulatoritas pada tingkat sel
Sertoli, rete testis, dan ductulus eferen memberikan proteksi imunologis
dari antigen sperma dan menghambat proliferasi limfosit dan komplemen
yang memediasi lisis sel. Etiologi dari rusaknya sawar darah testis tersebut
diantaranya adalah obstruksi duktus, torsio testis, infeksi/epididimitis,
prostatitis, trauma testis dan varikokel.10

- Stres Oksidatif
Hipotesis yang ada saat ini menyebutkan bahwa stres oksidatif
merupakan mediator patogenik yang umum dalam kerusakan testis akibat
varikokel, dimana pada varikokel pajanan panas, hipoksia dan toksik
metabolit adrenal serta renal menstimulasi pembentukan ROS.
Peningkatan ROS dan reduksi anti oksidan akan menimbulkan stres
oksidatif, yaitu suatu keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh
sudah melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya.
Penelitian menunjukan terjadi peningkatan ROS sebesar 25-40%  pada
sampel semen pria infertil. Dalam kondisi fisiologis, spermatozoa
memproduksi ROS dalam jumlah yang kecil yang dibutuhkan untuk
regulasi fungsi sperma, kapasitasi sperma dan reaksi akrosom, tetapi kadar
ROS yang tinggi dalam sel dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA.
Membran plasma sel germinal terdiri dari lipid yang kaya akan asam
lemak tidak jenuh ganda dan karena itu sangat rentan terhadap serangan
ROS. Peroksidasi lipid menyebabkan perubahan permeabilitas membran
sel. Perubahan permeabilitas membran sel tersebut menyebabkan sitokrom
C terlepas yang selanjutnya akan mengaktifasi caspase-9. Caspase-8 dan 9
yang aktif akan mengakibatkan aktifnya caspase-3. Pengaktifan teratur
beberapa sinyal kaskade tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis sel
Leydig.11
Peningkatan ROS juga menyebabkan oksidasi basa DNA, hasil
oksidasi basa DNA tersebut menghasilkan produk basa DNA berupa
8hidroksi-2 deoksiguanosin yang dapat menyebabkan mutasi dan delesi
dari inti serta mitokondria DNA sperma.11

F. Manifestasi Klinik
Pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan
pembengkakan, sedangkan pada remaja biasanya bersifat asimptomatis.
Kadang pasien datang karena adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman
(mengganjal) di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri
sepanjang hari. Benjolan yang teraba pada skrotum berkelok-kelok seperti
kumpulan cacing dengan konsistensi lunak. Tidak jarang pasien baru datang
ke dokter karena gejala infertilitas dan penurunan aktivitas seksual karena
varikokel yang bersifat asimptomatis.2
Varikokel ekstratestikular dan intratestikular secara klinis berupa
benjolan dengan atau tanpa nyeri skrotal yang selanjutnya menyebabkan
infertilitas. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular
adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis
diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi
klinis lain yang telah dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan
epididimorchitis (11%).2

G. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
 Rasa mengganjal pada lipatan paha
 Teraba benjolan yang lunak berkelok-kelok seperti kumpulan cacing
 Terasa nyeri pada skrotum
 Gejala infertilitas
 Penurunan aktivitas seksual

 Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam
posisi berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah
pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena. Jika
varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi,
dengan manuver valsava (mengedan) ataupun tanpa manuver. Varikokel
yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai “bag of worms”,
walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau
penebalan dinding vena.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk
membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan
dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari
varikokel.
Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan orchidometer
(untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada
pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau
volum ditemukan, indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara
klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya
varikokel. Untuk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop
Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya
peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya,
dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih

objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan


pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin
kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada
sel-sel germinal.
Gambar 5. Pemeriksaan Orchidometer

Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan


kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis
semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel
menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan
bentuk sperma (tapered).
 Pemeriksaan Penunjang
 Angiografi/venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan
untuk mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari
penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di
daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis.
Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan
invasif, teknik ini biasanya hanya digunakan apabila pasien sedang
dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena. Biasanya,
teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.

Positif palsu/negatif
Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada
opasifikasi dari vena dengan kontras medium dapat sulit dinilai.
Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanul menuju
vena testikular kanan.
Gambar 4. Left Testikular Venogram

 Ultrasonografi
Penemuan USG pada varikokel termasuk:
 Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang
letaknya berdekatan dengan testis.
 Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan
pada kanalis inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat
valsava manuever diameter meningkat sekitar 1 mm.
 Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan
beberapa pembesaran pembuluh darah dengan diameter ± 8 mm.
 Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial,
lateral, anterior, posterior, atau inferior dari testis)
 USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu
mendiferensiasi channel vena dari kista epidermoid atau
spermatokel jika terdapat keduanya.
 USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena:
statis (grade I), intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)
 Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area
hipoekoik yang kurang jelas pada testis. Gambarannya berbentuk
oval dan biasanya terletak di sekitar mediastinum testis.

Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena,


Hamm dkk menemukan bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar
92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.

Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran
seperti varikokel. Jika meragukan, USG Doppler berwarna dapat
digunakan untuk diagnosa. Varikokel intratestikular dapat memberi
gambaran seperti ektasis tubular.

H. Penatalaksanaan
Indikasi Tindakan Operasi
Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan
dengan infertilitas, penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak
selalu dilakukan tindakan operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan
parameter semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan
proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi testis. Untuk
varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan
dilakukan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap
hari, harus dilakukan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan
atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu
tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini.
Remaja dengan varikokel grade I – II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan
tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang
menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan untuk dilakukan
varikokelektomi.

Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan
varikokel klinis, ada beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini
terdapat teknik nonbedah termasuk percutaneous radiographic occlusion dan
skleroterapi. Teknik retrogard perkutaneus dengan menggunakan kanul vena
femoralis dan memasang balon/coil pada vena spermatika interna. Teknik ini
masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik
dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic
occlusion juga meiliki komplikasi seperti migrasi embolisasi materi menuju
ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya ginjal dan emboli paru,
tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan
kanulasi perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik.
Teknik ini memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika
dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan risiko trauma
pada arteri testikular.

Teknik Operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai
teknik. Teknik yang paling pertama dilakukan dengan memasang clamp
eksternal pada vena lewat kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk
retroperitoneal, inguinal atau subinguinal, laparoskopik, dan microkroskopik
varikokelektomi.
 Teknik Retroperitoneal (Palomo)
Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi
vena spermatika interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase
menuju vena renalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang
terlihat. Sebagai tambahan, arteri testikular belum bercabang dan
seringkali berpisah dari vena spermatika interna. Kekurangan dari teknik
ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari
lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post
operasi. Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri
testikular terlindungi oleh plexus periarterial (vena comitantes), dimana
akan terjadi dilatasi seiring berjalannya waktu dan akan menimbulkan
kekambuhan. Paralel inguinal atau retroperitoneal kolateral bermula dari
testis dan bersama dengan vena spermatika interna ke arah atas ligasi
(cephalad), dan vena kremaster yang tidak terligasi, dapat menyebabkan
kekambuhan. Ligasi dari arteri testikular disarankan pada anak – anak
untuk meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas,
ligasi arteri testikular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu
fungsi testis.
Prosedur tindakan:
 Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi.
 Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilikus ke SIAS sepanjang 7 –
10 cm tergantung besar tubuh pasien.
 Aponeurosis M. External oblique diinsisi secara oblique.
 M. Internal oblique terpisah 1 cm ke arah lateral dari M. Rectus
abdominis dan M. Transversus abdominis diinsisi.
 Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi.
Gambar 5. Teknik Retroperitoneal (Palomo)

 Pembuluh spermatic terlihat berdekatan dengan peritoneum,


sangatlah penting menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum.
 Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior.
 Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengindentifikasi vena
spermatika, dan < 10% kasus arteri spermatika mudah dilihat,
terisolasi dari seluruh struktur spermatik dan mudah dikenali.
 Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus
dengan vena tunggal dan tidak ada kolateral, arteri dapat dikenali dan
hanya akan dijaga apabila tidak bersamaan dengan vena kecil yang
menyatu dengan arteri. Pada kasus dengan vena multipel, kolateral
akan teridentifikasi dan seluruh pembuluh darah dari ureter menuju
dinding abdomen terligasi. Pembuluh darah spermatika secara umum
terinspeksi pada jarak 7 – 8 cm dan diligasi dengan
pemisahan/pemotongan, kemudian dijahit permanen.
 Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Transversus
abdominis, dan M. External oblique ditutup lapis demi lapis dengan
jahitan yang dapat diserap.
 Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap.
 Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.

 Teknik Inguinal (Ivanissevich)


 Insisi dibuat 2 cm diatas simfisis pubis.
 Fasia M. External oblique secara hati – hati disingkirkan untuk
mencegah trauma N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
 Pemasangan Penrose drain pada saluran sperma.
 Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah
spermatika.
 Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan
menggunakan benang yang nonabsorbable.
 Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External
oblique ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit
subkutikuler.

Gambar 6. Teknik Inguinal (Ivanissevich)

 Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan

keuntungan dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal


dibutuhkan untuk melakukan teknik ini, untuk memudahkan
menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular sewaktu
melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena
comitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki
beberapa komplikasi seperti trauma pada usus, pembuluh darah
intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih
serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.
Gambar 7.. Teknik Laparoskopik

Indikasi dilakukan operasi:


 Infertilitas dengan produksi semen yang jelek
 Ukuran testis mengecil
 Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar
Komplikasi
 Perdarahan
 Infeksi
 Atrofi testis atau hilangnya testis
 Kegagalan mengkoreksi varikokel
 Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix
setelah 6 bulan postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)

- Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)


Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih
untuk melakukan ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah
insisi, untuk memudahkan pengelihatan, dan dengan menggunakan
bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil
dan vena kremaster akan dengan mudah diligasi, serta ekstraspermatik
dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan
ekstraspermatika secara hati – hati dibuka untuk mencari pembuluh darah.
Arteri testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan menggunakan
mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga
menurunkan komplikasi hidrokel

.
Gambar 8.M icrosurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)

Komplikasi
 Hidrokel
 Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit
 Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testikular

- Teknik Embolisasi
 Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan
lokal anestesi.
 Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena
femoralis kanan atau vena jugularis kanan.
 Kateter dimasukan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri
(karena kebanyakan varikokel terdapat di sisi kiri) dan kontras
venogram.
 Dilakukan ISV venogram sebagai “peta” untuk mengembolisasi
vena.
 Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis
inguinalis internal.
 Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau
platinum spring-like embolization coils.
 Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan
sendi sakroiliaka.
 Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.
 Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua
cabang ISV terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
 Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit,
untuk mencapai hemostasis.
 Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien
diobservasi selama beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan.

Angka keberhasilan proses ini mencapai 95%.


Gambar 9. Teknik Embolisasi

Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat
beberapa indikator antara lain:
 Bertambahnya volume testis
 Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)
 Pasangan menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi
tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80%
terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
BAB III
KESIMPULAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis


akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat
pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada
pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini
disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri
dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan
arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang
kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut
dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena
karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya
situs inversus.
Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang
simptomatis dan dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah
ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau
bedah laparoskopi, varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara perkutan dengan
memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna ( embolisasi ).
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi
tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi
perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
DAFTAR PUSAKA

1. Agarwal, A. Alaa, H., Sandro Esteves. 2012. Insight into oxidative stress in
varicocelle-associated male infertility: part 1.  Nature Reviews Urology.
10.1038: pp 1-10.
2. Cooper, S Christopher et all. 2006. Varicocele. In : Poherty, M Gerard.
Current Diagnosis and Treatment Surgery 13 rd 
edition. Mc-Graw Hill
Companies. New York. USA. Hal 961-963.
3. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC,
Jakarta .
4. Eisenberg, M.L., Lipshultz, L.I. 2011. Varicocele-induced infertility: Newer
insights into its pthophysiology.  Indian Journal of Urology. Vol 27(1): pp 58-
64.
5. Graham, Sam D, Keane Thomas E. 2009. Varicocele. In : Glenn’s Urologic
Surgery. Lippincott Williams and Wilkins. Hal 397-401.
6. Purnomo, Basuki B. 2012. Varikokel. In : Dasar–dasar Urologi. Edisi 3.
EGC, Jakarta.
7. Mescher, A. L. (2012). Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
8. Schneck FX, Bellinger MF. 2007. Varicocele:Abnormalities of the testes and
scrotum and their surgical management . In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh
Urology. 9th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. Chap. 67 hal.3793-
3798.
9. Kantatzi, P.D., Goulis, Ch.D., Goulis, G.D., Papadimas. 2007. Male infertility
and varicocele: myths and reality. Hipokratia. Vol 11(3): pp 99-104.
10.  Naughton, C.K., Ajay, K.N., Ashok, A. 2001. Varicocele and male infertility:
Part II Pathophysiology of varicoceles in male infertility.  Human
Reproduction Update. Vol 7(5): pp 473-481.
11. Kregel, K.C., Zhang, H.J. 2007. An integrated view of oxidative stress in
aging: basic mechanisms, functional effects, and pathological considerations.
Am J. Physiol. Regul. Integr. Comp. Physiol. 292: R18-R36.

Anda mungkin juga menyukai