Anda di halaman 1dari 3

BAYU ANUGERAH BINTANG PRATAMA

POLEMIK DI POSO

Konflik berkelanjutan di Poso yang kerapkali dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme


sesungguhnya memiliki keterkaitan erat dengan dendam akibat konflik bernuansa SARA
beberapa tahun lalu yang telah menimbulkan banyak korban jiwa.

Tragedi Walisongo 28 Mei 2000 yang mengakibatkan 200 korban tewas, hingga kini
masih membekas karena perasaan ketidakadilan khususnya bagi kalangan muslim, yang
selanjutnya mengalami stigma sebagai teroris.  Santoso dan Basri menjadi saksi mata
pada peristiwa tersebut dan tak sedikit di antara kerabat mereka yang ikut menjadi
korban.

Busyro Muqoddas, menegaskan bahwa Tim Evaluasi Penanganan Terorisme (Tim 13)
telah menyepakati untuk mengedepankan pendekatan antropologis dalam rangka
penanganan para terduga teroris, yaitu melihat konteks sejarah mengapa konflik
berkepanjangan terjadi di Poso.

“Semua berawal dari peristiwa berdarah di Poso pada 1998 s.d. 2000. Kami berkunjung
ke para korban dan keluarga korban dan tak dapat diingkari bahwa sisa-sisa penyiksaan
masih meninggalkan bekas hingga hari ini. Kami juga mengunjungi para tokoh agama
baik Islam maupun Nasrani dan meninjau lokasi Tamanjeka. Sesungguhnya luka lama
masih tampak akibat peristiwa masa lalu,” paparnya di hadapan puluhan jurnalis di
Ruang Pengaduan Komnas HAM pada Selasa 9 Agustus 2016.

Menurutnya, luka lama masih tampak akibat peristiwa masa lalu. “Masyarakat secara
psikologis sesungguhnya sudah sangat lelah karena konflik yang telah berlangsung
cukup lama ini, tidak juga membuahkan solusi bahkan terkesan kian komplek. Oleh
karena itu kami akan meningkatkan sinergisitas dengan pihak Kepolisian, BNPT dan TNI
baik yang bertugas di Poso maupun Jakarta. Terlebih saat ini kami mendapatkan amunisi
baru dari MER-C,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, salah satu bentuk bantuan terhadap para korban masa lalu yang
saat ini tengah mendapat predikat terduga teroris di Poso ini adalah advokasi terhadap
proses hukum. advokasi terhadap proses hukum yang akan mereka jalani, serta
menjamin rasa aman dan kesejahteraan keluarga mereka,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Siane Indriani mengutarakan pendapat senada bahwa
upaya persuasif terhadap para terduga terorisme ini perlu dilakukan terutama karena
berdasarkan hasil monitoring, analisis, dan evaluasi terkait penanganan tindak pidana
terorisme di Poso oleh Tim Evaluasi Penanganan Terorisme (Tim 13), konflik
berkepanjangan di Poso adalah buah dari konflik masa lalu (peristiwa berdarah tahun
1998 s.d. 2000).
Tragedi di Pesantren Wali Songo Poso, lanjut Siane, adalah pemicu utama konflik
berkepanjangan di Poso. Bangunan tempat mengenyam pendidikan agama itu, menjadi
saksi bisu saat meletusnya konflik pada 1998 s.d. 2000. Kala itu, diperkirakan ratusan
atau bahkan ribuan muslim Poso dibantai di lokasi bangunan pondok pesantren
tersebut. Komnas HAM saat ini telah mengantongi dokumen lengkap dan daftar saksi
mata terkait tragedi tersebut.

Sebagaimana disampaikan Siane, Santoso dan Basri adalah pihak yang ikut menjalani
evakuasi akibat peristiwa tersebut. Dua orang adik Basri meninggal pada peristiwa
tersebut. Mereka menyimpan dendam akibat tragedi berdarah itu. Dendam mereka
sempat terkubur ketika perjanjian damai Malino disepakati. Akan tetapi rasa
diperlakukan tidak adil justru tumbuh subur Pasca Malino. Perjanjian itu, dalam benak
mereka, tidak mampu memberikan rasa keadilan yang diharapkan. Dendam itu tertanam
begitu dalam.

“Mereka beranggapan seharusnya Malino tidak serta merta memangkas tindakan hukum
yang seharusnya diberlakukan. Tidak tersentuhnya para pelaku peristiwa berdarah 1998-
2000, telah membangkitkan kembali amarah para korban,” papar Siane.

Tak pelak, konflik vertikal justru semakin sering terjadi bahkan pasca perjanjian damai
Malino. Sebut saja sejumlah kasus penembakan, peristiwa mutilasi, kasus Pasar Tentena
dan seterusnya. “Rantai kekerasan ini harus dipangkas sesegera mungkin. Masyarakat
sudah sangat lelah dengan berbagai operasi keamanan di Poso. Ini ada momentum, dan
upaya rekonsiliasi dengan bantuan pendanaan dari masyarakat tengah dilakukan.
Renovasi terhadap bangunan pesantren Wali Songo juga akan segera dilaksanakan
terutama dalam rangka menghentikan romantisme masa lalu,” papar Siane.

Operasi Tinombala, lanjut Siane, yang merupakan operasi gabungan TNI-POLRI dan
ditujukan untuk mencari dan menangkap Santoso dan kelompoknya, ternyata telah
mengganggu proses rekonsiliasi mandiri yang saat ini tengah berlangsung di
masyarakat. “Akses jalan telah ditutup, siapapun yang kedapatan memberikan dukungan
kepada DPO harus menjalani penangkapan dan terutama masyarakat tidak lagi dapat
beraktivitas di kebun mereka,” papar Siane.

Dalam waktu dekat, Komnas HAM dengan dukungan beberapa pihak seperti Medical
Emergency Rescue Committee (MER-C), PP Muhammadiyah, tokoh-tokoh masyarakat
Poso (LSM, aktivis, agama, masyarakat), akan ikut serta membantu aparat dengan
menurunkan Tim Relawan dalam misi kemanusiaan untuk mengajak DPO agar segera
menyerahkan diri dan membantu melakukan advokasi terhadap proses hukum yang
selanjutnya akan dijalani, serta menjamin rasa aman dan kesejahteraan keluarga.
Sementara proses ini berlangsung, Operasi Tinombala yang diberlakukan atas kawasan
Poso agar dilakukan dengan metode yang lebih persuasif.
Sinergi sangat dibutuhkan dalam penanganan konflik di Poso agar membuahkan hasil
yang optimal guna mengakhiri berbagai macam konflik yang telah berlangsung 18 tahun
tiada henti karena sesungguhnya masyarakat Poso sudah sangat lelah. (Eva Nila Sari)

1.Apa hak yang dilanggar dalam kasus polemik di poso ?

 Hak siswa untuk mendapatkan pendidikan, karena sarana dan prasarana pendidikan
telah tiada.
 Hak masyarakat untuk mencari kasih sayang dari orang tua tercinta, karena banyak
di antara mereka yang mati terbunuh penghidupan/nafkah, juga karena sarana dan
prasarana untuk mendapatkan penghasilan telah tiada.
 Hak masyarakat untuk melakukan ibadah, karena tempat-tempat ibadah telah
hancur
 Hak masyarakat untuk dapat hidup aman dan damai.
 Hak seorang anak untuk mendapatkan

2.Apa penyebab dalam kasus polemik di poso ?

Penyebab/akar dari konflik sosial yang terjadi di Poso Wapres menjelaskan bahwa kasus
Poso terjadi bukan karena masalah agama namun adanya rasa ketidak adilan. awal mula
terjadinya konflik karena adanya demokrasi yang secara tiba-tiba terbuka dan membuat
siapapun pemenangnya akan ambil semua kekuasaan.

3.Bagaimana penyelesaian dalam kasus polemik di poso ?

Konflik Poso ini diakhiri dengan penandatangan Deklarasi Malino, 20 Desember 2001.
Deklarasi Malino adalah perjanjian damai antara pihak Kristen dan Islam. Sebelum
penandatanganan, dirinci bahwa terdapat 577 korban tewas, 384 terluka, 7.932 rumah
hancur, dan 510 fasilitas umum terbakar.

Anda mungkin juga menyukai