Anda di halaman 1dari 42

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TEKNOLOGI IPB PRIMA – CASSAVA

Tim Penyusun:
Suwarto
Edi Santosa
Nunung Nuryartono
Erika Budiarti Laconi
Slamet Budijanto
Burhanuddin
Tri Prartono
Rokhani
Sri Anna Marliyati
Feri Kusnandar
Roza Yusfiandayani
Sri Mulatsih
Ridwan Diaguna
Arif Hartono
Gatot Pramuhadi

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, Tuhan


Yang Maha Esa atas limpahan nikmatNya sehingga Standar Operasional
Prosedur ‘Teknologi IPB PRIMA-CASSAVA’ dapat kami susun.
Standar operasional prosedur ini dimaksudkan sebagai acuan teknologi
dalam melaksanakan budidaya tanaman ubi kayu (cassava) dengan produktivitas
tinggi, lebih dari 40 ton per hektar yang berkelanjutan.
Terima kasih kami sampaikan kepada Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang telah
memberikan dukungan dalam melaksanakan verifikasi ‘Teknologi IPB PRIMA-
CASSAVA’ di tingkat lapangan dalam payung kegiatan ‘RISPRO INVITASI
Pangan Sehat Berbasis Cassava yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan’. Terima
kasih juga kepada seluruh civitas akademika Institut Pertanian Bogor yang
terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan standar operasional
prosedur ini.
Kami berharap standar operasional prosedur ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak terkait pengembangan ubi kayu di Indonesia.

Bogor, Januari 2022


Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

TUJUAN............................................................................................................. 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ....................................................... 2

A. PENENTUAN LOKASI DAN WAKTU TANAM ................................ 2

B. PENYEDIAAN BENIH .......................................................................... 5

C. PENYIAPAN LAHAN............................................................................ 6

D. PENANAMAN ........................................................................................ 9

E. PEMUPUKAN DAN PEMBUMBUNAN ............................................ 10

F. PENGAIRAN ........................................................................................ 21

G. PENJARANGAN TUNAS .................................................................... 21

H. PENGENDALIAN GULMA ................................................................ 22

I. HAMA DAN PENYAKIT .................................................................... 27

J. PANEN .................................................................................................. 31

K. PENANGANAN BIOMASS RESIDU ................................................. 36

PENUTUP ........................................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 36

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkiraan klasifikasi karakteristik kimia tanah menurut kebutuhan


nutrisi ubi kayu .......................................................................................... 2
Tabel 2. Kebutuhan benih (stek) menurut jarak tanam ......................................... 6
Tabel 3. Kebutuhan pupuk per tanaman tiap aplikasi untuk populasi 10.000
tanaman per hektar. ................................................................................. 11
Tabel 4. Gejala defisiensi unsur hara pada tanaman ubi kayu ............................ 11
Tabel 5. Gejala keracunan unsur hara pada tanaman ubi kayu ........................... 14

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Curah hujan tanpa bulan kering sepanjang tahun ............................. 4
Gambar 2. Curah hujan dengan enam bulan kering ........................................... 5
Gambar 3. Pengaturan batang bibit, pemotongan dan pengaturan stek.............. 6
Gambar 4. Tanah yang tidak atau diolah dangkal .............................................. 8
Gambar 5. Tanah yang diolah dalam dan digulud ............................................. 8
Gambar 6. Hasil akhir pengolahan tanah yang siap ditanami stek ..................... 9
Gambar 7. Penanaman manual ......................................................................... 14
Gambar 8. Penanaman mekanis dengan cassava planter ................. 10
Gambar 9. Gejala kekurangan hara nitrogen (N) ............................................. 15
Gambar 10. Gejala kekurangan hara fosfor (N) .............................................. 16
Gambar 11. Gejala kekurangan hara kalium (K) ............................................. 17
Gambar 12. Gejala kekurangan hara kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur
(S) ..................................................................................................... 17
Gambar 13. Gejala kekurangan hara boron (B), tembaga (Cu), dan besi (Fe) 18
Gambar 14. Gejala kekurangan hara mangan (Mn) dan seng (Zn) ................. 19
Gambar 15. Gejala keracunan alumunium (Al), boron (B), Mangan (Mn), dan
kadar garam tinggi/salinitas ............................................................. 20

iii
Gambar 16. Tanaman cassava dengan batang banyak (harus dibuang dan
disisakan maksimal 2 batang) pada klon Adira 2 ............................... 21
Gambar 17. Pertumbuhan cassava yang tepat untuk dilakukan penunasan ...... 22
Gambar 18. Berbagai jenis gulma pada ubi kayu di lahan kering Ultisols,
Jonggol ..................................................................................................... 25
Gambar 19. Kerusakan tanaman akibat penyemprotan herbisida yang tidak tepat
................................................................................................................... 26
Gambar 20. Pengaturan arah penyemprotan herbisida pada tanaman cassava . 27
Gambar 21. Gejala serangan hama utama pada ubi kayu .................................... 29
Gambar 22 Gejala serangan penyakit utama ubi kayu ......................................... 31
Gambar 23. Panen ubi kayu ..................................................................................... 32
Gambar 24. Lay out ubinan pada tanaman ubi kayu monokultur ....................... 33
Gambar 25. Lay out ubinan tumpangsari ubi kayu dengan tiga baris padi gogo
................................................................................................................... 34
Gambar 26. Lay out ubinan tumpangsari ubi kayu dengan dua baris kacang tanah
................................................................................................................... 34

iv
PENDAHULUAN

Ubi kayu merupakan tanaman dengan hasil utama adalah umbi sumber
karbohidrat untuk pangan, energi, dan berbagai industri lainnya. Produktivitas
umbi menrupakan kunci dalam meningkatkan komoditas ini. Berbagai upaya
terkait budidaya, oleh karena harus memperhatikan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas.
Faktor penentu produktivitas adalah potensi genetik atau varietas,
kondisi lingkungan dan teknologi budidaya. Secara genetik dipilih yang
berproduktivitas tinggi dan adaptif di berbagai lingkungan tumbuh.
Lingkungan tumbuh yang meliputi kondisi iklim, tanah, dan letak lokasi
produksi perlu diusahakan semaksimal mungkin mendekati syarat tumbuh yang
dibutuhkan tanaman. Waktu penanaman, penyiapan lahan, teknik menanam,
memupuk, mengendalikan gulma, menentukan waktu panen, pelaksanaan
panen, dan penanganan pasca panen merupakan serangkaian kegiatan yang
perlu dilakukan dengan tepat. Standar operasional prosedur ‘Teknologi IPB
PRIMA-Cassava’ disusun sebagai acuan untuk meningkatkan produktivitas,
mencapai minimal 40 ton/ha dari rata-rata nasional 23.2 ton/ha, melalui
penerapan teknologi yang tepat untuk tiap kegiatan tersebut.
Standar operasional prosedur ‘Teknologi IPB PRIMA-Cassava’ telah
diverifikasi untuk beberapa varietas ubi kayu unggul nasional dan unggul lokal.
Jenis ubi kayu yang digunakan terdiri atas ubi kayu pahit dan tidak pahit.
Produktivitas rata-rata ubi kayu mencapai 43,9 ton/ha pada umur panen sesuai
deskripsi varietas, 7 – 10 bulan setelah tanam.

TUJUAN
Standar Operasional Prosedur IPB PRIMA _ CASSAVA bertujuan
untuk acuan praktikbudidaya ubi kayu (cassava) yang baik sehingga diperoleh
1
produktivitas tinggi (≥ 40 ton/ha) dan berumur pendek (umur panen 6 - 8 bulan).

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

A. PENENTUAN LOKASI DAN WAKTU TANAM

1. Penentuan Lokasi Tanam

Lokasi penanaman perlu memperhatikan kesesuaiannya dengan syarat


tumbuh ubi kayu, yang meliputi keadaan iklim, tanah, dan ketinggian
tempat.

a. Iklim

Ubi kayu menghendaki iklim dengan curah hujan: 1.500-2.500


mm/tahun, suhu udara minimal: 10 oC, suhu optimal: 27-32 oC,
kelembaban udara optimal: 60-65%, dan lama penyinaran matahari:
10 jam/hari

b. Tanah

Ubi kayu akan tumbuh dan berproduksi maksimal pada tanah dengan
struktur remah, gembur, tidak terlalu liat, dan tidak terlalu poros serta
kaya bahan organik (≥ 2%). Jenis tanah yang sesuai adalah jenis
aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol, andosol,
dan ultisol. Derajat kemasaman (pH) tanah: 4,5-8,0 dengan pH ideal
5,8. Analisis tanah perlu dilakukan sehingga diketahui kesesuaiannya
untuk ubi kayu. Tabel 1 adalah klasifikasi kesesuaian untuk ubi kayu
berdasarkan parameter kandungan hara di dalam tanah.
Tabel 1. Perkiraan klasifikasi karakteristik kimia tanah menurut
kebutuhan nutrisi ubi kayu
Parameter tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
rendah tinggi
pH1) <3.5 3.5-4.5 4.5-7.0 7-8 >8

Bahan organik2) <1.0 1.0-2.0 2.0-4.0 >4.0


(%)
2
Parameter tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
rendah tinggi
Kejenuhan Al3) (%) <75 75-85 >85

Salinitas (mS/cm) <0.5 0.5-1.0 >1.0

Kejenuhan Na (%) <2 2-10 >10

P4) (ppm) <2 2-4 4-15 >15


4)
K (meq/100 g) <0.10 0.10- 0.15- >0.25
0.15 0.25
Ca4) (meq/100 g) <0.25 0.25- 1.0-5.0 >5.0
1.00
Mg4) (meq/100 g) <0.2 0.2-0.4 0.4-1.0 >1.0
5)
S (%) <20 20- 40 40-70 >70

B5) (%) <0.2 0.2-0.5 0.5-1.0 1.0-2.0 >2.0

Cu5) (%) <0.1 0.1-0.3 0.3-1.0 1.0-5.0 >5.0


5)
Mn (%) <5 5-10 10-100 100-250 >250
5)
Fe (%) <1 1-10 10-100 >100

Zn5) (%) <0.5 0.5-1.0 1.0-5.0 5-50 >50

1)
pH H2O 1:1
2)
BO dengan metode Walkley dan Black
3)
Kejenuhan Al = 100 x Al/(Al+Ca+Mg+K) dalam meq/100 g
4)
P dengan Bray II, K, Ca, Mg, dan Na dalam 1N NH4-asetat, Ca dalam Ca-fosfat
5)
B dalam air panas, Cu, Mn, Fe, dan Zn dalam 0.05 N HCl+0.025N H2SO4

c. Ketinggian tempat

Ketinggian tempat yang ideal: 10 - 700 m di atas permukaan laut (dpl),


sedangkan toleransinya antara 10 - 1.500 m dpl. Semakin tinggi
tempat, pertumbuhan akan terganggu bahkan terjadi perubahan bentuk
daun dan muncul bunga. Umbi akan terganggu juga perkembangannya
jika ubi kayu ditanam di daerah yang tinggi.

2. Penentuan Waktu Tanam

Ubi kayu memerlukan cukup air, minimal untuk pertumbuhan 4 bulan


pertama setelah tanam. Waktu tanam harus memperhatikan sebaran
curah hujan dan sebaran hujan bulanan dalam satu tahun. Ketika
3
sebaran hujan bulanan dalam satu tahun tidak ada bulan kering
(Gambar 1) maka penanaman dapat dilakukan pada tiap waktu. Ketika
dalam satu tahun terdapat bulan kering dengan sebaran seperti pada
Gambar 2 maka perlu pengaturan waktu tanam yang tepat.

Bulan basah adalah bulah curah hujan sama dengan atau lebih dari 100
mm, bulan lembab antara 60 – 100 mm, dan bulan kering kurang dari
60 mm. Penanaman ubi kayu di wilayah dengan sebaran curah hujan
sebaiknya dilakukan pada bulan November dan paling lambat pada
bulan Januari. Namun demikian apabila pada areal penanaman
tersedia air yang cukup untuk irigasi ketika bulan kering (Mei –
Oktober) maka waktu tanam dapat dilakukan tiap bulan.

350
Curah hujan (mm/bulan)

300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Gambar 1. Curah hujan tanpa bulan kering sepanjang tahun

4
300

Curah hujan (mm/bulan)


250

200

150

100

50

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Gambar 2. Curah hujan dengan enam bulan kering

B. PENYEDIAAN BENIH

Benih yang digunakan adalah jenis yang adaptif terhadap kondisi


lingkungan penanaman. Benih berupa stek batang berukuran panjang 20 –
25 cm. Stek diambil dari batang bagian pangkal, tengah, dan ujung (pada
ketinggian 30 cm sampai 150-200 cm dari pangkal batang). Stek diambil
dari tanaman yang minimal telah memasuki umur 6 bulan.Stek dari ketiga
bagian batang memiliki karakteristik bobot jenis, kadar air, dan persen
tumbuh yang tidak berbeda nyata, walaupun tunas pada awal pertumbuhan
sampai 6 minggu setelah tanam, stek dari batang bagian pangkal dan
tengah lebih tinggi dari bagian ujung.

Setelah stek disiapkan harus segera ditanam dengan waktu tunggu


maksimal di lapangan yang dapat ditoleransi kurang dari 2 minggu. Waktu
tunggu melebihi waktu tersebut memungkinkan tunas segera tumbuh dan
sebagian lainnya mengalami kering sehingga mati ketika ditanam di
lapangan. Pemotongan stek harus dilakukan secara hati-hati, tumpuan alas
pemotongan dari bahan yang lunak/tidak keras, agar tidak merusak mata
tunas (Gambar 3).

5
Gambar 3. Pengaturan batang bibit, pemotongan dan pengaturan stek
(Dok. Suwarto)

Kebutuhan bahan tanam (stek) menurut jarak tanam. Jarak tanam


dipengaruhi oleh ukuran tajuk tanaman yang berbeda antar varietas. Jarak
tanam yang umum digunakan untuk sebagaian besar varietas adalah 100 cm x
100 cm. Kebutuhan stek menurut jarak tanam termasuk untuk penyulaman
tanaman yang mati (10%) tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan benih (stek) menurut jarak tanam

Jarak Tanam (cm x cm) Kebutuhan benih (stek)


80 x 80 16.406 - 17.188
100 x 80 13.125 - 13.750
120 x 80 10.938 - 11.458
100 x 100 10.500 - 11.000
120 x 100 8.750 - 9.167
120 x 120 7.292 - 7.639

C. PENYIAPAN LAHAN

Lahan untuk tanaman ubi kayu dapat berasal dari hutan sekunder,
semak belukar, atau tanaman semusim sebelumnya. Penyiapan lahan
6
akan meliputi pembukaan lahan, pembersihan dan/atau pengolahan tanah.

1. Pembukaan lahan (land clearing)

Kegiatan pembukaan lahan (land clearing) perlu dilakukan apabila


calon lahan ubi kayu berasal dari hutan sekunder atau tanaman tahunan
lainnya. Tahapan pembukaan lahan adalah menebas tanaman kecil,
menumbang dan mencincang pohon, membongkar tunggul, dan
merupuknya di tempat yang ditentukan untuk tidak ditanami (misal pada
barisan rumpukan yang berjarak 25 m). Alat-alat berat digunakan untuk
pembukaan lahan ini sehingga bisa terjadi pemadatan tanah, yang perlu
dilanjutkan dengan pengolahan tanah.

2. Pembersihan semak belukar/alang-alang

Lahan untuk ubi kayu harus dibersihkan dari semak belukar dan
alang-alang. Pembersihan dapat dilakukan dengan menyemprotkan
herbisida sistemik, membabatnya secara manual, membabad dengan
mower dan/atau secara mekanis dengan slasher yang ditarik traktor roda
empat. Biomas semak belukar atau alang-alang dibiarkan menyebar di
lahan dan akan dibenamkan pada saat pengolahan tanah.

3. Pengolahan tanah

Tanah yang tidak diolah (Gambar 4) membatasi pertumbuhan umbi


kayu. Tanah yang diolah sempurna dengan digulud merangsang
pertumbuhan umbi yang lebih banyak dan lebih besar. Tanah beserta
residu biomass tanaman sebelumnya diolah secara sempurna dengan
menggunakan bajak pada kedalaman olah tanah 30 – 40 cm agar
memberikan ruang tumbuh umbi yang baik (Gambar 5).

7
Gambar 4. Tanah yang tidak atau diolah dangkal

Gambar 5. Tanah yang diolah dalam dan digulud


Pembajakan tanah dilakukan dengan urutan:

(1) Melakukan pembajakan 2 kali dengan bajak piring (disk plow) yang
ditarik roda empat. Penggaruan tanah menggunakan garu piring (disk
harrow) yang ditarik traktor roda empat.

(2) Membuat guludan menggunakan cassava ridger yang ditarik traktor


roda empat. Jarak pusat ke pusat (pkp) guludan berkisar 100-120
sentimeter (Gambar 6).

(3) Setelah tanah diolah tanah diberakan selama 1 minggu dan biomass
cassava yang masih tersedia disebarkan untuk menambahkan bahan
organik tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah serta mengurangi
penggunaaan bahan organik kotoran hewan.

(4) Untuk meningkatkan pH tanah yang masam (pH = 4.5) dilakukan


pemberian kapur dolomit dengan dosis 2 ton per hektare, dan
8
pemberian pupuk kandang 10 ton per hektare untuk meningkatkan
karbon organik tanah dan berbagai unsur hara mikro. Kapur dan pupuk
kandang ditaburkan secara alur sepanjang guludan.

(5) Selanjutnya dilakukan pengendalian gulma pra tumbuh (pre-


emergence), dan dibiarkan selama 2 minggu untuk bisa ditanam.
Aplikasi herbisida sebelum tanam dapat dilakukan secara manual atau
secara mekanis menggunakan boom sprayer.

Gambar 6. Hasil akhir pengolahan tanah yang siap ditanami stek (Dok. Pribadi)

D. PENANAMAN

Penanaman dilakukan dengan memasukkan pangkal stek tepat di


atas pusat guludan sampai kedalaman 7 - 10 cm. Posisi penanaman stek
adalah vertikal dengan jarak 80-100 cm antar stek dalam guludan.
Populasi tanaman dengan pkp 100-120 cm dan jarak antar stek 80-100 cm
berkisar antara 8.500 – 12.500 pohon per hektar. Penanaman dapat
dilakukan secara manual (Gambar 7) atau secara mekanis menggunakan
cassava planter yang ditarik traktor roda empat (Gambar 8). Perlu
diperhatikan seksama bahwa stek tidak boleh terbalik pada penanaman.

9
Gambar 7. Penanaman manual Gambar 8. Penanaman mekanis dengan
cassava planter
(https://id.images.search.yahoo.com/search/im
ages;_ylt=AwrxxP4sM6hiEBoAhwHLQwx.;_
ylu=Y29sbwNzZzMEcG9zAzEEdnRpZAME
c2VjA3BpdnM-?p=cassava+planter&fr2=piv-
web&type=E211ID885G0&fr=mcafee#id=74
&iurl=https%3A%2F%2Fi.ytimg.com%2Fvi
%2FVz_kfK9OgGQ%2Fmaxresdefault.jpg&a
ction=click)

E. PEMUPUKAN DAN PEMBUMBUNAN

Pupuk diberikan untuk memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman ubi


kayu. Jenis dan jumlah pupuk yang diberikan paling tidak dapat
menggantikan hara yang terangkut pada saat panen umbi. Pada tanah yang
berkesuburan rendah, pemupukan dilakukan dengan pupuk yang
mengandung hara utama yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
seperti Urea, SP36, dan KCl dan NPK. Dosis pupuk adalah 300 kg
Urea (45% N), 200 kg SP36 (36% P 2 O 5 ), 200 kg KCl (60% K 2 O),
dan 200 kg NPK (17-6-25).

Pupuk diaplikasikan secara bertahap yaitu pemupukan pertama


pada saat tanam sampai 1 minggu setelah tanam dan pemupukan kedua
pada 8-12 minggu setelah tanam. Dosis pemupukan pertama adalah 2/3
dosis Urea (200 kg/ha), 200 kg/ha SP36, 50 kg/ha KCl. Dosis pemupukan
10
kedua adalah 100 kg/ha Urea, 100 kg/ha KCl dan 200 kg/ha NPK Ubi kayu
(17-6-25). Setelah pemupukan kedua dilakukan pembumbunan dengan
menaikkan tanah dari saluran drainase ke permukaan samping kiri dan
kanan barisan tanaman. Pemupukan pertama dapat dilakukan manual atau
mekanis, sedangkan pemupukan kedua dilakukan secara manual. Pupuk
dicampur dan diberikan dalam alur sekeliling tanaman berjarak 10 cm
untuk pemupukan pertama, dan berjarak 20 – 25 cm pada pemupukan
kedua. Pupuk yang perlu diberikan kepada tiap tanaman untuk populasi
10.000 per hektar adalah sebagaimana tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan pupuk per tanaman tiap aplikasi untuk populasi 10.000
tanaman per hektar.

Jenis pupuk Pemupukan 1 Pemupukan 2


(g/tanaman) (g/tanaman)

Urea 20 10

SP 36 20 0

KCl 5 10

NPK 0 20

Pupuk sebagai sumber hara harus diberikan dalam jumlah yang


cukup. Apabila kekurangan hara akan menyebabkan pertumbuhan
terganggu dan produksi rendah. Tabel 4 menunjukkan gejala kekurangan
(defisiensi) berbagai unsur hara pada tanaman ubi kayu.
Tabel 4. Gejala defisiensi unsur hara pada tanaman ubi kayu

Defisiensi hara Gejala


• Pertumbuhan tanaman berkurang
Nitrogen (N)
11
Defisiensi hara Gejala
• Dalam beberapa cvs., klorosis daun seragam,
dimulai dengan daun bagian bawah, tetapi segera
menyebar ke seluruh tanaman
• Pertumbuhan tanaman berkurang, batang kurus,
Fosfor (P)
tangkai daun pendek; terkadang daun terkulai
• Dalam kondisi parah 1-2 daun bagian bawah
menguning menjadi jingga, menjadi lembek dan
nekrotik; mungkin gugur
• Dalam beberapa cv. daun bagian bawah berubah
menjadi keunguan/coklat
• Berkurangnya pertumbuhan tanaman dengan
Kalium (K)
percabangan yang berlebihan, mengakibatkan
tanaman rebah
• Daun bagian atas kecil, terkadang klorosis; batang
tebal dengan ruas pendek
• Dalam kondisi parah lignifikasi dini batang atas
dengan ruas sangat pendek, menghasilkan
pertumbuhan zigzag dari batang bagian atas
• Dalam beberapa cv. bercak ungu, menguning dan
nekrosis tepi daun bagian bawah
• Pada cvs lain daun melengkung ke atas dari daun
bagian bawah, mirip dengan gejala cekaman
kekeringan
• Pertumbuhan akar dan tunas berkurang
Kalsium (Ca),
jarang terlihat • Klorosis, deformasi dan nekrosis tepi daun
di lapangan
termuda dengan ujung daun melengkung ke
bawah.

12
Defisiensi hara Gejala
• Ditandai klorosis di antara pembuluh daun
Magnesium
(Mg), sering (interveinal) dan menguningnya daun bagian
ditemukan di
bawah
lapangan
• Sedikit pengurangan tinggi tanaman
• Klorosis seragam dimulai pada daun bagian atas,
Sulfur (S),
menyerupai yang segera menyebar ke seluruh tanaman
defisiensi N
• Tinggi tanaman berkurang, ruas pendek, tangkai
Boron (B),
jarang terlihat daun pendek dan cacat kecil pada daun atas
di lapangan
• Bercak ungu-abu-abu pada daun dewasa di bagian
tengah tanaman
• Dalam kondisi parah, eksudat bergetah pada
batang atau tangkai daun (hampir tidak pernah)
terlihat di lapangan)
• Menekan perkembangan lateral akar serabut
• Deformasi dan klorosis seragam pada daun
Tembaga (Cu),
terutama di bagian atas, dengan ujung dan tepi daun
tanah gambut
menggulung ke atas atau ke bawah
• Tangkai daun yang melebar penuh memanjang
dan melengkung ke bawah
• Pertumbuhan akar berkurang
• Klorosis seragam pada daun bagian atas dan
Besi (Fe),
terutama di tangkai daun; pada kondisi parah daun memutih
tanah berkapur
dengan klorosis tepi daun termuda
• Berkurangnya pertumbuhan tanaman; daun muda
kecil, tapi tidak cacat
• Klorosis interveinal dan daun bagian atas atau
Mangan (Mn),
terutama pada tengah menguning; klorosis seragam dalam

13
Defisiensi hara Gejala
tanah berpasir kondisi parah
dan pH tinggi
• Berkurangnya pertumbuhan tanaman; daun muda
kecil, tetapi tidak cacat.
• Bintik-bintik kuning atau putih di tengah daun
Seng (Zn),
sering terlihat muda
pada pH tinggi
• Daun menjadi kecil, menyempit dan klorosis pada
atau tanah
berkapur; juga titik tumbuh; bercak nekrotik pada daun bagian
tanah masam
bawah.
• Daun lobus membelok keluar dari batang
• Berkurangnya pertumbuhan tanaman; dalam
kondisi yang parah, kematian tanaman muda

Kelebihan unsur hara juga perlu dihindarkan karena dapat


meyebabkan keracunan (toksisitas) yang menyebabkan pertumbuhan
terganggu dan produksi rendah. Gejala keracunan unsur hara tertera pada
Tabel 5.
Tabel 5. Gejala keracunan unsur hara pada tanaman ubi kayu

Keracunan hara Gejala


• Pertumbuhan akar dan tunas berkurang
Aluminium
(Al), hanya • Dalam kondisi yang sangat parah, daun bagian
pada tanah
bawah menguning
mineral yang
sangat masam
• Bercak nekrotik pada daun bagian bawah,
Boron (B),
hanya teramati terutama di sepanjang tepi daun
pada aplikasi
kelebihan dosis
pupuk boron
• Daun bagian bawah menguning atau jingga
Mangan (Mn),
terutama pada
14
Keracunan hara Gejala
tanah masam dengan bintik-bintik ungu-cokelat di sepanjang
dan
urat
pertumbuhan
tanaman • Daun menjadi lembek dan rontok
stagnan
• Daun menguning seragam, dimulai dari bagian
Salinitas
(teramati hanya bawah tanaman tetapi segera menyebar ke
pada tanah
seluruh tanaman.
salin atau
alkalin) • Gejalanya sangat mirip dengan defisiensi Fe
• Dalam kondisi parah nekrosis pada perbatasan
daun bagian bawah, pertumbuhan tanaman yang
buruk dan kematian tanaman muda

Secara visual gejala-gejala kekurangan dan keracunan hara dapat


dilihat pada Gambar 9 sampai 14. Gejala keracunan hara pada Gambar
15.

Gambar 9. Gejala kekurangan hara nitrogen (N) (Howeler, 2014)


15
Gambar 10. Gejala kekurangan hara fosfor (N) (Howeler, 2014)

16
Gambar 11. Gejala kekurangan hara kalium (K) (Howeler, 2014)

Gambar 12. Gejala kekurangan hara kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan
sulfur (S) (Howeler, 2014)

17
Gambar 13. Gejala kekurangan hara boron (B), tembaga (Cu), dan besi (Fe)
(Howeler, 2014)

18
Gambar 14. Gejala kekurangan hara mangan (Mn) dan seng (Zn) (Howeler,
2014)

19
Gambar 15. Gejala keracunan alumunium (Al), boron (B), Mangan (Mn), dan
kadar garam tinggi/salinitas (Howeler, 2014)

20
F. PENGAIRAN

Apabila memungkinkan perlu dilakukan pengairan untuk menjaga


ketersediaan air yang cukup bagi tanaman ketika musim kering. Sistem
pengairan diberikan melalui sistem irigasi sistematis yang mengalirkan air
dari embung primer melalui pipa-pipa ke seluruh bidang kebun. Pengairan
demikian dilakukan pada bulan-bulan kering dengan curah hujan kurang
dari 60 mm/bulan. Air yang diberikan adalah 3 mm atau 30 m3 per hektar
per hari.

G. PENJARANGAN TUNAS

Tunas calon batang pada stek ubi kayu mulai muncul pada umur 2
minggu setelah tanam. Dari satu stek dapat tumbuh 1-5 tunas bahkan
lebih, tergantung jenis atau klon ubi kayu. Tunas yang tumbuh menjadi
batang bila berjumlah banyak (Gambar 16) perlu dikurangi menjadi
maksimal 2 batang per tanaman.

Gambar 16. Tanaman cassava dengan batang banyak (harus dibuang dan
disisakanmaksimal 2 batang) pada klon Adira 2 (Dokumen Suwarto)
Penjarangan tunas atau pewiwilan untuk mengatur pola
pertumbuhan batang yang optimal perlu segera dilakukan. Pertumbuhan
batang yang terlalu banyak menyebabkan pertumbuhannya melebar
kesamping dan ini akan menghambat proses pembentukan dan
21
pembesaran umbi. Jumlah dan ukuran umbi lebih sedikit dan kecil.
Penjarangan tunas dilakukan paling lambat 4 minggu setelah tanam
(Gambar 17), sebelum tunas menjadi batang berkayu.

Gambar 17. Pertumbuhan cassava yang tepat untuk dilakukan penunasan


(Dokumen Suwarto)
Penjarangan tunas dilakukan dengan membuang tunas yang paling
kecil ukurannya. Tunas yang besar yang posisinya berlawanan arah
dibiarkan tumbuh maksimal 2 tunas untuk memperoleh pertumbuhan tajuk
yang melebar dan merata.

H. PENGENDALIAN GULMA

Periode kritis tanaman untuk bersaing dengan gulma, jenis gulma,


dan teknik pengendalian gulma perlu mendapatkan perhatian dengan
seksama untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi ubi kayu yang
maksimal.
1. Periode kritis tanaman
Tanaman ubi kayu tidak tahan berkompetisi dengan gulma di awal
pertumbuhannya, sebelum tajuk (kanopi) tanaman menutupi
permukaan tanah. Periode kritis adalah dari saat tanam sampai umur
22
3-4 bulan. Gulma yang tumbuh pada periode tersebut menghambat
pertumbuhan sehingga perlu dikendalikan secara tepat.
2. Jenis gulma
Jenis gulma yang sering ditemukan pada pertanaman ubikayu adalah
Ageratum conyzoides, Melochia corchorifolia, Mimosa invica,
Mimosa pudica, Oldenlandia corymbosa, Oxalis barrelieri, Urena
lobata, Desmodium tortuosum, Tetracera indica, Cleome
rutidosperma, Stachytarpetha indica, Chyanthillium cinereum,
Melastoma malabatricum, Eleusin indica, Cyperus sp., seperti pada
Gambar 18.

Agertum conyzoides Melochia corchorifolia Mimosa invica

Mimosa pudica Oldenlandia corymbosa Oxalis barrelieri

23
Oxalis barrelieri Urena lobata Desmodium tortuosum

Tetracera indica Cleome rutidosperma Stachytarpetha indica

Chyanthillium cinereum Melastoma malabatricum Eleusin indica,

24
Cyperus sp. Paspalum conjugatum

Gambar 18. Berbagai jenis gulma pada ubi kayu di lahan kering Ultisols,
Jonggol

3. Teknik pengendalian gulma


Pengendalian gulma dilakukan sebelum dan setelah penanaman.
(1) Pengendalian sebelum penanaman
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mematikan biji gulma yang ada
di permukaan tanah dan di dalam lapisan tanah sampai kedalaman
5 cm. Pengendalian dilakukan setelah persiapan lahan dengan
menyemprotkan herbisida pratumbuh (pre emergence) pada
permukaan tanah. Penyemprotan herbisida dapat dilakukan
secara manual dengan knapsack sprayer atau secara mekanis
dengan boom sprayer. Konsentrasi, dosis, dan volume semprot
mengikuti yang dianjurkan pada label kemasan herbisida.
Penanaman stek ubi kayu dilakukan 2 minggu setelah
penyemprotan herbisida.
(2) Pengendalian gulma setelah penanaman
Tujuan kegiatan ini adalah membersihkan seluruh gulma dari
pertanaman ubi kayu. Pembersihan gulma dapat dilakukan secara
manual atau secara kimiawi. Secara manual dilakukan dengan
mencabut gulma dengan tangan dan/atau bantuan kored atau
cangkul. Secara kimiawi adalah dengan menyemprotkan
herbisida dengan sprayer (knapsack atau power sprayer).
25
Herbisida yang digunakan bisa bersifat kontak atau sistemik,
namun lebih disarankan yang sistemik. Konsentrasi, dosis, dan
volume semprot mengikuti yang dianjurkan pada label kemasan
herbisida. Penyemprotan paling tidak dilakukan 2 kali, yaitu pada
umur 1-1,5 bulan dan 3 bulan.
Tanaman muda masih rentan terhadap keracunan herbisida sehingga
perlu hati-hati dalam menyemprotkan herbisida agar tanaman tidak
terkena percikan herbisida. Gambar 19 adalah tanaman mati karena
terkena herbisida. Nozel sprayer perlu dibatasi lebar semprotnya agar
tidak mengenai tanaman ubi kayu, seperti pada Gambar 20.

Daun terkena percikan herbisida

Gambar 19. Kerusakan tanaman akibat penyemprotan herbisida yang tidak


tepat (Dok. Suwarto)

26
Gambar 20. Pengaturan arah penyemprotan herbisida pada tanaman cassava

I. HAMA DAN PENYAKIT

Hama utama yang menyerang ubi kayu adalah kutu putih (whitefly),
tungau merah (red mite), dan kutu putih (mealybug). Hama tersebut
terutama menyerang daun dengan gejala serangan seperti tertera pada
Gambar 21.

Kutu putih dan tungau umumnya menyerang tanaman pada musim


kemarau. Tingkat serangan akan berkurang ketika turun hujan atau
disiram. Pengendalian hama secara biologi dapat memanfaatkan parasitoid
Anagyrus lopezi. Pengendalian hama secara kimiawi dengan
menyemprotkan pestisida sistemik/kontak pada saat 4 dan 8 minggu
setelah tanam dengan dosis 4 liter dan volume semprot 300 liter per
hektare setiap aplikasi.

27
Sumber: Howeler (2014)

28
Gambar 21. Gejala serangan hama utama pada ubi kayu
29
30
Gambar 22 Gejala serangan penyakit utama ubi kayu

J. PANEN

Hal yang perlu diperhatikan dalam panen ubi kayu adalah waktu
panen, cara panen, pengukuran produktivitas, dan penentuan kadar pati.

1. Waktu panen

Panen dapat dilakukan pada umur 6 – 8 bulan untuk varietas umur


pendek, 8 – 10 bulan untuk umur varietas tengahan, dan 10 – 12 bulan
untuk varietas umur dalam. Ciri tanaman ubi kayu adalah minimal 3/5
daun pada batang telah gugur, batang telah menua, dan umbi telah
membesar.

2. Cara panen

Panen dilakukan dengan cara memotong batang pada ketinggian 30


– 50 cm, mencabut tanaman bersama umbi, memotong umbi, dan
mengumpulkannya. Panen dapat dilakukan secara manual dan/atau
mekanis (Gambar 23). Secara mekanis dilakukan dengan menggunakan
31
cassava harvester yang ditarik oleh traktor roda empat, dilengkapi dengan
implement pemotong batang (cutter), penggali umbi (digger), dan bak
pengumpul umbi (collector). Pada cara panen mekanis, pemotongan umbi
tetap dilakukan secara manual. Untuk meminimalkan kehilangan hasil
umbi dan agar umbi bertahan lebih lama, panen dilakukan dengan
memotong umbi merapat pada pangkal batang dan meminimalkan
pelukaan pada umbi.

a. Panen manual

b. Panen mekanis
Gambar 23. Panen ubi kayu
32
3. Pengukuran hasil panen
Hasil panen perlu ditentukan dengan metode pengambilan contoh
atau ubinan yang benar sehingga diperoleh nilai yang tepat. Teknik
pengambilan ubinan untuk penentuan hasil panen per hektar berbeda
antara pola tanam monokultur dan tumpangsari.
(1) Tanaman monokultur
Penentuan petak contoh atau ubinan yang efektif pada saat ubi kayu
ditanam secara monokultur dan jarak tanam yang sama adalah cukup
sederhana (Gambar 24). Biasanya, satu baris perbatasan di sepanjang
keempat sisi ubinan dikecualikan, dan hanya tanaman di bagian tengah
ubinan yang tersisa, yaitu "ubinan efektif", dipanen dan ditimbang bobot
umbinya. Hasil umbi ubinan dalam t/ha dihitung sebagai bobot umbi
(dalam kg) dalam ubinan efektif x 10 dibagi luas ubinan efektif (dalam
m2).

Gambar 24. Lay out ubinan pada tanaman ubi kayu monokultur
(2) Tanaman tumpangsari
Ketika ubi kayu ditumpangsari, jarak antar baris sering melebar,
sedangkan jarak antar tanaman dalam barisan dipersempit untuk
mempertahankan populasi ubi kayu 10.000 tanaman per ha, sekaligus
menampung satu, dua, atau tiga baris tanaman sela di antara baris ubi kayu
(Gambar 25 dan 26). Untuk menentukan hasil ubi kayu dan tanaman sela,

33
penting untuk menentukan area yang tepat dari ubinan yang efektif untuk
dipanen. Ubinan yang efektif harus selalu mengecualikan setidaknya satu
baris perbatasan, dan menyertakan rasio yang sama ubi kayu untuk
tumpang sari baris seperti yang akan ditemukan di lapangan yang lebih
besar. Dengan demikian, Gambar 25 menunjukkan bahwa, jika satu baris
dari ubi kayu diselingi dengan tiga baris padi gogo, plot yang efektif dapat
mencakup dua baris ubi kayu dan enam baris padi gogo, dan luas panen
untuk kedua tanaman tersebut adalah 4 × 5 = 20 m2.

Gambar 25. Lay out ubinan tumpangsari ubi kayu dengan tiga baris padi gogo

Gambar 26. Lay out ubinan tumpangsari ubi kayu dengan dua baris kacang
tanah

4. Pengukuran kadar pati


Persentase pati atau bahan kering pada umbi ubi kayu dapat
34
ditentukan atau dihitung secara cepat dari bobot jenis umbi. Semakin
tinggi bobot jenis (kg/liter), semakin tinggi pati dan kandungan bahan
kering umbi. Bobot jenis dapat ditentukan dengan menimbang sejumlah
tertentu umbi segar di udara dan kemudian menimbang umbi yang sama
dalam keadaan benar-benar terendam air. Banyak pabrik pati
menggunakan timbangan pati khusus, yang pertama-tama menimbang
tepat 5 kg umbi segar dalam keranjang yang digantung di udara (bobot
umbi di udara), dan kemudian umbi dipindahkan ke keranjang kedua yang
digantung di air, tanpa menyetuh dasar dan dinding wadah dan ditimbang
untuk memperoleh bobot umbi di air.
Dari kedua penimbangan akan diperoleh bobot jenis umbi (X;
kg/liter) dengan rumus:
X = A/(A-B); A : bobot umbi di udara, dan B : bobot umbi di air)
Kandungan pati umbi (%) = 210,8 X – 213,4
Kandungan bahan kering (BK; %) = 158.3 X – 142.0
atau Kandungan pati = 1.33165 × (% BK) – 24.306
Contoh:
Umbi segar dari varietas tertentu dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke
dalam kantong kasa nilon dan tas ditimbang dengan timbangan dapur
biasa. Bobotnya 4,53 kg atau 4.530 g. Ketika tas yang sama dimasukkan
seluruhnya terendam air dan ditimbang kembali dengan timbangan
gantung, beratnya menjadi 550 gram. Dalam hal ini, bobot jenis umbi (X)
adalah:
X = 4.530 / (4.530 – 550) = 1,1382 kg/liter.
Kandungan pati (starch content) umbi = 210,8*1,1382 – 213,4 = 26,53%
Kandungan bahan kering umbi (BK; %) = 158,3*1,1382 – 142,0 = 38,18%

35
K. PENANGANAN BIOMASS RESIDU

Batang setelah panen digunakan sebagai bahan tanam untuk musim


tanam selanjutnya. Batang untuk stek dapat berukuran panjang 100 – 150
cm, dari batang yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Daun dan
bagian batang selain untuk bibit dicacah dengan mesim pencacah untuk
kemudian disebarkan kembali ke lahan sebagai bahan organik untuk
memelihara kesuburan tanah. Setelah cassava dipanen, lahan ditanami
dengan LCC untuk waktu selama 4 – bulan. LCC yang tumbuh akan
menutupi permukaan lahan sehingga mencegah erosi, mempertahankan
kadar air tanah dan pertumbuhan gulma serta menyediakan bahan organik
in situ. LCC ini dibenamkan bersamaan dengan penyiapan lahan untuk
penanaman cassava berikutnya. Dengan cara demikian, karbon organik
tanah akan mencapai 2%, sebagai batas minimal untuk tanah berkesuburan
baik.

PENUTUP
Produktivitas tinggi yang berkelanjutan merupakan suatu
keharusan dalam pengembangan pangan berbasis ubi kayu yang berdaya
saing. Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam diterapkan teknologi
budidaya yang baik mulai dari penentuan lokasi, penyiapan lahan,
penyiapan benih, pemeliharaan sampai panen. Standar operasional
prosedur Teknologi IPB PRIMA-Cassava ini diharapkan dapat menjadi
salah satu acuan.

DAFTAR PUSTAKA
Howeler R. 2014. Sustainable Soil and Crop Management of Cassava in Asia.
A Reference Manual. Centro Internacional de Agricultura Tropical

36
(CIAT). 279p.
Howeler R. 2017. Diagnosis of Nutritional Problems of Cassava. Centro
Internacional de Agricultura Tropical (CIAT), Cali, Colombia.
https://www.researchgate.net/publication/322069770
Wardani, N. 2015. Hutu putih ubi kayu, Pnecoccus manihoti Mtile-Ferrero
(Hemiptera: Pseudococcidae) Hama invasif baru di Indonesia.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB.
Suwarto, Abrori, A.F. 2018. Kontribusi biomassa daun gugur dalam
penyediaan hara pada pertanaman ubi kayu. Agrovigor. 11(1): 39-46.
Suwarto, Parlindungan, E.S., Asih, R. 2020. Potency legume cover crops as a
source of organic material in situ and its effect on the growth and tuber
yield of cassava (Manihot esculenta). Plant Archives. 20(SP1): 1484-
1490.
Suwarto, Asih R. 2021. Growth of Legume Cover Crops under Cassava and Its
Effect on Soil Properties. Legume Research- An International
Journal, Volume 44 Issue 9: 1077-1081.

37

Anda mungkin juga menyukai