Anda di halaman 1dari 56

7

SUNGSANG

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin

turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan

ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir (Saifuddin, 2008).

Persalinan dibagi menjadi 2, yaitu persalinan fisiologi dan persalinan

patologi.

a. Persalinan Fisiologis

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin

yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir

spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18

jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

Persalinan dibagi menjadi 4 yaitu :

1) Kala I dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan

lengkap (10cm).

2) Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.

3) Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta.

4) Kala III dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post

partum.

7
8

b. Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari bahasa

Yunani. Dys atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya persalinan.

Persalinan patologis adalah persalinan yang membawa satu akibat

buruk bagi ibu dan anak. (Departemen of Gynekologi).

2. Pengertian Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala berada di fundus uteri dan bokong berada di

bagian bawah kavum uteri. Biasanya kejadian letak sungsang berkisar

antara 2% sampai 3% bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun

kejadiannya kecil tetapi mempunyai penyulit yang besar dengan angka

kematian sekitar 20% sampai 30% (Wiknjosastro, 2005).

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian

bawah kavum uteri (Wiknjosastro, 2007).

Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang

(membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong berada di

bawah.

3. Klasifikasi letak sungsang

b a. c.
Gambar Klasifikasi letak sungsang.
9

a. Presentasi bokong murni (frank breech) Yaitu letak sungsang dimana

kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki setinggi bahu atau

kepala janin.

b. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) Yaitu letak

sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di

samping bokong dapat diraba kedua kaki.

c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech) Yaitu letak

sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki

yang lain terangkat ke atas (Kasdu, 2005).

4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan perabdominal pada

palpasi di bagian bawah teraba bagian yang kurang keras dan kurang

bundar, sementara di fundus teraba bagian yang keras, bundar dan

melenting. Denyut jantung janin terdengar di atas pusat. Pemeriksaan USG

atau rontgen dapat mengetahui letak yang sebenarnya pada pemeriksaan

pervaginam teraba bagian lunak anus juga akan teraba bagian sacrum

(Marmi, 2011).

Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pasa

pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian keras

dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang

bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala,

tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita


10

tersebut menyatakan bahwa kehamilannya terasa lain daripada yang

terdahulu, karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih

banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan

setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.

Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak

dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah

berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu-raguan, harus

dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik. Setelah

ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai

dengan adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat

diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat

tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak

sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan

panjang telapak tangan (Wiknjosastro, 2007).

5. Etiologi Letak Sungsang

a. Dari sudut ibu

1) Keadaan rahim (rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus

dupleks, mioma bersama kehamilan).

2) Keadaan jalan lahir (kesempitan panggul, deformitas tulang

panggul, terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke

posisi kepala).
11

3) Keadaan plasenta (plasenta letak rendah, plasenta previa).

b. Dari sudut janin

1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat.

2) Hidrosefalus atau anensefalus.

3) Kehamilan kembar.

4) Hidramnion atau oligohidramnion.

5) Prematuritas (Manuaba, 2010).

6. Cara Persalinan Letak Sungsang

Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk

menilai lebih tepat apakah persalinan sungsang dapat dilahirkan per

vaginam atau per abdominal.

Tabel Indeks Prognosis menurut Zatuchni dan Andros

0 1 2
No Paritas
Primi Multi

1 Umur Kehamilan >39 minggu 38 minggu  37 minggu


2 Tafsiran Berat Janin >3630 gram 3629-3176 <3176 gram
gram
3 Pernah Letak Tidak 1 kali >2kali
Sungsang(2500 gram)

4 Pembukaan Serviks <2cm 3cm >4 cm


5 Station <-3 -2 -1 atau lebih
rendah

Arti nilai:

<3 : Persalinan per abdominal


4 : Evaluasi kembali, khususnya badan janin, bila nilai tetap, dapat

dilahirkan pervaginam.

>5 : Dilahirkan pervaginam

Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian

karena dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai

dengan kematian bayi. Menghadapi kehamilan letak sungsang dapat

diambil tindakan melalui versi luar ketika hamil. Persalinan diselesaikan

dengan pertolongan pervaginam dengan pertolongan fisiologis secara

brach, ekstraksi parsial (secara klasik, Mueller, loevset), persalinan kepala

(secara mauriceau veit smellie, menggunakan forcep ekstraksi). Ekstraksi

bokong totalis (ekstraksi bokong, ekstraksi kaki) atau pertolongan

persalinan dengan sectio caesaria (Manuaba, 2010).

a. Pervaginam

Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat

yang harus dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit

ketuban sudah pecah, his adekuat dan tafsiran berat badan janin <

3600 gram. Terdapat situasi-situasi tertentu yang membuat persalinan

pervaginam tidak dapat dihindarkan yaitu ibu memilih persalinan

pervaginam, direncanakan bedah sesar tetapi terjadi proses persalinan

yang sedemikian cepat, persalinan terjadi di fasilitas yang tidak

memungkinkan dilakukan bedah sesar, presentasi bokong yang tidak

terdiagnosis hingga kala II dan kelahiran janin kedua pada kehamilan

kembar. Persalinan pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan


kontra indikasi persalinan pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi

kaki, hiperekstensi kepala janin dan berat bayi > 3600 gram, tidak

adanya informed consent, dan tidak adanya petugas yang

berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan

(Wiknjosastro, 2007).

1) Persalinan spontan (spontaneous breech)

Yaitu janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu

sendiri (cara bracht). Pada persalinan spontan bracht ada 3 tahapan

yaitu tahapan pertama yaitu fase lambat, fase cepat, dan fase

lambat.

Berikut ini prosedur melahirkan secara bracht :

Ibu dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva,

dilahirkan dengan kekuatan ibu sendiri. Setelah anak lahir,

perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada

persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepala.

Gambar Pegangan panggul anak pada persalinan spontan


Bracht.
Gambar Pegangan bokong anak pada persalinan spontan Bracht.

2) Partial Extraction/ Manual Aid

Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan

sebagian lagi dengan tenaga penolong.

a) Mueller

(1) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil

dilakukan traksi curam ke bawah sejauh mungkin sampai

bahu depan di bawah simfisis dan lengan depan dilahirkan

dengan mengait lengan di bawahnya.

Gambar Pegangan “Femuro Pelvic” pada pertolongan


persalinan sungsang pervaginam.
(2) Setelah bahu dan lengan depan lahir, maka badan janin yang

masih dipegang secara femuro-pelvis ditarik ke atas sampai

bahu belakang lahir (Wiknjosastro, 2007).

Gambar (kiri) Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi

pada bokong dan bila perlu dibantu dengan telunjuk jari

tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan.

Gambar 2.6 (kanan) Melahirkan lengan belakang (inset :

mengait lengan atas dengan telunjuk jari tangan kiri

penolong.

b) Klasik

(1) Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong

pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh

mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.

Gambar Melahirkan lengan belakang pada tehnik


melahirkan bahu cara klasik.
(2) Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke

dalam jalan lahir dengan jari telunjuk menelusuri bahu janin

sampai pada fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan

dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka

janin

Gambar Melahirkan lengan depan pada tehnik

melahirkan bahu cara klasik.

(3) Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan

kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan

ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin

mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan

dapat dilahirkan (Wiknjosastro, 2007).

c) Lovset

(1) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil

dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar

setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu

depan.
Gambar Tubuh janin dipegang dengan pegangan

femuropelvik.

(2) Sambil melakukan traksi, badan janin diputar kembali ke

arah yang berlawanan setengah lingkaran demikian

seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di

bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.

Gambar Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin

diputar 1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu depan

menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat

dilahirkan.

Gambar Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang

berlawanan sehingga bahu belakang kembali menjadi bahu

depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan.


d) Mauriceau

Gambar Cara persalinan sungsang dengan teknik mauriceau.

(1) Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin

dimasukkan ke dalam jalan lahir.

(2) Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk

serta jari ke empat mencengkeram fossa canina sedangkan

jari yang lain mencengkeram leher.

Gambar Jari tengah masuk ke dalam mulut bayi, jari

telunjuk dan jari manis berada di fossa canina.


(3) Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong

seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari

ke tiga penolong mencengkeram leher janin dari arah

punggung.

(4) Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke

bawah sambil seorang asisten melakukan fundal pressure.

(5) Saat suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin

dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion

sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata,

dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya seluruh kepala

(Wiknjosastro, 2007).

3) Full Extraction

Yaitu janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga

penolong. Ekstraksi sungsang dilakukan jika ada indikasi dan

memenuhi syarat untuk mengakhiri persalinan serta tidak ada

kontra indikasi. Indikasi ekstraksi sungsang yaitu gawat janin, tali

pusat menumbung, persalinan macet.

a) Cara ekstraksi bokong

(1) Lakukan periksa dalam vagina untuk memastikan titik

penunjuk (os sacrum).

(2) Jari telunjuk tangan operator yang berhadapan dengan os

sacrum dikaitkan pada lipat paha depan janin. Kemudian

dilakukan ekstraksi curam ke bawah.


(3) Bila trokanter depan sudah berada di bawah simfisis, jari

telunjuk tangan operator yang lain dipasang pada lipat

paha belakang untuk membantu traksi sehingga bokong

berada di luar vulva.

Gambar Kaitkan pada lipat paha depan untuk

melahirkan trochanter depan.

(4) Arah ekstraksi berubah ke atas untuk mengeluarkan

trokanter belakang.

(5) Ekstraksi kemudian mengikuti putaran paksi dalam.

(6) Bila pusat sudah berada di luar vulva, dikendorkan.

(7) Ekstraksi diteruskan dengan cara menempatkan kedua

tangan pada bokong janin dengan kedua ibu jari berada di

atas sacrum dan jari-jari kedua tangan berada di atas lipat

paha janin.
Gambar Untuk memperkuat traksi bokong, dilakukan

traksi dengan menggunakan kedua tangan seperti terlihat

pada gambar.

(8) Ekstraksi dilakukan dengan punggung janin di depan,

kemudian mengikuti putaran paksi dalam bahu, salah satu

bahu akan ke depan.

Gambar Traksi dengan kedua jari untuk melahirkan

bokong.

(9) Setelah ujung tulang belikat terlihat dilakukan periksa

dalam vagina untuk menentukan letak lengan janin, apakah


tetap berada di depan dada, menjungkit atau di belakang

tengkuk. Pada ekstraksi bokong sampai tulang belikat

sering diperlukan bantuan dorongan kristeller.

b) Cara ekstraksi kaki :

(1) Bila kaki masih terdapat di dalam vagina, tangan operator

yang berada pada posisi yang sama dengan os sacrum

dimasukkan dalam vagina untuk menelusuri bokong, paha

sampai lutut guna mengadakan abduksi paha janin

sehingga kaki janin keluar. Selama melakukan tindakan

ini, fundus uteri ditahan oleh tangan operator yang lain.

Gambar Tangan dalam mencari kaki dengan menulusuri

bokong sampai fosa poplitea.


Gambar Bantuan tangan luar dibagian fundus uteri dalam

usaha mencari kaki janin.

Gambar Rangkaian langkah mencari dan menurunkan kaki pada persalinan


sungsang (maneuver Pinard).

(2) Bila satu atau dua kaki sudah berada di luar vulva, maka

dipegang dengan dua tangan operator pada betis dengan


kedua ibu jari berada punggung betis. Lakukan traksi ke

bawah. Setelah lutut dan sebagian paha keluar, pegangan

dialihkan pada paha dengan kedua ibu jari pada punggung

paha.

(3) Dilakukan traksi ke bawah lagi (operator jongkok) dengan

tujuan menyesuaikan arah traksi dengan sumbu panggul

ibu.

(4) Kedua tangan penolong memegang betis anak dengan

meletakkan kedua ibu jari dibelakang betis sejajar dengan

sumbu panjangnya dan jari-jari lain didepan tulang kering.

Dengan pegangan ini dilakukan traksi curam bawah pada

kaki sampai pangkal paha lahir

(5) Pegangan kini dipindahkan keatas setinggi mungkin dengan

kedua ibu jari dibelakang paha pada sejajar sumbu

panjangnya dan jari lain didepan paha.

Dengan pegangan ini pangkal paha ditarik curam bawah

sampai trochanter depan lahir.


(6) Kemudian dilakukan traksi curam atas pada pangkal paha

untuk melahirkan trochanter belakang sehingga akhirnya

seluruh bokong lahir (Gambar 2.21).

(7) Setelah bokong lahir, dilakukan pegangan femuropelvik dan

dilakukan traksi curam dan selanjutnya untuk

menyelesaikan persalinan bahu dan lengan serta kepala

seperti yang sudah dijelaskan.

Gambar 2.22 Terlihat bagaimana cara melakukan pegangan

pada pergelangan kaki anak. Sebaiknya digunakan kain

setengah basah untuk mengatasi licinnya tubuh anak. Traksi

curam bawah untuk melahirkan lengan sampai skapula

depan terlihat .
Gambar Pegangan selanjutnya adalah dengan memegang

bokong dan panggul janin (jangan diatas panggul anak).

Jangan lakukan gerakan rotasi sebelum skapula terlihat.

Gambar Skapula sudah terlihat, rotasi tubuh sudah

boleh dikerjakan.

Gambar Dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan

bahu belakang yang diikuti dengan gerakan untuk

membebaskan lengan belakang lebih lanjut.


Gambar Persalinan bahu depan melalui traksi curam bahwa

setelah bahu belakang dilahirkan. Lengan depan dilahirkan

dengan cara yang sama dengan melahirkan

`lengan belakang.

b. Perabdominal (sectio caesaria)

1) Pengertian

Sectio Caesaria didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui

insisi di dinding abdomen (Laparotomi) dan dinding uterus

(Histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari

rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus

kehamilan abdomen (Cuningham, 2005).

2) Jenis Sectio Caesaria

(a) Sectio Caesaria transperitonealis profunda

Pembedahan ini paling banyak dilakukan ialah sectio caesaria

transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah

uterus.

Keunggulan :

(1) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak.


(2) Bahaya peritonitis tidak besar.

(3) Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya rupture

uteri di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas

segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami

kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh

lebih sempurna.

(b) Sectio Caesaria klasik / Sectio Caesaria korporal

Pada sectio caesaria klasik insisi dibuat pada korpus uteri.

Pembedahan ini yang agak lebih mudah dilakukan, hanya

diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan seksio

sesarea transperitonealis profunda (misal melekat- eratnya

uterus pada dinding perut karena sectio caesaria yang sudah-

sudah; insisi di segmen bawah uterus mengandung bahaya

perdarahan banyak berhubung dengan letaknya plasenta pada

plasenta previa).

(c) Sectio Caesaria ekstraperitoneal

Pembedahan ini dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi

puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap

infeksi, pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan.

Pembedahan tersebut sulit dalam tekniknya dan sering kali

terjadinya robekan peritoneum tidak dapat dihindarkan

(Wiknjosastro, 2007)
3) Indikasi sectio caesaria

a) Pada kehamilan segmen bawah darurat

(1) Preeklamsi berat

(2) IUGR berat

(3) Hemoragi yang berhubungan dengan plasenta ketika janin

masih hidup

b) Pada persalinan segmen bawah darurat

(1) Tidak ada kemajuan dalam persalinan

(2) Induksi persalinan gagal

(3) Terdapat ketidaksesuaian jaringan parut yang tampak jelas

selama percobaan persalinan setelah sectio caesaria

sebelumnya.

(4) Terjadi prolaps tali pusat (Medforth, Janet, 2011).

c) Indikasi sectio caesaria terencana / elektif

(1) Plasenta previa

(2) Letak transversal atau malpresentasi.

(3) Kehamilan kembar jika kembar pertama berada pada

presentasi bokong.

(4) Presentasi bokong tunggal jika versi sefalik eksterna tidak

efektif atau di kontraindikasikan

(5) HIV dan hepatitis C.

(6) Herpes genital terdapat selama trimester ketiga kehamilan.


(7) Permintaan maternal, misalnya jika sebelumnya

menyebabkan trauma fisik atau psikologis (Medforth, Janet,

2011).

4) Teknik Sectio Caesaria

a) Insisi Abdomen

(1) Insisi Vertikal

Insisi vertikal garis tengah infra umbilicus adalah insisi

yang paling cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang

agar janin dapat lahir tanpa kesulitan. Oleh karenanya,

panjang harus sesuai dengan taksiran ukuran janin.

(2) Insisi Transversal/ Lintang

Dengan insisi pannenstiel modifikasi, kulit dan jaringan

subkutan di sayat dengan menggunakan insisi transversal

rendah sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi garis

rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral

otot rektus.

b) Insisi Uterus

(1) Insisi Klasik

Insisi klasik yaitu insisi vertikal ke dalam korpus uterus di

atas segmen bawah uterus dan mencapai fundus uterus,

sudah jarang digunakan saat ini (Cunningham, 2005).


5) Komplikasi Sectio Caesaria

a) Infeksi Puerperal

Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu

selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berat

seperti peritonitis, sepsis, dan sebagainya.

b) Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang-cabang arteria uterine ikut terbuka, atau karena atonia

uteri.

c) Komplikasi-komplikasi

Komplikasi lain seperti luka kandung kencing, emboli paru-

paru, dan sebagainya.

d) Suatu komplikasi baru

Yaitu kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada

kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri. Kemungkinan

peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesaria

klasik (Winkjosastro, 2007).

6) Persiapan dan Pelaksanaan Operasi Sectio Caesaria

a) Idealnya wanita dan pasangannya harus disambut baik oleh

seorang bidan yang telah mengenal mereka. Selama prosedur,

bidan harus tetap menginformasikan setiap peristiwa yang

mempengaruhi asuhan kepada pasangan.


b) Bidan harus mempersiapkan ruang bedah untuk wanita.

Pencukuran area kulit yang akan dipengaruhi oleh jaringan

parut sectio caesaria mungkin dianggap penting. Berikan baju

operasi yang bersih, dan topi. Pasang label identitas pada

pergelangan tangan wanita dan lepaskan semua perhiasan atau

tutupi label tersebut dengan pengikat perekat. Kaji kembali

observasi maternal dan dengarkan denyut jantung janin.

c) Berikan natrium sitrat, 30 ml per oral sebelum wanita

dipindahkan. Tindakan tersebut menetralkan asam lambung.

d) Persiapan dokumentasi sesuai dengan protokol lokal.

e) Temani wanita dan pasangannya ke ruang bedah dengan

disambut oleh staf ruang bedah, dokter obstetri, dan dokter

anestesi.

f) Dokter anestesi memasukkan infuse IV dan anestesi spinal.

Ketika wanita diposisikan untuk operasi, meja operasi

dimiringkan, atau sebuah baji diletakkan untuk memfasilitasi

posisi sedikit miring kiri, untuk mencegah hipotensi supine.

g) Ketika wanita nyaman dan anestesi spinal telah efektif,

masukkan sebuah kateter indwelling (kateter menetap), karena

kandung kemih harus kosong sbelum pelaksanaan sectio

caesaria. Kateter ini akan dibiarkan di kandung kemih selama

24 jam.
h) Catat waktu dimulainya operasi. Dokter bedah membelah kulit,

lemak, lapisan rektus, otot abdomen, peritoneum abdomen dan

pelvis, dan otot uteri. Setelah uterus dibuka, cairan amnion

diaspirasi dan bayi dengan cepat dilahirkan. Terkadang perlu

menggunakan forsep untuk melahirkan kepala. Penolong

persalinan menempatkan bayi pada sebuah handuk steril.

Keringkan bayi dengan baik, catat waktu kelahiran, kaji Apgar

score, bedong bayi, dan jika kondisinya baik berikan bayi ke

oreng tua. Jika terdapat kekhawatiran mengenai bayi hubungi

dokter anak.

i) Oksitosin IV diberikan kepada wanita untuk memfasilitasi

pelahiran plasenta dan membran. Antibiotik profilaksis (misal,

1.2 gr augmentin diberikan per IV).

j) Dokter bedah kemudian menjahit luka dengan menggunakan

benang jahit yang dapat diserap atau dengan mengklip kulit.

k) Difonenac/Voltarol 100mg per rectum dapat diberikan sebagai

analgesic yang efektif jika efek kerja anestesi spinal sudah

menghilang.

l) Jika golongan darah wanita Rh negatif, ambil sampel dari tali

pusat dan dari wanita 1 jam setelah pelahiran, seperti biasa

(Medforth, Janet, 2011).


7) Tindakan Setelah Operasi Sectio Caesaria

a) Bidan menyertai keluarga ke area pemulihan. Perawatan satu

per satu dipertahankan.

b) Kaji TD, nadi, pernafasan, warna kulit maternal setiap 15 menit

sampai stabil. Ukur suhu tubuhnya setiap 2 jam.

c) Setiap 30 menit kaji :

(1) Apakah terjadi rembesan dari luka ?

(2) Apakah uterus berkontraksi dengan baik ?

(3) Apakah kehilangan darah pervaginam berlebihan ?

d) Pantau keseimbangan cairan. Lanjutkan infuse IV sebagaimana

diresepkan oleh dokter anestesi. Haluaran urine dari drainase

kateter minimal harus berjumlah 30 ml per jam.

e) Pastikan wanita nyaman dan berikan anelgesik sebagaimana

yang diresepkan oleh dokter anestesi.

f) Penuhi kebutuhan hygiene wanita, wanita harus menggunakan

stoking anti-emboli.

g) Wanita dapat minum obat per oral jika observasi dilakukan

dalam batas normal dan wanita sehat. Cairan lebih lanjut dapat

diberikan pada 2 jam dan setelah itu wanita dapat diberikan

makanan jika ia merasa lapar.

h) Segera setelah dapat dipraktikkan, bayi diletakkan pada kontak

kulit ke kulit dengan ibu, dan ibu harus diberi kesempatan

untuk memulai menyusui (Medforth, Janet, 2011).


8) Bekas Sectio Caesaria (Previous-Section)

a) Definisi

Bekas sectio caesaria adalah wanita hamil yang pernah

mengalami pembedahan/sectio caesaria untuk mengakhiri

kehamilan sebelumnya, maupun operasi-operasi lain (nisalnya

miomektomi) yang irisannya menembus hingga mencapai

kavum uteri.

b) Kriteria diagnosis

(1) Operasi sectio caesaria atau histeretomi pada kehamilan

sebelumnya.

(2) Pernah operasi pengangkatan mioma (miomektomi)

sebelumnya.

(3) Parut bekas operasi, termasuk yang sudah pernah

melahirkan pervaginam sesudah operasi tersebut.

c) Pemeriksaan penunjang

(1) Pelvimetri rontgenologis (Thom’s grid)

(2) USG untuk menetapkan usia kehamilan secara akurat.

d) Terapi

Secara prinsip, semua kehamilan dengan bekas SC harus

diusahakan untuk dilahirkan pervaginam dan prosedur untuk itu

disebut dengan VBAC (Vaginal Birth After C-Section).

Berdasarkan penelitian oleh ACOG (American College of

Obstetrics and Gynecology), pasien yang menjalani VBAC


menunjukkan keberhasilan sampai 80% dengan aman bagi ibu

maupun bayinya.

Sectio Caesaria kembali hanya pada keadaan-keadaan di

bawah ini :

(1) SC klasik/kolporal sebelumnya

(2) Sebelumnya SC dua kali atau lebih

(3) Penyembuhan luka SC terdahulu tidak baik, biasanya

ditandai dengan riwayat perawatan pasca bedah yang tidak

wajar (lebih dari tujuh hari).

(4) Adanya penyulit lain, seperti kelainan letak atau presentasi,

post term dengan pelvic score rendah, plasenta previa, CPD

(Cephalopelvic disproportion) atau FPD (Fetopelvic

disproportion), distosia.

e) Perawatan rumah sakit

(1) VBAC hanya dilaksanakan di RS atau fasilitas kesehatan

yang mampu melakukan SC segera.

(2) Pasien bekas SC dapat dilakukan induksi ataupun akselerasi

dengan sangat hati-hati dan dengan pengawasan ketat

terhadap kemungkinan terjadinya rupture uteri ataupun

gawat janin.

(3) Perawatan di RS dilakukan pada kehamilan 38 minggu,

apabila : tingkat pendidikan rendah, transportasi sulit,


tempat tinggal jauh, untuk bahan pendidikan bagi tenaga

kesehatan.

f) Penyulit

(1) Ruptura / robekan rahim

(2) Gawat janin sampai dengan kematian janin intrauterin

(Achadiat, Chrisdiono, 2004).

g) Angka rupture uteri berdasarkan tipe dan lokasi bekas insisi

uterus.

Tipe insisi uterus Perkiraan rupture (%)


Klasik 4-9
Bentuk T 4-9
Vertikal rendah 1-7
Transversal rendah 0,2 – 1,5

Tabl Data dari American college of obstetricians and


gynecologists (Cunningham 2005).

9) Pelaksanaan VBAC

a) Definisi

VBAC (Vaginal Birth After C-Section) adalah proses

persalinan pervaginam yang dilakukan terhadap pasien yang

pernah mengalami sectio caesaria pada kehamilan sebelumnya

atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya

satu ataupun lebih miomektomi intramural).

b) Syarat

(1) Usia kehamilan cukup bulan (37 minggu – 41 minggu).

(2) Presentasi belakang kepala (vertex) dan tunggal.


(3) Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam

jam.

(4) Tidak ada tanda-tanda infeksi.

(3) Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler

atau NST (Achadiat, Chrisdiono, 2004).

Rekomendasi the American college of obstetricians and

gynecologists (1999) tetang seleksi kandidat untuk pelahiran

pervaginam dengan riwayat SC (VBAC)

Kriteria seleksi :

- Riwayat satu atau dua kali SC transversal rendah

- Panggul adekuat secara klinis

- Tidak ada jaringan parut atau riwaayat rupture uteri lain

- Sepanjang persalinan aktif selalu tersedia dokter yang

mampu memantau persalinan dan melakukan SC darurat

- Ketersediaan anestesi dan petugas untuk SC

darurat (Cunningham, 2005)

c) Kontraindikasi mutlak

(1) Sectio caesaria terdahulu adalah sectio corporal (klasik).

(2) Adanya APB (Ante Partum Bleeding) oleh sebab apapun.

(3) Terbukti bahwa SC sebelumnya adalah karena CPD

(Cephalopelvic disproportion).

(4) Malpresentasi atau malposisi

(5) Bayi besar (makrosomia)


(6) Sectio caesaria lebih dari 1 (satu) kali

(7) Kehamilan post term (>42 minggu) dengan pelvic score

rendah.

(8) Terdapat tanda-tanda hipoksia intrauterine (dari frekuensi

bunyi jantung janin, NST atau CST).

d) Kontraindikasi relatif

(1) Kehamilan kembar/gemelli

(2) Hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeklamsia.

(3) SC terdahulu pasien dirawat lebih dari kewajaran (>7 hari).

(4) Terdahulu adalah operasi miomektomi multiple.

e) Pelaksanaan VBAC

(1) Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih

dan dilakukan persiapan persalinan biasa.

(2) Dilakukan pemeriksaan NST atau CST (bila sudah inpartu),

jika dimungkinkan dilakukan continuous electronic fetal

heart monitoring.

(3) Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya

persalinan biasanya, yaitu dengan menggunakan partograf

standar.

(4) Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan

indikasi untuk segera mengakhiri persalinan itu secepatnya

(yaitu dengan sectio caesaria kembali).


(5) Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiakan lebih dari 30

menit, sehingga harus diambil tindakan untuk mempercepat

kala II (ekstraksi forceps atau ekstraksi vakum).

(6) Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan

terhadap keutuhan dinding uterus setelah lahirnya plasenta,

terutama pada lokasi irisan sectio caesaria terdahulu.

(7) Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat

kristeller).

(8) Apabila syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tak

terpenuhi (misalnya kala II dengan kepala yang masih

tinggi), dapat segera dilakukan sectio caesaria kembali.

(9) Apabila dilakukan sectio caesaria kembali, diusahakan

sedapat mungkin irisan mengikuti parut luka terdahulu,

sehingga dengan begitu hanya akan terdapat 1 (satu) bekas

luka/irisan (Achadiat, Crisdiono, 2004).


7. Penatalaksanaan Perslinan Letak Sungsang

LETAK SUNGSANG
Dengan palpasi/auskultasi
USG, foto abdomen

SIKAP BIDAN
Melakukan rujkan
Terpaksa menolong sendiri

Versi Luar Berhasil Versi Luar Tidak Berhasil


Minggu ke-38 Brach berhasil
Inpartu pembukaan < 4cm Ekstrasi bokong parsial (teknik
Ketuban positif klasik, Mueller, lovset)
Kepala (Mauriceau VS, forcep)
Ekstraksi bokong total (ekstrasi
bokng), ekstrasi kaki, profilaksis
pinard.

LAHIR
SPONTAN
Seksio Sesaria Komplikasi Persalinan Letak
Dengan indikasi kebidanan Sungsang
Letak sungsang dengan resiko Trias komplikasi ibu
tinggi (perdarahan, trauma jalan
Letak sungsang primigravida lahir, infeksi).
Trias Komplikasi bayi (asfiksia,
trauma persalinan, infeksi).
Kematian perinatal tinggi.
Bayi sehat optimal
Ibu sehat maksimal

Bagan Pathway Persalinan Letak Sungsang (Manuaba, 2010)


8. Komplikasi persalinan letak sungsang

a. Komplikasi pada ibu

1) Perdarahan

2) Robekan jalan lahir

3) Infeksi

b. Komplikasi pada bayi. Trias Komplikasi asfiksia, trauma

peralinan, infeksi.

1) Asfiksia Bayi dapat disebabkan oleh :

(a) Kemacetan persalinan kepala, aspirasi air ketuban / lendir

(b) Perdarahan atau edema jaringan otak

(c) Kerusakan medulla oblongata

(d) Kerusakan persendian tulang leher

(e) Kematian bayi karena asfiksia berat

2) Trauma persalinan

(a) Dislokasi fraktur persendian, tulang ekstermitas

(b) Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung

(c) Dislokasi fraktur persendian tulang leher, fraktur tulang dasar

kepala, fraktur tulang kepala, kerusakan pada mata, hidung atau

telinga, kerusakan pada jaringan otak.

3) Infeksi dapat terjadi karena :

(a) Persalinan belangsung lama

(b) Ketuban pecah pada pembukaan kecil

(c) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam (Manuaba, 2010).


B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh

bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,

mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi (Mufdilah, Hidayat, 2008 : 74).

Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

dengan urutan logis dan menguntungkan, menguraikan perilaku yang

diharapkan dari pemberi asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan,

keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan

keputusan yang berfokus pada klien (Atik, 2008: 76).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari manajemen kebidanan

adalah metode pemecahan terhadap suatu masalah yang dilakukan secara

sistematis dan logis agar dapat memberikan asuhan kebidanan pada klien

yang berdasarkan teori, penemuan, dan keterampilan yang telah

didapatkan.

2. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan

Menurut (Mufdilah, Hidayat, 2008 : 75-79) Proses manajemen kebidanan

menurut varney terdiri dari 7 langkah yaitu :

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar.

Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang

klien/orang yang meminta asuhan. Kegiatan pengumpulan data dimulai


saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses

asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai

sumber. Pasien adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis,

disebut data primer. Sumber data alternatif atau sumber data sekunder

adalah data yang sudah ada.

Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu :

1) Observasi

Observasi adalah pengumpulan data melalui indera penglihatan,

pendengaran, penciuman dan perabaan.

2) Wawancara

Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan

pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting

diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang

relevan.

3) Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument/alat pengukur.

Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, dan

kuantitas.

Data secara garis besar, mengklasifikasikan menjadi data

subjektif dan data objektif. Pada waktu mengumpulkan data subjektif

bidan harus mengembangkan hubungan antar personal yang efektif

dengan pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal


yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya

dengan masalah klien.

Pada waktu mengumpulkan data objektif bidan harus

mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/

kelainan fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien,

menggunakan teknik pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan

pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan keluhan pasien.

b. Langkah II (kedua) : Interpretasi data dasar.

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi

yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah

dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau

diagnostik yang spesifik.

c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi masalah atau diagnosa

potensial.

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau

diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa

yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan

diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa / masalah potesial ini

benar-benar terjadi.
d. Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan

yang memerlukan penanganan segera.

Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana

bidan perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa

data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera,

sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan

konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi

setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat.

Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen

kebidanan.

e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif atau

menyeluruh.

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh

ditentukan oleh langkah sebelumnya. Perencanaan supaya terarah,

dibuat pola piker dengan langkah sebagai berikut: tentukan tujuan

tindakan yang akan dilakukan yang berisi tentang sasaran/target dan

hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan tindakan sesuai dengan

masalah/diagnosa dan tujuan yang akan dicapai.

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan dan

penatalaksanaan.

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh

seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara

efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh


bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien,

atau anggota tim kesehatan lainnya. Manajemen yang efisien akan

menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.

g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.

Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu

mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui

proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen

tidak afektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan

berikutnya.

3. Data Perkembangan

Pendokumentasian asuhan kebidanan, rencana asuhan kebidanan

ditulis dalam data perkembangan SOAP yang merupakan salah satu

pendokumentasian yang menurut Varney (2004:54), SOAP merupakan

singkatan dari:

S : Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien

melalui anamnesa.
O : Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,

hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam

data fokus untuk mendukung assessment.

A : Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan

implementasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi.

P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan evaluasi

berdasarkan assesment. Memberikan konseling sesuai dengan

permasalahan yang ada sebagai upaya untuk membantu proses

pengobatan.

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

1. Teori kewenangan

Untuk melaksanakan fungsi pemerintahan, kekuasaan dan kewenangan

sangatlah penting. Kata “wewenang” memiliki arti :

a. Hak dan kekuasaan untuk bertindak : kewenangan.

b. Kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang lain.

c. Fungsi yang boleh dilaksanakan.

Sedangkan Soerjono Soekanto menguraikan kewenangan atau wewenang

adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik.
Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan

adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari

kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif dari

kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan

dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang

pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan

wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan.

Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan

untuk meminta dipatuhi.

Jadi dapat disimpulkan dari paragraf diatas bahwa kewenangan

bidan adalah suatu hak dan kekuasaan bertindak dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang diatur dalam suatu undang-undang kesehatan,

permenkes dan kepmenkes yang didalamnya terdapat beberapa wewenang

yang diperbolehkan untuk profesi bidan.

2. Kewenangan bidan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 kewenangan

bidan antara lain :

a. Pelayanan Kesehatan

Ibu Pada Pasal 10

1) Ayat (1) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil,
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa
antara dua kehamilan.

2) Ayat (2) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana


dimaksud pada Ayat (1) meliputi :
a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c) Pelayanan persalinan normal;
d) Pelayanan ibu nifas normal;
e) Pelayanan ibu menyusui; dan
f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

3) Ayat (3) disebutkan bahwa “Bidan dalam memberikan pelayanan


sebagaimana dimaksud Ayat (2) berwenang untuk :
a) Episiotomi;
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu
ibu eksklusif;
g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum;
h) Penyuluhan dan konseling;
i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j) Pemberian surat keterangan kematian; dan
k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

b. Pelayanan Kesehatan

Anak Pada Pasal 11

1) Ayat (1) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan anak


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi
baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.

2) Ayat (2) disebutkan bahwa “Bidan dalam memberikan pelayanan


kesehatan anak sebagaiman dimaksud pada ayat (1) berwenang
untuk :
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisisasi menusui dini, injeksi Vitamin
K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari),
dan perawatan tali pusat;
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah;
f) Pemberian konseling dan penyuluhan;
g) Pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h) Pemberian surat keterangan kematian.
c. Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga

Berencana Pada Pasal 12

Disebutkan bahwa “Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan


reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk :
1) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana; dan
2) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

3. Landasan hukum bidan

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan.

Pada Pasal 52

Ayat (2) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan sebagaimana yang


dimaksud pada Ayat (1) meliputi kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Analisa :

Dalam pada ayat tersebut seorang bidan dalam memberikan pelayanan

kesehatan baik perorangan maupun masyarakat harus meliputi kegiatan

dengan pendekatan promotif yg mempromosikan tentang pentingnya

kesehatan, preventif yaitu pencegahan terhadap penyakit ataupun

masalah lainnya, kuratif yaitu pengobatan terhadap suatu masalah

kesehatan, dan rehabilitatif yaitu pemulihan akan masalah kesehatan.

Pada Pasal 53

Ayat (1) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan perorangan ditujukan


untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan
dan keluarga.
Analisa :

Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa bidan berhak memberikan

pelayanan kesehatan perorangan yang bertujuan untuk menyembuhkan

penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan agar tercipta keluarga

yang sehat.

Ayat (3) disebutkan bahwa “Pelaksanaan pelayanan kesehatan


sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan
pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.

Analisa :

Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan perorangan seorang bidan seharusnya

mendahulukan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan

lainnya, dengan demikian dapat membantu dalam menurunkan angka

kematian terutama pada ibu dan anak.

Pada Pasal 126

Ayat (1) disebutkan bahwa “Upaya kesehatan ibu harus ditujukan


untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi
yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.

Analisa :

Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa salah satu kewenangan

bidan adalah mengupayakan kesehatan ibu dengan cara memberikan

pelayanan yang mengutamakan keamanan dan kenyamanan serta tetap

menjaga kesterilan, sehingga seorang bidan sangat berperan dalam

lahirnya generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka

kematian ibu dengan mensejahterakan ibu.


Ayat (2) disebutkan bahwa “Upaya kesehatan ibu sebagaimana yang
dimaksud pada Ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif.

Analisa :

Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa dalam menjaga kesehatan

ibu dan mengurangi angka kematian ibu, seorang bidan dalam

memberikan pelayanan kesehatan harus menggunakan upaya promosi

tentang kesehatan, pencegahan masalah kesehatan, pengobatan

masalah kesehatan dan pemulihan yang berhubungan dengan ibu.

b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

369/MENKES/SK/III/2007.

1) Standar Kompetensi yang berhubungan dengan Persalinan

Kompetensi ke-4 :

Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan

setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan

aman, menangani situasi kegawat daruratan tertentu untuk mengoptimalkan

kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

a) Pengetahuan Dasar

(1) Fisiologi persalinan.

(2) Anatomi tengkorak janin, diameter yang penting dan

penunjuk.

(3) Aspek psikologis dan kultural pada persalinan dan

kelahiran.
(4) Indikator tanda-tanda mulai persalinan.

(5) Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf

atau alat serupa.

(6) Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan.

(7) Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.

(8) Proses penurunan janin melalui pelvic selama persalinan

dan kelahiran.

(9) Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan

kehamilan normal dan ganda.

(10) Pemberian kenyamanan dalama persalinan, seperti :

kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi,

hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat.

(11) Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.

(12) Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi

pernapasan, kehangatan, dan memberikan ASI/PASI,

eksklusif 6 bulan.

(13) Pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional bayi baru

lahir, jika memungkinkan antara lain kontak kulit

langsung, kontak mata antar bayi dan ibunya bila

dimungkinkan.

(14) Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

(15) Manajemen fisiologi kala III.


(16) Memberikan suntikan intra muskuler meliputi :

uterotonika, antibiotika, dan sedative.

(17) Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti : distosia

bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan

karena atonia uteri dan mengatasi renjatan.

(18) Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat

janin, CPD.

(19) Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus

macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat

janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia

karena inersia uteri primer, post term, dan pre term serta

tali pusat menumbung.

(20) Prinsip manajemen kala III secara fisiologis.

(21) Prinsip manajemen aktif kala III.

b) Pengetahuan Tambahan

(1) Penatalaksanaan persalianan dengan malpresentasi.

(2) Pemberian suntikan anestesi local.

(3) Akselerasi dan induksi persalinan.

c) Ketrampilan Dasar

(1) Mengumpulkan data yang terfokus pada riwayat kebidanan

dan tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang.

(2) Melaksanakan pemeriksaan fisik yang terfokus.


(3) Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk

posisi dan penurunan janin.

(4) Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama,

kekuatan dan frekuensi)

(5) Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam)

secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan,

penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan

ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi.

(6) Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan

menggunakan partograf.

(7) Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan

keluarganya.

(8) Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang kuat

selama persalinan.

(9) Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan

abnormal dan kegawat daruratan dengan intervensi yang

sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.

(10) Melakukan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari

4 cm sesuai dengan indikasi.

(11) Menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat.

(12) Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan.

(13) Melaksanakan manajemen fisiologi kala III

(14) Melakasanakan manajemen aktif kala III.


(15) Memberikan suntikan intra muskuler meliputi uterotonika,

anribiotika dan sedative.

(16) Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan

hemoglobin (HB) dan hematokrit (HT).

(17) Menahan uterus untuk mencegah terjadinya inverse uteri

dalam kala III.

(18) Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaputnya.

(19) Memperkirakan jumlah darah yang keluar pada persalinan

dengan benar.

(20) Memeriksa robekan vagina, serviks, dan perineum.

(21) Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II.

(22) Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak

sungsang, partus macet kepada di dasar panggul, ketuban

pecah dini tanpa infeksi, post term, dan pre term.

(23) Melakukan pengeluaran, plasenta secara manual.

(24) Mengelola perdarahan post partum.

(25) Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan/ kegawat

daruratan dengan tepat waktu sesuai indikasi.

(26) Memberikan lingkungan yang aman dengan meningkatkan

hubungan/ikatan tali kasih ibu dan bayi baru lahir.

d) Keterampilan Tambahan

(1) Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan

dan gerakan tangan yang tepat.


(2) Memberikan suntikan anestesi lokal jika diperlukan.

(3) Melakukan ekstrasi forcep rendah dan vacum jika

diperlukan sesusai kewenangan.

(4) mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia

bahu, gawat janin dan kematian janin dalam kandungan

(IUFD) dengan tepat.

(5) Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung.

(6) Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.

(7) Membuat resep dan atau memberikan obat-obat untuk

mengurangi nyeri jika diperlukan sesusai kewenangan.

(8) Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan

akselerasi persalian dan penanganan perdarahan post

partum.

2) Standar Pelayanan Kebidanan Asuhan

Kebidanan Standar VII : Standar Asuhan.

Pengelola pelayanan kebidananan memiliki standar

asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman

dalan memberikan pelayanan kepada pasien.

Definisi Operasional :

a) Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai

pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.

b) Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan

medik.
c) Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.

d) Ada diagnosa kebidanan.

e) Ada rencana asuhan kebidanan.

f) Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.

g) Ada catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan.

h) Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.

i) Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.

3) Standar Praktik Bidan

a) Standar I : Metode Asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen

kebidanan dengan langkah : pengumpulan data dan analisis

data, penegakan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,

dan dokumentasi.

Definisi Operasional :

(1) Ada format manajemen asuhan kebidanan dalam catatan

asuhan kebidanan.

(2) Format manajemen kebidanan terdiri dari : format

pengumpulan data, rencana asuhan, catatan implementasi,

catatan perkembangan, tindakan, evaluasi, kesimpulan dan

tindak lanjut kegiatan lain.

b) Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan.


Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Definisi Operasional :

Ada format pengumpulan

Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang

meliputi data :

(1) Demografi identitas klien.

(2) Riwayat penyakit terdahulu.

(3) Riwayat kesehatan reproduksi :

− Riwayat haid

− Riwayat bedah organ reproduksi

− Riwayat kehamilan dan persalinan

− Pengaturan kesuburan

− Faktor kongenital/keturunan yang terkait

(4) Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi

(5) Analisis data

c) Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnose kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang

telah dikumpulkan.

Definisi Operasional :

(1) Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil analisa data.

(2) Diagnosa kebidanan dirumuskan secara sistematis.


d) Standar IV : Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa

kebidanan.

(1) Ada format rencana asuhan kebidanan.

(2) Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan

diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan

tindakan.

e) Standar V : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksnakan berdasarkan

diagnosa, rencana dan perkembangan keadaan klien.

Definisi Operasional :

(1) Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.

(2) Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan

rencana dan perkembangan klien.

(3) Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan

prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil

kolaborasi.

(4) Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan

menerapkan etika dan kode etik kebidanan.

(5) Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format

yang telah tersedia.

f) Standar VI : Partisipasi Klien

Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka

peningkatan pemeliharaan dan pemulihan

kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai