Anda di halaman 1dari 19

KONSTITUSI

KONSTITUSI adalah Suatu naskah atau dokumen yang didalamnya memuat keseluruhan peraturan-
peraturan yang mengatur dengan mengikat dalam penyelenggaraan ketatanegaraan dalam suatu
negara. Secara etimologi, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin "constitutio, constituere" artinya
dasar susunan badan, dan dari bahasa Prancis "constituer" yang berarti membentuk. Pada zaman
dahulu, istilah pada konstitusi dipergunakan untuk perintah-perintah kaisar Romawi (yakni,
constitutions principum). Kemudian, di italia difungsikan untuk menunjukkan undang-undang
dasar "Diritton Constitutionale".  Sedangkan Konstitusi dalam bahasa Belanda disebut dengan
istilah Grondwet. 

Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang dinamakan negara.
Konstitusi merupakan menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa
kumpulan peraturan yang berfungsi untuk membentuk, mengatur atau memerintah negara.
Peraturan-peraturan, ada yang sifatnya tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada
yang tidak tertulis berupa konvensi. Pada perkembangannya, istilah pada konstitusi mempunyai dua
pengertian yaitu pengertian konstitusi arti luas dan pengertian konstitusi dalam arti sempit seperti
dibawah ini..
Advertisement

Macam-Macam Pengertian Konstitusi

 Pengertian Konstitusi dalam arti luas yang dikemukakan oleh Bolingbroke, bahwa


pengertian konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya dimana hukum dasar tidak selalu berupa
dokumen tertulis. Hukum dasar dapat berdiri dari unsur-unsur tertulis atau tidak tertulis atau
dapat juga merupakan campuran dari dua unsur tersebut. 
 Pengertian Konstitusi dalam arti sempit yang dikemukakan oleh Lord Bryce, bahwa
pengertian konstitusi dalam arti sempit adalah piagam dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen
lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. UUD 1945, Konstitusi Amerika Serikat
1787, Konstitusi Prancis 1789, dan Konstitusi Konfederasi Swiss 1848 merupakan contohnya.
Jadi, Pengertian konstitusi dalam arti sempit adalah sebagian dari hukum  dasar yang
merupakan satu dokumen tertulis yang lengkap.

Tujuan Konstitusi - Tujuan-tujuan adanya konstitusi secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi
tiga. Tujuan konstitusi adalah sebagai berikut.... 

 Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap


kekuasaan politik 
 Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan sendiri 
 Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya. 

Fungsi Konstitusi - Konstitusi memiliki fungsi yang berperan dalam suatu negara. Fungsi konstitusi
adalah sebagai berikut... 

 Konstitusi berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak terjadinya kesewenang-


wenangan yang dilakukan oleh pemerintah agar hak-hak bagi warga negara terlindungi dan
tersalurkan (konstitusionalisme)
 Konstitusi berfungsi sebagai piagam kelahiran suatu negara (a birth certificate of new state)
 Konstitusi berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi
 Konstitusi berfungsi sebagai alat yang membatasi kekuasaan 
 Konstitusi berfungsi sebagai identitas nasional dan lambang
 Konstitusi berfungsi sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan warga suatu
negara. 
Macam-Macam Konstitusi - Konstitusi memiliki berbagai jenis atau macam-macam konstitusi baik
itu macam-macam konstitusi secara umum atau macam-macam konstitusi menurut para ahli. Macam-
macam konstitusi adalah sebagai berikut...
Macam-Macam Konstitusi Menurut

 Konstitusi Tertulis : Pengertian Konstitusi tertulis (dokumentary constitution/ writen


constitution) adalah suatu peraturan yang dituangkan dalam suatu dokumen tertentu.
 Konstitusi Tidak Tertulis : Pengertian Konstitusi tidak tertulis (non documentary
constitution) adalah suatu peraturan yang tidak diterangkan dalam suatu dokumen
tertentu yang terpelihara dalam ketatanegaraan suatu negara. 

PROKLAMASI

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang


oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia.
Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau
"Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan
keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom
kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika
Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.

Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan


ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk
bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang
kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada
tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan
kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa
hari, berdasarkan tim PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,  Sutan
Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap
hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada
Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.
Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa
Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena
itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir
menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya
merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).

Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS


Missouri. Tentara dan Angkatan Laut Jepangmasih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji
akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan
Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang
bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan
terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat
PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan
pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di
kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di
Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan
mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum
menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno
dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna
membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia
makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus
pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta BPUPKI Dalam
perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang yang
terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo
sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan
pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab
Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai
wakil dari Boedi Utomo.
Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia
jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan
uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh
Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama
tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen
yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru
dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa
pencetus Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk
menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman Hiroshima
dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang
akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. tidak tahu telah terjadi peristiwa
Rengasdengklok.

Peristiwa Rengasdengklok[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora
kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam
gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka
bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa
Soekarno (bersama Fatmawatidan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke
Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah
agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali
meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan
Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad
Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo
ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr.
Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan
kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa
hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan
setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya
(sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh
para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda
Maeda[sunting | sunting sumber]
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto,
Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang
(Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi
Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan
Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura
mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945telah diterima perintah
dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk
mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura
apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh
Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam
meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo
dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat
(Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam
Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah
menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri
menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad
Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang
setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian
ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi
dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang
hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung
Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim
Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan
mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann
Kandeler.[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun
berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur
56[3] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Detik-detik pembacaan naskah proklamasi [sunting | sunting


sumber]
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang
makan laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir.
Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi
harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara
lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00
dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian
bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan
oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief
Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi
muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih),
yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya.[3] Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan
di Istana Merdeka.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang
dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat
mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan
Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. [3]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil
keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara
Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah
Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di
tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan
dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari
PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil
presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

JENIS JENIS NEGARA

1. Negara Serikat (Federasi)


Pengertian dari negara serikat adalah suatu negara yang terdiri atas beberapa negara bagian
dengan mempunyai satu buah pemerintah federasi yang mana bertugas untuk mengendalikan
kedaulatan negara tersebut. Keseluruhan dari negara bagian tersebut diatur dengan peraturan yang
mengatur tentang pembagian kewenangan antara pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian. Hal ini dapat diartikan juga bahwa setiap negara bagian mempunyai pemerintah dan
konstitusi sendiri. Meski demikian yang menjalankan hubungan internasional dengan pihak luar
negeri tetaplah menjadi kewenangan negara federal.

2. Negara Kesatuan
Bentuk negara kesatuan merupakan bentuk negara terbanya di seluruh dunia, jumlahnya sekitar
separuh Negara di dunia. Undang-undang dasar negara kesatuan memberikan kekuasaan penuh
kepada pemerintahan pusat untuk melaksanakan kegiatan hubungan luar negeri.

Sebuah negara kesatuan betapapun luas otonomi yang dimiliki oleh propinsi-propinsinya, masalah-
masalah yang berkaitan dengan hubungan luar negeri merupakan wewenang pemerintah pusat dan
daerah pada prinsipnya tidak boleh berhubungan langsung dengan negara luar. Indonesia, Jepang
dan Prancis adalah contoh negara kesatuan dan bentuk negara semacam ini biasanya tidak
menimbulkan kesulitan dalam hubungan internasional.

Setiap bentuk negara memiliki cirinya masing-masing. Begitu pula dengan bentuk negara Kesatuan.
Di bawah ini adalah beberapa ciri dari negara Kesatuan.
 Masing-masing negara kesatuan di dunia hanya memiliki satu bendera dan satu Undang-Undang
Dasar sebagai dasar hukumnya.
 Negara kesatuan hanya mempunyai satu pemerintah pusat dengan beberapa daerah kekuasaan di
bawahnya.
 Dalam pemerintahan negara kesatuan hanya memiliki 1 dewan perwakilan rakyat.
 Negara kesatuan hanya membuat satu kebijakan yang berkaitan dengan bidang politik, sosial,
ekonomi, dan keamanan.

3. Perserikatan Negara (Konfederasi)


Konfederasi merupakan gabungan dari sejumlah Negara melalui sejumlah perjanjian internasional
yang memberikan wewenang tertentu kepada konfederasi. Dalam bentuk gabungan ini, negara-
negara anggota konfederasi semuanya tetap merupakan negara-negara yang berdaulat dan berada
pada subjek hukum internasional. Karena pada hakikatnya konfederasi atau perserikatan negara
bukanlah merupakan negara itu sendiri, melainkan suatu gabungan dari negara-negara yang sudah
merdeka. Biasanya perserikatan/konfederasi ini dibentuk dengan tujuan tertentu, misalnya untuk
membentuk pertahanan bersama, atau utuk urusan politik luar negeri.
4. Negara Netral
Bentuk negara yang selanjutnya yakni negara netral. Negara netral adalah negara yang membatasi
dirinya untuk tidak melibatkan diri dalam berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat
internasional. Netralitas ini mempunyai beberapa arti dan haruslah dibedakan pengertian netralitas
tetap, netralitas sewaktu-waktu dan politik netral (netralitas positif).

UUDS 1950

Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950,


adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga
dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang
Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS
tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu
terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan
Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal
membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.

ORDE LAMA ORDE BARU

#1  Masa Orde Lama Periode 1945-1950


Pada masa periode ini, penerapan dari Pancasila sebagai dasar negara dan untuk pandangan
hidup sedang menghadapi berbagai masalah. Terdapat upaya-upaya untuk mengganti dasar
Negara pada waktu itu yaitu Pancasila dan mengganti pandangan hidup bangsa. 

Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dari munculnya berbagai gerakan-gerakan dari pemberontak
yang tujuannya untuk dapat menganti Pancasila dengan ideologi lainnya dari pemikiran berbeda.
Ada dua kejadian pemberontakan yang terjadi pada masa periode ini yaitu:

 Pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)


Pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun yang terjadi pada tanggal 18
September 1948. Pemberontakan ini telah dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pembentukan
PKI itu utamanya adalah untuk dapat mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi
tentang komunis. Dengan kata lain, aksi pemberontakan tersebut direncanakan untuk dapat
mengganti Pancasila dengan suatu paham komunis. Tapi kemudian aksi pemberontakan ini pada
akhirnya bisa digagalkan.

 Pemberontakan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia


Pemberontakan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang dipimpin Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo. Aksi dari pemberontakan ini ditandai dengan pendirian kelompok Negara Islam
Indonesia (NII) yang di bentuk oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949. 

Tujuan utama dari pendirian Negara Islam Indonesia (NII) adalah untuk dapat mengganti
Pancasila yang sebagai dasar negara dengan dasar Negara yang mengikuti syari’at Islam. Upaya-
upaya penumpasan pemberontakan ini telah memakan waktu yang cukup lama. Kemudian pada
tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo dan para pengikutnya baru dapat ditangkap.

#2  Masa Orde Lama Periode 1950-1959


Pada periode ini, dasar Negara yang diterapkan masih tetap Pancasila, akan tetapi didalam
penerapan sehari-hari lebih diarahkan seperti pada ideologi liberal. Hal tersebut dapat dilihat dan
diketahui didalam penerapan sila keempat Pancasila yang sudah tidak lagi berjiwa musyawarah
dan mufakat, melainkan sudah menerapkan suara terbanyak (voting).

Didalam periode ini, bentuk persatuan dan kesatuan sedang mendapatkan tantangan yang berat
dengan munculnya berbagai aksi pemberontakan, yang pertama adalah Republik Maluku Selatan
(RMS), kemudian Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan yang terakhir
adalah Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang mempunyai tujuan agar dapat melepaskan
diri dari naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Pada bidang politik, sikap demokrasi berjalan lebih baik karena sudah terlaksananya pemilu pada
tahun 1955 yang dianggap paling bersikap demokratis. Tetapi kemudian anggota Konstituante
hasil pemilu tersebut tidak dapat menyusun sesuai Undang-Undang Dasar seperti yang
diharapkan. 

Hal itulah yang telah menimbulkan terjadinya krisis politik, krisis ekonomi, dan juga krisis
keamanan, yang akhirnya pemerintah segera mengeluarkan Dekrit Presiden 1959.
 Isi dari Dekrit Presiden Tahun 1959 
 Untuk segera membubarkan lembaga Konstituante
 Menjadikan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 menjadi tidak berlaku
 Mengaktifkan kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945

 Kesimpulan Terjadinya Masa Orde Lama Periode 1950-1959


Kesimpulan yang dapat ditarik dari suatu penerapan Pancasila pada periode ini adalah bahwa
Pancasila yang diarahkan seperti ideologi liberal ternyata tidak dapat menjamin stabilitas pada
pemerintahan.

#3 Masa Orde Lama Periode 1956-1965


Periode ini juga dikenal sebagai bentuk periode demokrasi yang terpimpin karena pada masa ini
demokrasi bukan berada pada kekuasaan yang dipegang rakyat sehingga yang memimpin
demokrasi adalah nilai-nilai dari Pancasila tetapi tetap berada pada kekuasaan pribadi Presiden
Soekarno. 

Kemudian terjadilah beberapa penyimpangan penafsiran terhadap dasar Negara Pancasila


didalam konstitusi. Akibatnya Presiden Soekarno menjadi otoriter yaitu mengangkat diri menjadi
presiden seumur hidup, kemudian menggabungkan Nasionalis, Agama, serta Komunis, yang
pada akhirnya tidak cocok bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Kebenaran itu terbukti dengan adanya kemerosotan moral pada sebagian masyarakat yang sudah
tidak lagi hidup dengan bersendikan nilai-nilai Pancasila, serta berusaha untuk dapat
menggantikan Pancasila dengan paham ideologi lain.

Didalam periode ini juga terjadi suatu Pemberontakan oleh Partai komunis Indonesia
(PKI) yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan dari
aksi pemberontakan ini adalah untuk dapat kembali mendirikan Negara Soviet di Indonesia
kemudian dapat mengganti Pancasila dengan suatu paham komunis. Pada akhirnya,
pemberontakan ini bisa digagalkan dan semua pelaku yang tergabung pada Partai Komunis
Indonesia (PKI) berhasil ditangkap kemudian mereka dijatuhi hukuman yang sesuai dengan
perbuatannya tersebut.

Penjelasan dan Sejarah Masa Orde Baru


Pada era demokrasi yang terpimpin di bawah kepimpinan Presiden Soekarno sudah mendapat
banyak tamparan yang sangat keras ketika terjadinya suatu peristiwa pada tanggal 30 September
1965, yang dapat disinyalir bahwa didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pemberontakan yang didalangi PKI tersebut telah membawa akibat yang sangat fatal bagi Partai
Komunis Indonesia (PKI), yakni dengan tersisihkannya partai tersebut dari satu arena
perpolitikan yang ada di Indonesia.

Begitu juga dengan kepemimpinan Presiden Soekarno yang pada saat itu berkedudukan di


Indonesia sebagai Pimpinan Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang Indonesia yang
secara pasti sedikit demi sedikit dari kekuasaannya akan dikurangi bahkan akan dilengserkan
dari jabatan sebagai seorang Presiden pada tahun 1967, kemudian sampai pada akhirnya ia dapat
tersingkir dari arena perpolitikan nasional Indonesia.
Era yang baru didalam pemerintahan Indonesia dimulai setelah melalui masa ketransisian yang
singkat yaitu antara tahun 1966-1968, ketika seorang Jenderal Soeharto dapat dipilih menjadi
seorang Presiden Republik Indonesia. Era tersebut kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan
suatu konsep yaitu Demokrasi Pancasila. 

 Visi utama dari pemerintahan Orde Baru


Visi utama dari pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk dapat melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan dapat konsekuen didalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat di
Indonesia.

Dengan kehadiran visi tersebut, Orde Baru dapat memberikan sebuah harapan bagi semua rakyat
Indonesia, terutama yang telah berkaitan dengan suatu perubahan politik, dari yang mempunyai
sifat otoriter yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin di bawah kepemimpinan Presiden
Soekarno agar menjadi lebih demokratis. Harapan dari rakyat tersebut tentu saja mempunyai
dasar. 

Presiden Soeharto yang dianggap sebagai tokoh utama masa Orde Baru ini dipandang rakyat
sebagai sesosok manusia yang dapat mampu mengeluarkan sebuah bangsa ini agar dapat keluar
dari keterpurukan. Hal ini dapat dianggap tersebut dikarenakan beliau sudah dapat berhasil
membubarkan kelompok komunis yaitu PKI, yang pada waktu itu telah dijadikan musuh utama
di negeri ini.

Selain itu, beliau juga telah berhasil menciptakan keadaan stabilitas keamanan di negeri ini
pasca pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan waktu yang relatif singkat.
Itulah yang menyebabkan beberapa anggapan yang telah menjadi dasar kepercayaan rakyat
Indonesia terhadap pemerintahan Orde Baru ini di bawah kepimpinan Presiden Soeharto.

Tetapi kemudian harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya dapat terwujud. Karena apabila
dilihat dan dirasakan sebenarnya di dalam negeri ini tidak ada perubahan yang substantif dari
suatu kehidupan politik di Indonesia. Antara masa Orde Baru maupun masa Orde Lama
sebenarnya sama-sama otoriter. Di dalam perjalanan politik dari pemerintahan Orde Baru,
kekuasaan dari Presiden merupakan semua pusat dari seluruh proses perpolitikan di Indonesia.

Lembaga Kepresidenan juga merupakan pengontrol yang utama dari lembaga negara lainnya
baik itu yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang bersifat
infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Selain itu, Presiden Soeharto juga
mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban
Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan, maupun Panglima Tertinggi dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

 Kesimpulan Dari Terjadinya Masa Orde Baru


Dari penguraian di atas, anda akan dapat menggambarkan bahwa suatu pelaksanaan demokrasi
Pancasila ternyata masih jauh dari harapan rakyat Indonesia. Pelaksanaan nilai-nilai dari
Pancasila secara murni dan dengan konsekuen hanya dapat dijadikan sebagai alat politik
penguasa belaka, yang pada kenyataannya yang terjadi hanyalah demokrasi Pancasila yang sama
dengan kediktatoran.

Penjelasan dan Sejarah Masa Reformasi


Didalam masa reformasi, penerapan dari Pancasila yang sebagai dasar negara dan menjadi
pandangan hidup bangsa secara terus menerus menghadapi berbagai macam tantangan.
Penerapan dari Pancasila tidak lagi dihadapkan kepada ancaman dari aksi pemberontakan yang
bertujuan mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya, akan tetapi lebih dititik beratkan pada
kondisi kehidupan dari masyarakat yang diwarnai dengan kehidupan yang serba bebas tanpa
adanya pengaturan.

 Kebebasan Masyarakat Pada Masa Reformasi


Kebebasan yang telah menghiasi kehidupan masyarakat Indonesia pada saat itu dan sekarang
dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari kebebasan di dalam berbicara, berorganisasi,
mengekspresikan diri, menyampaikan pendapat, dan sebagainya. Kebebasan-kebebasaan tersebut
pastinya akan menimbulkan berbagai dampak dari hal yang paling kecil hingga hal yangpaling
besar baik itu dampak negatif maupun positifnya.

 Dampak Negatif dan Positif Terjadinya Masa Reformasi


Masa Reformasi dari dulu hingga sekarang pasti ada damaak negatif dan positifnya. Di satu sisi
mempunyai dampak yang positif karena masyarakat dapat bebas mengeluarkan pemikiran-
pemikiran yang ada, tetapi di satu sisi juga mempunyai dampak negatif yang dapat merugikan
bangsa Indonesia sendiri. 

UUD 45

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik


Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
(2)
Rakyat

BAB II 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan
dengan undang-undang.
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

Pasal 3

Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada
haluan negara.
BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5

(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. 
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 6
(1) Presiden ialah orang Indonesia asli.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali

Pasal 8

Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia
diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.

Pasal 9

Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai berikut :

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :


 Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa.

Janji Presiden (Wakil Presiden) :


 Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada Nusa dan Bangsa.

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan
undang-undang. 

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul. 


(2) Presiden menerima duta negara lain
Pasal 14

Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Pasal 15

Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

BAB IV

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG

Pasal 16
(1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul
kepada pemerintah.

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17 

(1)Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.


(2)Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3)Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintah.

BAB VI

PEMERINTAH DAERAH

Pasal 18

Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

(1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang.


(2)  Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Pasal 20

(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat,
maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa
itu.
Pasal 21

(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.


Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden,
(2) maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa
itu.

Pasal 22 

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan
yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

BAB VIII

HAL KEUANGAN

Pasal 23 

(1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah
menjalankan anggaran tahun yang lalu.
(2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
(3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
(4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
(5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan rakyat.
 
BAB IX 

KEKUASAAN KEHAKIMAN 

 Pasal 24

(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman
menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

Pasal 25

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

BAB X

WARGA NEGARA

Pasal 26 

(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebaganya
ditetapkan dengan undang-undang.

BAB XI

AGAMA

Pasal 29 

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

BAB XII

PERTAHANAN NEGARA

Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. 
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

BAB XIII

PENDIDIKAN

Pasal 31
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur
dengan undang-undang.
 
Pasal 32

Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

BAB XV

BENDERA DAN BAHASA

Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37 

(1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
  

POKOK PIKIRAN PEMBUKAAN UUD 45

Adapun empat pokok pikiran dari Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut ini :

1. Pokok Pikiran Pertama 

Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar
asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pokok Pikiran Kedua 

Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Pokok pikiran ini
menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu
kuasa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus
dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan itu yang didasari dengan bekal
persatuan.     

3. Pokok Pikiran Ketiga 

Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.


Pokok pikiran ini dalam ‘pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang
terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan
permusyawaratan/perwakilan

4. Pokok Pikiran Keempat 

Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab. Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang  Maha Esa, yang mengandung pengertian
taqwa  terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang
mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang
luhur. Pokok pikiran keempat itu merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya merupakan suatu
penjabaran dari Sila Kedua Pancasila.

1) persatuan , 
sila persatuan dalam UUD 1945 terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 yang bunyinya
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik

2) keadilan sosial ,
sila keadilan sosial dalam UUD 1945 terdapat dalam 
- Pasal 33 ayat 1 yang bunyinya  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.
- Pasal 33 ayat 2 yang bunyinya  Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- Pasal 33 ayat 3 yang bunyinya  Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
- Pasal 33 ayat 4 yang bunyinya  Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

3) kedaulatan rakyat
sila kedaulatan rakyat dalam UUD 1945 terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 yang
bunyinya  Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.

4) ketuhanan
sila ketuhanan dalam UUD 1945 terdapat dalam Pasal 29 ayat 1 yang bunyinya
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

IDEOLOGI PANCASILA

Pengertian Ideologi Pancasila


Ideologi Pancasila merupakan nilai-nilai luhur budaya dan religius bangsa Indonesia. Pancasila
berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi negara. Jadi, Ideologi pancasila adalah
kumpulan nilai-nilai atau norma yang berdasarkan sila-sila pancasila.

Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Menyatukan bangsa Indonesia, memperkokoh dan memelihara kesatuan dan persatuan.


2. Membimbing dan mengarahkan bangsa Indonesia unutk mencapai tujuannya.
3. Memberikan kemauan untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa Indonesia
4. Menerangi dan mengawasi keadaan, serta kritis kepada adanya upaya untuk mewujudkan
cita-cita yang terkandung di dalam pancasila.
5. Sebagai pedoman bagi kehidupan bangsa Indonesia dalam upaya menjaga keutuhan
negara dan memperbaiki kehidupan dari bangsa Indonesia.

Makna Ideologi Pancasila


Pancasila selain berkedudukan sebagai dasar negara, juga berkedudukan sebagai Ideologi
Nasional bangsa Indonesia.

Sehingga makna pancasila dari ketetapan tersebut bahwa nilai-nilai yang tercamtum dalam ideologi
pancasila menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara.

Pancasila sebagai ideologi mempunyai makna sebagai berikut:

1. Nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan


bernegara.
2. Nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan
oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

3 Dimensi Ideologi Pancasila


1. Dimensi Realita, artinya nilai-nilai dasar yang tercamtum di ideologi tersebut mencerminkan
kenyataan hidup yang ada di dalam masyarakat dimana ideologi itu ada untuk pertama kalinya.

Pelajari juga: Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pancasila (Lengkap)

2. Dimensi Idealisme, artinya kualitas ideologi yang tercamtum dalam nilai dasar tersebut bisa
memberikan harapan kepada berbagai kelompok dan masyarakat mengenai masa depan yang lebih
baik.

3. Dimensi Fleksibilitas, artinya kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai