Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENGENDALIAN DIRI

PENYUSUN :
MUSDALIFAH : 30700119034
WILDA YUSMASARI : 30700119009

PRODI : ILMU HADIS 019

KELOMPOK : IX
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kontrol diri/pengendalian diri (mujāhadah an-nafs) adalah perlindungan bagi
keselamatansetiap perubahan dan untuk menghindari sifat-sifat yang dapat
menghancurkannya, orang lain dan lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengendalian diri?
2. Sebutkan hadis-hadis pengendalian diri?

C. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui
1. Apa yang dimaksud pengendalian diri?
2. Mampu menyebutkan hadis yang berkaitan dengan pengendalian diri
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pengendalian diri


Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujahadah an-Nafs) berarti menjauh dari diri
sendiri yang dapat melindungi diri sendiri dan orang lain yang disebut istlah as-hem
atau puasa.
kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri secara sadar agar
menghasilkan perilaku yang tidak merugikan orang lain, sehingga sesuai dengan
norma sosial dan dapat diterima oleh lingkungannya.

B. Hadis pengendalian diri


1. Hadis agar seseorang tak marah

ُ ‫صلَّى هَّللا‬َ ِ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬ِ ‫ب ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرةَ َر‬ ِ َّ‫ب ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ْال ُم َسي‬ ٌ ِ‫َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يُوسُفَ َأ ْخبَ َرنَا َمال‬
ٍ ‫ك ع َْن ا ْب ِن ِشهَا‬
‫ب‬
ِ ‫َض‬ ْ ْ ْ
َ ‫ك نَف َسهُ ِعن َد الغ‬ َّ َّ َّ َّ
ُ ِ‫د بِالصُّ َر َع ِة ِإن َما الش ِدي ُد ال ِذي يَ ْمل‬hُ ‫ْس الش ِدي‬ َ
َ ‫ال لي‬ َ َّ َ
َ ‫َعل ْي ِه َو َسل َم ق‬

Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Yusuf] telah mengabarkan kepada kami [Malik]
dari [Ibnu Syihab] dari [Sa'id bin Musayyib] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah orang yang kuat adalah orang yang
pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah."

Hadis diatas menegaskan bahwa orang yang mampu menahan amarahnya adalah orang yang
kuat, bahkan lebih kuat dari seorang yang paling kuat tenaganya, atau lebih kuat dari baja, karena
dorongan nafsu lebih kuat dari dorongan besi atau baja.
Perintah menahan amarah merupakan larangan berbuat marah. Marah dilarang karena
bersumber dari setan. Orang yang sering marah terkadang lupa diri danlupa segalanya; lupa akan
kewajibannya, lupa akan hak-hak orang lain, sehingga mengakibatkan ia lebih jauh dari Rahmat
Allah. Orang yang marah juga telah dikendalikan oleh nafsunya daripada akal dan hatinya. Oleh
sebab itu, marah sangat dilarang dalam islam. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

َ ‫ال اَل تَ ْغ‬


‫د ِم َرارًا قَا َل‬hَ ‫ضبْ فَ َر َّد‬ ِ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأو‬
َ َ‫ ق‬h‫صنِي‬ َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأ َّن َر ُجاًل ق‬
َ ‫ال لِلنَّبِ ِّي‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬
‫َاري‬ ِ ‫ضبْ َر َواهُ البُخ‬ َ ‫اَل تَ ْغ‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu
mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (selalu) menjawab,
“Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 6116]

Seorang laki-laki datang kepada Nabi dan meminta diberi wasiat. Nabi mewasiatkan
kepadanya untuk jangan marah. Hal itu diulangi beberapa kali, menunjukkan pentingnya wasiat
tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa menahan amarah memiliki kedudukan, manfaat, dan
keutamaan yang tinggi. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa wasiat Nabi disesuaikan dengan
keadaan orang yang meminta wasiat. Orang yang meminta wasiat tersebut adalah seorang
pemarah, maka Nabi memberikan wasiat kepadanya agar jangan marah. “Janganlah engkau
marah”, kata sebagian para Ulama’ mengandung 2 makna: Latihlah dirimu untuk senantiasa
bersikap sabar dan pemaaf, jangan jadi orang yang mudah marah. Jika timbul perasaan marah
dalam dirimu, kendalikan diri, tahan ucapan dan perbuatan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang
engkau sesali nantinya. Tahan diri agar jangan sampai berkata atau berbuat hal-hal yang tidak
diridhai Allah.

2. Menghapuskan kejahatan dengan kebaikan

Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Bertaqwalah kepada
Allah di mana saja engkau berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan
menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”. [HR. Tirmidzi, ia
telah berkata: Hadits ini hasan, pada lafazh lain derajatnya hasan shahih]

Sedikit Penjelasan tentang Sahabat yang Meriwayatkan Hadits Abu Dzar al-Ghiffary berasal dari
Ghiffaar (jalur yang dilewati penduduk Makkah jika akan berdagang ke Syam) , nama aslinya
Jundub bin Junaadah adalah orang ke-5 yang masuk Islam saat Nabi masih berada di Makkah dan
berdakwah secara sembunyi. Beliaulah orang pertama yang mengucapkan salam secara Islam
kepada Nabi. Selama masa mencari Nabi di Makkah beliau tinggal di dekat Ka’bah selama 15 hari
tidak makan dan minum apapun kecuali air zam-zam hingga menjadi gemuk. Setelah bertemu Nabi
dan masuk Islam beliau kembali pada kaumnya, mengajarkan Islam kepada mereka, dan tinggal di
sana. Setelah perang Uhud, barulah Abu Dzar bisa menyusul Nabi hijrah ke Madinah.

Sedangkan Muadz bin Jabal adalah Sahabat Nabi yang paling mengetahui tentang halal dan
haram (H.R Ibnu Hibban). Nabi juga memerintahkan untuk mengambil (ilmu) al-Quran dari 4
orang, yaitu : Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal dan Salim maula Abi
Hudzaifah(H.R al-Bukhari). Muadz bin Jabal juga diutus Nabi ke Yaman untuk berdakwah di sana.

PENJELASAN UMUM MAKNA HADITS

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam memberikan bimbingan dalam 3 hal:

 Bertakwa kepada Allah di manapun kita berada. Di waktu sendirian maupun di tengah
keramaian. Di setiap waktu dan tempat.

 Jika suatu ketika kita melakukan dosa, susulkanlah / iringi dengan banyak perbuatan ibadah
dan kebaikan, agar bisa menghapus dosa itu.

 Bergaullah sesama manusia dengan akhlak yang baik.

Perilaku yang Mencerminkan Sikap Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)


1. Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka
terhadap kamu.
2. Memaafkan kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita
3. . Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya
memperbaiki diri dan lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka
kepada kita.
5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepada kita, dan tidak merusak
nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan
merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kontrol diri (mujāhadah an-nafs) adalah perlindungan bagi keselamatan setiap perubahan dan
untuk menghindari sifat-sifat yang dapat menghancurkannya, orang lain dan lingkungan.

Adapun hadisnya

1. Agar tak amarah

2. Menghapuskan kejahatan dengan kebaikan

Perilaku yang Mencerminkan Sikap Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)


1.Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka
terhadap kamu.
2.Memaafkan kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita
3.. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya
memperbaiki diri dan lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka
kepada kita.
5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepada kita, dan tidak merusak
nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan
merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.

Daftar Pustaka
Dr.H.Hasbiyallah,M.Ag.2005.Hadis Tarbawi.Bandung. PT REMAJA ROSDAKARYA

Anda mungkin juga menyukai