SKRIPSI
Oleh :
Nurul Farah
20130210161
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
Skripsi yang berjudul
KAJIAN KOMPOSISI JALUR HIJAU JALAN TERHADAP PENYERAPAN
POLUTAN CO DI KAB. BIREUEN, ACEH
Nurul Farah
20130210161
Program Studi Agroteknologi
Pembimbing Utama:
Pembimbing Pendamping:
Mengetahui:
Ketua Program Studi Agroteknologi
DAFTAR ISI
ii
I. PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Perumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian........................................................................................3
E. Batas Studi....................................................................................................3
F. Kerangka Pikir..............................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6
A. Ruang Terbuka Hijau Perkotaan...................................................................6
B. Jalur Hijau Jalan............................................................................................7
C. Pencemaran Udara........................................................................................9
D. Sumber Pencemaran Udara.........................................................................10
E. Sumber Pencemaran Dari Sektor Transportasi...........................................11
F. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien............................................................11
G. Tumbuhan Sebagai Penyerapan dan Penjerapan Polutan...........................13
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI....................................................15
A. Gambaran Umum Kota Bireuen.................................................................15
1. Letak Administratif.................................................................................15
2. Iklim........................................................................................................16
3. Tipe Tanah...............................................................................................16
4. Demografi................................................................................................17
B. Gambaran eksisting transportasi Kota Bireuen...........................................17
IV. TATA CARA PENELITIA........................................................................19
A. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................19
B. Bahan dan Alat............................................................................................19
C. Metode Penelitian dan Analisis Data..........................................................19
D. Jenis Data....................................................................................................21
E. Luaran Penelitian........................................................................................21
F. Jadwal Penelitian.........................................................................................22
iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan
manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang
dikehendaki. Kualitas lingkungan hidup di perkotaan semakin lama menunjukkan
kecenderungan menurun. Perkembangan kota membutuhkan transportasi yang
cenderung naik karena jumlah kendaraan dari tahun ketahun meningkat dengan
tajam.
Pencemaran akan terjadi apabila dalam lingkungan hidup manusia (baik
lingkungan fisik, biologi dan lingkungan sosialnya) terdapat suatu bahan
pencemar dalam konsentrasi sedemikian besar, yang dihasilkan oleh proses
aktivitas manusia sendiri yang akhirnya merugikan manusia juga (Amsyari,
1986). Salah satu bentuk pencemaran yang terjadi akibat adanya pembangunan
fisik kota adalah pencemaran udara.
Studi yang dilakukan oleh tim peneliti Universitas Michigan dan
Universitas Washington, yang dimuat pada majalah tempo tahun 2013,
menyebutkan bahwa partikel polusi udara yang berasal dari lalu lintas dalam
jangka panjang bisa mempercepat penebalan dua lapisan bagian dalam arteri
karotis yang merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah ke kepala, leher
dan otak, Konsentrat polutan yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar
dalam mesin kendaraan bermotor diantaranya adalah CO, SOx, NOx, HC dan
partikula yang jika tidak dikendalikan akan mengganggu kesehatann manusia,
hewan, tumbuhan, bangunan dan dapat menyebabkan hujan asam seperti
konsentrat Sox.
Kebutuhan akan adanya ruang terbuka hijau yang memiliki berbagai
macam fungsi di kawasan perkotaan dinilai sangat penting dalam memperbaiki
kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Salah satu bentuk ruang
terbuka hijau yang diperlukan adalah koridor jalan yang berupa jalur hijau. Pada
saat terjadi kerusakan akibat pembakaran energi fosil menyebabkan pelepasan
karbon ke atmosfer. Emisi karbon berikut dengan emisi polutan yang ada di
atmosfer ini dapat diserap oleh tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis dan
1
2
diubah menjadi materi organik seperti penyusun biomassa pohon. Melalui proses
ini, jalur hijau dapat menstabilkan kadar karbon di atmosfer selama beberapa
decade sesuai dengan daur hidup pohon-pohon penyusun hutan tersebut.
Kapasitas penyerapannya sangat dipengaruhi oleh daur (umur) tumbuhan, jenis,
dan tingkat pertumbuhan tanaman (Dahlan, 2004).
Kontribusi pohon sebagai penyerap polutan menyebabkan banyak
pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) terutama di daerah perkotaan yang
tingkat pencemarannya tergolong tinggi. Dibutuhkan sejumlah RTH, minimal
10% dari luas kota untuk mengimbangi pencemaran yang ada (Fandeli, 2009).
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mengalami
perkembangan secara cepat dengan tingginya kunjungan ke daerah aceh dan
diiringi dengan perkembangan pembangunan fisik yang pesat seperti gedung–
gedung perkantoran dan lainnya. Kepala dinas pendapatan dan kekayaan Aceh
menyebutkan jumlah kendaraan baru yang bertambah di Aceh selama 2015
mencapai 113.206 unit, jumlah ini lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya
yaitu 109.064 unit (Muhammad, 2016). Pertambahan jaringan jalan tidak sesuai
dengan volume kendaraan, sementara itu transportasi sangat penting dan sangat
dibutuhkan manusia, tetapi disisi lain juga menimbulkan dampak yang tidak kecil
terhadap lingkungan hidup dan dapat mengakibatkan kota menjadi tercemar dan
kotor.
Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan peningkatan kualitas dan
kuantitas ruang terbuka hijau. Salah satu komponen yang penting dalam konsep
tata ruang adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik
yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain
itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan dan dipilih berdasarkan
beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik
dan tanaman tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di
tempat itu dengan baik pula. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, agar
tanaman yang diperuntukkan dapat benar-benar berfungsi dan tidak menambah
permasalahan yang tidak diinginkan. Pemilihan tanaman sebagai upaya pereduksi
polutan perlu didasarkan pada ketahanan tanaman akan partikel polutan maupun
3
Bireuen yang merupakan jalan lintas antar kota sehingga dianggap mempunyai
potensi pencemaran udara paling tinggi.
F. Kerangka Pikir
Aktivitas lalulintas dan jumlah kendaraan bermotor di kota Bireuen
mengalami pertumbuhan yang cukup pesat ditandai dengan kepadatan dan
kemacatan lalu lintas pada beberapa ruas jalan. Fenomena ini tentu menjadi
dilema bagi masyarakat dan pemerintah kota Bireuen khususnya dalam
menghadapi serta mengatasi polusi udara. Berbagai cara telah ditempuh
diantaranya adalah membangun ruang terbuka hijau (RTH) kota berupa
penanaman tanaman pereduksi polutan pada tepian jalan atau median jalan yang
sering disebut sebagai Jalur Hijau Jalan. Namun peranan jalur hijau jalan dalam
mereduksi polutan dirasakan kurang maksimal. Kemungkinan faktor penyebabnya
adalah komposisi baik jumlah, jenis, dan fungsi tanaman yang digunakan belum
memenuhi syarat dalam mengatasi pencemaran udara. Maka dari itu perlu
dilakukan penelitian pengkajian komposisi RTH berupa Jalur Hijau Jalan.
Untuk mencapai peranan aktif RTH khususnya Jalur Hijau Jalan terhadap
penyerapan CO perlu dilakukan beberapa pendekatan antara lain kondisi fisik dan
wilayah, ekologis dan sosial. Pendekatan kondisi fisik dan wilayah meliputi jenis
tanah, ketersediaan air, dan iklim serta kondisi jalan. Pendekatan ini berpengaruh
terhadap jenis vegetasi yang cocok ditanam serta jumlah polutan CO yang
dihasilkan pada kawasan tersebut. Pendekatan ekologis bertujuan untuk
mengetahui komposisi jalur hijau jalan baik jumlah, jenis, fungsi tanaman berikut
jarak tanaman. Sedangkan pendekatan sosial bertujuan untuk mencapai
pendekatan, sebagai bahan perbandingan antara literatur dan hasil analisis akhir
penelitian. Berikut kerangka pikir penelitian:
5
Kota Bireuen
Kondisi Fisik :
Jenis Tanah,
Ketersediaan Air Ekologis : Sosial :
,
dan RTH Pengguna Jalan
Iklim/Eksisting
Jalan
Identifikasi
Evaluasi
Model
Tata Hijau
Jalur Jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area atau kawasan permukaan
tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan
habitat tertentu, maupun sarana lingkungan / kota, pengamanan jaringan prasarana
dan budidaya pertanian. Selain untuk menunjang kelestarian air dan tanah serta
meningkatkan kualitas atmosfer, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem
perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota
Menurut Hakim dan Utomo (2003) ruang terbuka hijau adalah area atau
ruang kota yang tidak dibangun dan permukaannya dipenuhi oleh tanaman yang
berguna untuk melindungi habitat, sarana lingkungan, pengaman jaringan
prasarana, kualitas atmosfir, menunjang kelestarian air dan tanah, serta sumber
pertanian. Ditengah – tengah ekosistem kota ruang terbuka hijau juga berfungsi
untuk meningkatkan kualitas lanskap kota, untuk kenyamanan dan keindahan,
meningkatkan kualitas lingkungan dan pelestarian alam yang terdiri dari ruang
linier atau koridor, ruang pulau atau oasis sebagai tempat perhentian.
Istilah Ruang Terbuka Hijau dikemukakan dalam inmendagri (Instruksi
Mentri Dalam Negri) Nomor 14 Tahun 1998 tentang penataan ruang terbuka hijau
diwilayah perkotaan, dijelaskan bahwa ruang terbuka hijau merupakan ruang
dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area atau kawasan
maupun dalam bentuk memanjang atau jalur yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka dan pada dasarnya tanpa bangunan. RTH sendiri merupakan ruang
terbuka yang dalam pemanfaatannya didominasi oleh pengisian tanaman atau
tumbuhan secara alami maupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan dan lainnya.
Ruang Terbuka hijau merupakan aspek utama dalam ekosistem kota yang
terdiri dari taman, area pertanian dan hutan, serta memiliki fungsi ekologis,
ekonomi dan sosial. Dalam fungsi ekologis area hijau berfungsi untuk
menyediakan udara segar, sebagai penyaring pencemaran, menjaga kualitas air,
menyerap kebisingan, mengatur mikroklimat dan menjaga keanekaragaman
6
7
Ketersediaan RTH pada jalur hijau jalan ditempatkan pada sempadan jalan
dan dalam sempadan tersebut ditempatkan pohon pohon yang berfungsi sebagai
RTH jalur jalan. Menurut ketentuan DPU tahun 2007 untul lebar sepadan jalan
adalah 1,5m dan sempadan jalan tersebut dimanfaatkan untuk RTH dengan
keberadaan sempadan jallan dikanan dan kiri jalan. RTH jalur pengaman jalan
terdiri dari RTH jalur pejalan kaki, taman pulau jalan yang terletak ditengah
persimpangan jalan, dan taman sudut jalan yang terletak disisi persimpangan
jalan. Median jalan yaitu ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan
untuk membagi jalan pada masing masing arah yang berfungsi untuk
mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas. Jalur hijau jalan memiliki
beberapa fungsi yaitu sebagai penyegar udara, mengurangi pencemaran polusi
kendaraan, peredam kebisingan, menjadi perlindungan bagi pejalan kaki dari
sengatan matahari dan hujan, mengurangi pengikatan suhu udara dan pembentuk
citra kota. Selain itu, akar pepohonan dapat menyerap air hujan sebagai cadangan
air tanah dan dapat menetralisir limbah yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan
(Rahman dan Khadiyanto, 2013).
Tanaman jalan adalah tanaman yang berguna dalam perencanaanlanskap
jalan yang memiliki sistem perakaran yang tidak merusak konstruksi jalan,
percabangan yang tidak mudah patah dan mudah dalam pemeliharaannya
(Direktorat Bina Marga, 1996). Tanaman yang terdapat di jalur hijau jalan
digolongkan menjadi 3 bagian yaitu : 1) Semak / perdu, yang berfungsi debagai
pembatas visual, memberikan nilai estetika, sebagai penahan kecelakaan,
menahan sinar lampu kendaraan dan pembatas jalur median. 2) Pohon, berfungsi
sebagai penunjuk arah dan pengaman jalan, penghalang sinar matahari dan angin,
menutupi pemandaangan yang kurang baik, dapat menyediakan cadangan air
tanah, mengatur iklim makro, mempertegas ruang dan memberi kesan psikologis
kepada pengguna jalan. 3) Rumput atau penutup tanah, memiliki fungsi sebagai
penahan air hujan agar tidak mengalir langsung kejalan bebas hambatan.
Ada beberapa kriteria dalam pemilihan jenis – jenis tanaman yang akan
digunakan terutama untuk tanaman yang didatangkan dari luar tapak yaitu : 1)
Pohon peneduh dengan ketinggian sedang atau tinggi kurang dari 15 meter. 2)
9
Tinggi cabang pohon pertama dari bawah tidak kurang dari 5 meter. 3) Bentuk
tajuk pohon bulat atau kolumnar dengan lebar tajuk tidak menutupi bahu jalan. 4)
Perakarannya tidak merusak saluran drainase dan trotoar. 5) Berdaun kecil sampai
sedang dan tidak menggugurkan daun secara serempak. 6) Tidak membahayakan
pengguna jalan, yaitu tanaman yang tidak menghasilkan duri, buah yang besar dan
keras, memiliki batang dan cabang yang kuat serta tidak menghasilkan zat
berbahaya. 7) Tidak mudah terserang hama dan penyakit serta tahan terhadap
polusi dan kekeringan. 8) Pohon dan semak memiliki karakter fisik (bentuk,
warna, daun, dan bunga) yang menarik. 9) Tanaman penutup tanah yang tidak
memerlukan pemeliharaan intensif. 10) Mampu bertahan hidup pada kondisi yang
kurang baik dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. 11) Semak yang tumbuh
berumpun, rapat dan mudah diperbanyak. 12) Mudah dalam pemeliharaan
(Nurfaida et al., 2011)
C. Pencemaran Udara
Permasalahan yang sering melanda kota-kota besar adalah semakin
memburuknya kualitas udara yang tidak terpisah dari kehidupan perkotaan.
Pencemaran udara diartikan deengan bahan-bahan atau zat-zat asing didalam
udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan
normalnya (Wardhana, 2001). Udara dikatakan telah tercemar apabila adanya zat
atau bahan asing didalam udara dalam jumlah tertentu dan berada dan berada di
udara dalam waktu cukup lama dapat mengganggu kehidupan makhlluk hidup
yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan.
Udara merupakan campuran dari beberapa macam gas yang perbandingan
yang tidak tetap, bergantung dengan tekanan udara, keadaan suhu udara dan
lingkungan sekitar. Kandungan yang terdapat didalam udara adalah oksigen (O₂)
untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh khlorofil daun dan
ozon (O₃) untuk menahan sinar ultra violet. Udara bersih daqn kering tersusun
dari Nitrogen (N₂) 78,09 %, Oksigen (O₂) 21,94 %, Argon (Ar) 0,93 %, dan
Karbon dioksida (CO₂) 0,032 %. Gas-gas lain yang terdapat dalam udara antrara
lain gas-gas mulia, nitrogen oksida, hidrogen, methana, belerang oksida, amonia,
dan lain-lain. Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan
10
sumber emisi atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya
mutu udara ambien. Baku mutu udara ambien adalah batas maksimum mutu udara
ambien untuk mencegah pencemaran yang standartnya berpedoman pada
ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga kualitas udara perkotaan
Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Baku Mutu Nasional melalui
peraturan pemerintah republik indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara sebagai berikut :
Tabel 1. Baku Mutu Udara Ambien Nasional
logam-logam (Pb, Zn, Fe, dsb), 2) menyerap (absorpsi), diasimilasi oleh jaringan
tanaman dalam daun, antara lain, untuk gas Nox (NO₂, NO₃), Sox (SO ₂, SO ₃)
CO₂, CO, HC, PAN (Peroxy Acetic Nitrat), 3) Mendifusi, yaitu mengencerkan
konsentrasi polutan, dan 4) mendeposisi, yaitu menjatuhkan polutan ke tanah.
Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang diudara akan
menurun. Partikel yang melayang-layang dipermukaan bumi sebagian akan
terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan
memiliki permukaan kasar, sebagian lagi masuk kedalam ruang stomata daun.
Dan ada yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting.
Efektifnya mekanisme penjerapan ditentukan oleh ukuran, kerapatan dan
bentuk trikoma. Jenis tanaman yang digunakan untuk menyerap gas adalah
tanaman yang mempunyai ciri : memiliki stomata yang banyak, memiliki
ketahanan tertentu terhadap gas tertentu, dan memiliki tingkat pertumbuhan yang
cepat (Nurfaida et al., 2011)
Menurut (Basri, 2009), Kemampuan vegetasi dalam menangkap dan
menyerap zat-zat pencemar yang terdapat di udara juga dipengaruhi oleh jenis,
umur, lebar dan karakteristik daun vegetasi tersebut. Zat pencemar di udara yang
berupa gas buang akan diserap oleh vegetasi melalui stomata dan akan mengikat
butir-butir partikel di daun (scott et al). Tanaman dengan spesies sensitifitas tinggi
berguna untuk peningkatan awal indikasi adanya bahan pencemar di udara,
sedangkan untuk spesies tanaman yang tingkat toleransi tinggi akan mengurangi
tingkat polusi di udara secara menyeluruh. Hal ini menjelaskan bahwa jalur hijau
merupakan faktor pengontrol tingkat polusi. (Hakim dan Utomo, 2003),
mengemukakan bahwa 1 hektar ruang terbuka hijau yang didominasi oleh
beragam jenis tanaman mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen untuk dikonsumsi
oleh 1.500 orang perhari.
Hasil hasil tersebut membuktikan bahwa tanaman efektif dalam
membersihkan polutan dari udara. Hasil penelitian Puslitbang Nasional
mengatakan bahwa tanaman-tanaman yang terdapat di RTH mampu mereduksi
polusi udara sekitar 5 hingga 45%. Selain itu RTH juga efektif dalam mengurangi
efek-efek climatological heath pada lokasi pemusatan bangunan tinggi yang
15
16
Tabel : Luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Bireuen.
17
16
2. Iklim
Iklim di Kabupaten Bireuen sebagaimana pada umumnya di
Indonesia, Kabupaten Bireuen merupakan daerah tropis dengan tipe iklim
muson , dengan klasifikasi menurut sistem mohr,schimidt dan ferguson
termasuk dalam tipe C. Kondisi iklim di wilayah kabupaten Bireuen relatip
lebih kering di banding dengan bagian lain di Provinsi Aceh. Hal ini di
pengaruhi oleh adanya pegunungan Bukit Barisan, yang mana secara umum
wilayah Timur dan Utara merupakan wilayah yang lebih kering di bandingkan
dengan wilayah sebelah Barat dan Selatan.
Keadaan iklim secara umum di wilayah Kabupaten Bireuen dengan
suhu rata-rata 30 0C dan kelembaban udara berkisar 84 – 89 %, bila di rata –
rata dalam sepuluh tahun berkisar 86,6 %.
Curah hujan rata – rata tahunan di wilayah Kabupaten Bireuen
berdasarkan pantauan dari 4 (empat) BPP adalah berkisar 1.447 mm pertahun,
dengan rata-rata hari hujan adalah sebesar 92 hari pertahun. Pada bulan
Agustus sampai Desember, curah hujan bulanan mencapai maksimal dengan
rata-rata berkisar antara 10 – 13 hari dalam satu bulan. Pada bulan Juni curah
hujan paling rendah dengan rata-rata curah hujan berkisar 54 mm dengan hari
hujan sebanyak empat hari.
November 12 201
Desember 11 177
Rata-Rata 8 124
Tahun 2015 8 147
Tahun 2014 7 122
3. Tipe Tanah
Jenis Tanah di Kabupaten Bireuen terdiri dari tanah Aluvial,
Hidromorf kelabu, Podsolik Merah Kuning, Latosol, Komplek PMK Latosol
dan Litosol serta Komplek Renzina dan Litosol. Di bagian utara wilayah ini di
dominasi oleh jenis tanah Aluvial dan Hidromorf Kelabu, sedangkan pada
bagian selatan wilayah ini di dominasi oleh jenis tanah Latosol, Komplek
PMK Latosol dan Litosol serta Komplek Renzina dan Litosol. Jenis tanah ini
mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap kesesuaian tanaman yang
dapat dikembangkan. Jenis tanah Aluvial dan Latosol umumnya relatif subur
dan pada tanah tersebut sesuai untuk pengernbangan pertanian, jenis tanah
Podsolik Merah Kuning sesuai untuk tanaman perkebunan atau tahunan.
Sedangkan jenis tanah Litosol mempunyai sifat yang mudah tererosi dan
mempunyai kedalaman efektif yang dangkal sehingga mempunyai resiko erosi
yang tinggi.
4. Demografi
Berdasarkan Proyeksi penduduk Kabupaten Bireuen tahun 2016
terdapat jumlah penduduk sebanyak 443.627 jiwa yang terdiri atas 217.105
jiwa penduduk laki-laki dan 226.522 jiwa penduduk perempuan.
Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk
Bireuen mengalami pertumbuhan sebesar 1,91 persen dengan masing-
Penduduk Kabupaten bireuen berjumlah 359,032 jiwa yang tersebar di
17 Kecamatan dan 609 desa dengan penduduk paling terbanyak terdapat di
Kecamatan Peusangan yaitu 44,148 jiwa dan Kecamatan Kota Juang yaitu
18
42,783 jiwa dan penduduk yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Pandrah
yaitu 7,509 jiwa.
Jumlah penduduk dan kepadatan kecamatan di Bireuen ditunjukkan
pada tabel berikut :
Tabel 1. Kepadatan penduduk perkecamatan di Kab. Bireuen
No Kecamatan Luas Jumlah Kepadatan
Wilayah Penduduk Penduduk per
(Km2) (jiwa) Km2
1. Samalanga 156,22 24.034 154
2. Simpang Mamplam 218,49 21.093 97
3. Pandrah 89,33 7.509 84
4. Jeunieb 114,52 18.764 164
5. Peulimbang 64,15 9.330 145
6. Peudada 391,33 22.148 57
7. Juli 212,08 25.416 120
8. Jeumpa 69,42 28.390 409
9. Kota Juang 31,56 42.783 1,356
10. Kuala 23,72 15.100 637
11. Jangka 81,18 25.300 312
12. Peusangan 122,48 44.148 360
13. Psg. Selatan 106,33 11.971 113
14. Psg.Siblah Krueng 76,62 9.320 122
15. Makmur 66,53 13.295 200
16. Gandapura 36,15 20.857 577
17. Kuta Blang 41,1 19.574 476
Total 1901,21 359.032 4028,36
19
20
3. Pemilihan Sampel
Pengambilan sampel menggunakan teknik non-probability sampling.
Yaitu tidak semua populasi diberi kesempatan untuk dijadikan sample. Pengabilan
sample dilakukan dengan purposive sampling (Purposif sampel). Purposif sampel
yaitu metode pengambilan sampel dengan pertimbangan tertntu yang dianggap
relevan atau dapat mewakili objek penelitian. Masyarakat yang dijadikan sampel
yaitu yang secara tiba tiba dijumpai dan tidak direncanakan sebelumnya.
Misalnya, pengguna jalan yang sedang melintas atau pernah melintas pada ruas
ruas jalan yang menjadi objek pnelitian.
Sampel yang digunakan tidak didasarkan pada jumlah populasi manusia
maupun populasi kendaraan bermotor pada suatu kawasan, tetapi didasarkan pada
pendugaan kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor. Penggunaan sampel ≥ 30
(sampel besar) diharapkan dapat mewakili sifat populasi secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini, pendugaan kepadatan lalu lintas adalah 50 kendaraan
bermotor yang melintas pada tiap-tiap ruas jalan pada objek penelitian yang akan
dijadikan sampel/responden. Jadi, jumlah total sampel/responden yang digunakan
yaitu sebanyak 100 orang. Pertanyaan yang akan diberikan kepada responden
yaitu pertanyaan yang berhubungan dengan lingkungan, kondisi eksisting dan
pola pemikiran masyarakat terhadap pencemaran udara pada lokasi penelitian.
21
4. Analisis Data
Data-data yang terkumpul dilakukan analisis deskriptif. Tujuan penelitian
deskriptif ini ialah untuk deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang
diselidiki. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, penjelasan,
dan uraian hubungan antara faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data dan
informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar (Singarimbun, 2012).
D. Jenis Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan berupa data primer
dan data sekunder. Adapun data – data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Jenis data dan sumber data penelitian
Jika tidak ditemui data dari dinas terkait, maka akan digunakan rumus
Indeks polutan CO untuk mengetahui jumlah polutan CO pada udara yang
dihasilkan akibat lalu lintas kendaraan bermotor di Kota Bireuen.
Indeks polutan CO dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Keterangan :
Cc₈ = Konsentrasi maksimum CO dalam pengukuran 8 jam.
22
F. Jadwal Penelitian
Tabel 4. Aktivitas dan Jadwal Penelitian
Juni Juni-Juli Juli-Agustus
Aktivitas
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Persiapan dan perijinan
Survei lokasi (observasi)
Analisis
Penyusunan laporan
23
atmosfer hingga menjadi CO2. Oksidasi karbon mnoksida dalam siklus karbon
secara tidak langsung juga mampu mempengaruhi energi radiasi yang
berkaitan dengan terbentuknya karbon dioksida dan ozon troposper hingga
berujung pada penebalan ozon yang terjadi efek rumah kaca. Oleh sebab itu,
daya serap vegetasi terhadap polutan akan disesuaikan juga dengan
kemampuan vegetasi dalam menyerap karbon dioksida disamping penyerapan
terhadap karbon monoksida.
Bagian morfologi tanaman yang berperan penting dalam penyerapan
polutan salah satunya adalah daun. Jumlah daun dan ketebalannya sangat
mempengaruhi tingkat penyerapan. Jadi, semakin banyak jumlah daun
tanaman tersebut maka semakin bagus responnya dalam menyerap zat
pencemar. Dan jenis daun harus tebal karena jenis daun yang tipis akan
mempermudah zat pencemar dalam menembus jaringan daun. Sedangkan
daun yang tebal lebih mempersulit proses reduksi atau penyerapan suatu
polutan.
Di Kota Bireuen pohon glodong tiang merupakan jenis tanaman pohon
yang sering ditemukan di tiap ruas jalan kota terutama dikawasan jalan
medan-banda aceh dan bireuen-takengon
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, A., & Hidayat, T. (2010). Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang
Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintasdi
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kerjasama Kementrian Pekerjaan
Umum Dan Universitas Katolik Parahyangan. Retrieved from
https://www.scribd.com/document/335260900/59328013-Kajian-Kualitas-
Udara-Dan-Kemampuan-Ruang-Terbuka-Hijau-Rth-Dalam-Menyerap-
Emisi-Karbon-Akibat-Lalu-Lintas
Amsyari, F. (1986). Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Basri, I. S. (2009). Jalur hijau ( green belt ) sebagai kontrol polusi udara
hubungannya dengan kualitas hidup di perkotaan. SMARTek, 7(2), 113–120.
BPLHD, J. B. (2009). Pencemaran Udara dari Sektor Transportasi. Bandung.
Retrieved from http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-
pengendalian/subid-pemantauan-pencemaran/94-pencemaran-udara-dari-
sektor-transportasi
Dahlan, E. N. (2004). Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan
Kota. Bogor: IPB Press.
Direktorat Bina Marga. (1996). Tata Cara Perencanaan Teknik Lansap Jalan.
Departemen Pekerjaan Umum.
Fandeli, C. (2009). Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonversi Lanskap (1st ed.).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
Hakim, R., & Utomo, H. (2003). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap:
Prinsip-Unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta: Bumi Aksara.
Kementrian Lingkungan Hidup. (2011). Laporan Kegiatan Pengkajian Baku Mutu
Kualitas Udara Ambien Lampiran PP No. 41 Tahun 1999. Pusat Sarana
Pengendalian dampak Lingkungan.
Muhammad. (2016). 113.206 Kendaraan di Aceh Bertambah. Serambi News.Com.
Retrieved from http://aceh.tribunnews.com/2016/01/19/113206-kendaraan-
di-aceh-bertambah
Nurfaida, Tigin, D., & Yanti, C. W. B. (2011). Bahan Ajar Ilmu Tanaman
Lanskap. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Patra, A. D. (2002). Faktor Tanaman dan faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi
Kemampuan Tanaman Dalam Menyerap Polutan Gas NO. Institut Pertanian
Bogor.
Rahman, A., & Khadiyanto, P. (2013). Kecukupan Vegetasi Di Jalan Mt .
Haryono Kota Semarang Berdasarkan Opini Pengguna Jalan. Teknik PWK,
2(26), 124–132. Retrieved from http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
Sastrawijaya. (2000). Perencanaan Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Singarimbun. (2012). Metode Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Suparwoko, & Firdaus, F. (2007). Profil Pencemaran Udara Kawasan Perkotaan
Yogyakarta: Studi Kasus di Kawasan Malioboro, Kridosono, dan UGM
Yogyakarta. PPST DPPM Universitas Islam Indonesia, 4.
23
24