Anda di halaman 1dari 63

RESUME BUKU RISALAH TAUHID

Karya Syekh Muhammad Abduh

25 Desember 2013

oleh :
Triapani Mukti Gilang Anugrah
1127030069
FISIKA III B

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013

1
1 Pengantar Pembahasan (Sejarah Ilmu Tauhid)
1.1 Pengertian Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam
Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang ”Wujud Allah ” , tentang
sifat-sifat wajib tetap pada-Nya , sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-
Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-
Nya , tauhis juga membahas tentang rosul-rosul Allah , meyakinkan akan
kerosulan mereka , meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka , apa
yang oleh dihubungkan (nisbah)kepada diri mereka dan apa yang terlarang
menghubungkan kepada diri mereka . Terkadang tauhid juga dinamakan se-
bagai ilmu kalam . Ilmu Kalam meru- pakan ilmu yang senantiasa berkaitan
dengan sejarah , keillahiyahan serta kedekatan antara umat dengan Tuhan-
nya pada kehidupan sehari-hari . Ilmu Kalam memiliki bahasan yang cukup
mendalam , berbagai perspektif akan dikemukakan pada bahasan ilmu ka-
lam . Ilmu tauhid atau ilmu kalam merupakan ilmu yang menanamkan dan
mene- tapkan suatu keyakinan atau aqidah dan menjelaskan tentang ajaran
yang dibawa oleh para nabi . Ilmu kalam sendiri datang dengan dengan
tinjauan- tinjauan kaidah Islam yang bersumber pada Al-Quran , karena
Al-Quran bersumber dari hukum yang mutlak .

1.2 Sunatullah (Hukum Alam)Pada Segala Makhluk


Allah telah menurunkan ayat-ayatnya agar diketahui oleh seluruh manusia
. Allah mendatangkandan menunjukan bukti yang kuat dan nyata , agar
manusia mengetahui tentang adanya hukum yang mutlak yakni sunatullah
, hal ini seperti Q.S. Al-Fath : 23

Sunatullah adalah ketetapan allah atas setiap hukum alam , Takdir dan
sunatullah akan senantiasa berikatan dengan sunatullah dan sunatullah akan
berikatan dengan takdir . Begitu siklus yang akan terjadi selama Allah telah
menetapkan qadarnya dan menurut sunatullah . Takdir allah akan bersifat

2
kekal dan mutlak yakni akan bersifat tidak dapat berubah , namun pilihan
dari takdir dapat diubah . Tidak ada alasan bagi seorang makhluk untuk
dapat mengubah takdirnya , namun setiap makhluk dapat berusaha untuk
mengubah pilihan yang terdapat pada takdir tersebut .

1.3 Faham Akaid di Zaman Para Khalifah


Telah berlalu zaman Nabi s.a.w. dimana beliau telah melenyapkan segala
kebingungan dan menjadi pelita dalam kegelapan syubhat. Dua orang kha-
lifah sesudah beliau, berjuang sepanjang umurnya melawan musuh-musuh
Islam, sambil memadu tekad dengan kawan-kawannya, sehingga tidak ada
sedikitpun peluang bagi orang banyak untuk memperdayakan dan mengutik-
utik dasar kepercayaan (akidah) yang telah berkembang dengan baik.
Bila timbul sedikit saja pertentangan, cepat-cepat persoalan itu dibawa ke
hadapan khalifah, yang dengan putusannya persoalan menjadi selesai. Bi-
asanya perselisihan-perselisihan itu timbul sekitar cabang-cabang hukum
(furu) agama, bukan mengenai masalah yang pokok, yakni dasar keperca-
yaan (akidah).Keadaan seperti itu berjalan dengan baik hingga terjadinya
peristiwa yang menimpa khalifah yang ketiga (Usman bin Affan), yaitu per-
istiwa terbunuhnya khalifah itu. Sejak terjadinya peristiwa itu, maka ru-
sak binasalah sosok guru (tiang-agung) khalifah, terjerumuslah Islam dan
pengukut-pengukutnya ke dalam suatu pertentangan, yang menyimbangk-
an mereka dari jalan lurus yang selama ini mereka lalui. Namun demikian,
Al-Quran tetap utuh dan terpelihara menurut aslinya, berdiri dengan jaya
ditempatnya semula.

Peristiwa terbunuhnya khalifah yang ketiga itu, telah membukakan pintu


bagi manusia untuk melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh aga-
ma, karena khalifah yang sesungguhnya terbunuh dengan cara yang tidak

3
sesuai sama sekali dengan hukum syara. Maka tombullah dihati orang ba-
nyak, nafsu-nafsu perseorangan, utama sekali dikalangan orang-orang yang
tidak ada pengaruh Iman dalam hati mereka. Sehingga dendam dan ke-
marahan menguasai fikiran kenamyakan orang, lebih-lebih terhadap orang
yang keterlaluan (fanatik) dalam agama.

1.4 Timbulnya Bid’ah dalam Akidah dan Masa Abdullah bin


Saba’
Diantara orang-orang yang giat bekerja melancarkan fitnah ke sana-sini,
adalah Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang baru masuk Islam. Dengan
berpura-pura telalu fanatik mencintai Ali Karramallahu wajhahu (semoga
Tuhan memuliakan wajah beliau), ia mendakwakan bahwa Allah telah ber-
tempat pada diri Ali. Ia mendakwakan pula, bahwa Alilah sebenarnya yang
berhak menduduki kursi khalifah. Untuk itu, ia menyerang Khalifah Usm-
an dengan amat sengitnya, sehingga menyebabkan ia dibuang oleh Khalifah
Usman.Abdullah bin Saba’ dibuang kepengasingan hingga zaman pemerin-
tahan Ali . Pendirian Abdullah bin Saba’ inilah yang menjadi benih dari
segala sengketa yang terjadi di kemudian hari , disamping pendiriannya yang
fanatik terhadap agama.

1.5 Lahirnya Partai Syiah dan Khwarij


Berturut-turut peristiwa yang menyedihkan seperti itu timbul kemudian-
nya. Sebagian orang-orang yang turut membaiat Khalifah keempat (Khali-
fah Ali), mengkhianati janji-janji mereka. Karena itu timbullah hura-hura
perang saudara dikalangan kaum Muslimin, sampai pemerintahan dipegang
oleh Bani Umaiyah. Dalam pada itu timbul pila gejala-gejala lain, yai-
tu membikin-bikin riwayat hadist dan takwil. Tiap-tiap kabilah menjadi
keterlaluan (fanatik), yang akibatnya memecah-belah umat Islam kepada
partai-partai : Syiah, Khawarij dan golongan pertengahan (Al Mutadilin,
Moderat). Kaum Khawarij mempunyai sikap yang berlebih-lebihan, sehing-
ga mereka mengkafirkan siapa saja yang berdiri di luar golongan mereka.
Disamping itu, mereka menuntut sekeras-kerasnya, supaya pemerintahan
dibentuk secara Republik. Disamping itu, sebagian dari golongan Syiah
bersikap keterlaluan pula. Mereka agungkan Ali atau diantara anak cucu
Ali, hingga menempatkan setaraf dengan kedudukan Tuhan atau mendeka-

4
ti itu. Perpecahan yang demikian, merembet-rembet kepada segi-segi dari
bidang kepercayaan (akidah).

1.6 Lahirnya Kaum Mutazilah


Kemudian, rupanya perselisihan-perselisihan pendapat itu tidaklah terbatas
kepada dua masalah yang tersebut diatassaja, akan tetapi telah menjalar
kepada menetapkan (itsbat) sifat-sifat maani bagi zatr Tuhan, atau menia-
dakan (nafi) sifat-sifat itu dari pada-Nya.
Sesudah itu muncul lagi kelompok golongan fanatik yang lain. Jumlah mere-
ka hanya sedikit, tetapi mereka menghapuskan sekaligus golongan-golongan
yang menetapkan kekuasaan akal bagi hukum-hukum agama dan menen-
tang hal-hal yang demikian, sesuai dengan keterangan Kitab. Disamping
itu, pendapat-pendapat tentang masalah khilafat juga terus berjalan, sei-
ring dengan pendapat-pendapat tentang kepercayaan (akidah), yang kalau
dilihat sepintas lalu, seolah-olah masalah khilafat itu termasuk pila salah
satu sendi-sendi kepercayaan Islam.
Daulat Abbasyiah mengerti akan jasa-jasa dan pengorbanan yang diberikan
oleh bangsa Persia dalam menegakkan kerajaan mereka dan menggulingkan
kerajaan Bani Umaiyah. Untuk itu mereka menyediakan jabatan-jabatan
tinggi bai orang-orang Persia.
Diantara orang-orang Persia yang diberi kedudukan atau jabatan-jabatan
tinggi itu, terdapat pengikut-pengikut madzhab Al Manawy dan Yadiziyah,
serta orang-orang yang tidak menganut agama sama sekali. Dengan kedu-
dukan dan jabatan yang mereka pegang, orang-orang Persia itu mendapat
kesempatan luas dan leluasa untuk menghembuskan buah fikiran mereka,
baik dengan cara halus atau terus terang agar orang tertarik dengan buah
fikiran mereka dan kemudian mengekor kepadanya. Akibatnya lahirlah keka-
firan dan muncullah tokoh-tokoh kaum Zindiq (kaum sesat), hingga datang
pula Khalifah baru guna membukakan tabir kegelapan itu dan membatalkan
segala pemdapat yang diindoktrinasikan selama ini.
Sekitar masa inilah tumbuhnya Ilmu Tauhid, tetapi belum begitu sempurna
berkembangnya dan belum begitu tinggi mutunya. Dan mulailah pembica-
raan tentang Ilmu Kalam, yakni dengan menghubungkannya kepada pokok
pemikiran tentang kejadian alam, sesuai dengan ketentuan Al-Quran ten-
tang hal itu. Kemudian timbullah masalah yang menimbulkan bencana
(fitnah), yaitu masalahtentang kejadian Al-Quran. Apakah Al-Quran itu

5
makhluk, atau barang yang azali, yang tidak ada permulaan.

1.7 Kaum Kebatinan


Ditengah-tenga situasi yang seperti ini pulalah timbulnya sengketa diantara
golongan-golongan yang berlebi-lebihan memperuntutkan kemerdekaan ber-
fikir dengan golongan pertengahan (moderat), atau dengan golongan yang
terlalu teguh berpegang kepada lahir syariat belaka. Kitab suci mereka ta-
fsirkan semau-maunya, jauh dari apa yang dimaksud oleh nash ayat dan
menyimpang dari mestinya. Mereka ini terkenal juga dengan nama kamu
Kebatinan (Bathiniyah)atau Ismailiyah. Dan masih banyak lagi nama-nama
lain yang diberikan kepada mereka, sebagaimana terdapat dalam sejarah.

1.8 Syekh Abu Hasan Al Asyary


Dengan timbulnya kata sepakat antara kaum Salaf dengan golongan-golongan
yang sehaluan dengan mereka untuk bersama -sama menentang kaum zindiq
dan kelompok-kelompok yang sehaluan dengan itu, maka memuncak pulalah
perselisihan diantara mereka. Hari-hari kemenangan silihn berganti berada
diantar kedua pihak.
Keadaan itu berlangsung pula sedemikian rupa, hingga muncul pula Syekh
Abu Hasan Al Asyary, pada awal tahun keempat. Beliau berjalan dite-
ngah, yakni antara keyakinan kaum Salaf dan keyakinan orang yang menen-
tang mereka (suatu synthese). Ia menetapkan pokok kepercayaan (akidah)
menurut pokok-pokok yan sesuai dengan tujuan akal. Tetapi kaum salaf
menggunakan kebenaran pendirian beliau itu dan banyak diantaranya yang
menyerang akidahnya yang demikian itu, sehingga pengukit-pengikut ma-
dzhab Hanbali, megkafirkan pendirian itu dan menghalalkan darah orang
yang menganutnya. Sebaliknya, kemudian beliau dibela oleh suatu jamaah
ulama-ulama terkemuka, diantaranya seperti Abu Bakar Al Baqilany, Imam
Uaramain, Imam Al As Faraini dan lain-lain.
Para pendukung ”madzhab Asyary, setelah menetapkan ajarannya yang
berfikir sesuai dengan undang-undang alam, mewajibkan pula bagi orang
yang mempercayai ajaran itu, untuk meyakinkan kebenaran jalan fikiran
yang demikian dengan segala konklusinya, sebagaimana ia harus yakin kepa-
da akidah-akidah iman. Karena mereka berpendapat, bahwa tanpa adanya
dalil, menunjukan kepada tidak adanya barang yang dibuktikan.

6
Adapun madzhab filsafat, maka ia senantiasa mendasarkan pendapatnya ke-
pada fikiran semata-mata. Dan tidak ada cita-cita kaum filsafat itu, kecuali
untuk menemukan ilmu dan menyempurnakan apa yang membawa kepuas-
an akalnya dalam membukakan tabir rahasia sesuatu yang belum diketahui,
atau mengemukakan apa yang menjadi hasil pemikiran akal. Mereka mung-
kin dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan dengan cara yang mereka
mau.
Yakni apa yang oleh Tuhan diberikan kesempatan kepada kita untuk menye-
laminya dengan akal fikiran kita, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya
dalam surat al- baqarah :29 ;

Keyakinan yang wajib kita pegang ialah, bahwa agama Islam adalah agama
(kepercayaan) Tauhid (monotheismus), bukan agama yang berpecah-pecah
dalam kepercayaan-kepercayaan itu. Akal adalah pembantu yang paling
utama dan naqal (Al-Quran dan Sunnah) adalah merupakan sendi-sendinya
yang paling kokoh. Dibalik itu hanyalh godaan-gofaan setan belaka dan
nafsu-nafsu orang yang haus kekuasaan. Quran menjadi saksi bagi segala
amal perbuatan manusia dan menjadi hakim yang menghukum benar atau
salahnya masing-masing orang dalam amalnya itu.
Tujuan terakhir dari ilmu ini, ialah menegakkan sesuatu kewajiban yang
sama-sama disepakati, yaitu mengenal Allah Yang Maha Tinggi dengan se-
gala sifat-sifat yang wajib melekat pada diri-Nya, serta mensucikan-Nya dari
sifat-sifat yang mustahiol bagi Zat-Nya. Membenarkan para Rasul-Nya de-
ngan kayakinan yang dapat menentramkan jiwa, dengan jalan berpegang
teguh kepada dalil, bukan semata-mata menyerah kepada taklid buta, sesu-
ai dengan yang ditunjukan oleh Al-Quran kepada kita.
Dan benarlah ucapan yang mengatakan : Bahwa taklid itu, sebagaimana
ia terdapat dalam perkara yang hak, ia terdapat dalam hal yang memberi
manfaat, ia tentu akan datang pula dalam hal yang membawa kerusakan.
Pendeknya ia menyesatkan, yang hewan sendiri merasa keberatkan terha-

7
dapnya, karena memang taklid itu tidak dapat membawa kemajuan kepada
ummat manusia.

8
2 Pembagian Hukum Akal
Para ahli tauhid (ilmu kalam), membagi yang Maklum(Al-Maklum : yang
dapat dicapai oleh akal) kepada tiga bagian. Yaitu Mungkin bagi zatnya,
Wajib bagi zatnya dan Mustahil bagi zatnya. Adapun yang mustahil menu-
rut istilah mereka, ialah sesuatu yang zatnya memang tidak mungkin ada.
Adapun yang wajib, ialah sesuatu yang zatnya memang sudah semestinya
ada. Sedang yang mungkin, ialah sesuatu yang tidak ada wujudnya, tetapi
tidak pula dapat dikatakan tidak ada zatnya, karena ia bisa juga terwujud
oleh sesuatu sebab yang menyebabkan adanya.

2.1 Hukum Mustahil


Hukum yang mustahil bagi zatnya ialah, bahwa tidak mungkin bisa terjadi
wujudnya, karena tidak ada (adam), telah menjadi kemestian bagi mahai-
yah (hakikat) sesuatu itu. Maka sesuatu yang mustahil itu, memang tidak
bisa diwujudkan dan memang ia sesuatu yang tidak akan ada dengan pas-
ti, bahkan akal tidak mungkin menggambarkan hakikat (mahiyah) sesuatu
yang mustahil itu, seperti apa yang telah kami isyaratkan tadi. Sebab ia
bukanlah sesuatu yang maujud (ada), baik diluar dan maupun di dalam
fikiran seperti sendiri

2.2 Hukum Mungkin


Di antara hukum-hukum yang mungkin bagi zatnya ialah, bahwa ia tidak
mungkin ada kecuali dengan sesuatu sebab. Begitu pula, bahwa ia tidak
mungkin tidak ada kecuali dengan sesuatu sebab juga. Jika bisa kejadi-
an salah satu diantara keduanya (ada dan tiada) tanpa ada sesuatu sebab,
pastilah terjadi menguatkan salah satu dua yang bersamaan atas yang lain
tanpa alasan yang menguatkan ; dan itu adalah jelas mustahil.
Sebagian diantara hukum-hukum mungkin, ialah bahwa sesuatu yang mau-
jud itu adalah baharu. Karena telah pasti, bahwa ia tidak bisa wujud (ada)
, kecuali dengan sesuatu sebab. Sebab yang baharu itu ialah, sesuatu yang
diwujudkan didahului oleh tiada (adam). Maka karenanya jelaslah, bahwa
segala sesuatu yang mungkin ada, adalah baharu.
Pengertian sebab dari apa yang telah kami kemukakan tadi, ialah yang men-
ciptakan dan yang memberi wujud. Dengan lain ibarat, ialah : Yang mewu-
judkan, sebab yang melahirkan sebab yang melakukan. Pencipta yang haki-

9
ki, dan lain-lain ; sebabiu dari ibarat-ibarat yang berbeda susunan katanya,
tetapi tidak berbeda artinya. Dan ia (sebab) dalam pengertian seperti ini
hanya perlu pada permulaan wujud saja, dan tidak pada kekalnya.
Adapun tentang pengambilan faedah dari wujud sesuatu, maka itu memer-
lukan adanya lebih dahulun pemilik bagi sesuatu wujud, yang akan diberi-
kannya kepada orang yang mengharapkan manfaat dari dirinya. Oleh karena
itu, dalam beberapa perkara tidak ada orang yang bisa berbuat dengan le-
luasa menurut kemauannya sendiri.

2.3 Yang Mungkin itu Pasti Ada


Tidak perlu rasanya untuk membalas yang pertama (mustahil), karena yang
mustahil itu tidak terwujud. Begitu pula yang kedua (wajib) karena yang
wajib itu telah mempunyai wujud yang zati. Segala sesuatu yang mempu-
nyai wujud tidak bisa dikatakan tidak ada, dan tidak pula didahului oleh
tiada, sebagaimana akan datang penjelasannya dalam menerangkan hukum-
hukum yang wajib. Kalau demikian halnya, maka yang perlu dibahas ialah
yang mungkin. Yang mungkin itu pasti ada.

2.4 AdanyaYang Mungkin itu Pasti Menghendaki akan Ada-


nya Yang Wajib
Segala yang mungkin yang telah ada itu, merupakan suatu kemungkinan
yang tetap. Dan tiap-tiap yang mungkin ada, berkehendak sepenuhnya
kepada yang mengadakan (mewujudkan)-nya. Tetapi apakah yang meng-
adakan itu dirinya (zat)-nya sendiri? Itu mustahil, sebab hal itu berarti
mendahulukan sesuatu atas dirinya sendiri. Atau apakah yang mengadakan
itu bagian (fragment) dari dirinya sendiri? Dan ini juga mustahil karena
berarti menetapkan sesuatu menjadi sebab bagi dirinya sendiri, dan barang
yang mendahuluinya jika yang pertama memang telah ada. Dan hal inipun
trerang batalnya. Maka oleh sebab ittu wajiblah ada sebab yang berdiri di
belakang segala yang mungkin. Dan segala wujud yang terjadi tanpa sebab
yang memungkinkan, adalah wajib karena tidak ada di balik yang mungkin
itu kecuali yang mustahil dan yang wajib. Sedang yang mustahil itu tidak
bisa diwujudkan ; karena itu tinggal lagi yang wajib. Maka tetaplah, bahwa
segala yang mungkin yang telah ada terwujud, pasti ada yang mewujudkan-
nya (causa efficiens), yaitu Zat Yang Wajib Ada.

10
3 Hukum-Hukum Wajib
3.1 Kidam, Baka dan Tidak Tersusun
Diantara hukum-hukum wajib, bahwa Ia adalah kadim (tidak berpermula),
lagi pula azali. Karena Ia kalau tidak begitu, tentu Ia menjadi baharu.
Sedang yang baharu, ialah sesuatu yang terajadi didahului tiada (adam).
Dan segala sesuatu yang wujudnya didahului oleh tiada, memerlukan ke-
pada sebab yang memberinya wujud. Kalau tidak demikian, tentu lazim-
lah menguatkan adanya sesuatu dengan tiada alasan yang kuat, dan itu
mustahil. Sekiranya tidaklah yang Wajib Ada itu kadim, tentu Ia dalam
wujudnya itu berkehendak kepada adanya yang lain yang mewujudkannya.
Meniadakan susunan (tarkib) pada Zat Yang Wajib Ada meliputi juga akan
apa yang mereka namakan dengan hakikat akliah, ataupun kharijiah (dilu-
ar akal). Karena tidak mungkin bagi akal menggambarkan, bagaimana zat
yang Wajib Ada itu bisa tersususn dari beberapa bagian (tarkib). Sebab
bagian-bagian yang digambarkan oleh akal, tentu tak adapat tidak mempu-
nyai sumber luaran. Sebagaimana Zat Yang Wajib Ada itu tidak tersusun
(tarkib) dari beberapa bagian, begitu pula ia tidak menerima (tidak bisa)
dibagi-bagi menurut salah satu ukuran kaedah yang tiga (panjang, lebar,
tinggi, penterjemah). Artinya, Ia tidak berhak diukur. Karena bila Ia da-
pat dibagi-bagi, tentulah Ia kembali kepada yang lain dari wujudnya semula.

3.2 Hidup (Al-Hayat)


Tiap-tiap martabat dari martabat-martabat wujud, perlu diikuti dengan
beberapa sifat wujudiah, yakni untuk menyempurnakan martabat yang de-
mikian, dalam makna yang tersebut duluan. Jika tidak begitu jadilah makna
wujud itu untuk martabat yang lainnya, padahal ia telah ditentukan bagi-
nya.
Contoh yang paling sempurna dalam martabatnya, ialah bukti tentang su-
suanan alam dengan cara yang tidak ada cacatnya dan tidak mengkacauk-
an. Maka sekiranya terang bagi fikiran suatu martabat diantara martabat-
martabat wujud yang banyak, bahwa ia merupakan sumber bagi tiap-tiap
susunan peraturan, itu menjadi tanda, bahwa martabat itu paling sempur-
na, paling tinggi paling jaya dan paling kuat.
Yang Wajib Ada itulah yang menjadi sumber bagi segala yang mungkin ada.
Seperti telah kami terangkan dengan jelas beserta bukti yang meyakinkan.

11
Dengan demikian, Ia merupakan wujud yang paling kuat dan yang paling
tinggi. Ia diiringi dengan sifat-sifat (atribut-atribut) wujudiah yang sesuai
dengan kedudukan dan martabatNya yang tinggi itu.
Diantara sifat-sifat yang wajib adapada diriNya ialah, sifat hidup (Al-Hayat).
Sifat itu diiringi oleh ilmu dan iradah (kemauan). Demikian itu, disebabk-
an oleh karena hidup (Al-Hayat) adalah jelas termasuk sifat kesempurnaan
bagi wujud-Nya. Maka sifat hidup dan sifat-sifat yang mengiringinya, ada-
lah menjadi sumber segala peraturan dan menjadi kebijaksanaan. Hidup
(Al-Hayat) dalam segala martabatnya, menjadi pangkal bagi segala macam
kenyataan yang lahir dan yang kekal. Maka Yang Wajib Ada itu, pasti Ia
hidup sekalipun hidupnya berlainan dengan segala sesuatu yang mungkin
hidup. Maka sesungguhnya sesuatu yang merupakan kesempurnaan bagi
wujud, tentulah ia sumber bagi ilmu dan iradat. Padahal dalam keterang-
an yang lalu dikatakan, bahwa zat yang Wajib Ada itu adalah merupakan
wujud (substansi) yang paling tinggi dan paling sempurna. Ilmu (Maha
Mengetahui)
Diantara sifat yang wajib bagi Zat Yang Wajib Ada, adalah sifat ilmu (maha
mengetahui). Yang dimaksud, ialah terbukanya tabir sesuatu bagi Zat yang
telah tetap sifat itu baginyayakni yang menjadi sumber, pokok pangkal bagi
terbukanya tabir sesuatu itu. Sebab sifat ilmu, termasuk sifat-sifat wujudi-
al yang menjadi sifat bagi Yang Wajib Ada. Segala sifat yang dipandang
menjadi kesempurnaan bagi wujud, wajiblah ada pada dirinya. Kenyataan
menunjukkan, bahwa ilmu menjadi kesempurnaan bagi segala sesuatu yang
mungkin wujud (ada). Dan diantara yang termasuk mungkin wujud itu
adalah Zat yang mempunya ilmu (Alim). Maka kalau sekiranya Yang Wajib
Ada itu tidak Alim (tidak berilmu), tentu akan terdapat dalam segala sesu-
atu yang mungkin ada itu, zat (substansi) yang lebih sempurna keadaannya
dari pada Zat Yang Wajib Ada. Sedang itu mustahil, sebagaimana yang
telah diterangkan sebelumnya.
Berilmunya Zat Yang Wajib Ada itu adalah termasuk diantara hal-hal yang
lazim bagi wujud-Nya, sebagaimana telah diketahui. Ilmu-Nya, menga-
tasi segala macam ilmu, karena tinggi martabat wujud-Nya diatas sega-
la yang maujud (ada). Cobalah perhatikan segala yang terlihat pada je-
nis tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, bagaimana lengkap kekuat-
an dan kesanggupannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya untuk
memelihara wujud hidupnya dengan mempergunakan alat-alat dan anggota-

12
anggotanya yang masing-masing terletak dibadannya. Dan perhatikan pu-
lalah alam yang tidak mempunyai perasaan panca indera seperti tumbuh-
tumbuhan itu bagaimana ia telah diberikan kekuatan menghirup guna meng-
ambil makanan-makanan yang sesuai baginya dan tidak mau mengambil
apa yang tidak cocok bagi dirinya. Banyak diantara persoalan-persoalan
seperti itu yang telah diuraikan dalam kitab-kitab ilmu tumbuh-tumbuhan,
dalam ilmu hewan (Zoologie) dan dalam ilmu sejarah alam, ilmu faal (psi-
ologi), ilmu kedokteran dan yang bertalian dengan itu. Tetapi walaupun
para ahli telah melakukan pembahasannya secara mendalam, menumpahk-
an kesungguhan dan minat mereka untuk menyingkapkan tabir-tabir rahasia
semuanya itu dengan ilmu mereka, namun mereka baru berada dalam taraf
pembahsan tingkat permulaan.
Hasil ciptaan ini, andaikata akal mendapat kehormatan untuk memahami
rahasia-rahasianya dan merasa kagum tentang kebagusan hukumnya, apa-
kah itu bukan merupakan bukti yang menunjukkan, bahwa Penciptanya yang
utama adalah Zat Yang Mengetahui segala sesuatu, yang memberikan se-
suatu kepada makhluk-Nya, kemudian dipimpin-Nya?! Apakah mungkin
terjadi dengan kesempatan yang tiba-tiba saja lahirnya organisasi alam ini
dan terletaknya sendi-sendi, dimana ditegakkan di atasnya wujud alam se-
mesta, yang besar maupun yang kecil?!
Sekali-kali tidak! Tetapi yang menjadi Pencipta bagi semuanya itu, ialah Dia
(Zat, Substansi) yang tidak ada tersembunyi bagi Ilmu-Nya sebesar atom-
pun benda yang ada dibumi ini dan tidak pula benda yang ada di ruang
angkasa. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengtahui.

3.3 Kemauan (Al-Iradat)


Diantara sifat yang wajib bagi Zat Yang Wajib Wujud, adalah Iradat (Ke-
mauan). Ia adalah sifat (atribut) yang dapat menentukan, untuk penciptaan
alam ini dengan salah satu jalan-jalannya yang mungkin. Bahwa segala yang
maujud harus menurut ketentuan yang khusus dan sifat tertentu, menurut
waktu, tempat dan ruang yang tertentu pula. Jalan ini telah ditentukan
bagi yang maujud itu dan bukanlah jalan-jalan yang lain. Ketentuan yang
demikian itu harus sesuai dengan Ilmu, dan tidak ada makna lain bagi Iradat
(Kemauan) kecuali ini.

13
3.4 Kuasa (Al-Qudrat)
Diantara sifat-sifat yang wajib bagi Zat Yang Wajib Ada itu adalaj Kuasa
(kudrat). Ia adalah merupakan suatu sifat yang dengannya, Zat Yang Wajib
Ada itu mengadakan dan meniadakan apa yang dikehendaki-Nya. Karena
perbuatan Zat Yang Mengetahui lagi mempunyai Kemauan dalam apa-apa
yang diketahui dan dikehendakinya, tentu hanya bisa terjadi dengan adanya
Kekuasaan bagi-Nya untuk berbuat. Dan tidak lain makna Kudrat, kecuali
kekuasaan yang penuh mutlak seperti ini

3.5 Ikhtiar (kebebasan berbuat)


Tetapnya sifat-sifat yang tiga ini (Ilmu, Iradat, dan Kuadrat) bagi Zat Yang
Wajib, melazimkan pula tetapnya sifat ,,iktiar bagi-Nya dengan pasti. Ka-
rena tak ada makna bagi Ikhtiar itu kecuali menimbulkan bekas perbuat-
an dengan Kuadrat kekuasaan-Nya menurut ketentuan Ilmu dan hukum
Kemauan-Nya. Kesempurnaan dalam ciptaan harus berarti karena kesem-
purnaan Penciptanya sendiri, dan kerapian dalam ciptaan, adalah merupak-
an manifestasi bagi ketinggian martabat Yang Menciptakan. Pembuktian
dengan alam raya yang paling tinggi dan paling sempurna susunan organi-
sasinya ini, semuanya bergantug kepada Ilmu yang luas merata serta Iradat
Kemauan yang mutlak (absolut). Maka muncul dan lahirlah segala sesuatu
menurut jalan ketentuan yang tinggi ini.

Inilah makna perkataan, bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan itu tidak ber-


gantung kepada sesuatu sebab, dan ia suci dari sifat main-main ; mustahil
sekali, bahwa segala karya perbuatan Tuhan itu sunyi dari hikmat, sekalipun
hikmahnya itu tersembunyi dari tanggapan pikiran-pikiran kita.

3.6 Maha Esa (Al Wahdah)


Diantara sifat yang wajib juga bagi-Nya adalah sifat Esa. Esa dalam Zat, da-
lam sifat, dalam wujud dan dalam perbuatan. Adapun Esa dalam Zat, maka

14
telah kami terangkan dalam keterangan yang terdahulu, bahwa Zat itu tidak
menerima tarkib (tidak tersusun dari berbagai unsur), baik diluar maupun
di dalam akal sendiri. Tentang Esa (ke-Esaan, Tunggal) dalam sifat-Nya ,
ialah bahwa tidak ada yang menyamai-Nya dalam sifat-sifat yang tetap bagi-
Nya diantara yang maujjud ini. Adapun mengenai Esa (Ke-Esaan, Tunggal)
dalam wujud dan p[erbuatan, maksudnya ialah zat-Nya sendiri yang wajib
wujud (ada), dan Ia sendirilah (tanpa campur tangan orang lain) untuk
mengadakan segala apa yang mungkin ada ini. Masing-masing Zat itu akan
mempunyai Ilmu dan Iradat (kemauan) yang melaini sama sekali akan Ilmu
yang lain dan Iradat-Nya, dengan begitu jadilah bagi tiap-tiap Zat itu Ilmu
dan Iradat yang sesuai dengan zat dan ketentuian yang khas. Apa-apa yang
telah kami kemukakan dari sifat-sifat yang wajib di-itikadkan tetapnya sifat-
sifat itu bagi Yang Wajib Wujud, ialah apa yang telah ditunjukkan dengan
bukti yang jelas oleh syariat Islam, dan oleh syariat-syariat suci sebelum
Islam. Untuk meyakinkan kebenarannya, Dia menyeru dengan perantaraan
lisan Nabi kita Muhammad s.a.w. begitu pula dengan lisan para Nabi yang
terdahulu, semoga Tuhan memberi salawat kepada mereka

3.7 Pembicaraan tentanf Sifat-sifat secara Ringkas


Dengan mengutip sebuah hadits, yang andaikan Hadits itu tidak sahih ma-
ka Kitab Allah (Al-Quran) dengan jelas menguatkan pengertian hadits itu.
Yaitu sabda Nabi yang berbunyi :

Apabila kita menilai akal manusia menurut penilaian yang semsetinya, ni-
scaya kita melihat bahwa setinggi-tinggi kekuatan (kapasitas)-nya, hanya-
lah sehingga mengtahui keadaan sebagian (fragment) alam raya ini, yang
dicapai oleh panca indera manusia baik oleh perasaan maupun oleh keku-
atan batinnya ataupun oleh kekuatan pikirannya. Dari situ ia melangkah
untuk mengetahui sumber-sumber pokok kejadian alam dan mendapatk-
an macam-macam warna-warnanya yang umum guna mengetahui tentang
kaidah-kaidah yang ada pada sesuatu benda alam itu.
Ambillah sebagai contoh, sesuatu yang paling nyata dan paling terang, se-

15
perti cahaya. Para ahli telah menetapkan, bahwa cahaya itu mempunyai
hukum-hukum yang banyak segi-seginya, yang mereka jelaskan dalam suatu
ilmu yang khusus mengenai itu. Tetapi tak ada satupun para ahli yang dapat
memahami apakah sebenarnya yang dikatakan cahaya itu. Dan tidak ada
pula yang tahu makna cahaya itu sendiri. Hanya yang dapat diketahui, ialah
apa yang biasa dikenal oleh tiap-tiap orang yang mempunyai dua mata. Be-
gitulah dapat dikiaskan seterusnya. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan
manusia mempunyai hajat yang mendorongnya untuk mengetahui tentang
hakikat sesuai dari benda-benda alam semesta ini. Tetapi mempunyai hajat
untuk mengetahui sifat-sifat dan khasiat-khasiatnya benda-benda itu.
Manusia sibuk untuk mencari pengertian (ilmu) tentang sesuatu yang paling
dekat kepadanya, yaitu diri (roh)-nya sendiri. Tetapi puncak penyelidikan-
nya cuma dapat mengatakan, bahwa ia (roh) itu suatu yang memang ada,
yang hidup mempunyai ingatan dan kemauan. Segala yang meliputi roh,
yang berupa hakikatnya yang sejati, kembali kepada sifat-sifat yang ada
pada roh itu sendiri. Adapun hakikatnya benar dan bahkan bagaimana ca-
ranya roh itu bersuatu dengan sebagian sifat-sifat itu, semuanya itu adalah
suatu hal yang tidak dikenal sama sekali. Beginilah lemahnya akal manusia,
terhadap perbuatan-perbuatan yang timbul dari padanya sendiri, seperti
berfikir dan perhubungannya dengan gerak-gerak dan bicara. Berfikir ten-
tang makhluk pasti membawa manfaat duniawi, memberikan cahaya bagi
jiwa untuk mengetahui Zat yang menjadikan bekas-bekas (makhluk) itu. De-
ngan itu menjadi teranglah cahaya Tuhan kelihatan, dan bersinarlah jiwa
untuk mengetahui sifat-sifat-Nya yang sempurna, yang tanpa sifat-sifat-Nya
itu tentu tidak bisa lahir dan pada-Nya bekas-bekas wujud yang nyata ini
yang kelihatan tersusun dengan rapi. Timbulnya pertentangan pikiran ten-
tang alam Ilahi ini adalah merupakan pertarungan hak dengan yang batil.
Dan pastilah kemenangan berada di pihak yang hak (benar) dan ia akan
menang atas yang batil, dengan adanya kerjasama pikiran-pikiran yang be-
nar, yang memang kuat dan harus menang terhadap yang lemah. Apakah
sifat-sifat itu merupakan tambahan kepada Zat (Substansi)? Apakah Ka-
lam merupakan sifat yang lain dari apa yang diterangkan dalam Kitab Suci?
Apakah sifat Mendengar dan Mengetahui, lain dari segala yang dapat men-
dengar dan melihat? Dan lain-lain masalah seperti itu yang telah merupakan
perkara-perkara yang diperselisihkan oleh akal dan yang telah menyebabk-
an pertengkaran dalam beberapa madzhab, maka itu semua adalah suatu

16
perkara yang tidak perlu terlalu didalami untuk dipertengkarkan. Karena
tidak mungkin akal manusia sampai kepadanya dan tidak cukup kata-kata
yang dapat mencakup untuk menerangkannya, sehingga dikhawatiri akan
merupakan penipuan terhadap agama. Karena, tak ada bahasa yang da-
pat mencakup ketentuan hakikat Zat yang Wajib Ada itu. Tetapi yang
demikian itu dilakukan juga oleh madzhab-madzhab filsafat, yang andaika-
ta segolongan diantara mereka tidak tesesat, maka golongan yang lainpun
tidak dapat petunjuk yang memuaskan ; baiklah mereka berhenti membica-
rakannya! Karena itu tidak ada jalan lain bagi kita, kecuali berhenti pada
titik puncak dari kesanggupan akal kita.

17
4 Perbuatan-Perbuatan Allah
Segala perbuatan Allah, terbit dari Ilmu dan Iradat-Nya. Tiap-tiap sesuatu
yang terbit dari Ilmu dan Iradat, berpangkat pula kepada Ikhtiar (Kebebas-
an). Tiap-tiap yang terbit dari Ihtiar, tidak satupun yang wajib dilakukan
oleh yang mempunyai Iktiar. Oleh karena itu, tidak ada satupun diantara
perbuatan-perbuatanNya, yang wajib dilakukan oleh ZatNya. Maka segala
perbuatan Allah seperti mencipta, memberi rezeki, menyuruh dan mence-
gah, mengazab dan memberi nikmat, adalah merupakan suatu yang tetap
bagi Allah dengan kemungkinan yang khusus. Tidak dapat dibayangkan oleh
akal, bahwa karena ilmu dan kemauanNya Allah berbuat sesuatu dengan
perbuatan-perbuatanNya wajib dilakukan oleh Zatnya. Kejayaan Allah dan
kesucian agama-Nya lebih Agung dan lebih tinggi dari semua ini.
Semua telah sepakat atas keterangan yang mengatakan, bahwa perbuatan-
perbuatan Allah s.w.t. tidak lepas dari hikmatnya. Baik pihak yang ke-
terlaluan, maupun pihak yang sederhana sekali, terang-terang mengatakan
bahwa Allahbersih dari kesia-siaan dalam segala perbuatan-Nya, dan bersih
dari dusta dalam perkataan-perkataan-Nya. Tetapi setelah itu mereka tu-
duh menuduh pula dan bersengketa dalam berbagai persoalan. Tidak tau
kemana tujuan persengketaan itu, maka baiklah kita ambil apa-apa yang
telah mereka sepakati itu dan kita pulangkan saja apa yang mereka [erteng-
karkan itu kepada satu hakikatnya yang pokok.
Hikmat tiap-tiap perbuatan itu terletak dalam apa yang ditimbulkannyam
yang dapat menjaga ketertiban ataupun menolak kerusakan baik khusus
ataupun umum, yang andai kata dibukakan kepada akal dari segi apa saja
ia berfikir dan memberikan hukum, ia akan mengakui, bahwa perbuatan
itu tidak percuma dan tidak main-main saja. Diantara kaidah-kaidah yang
benar, yang dapat diterima oleh semua oran yang berakal, ialah : Bahwa
segala perbuatan orang yang berakal tidak ada yang percuma. Yang me-
reka maksudkan dengan orang yang berakal, ialah orang yang mengetahui
segala perbuatannya, terbit dari kesadaran dan kemauannya sendiri. Yang
mereka maksudkan dengan tidak ada yang percuma, ialah bahwa perbuatan-
perbuatan itu tidak akan lahir kecuali karena ada tujuannya.
Ciptaan Allah, yang memberikan hikmat kepada segala sesuatu dan mencip-
takan makhluk-Nya dengan sebaik-baiknya, ialah penuh dengan bermacam-
macam hikmat. Dalam hikmat-Nya itu terletak dasar kejadian langit, bu-

18
mi, dan apa-apa yang terdapat antara keduanya. Dengan dia terpelihara
susunan alam dan rahasianya, dan Dia menjaganya dari kebinasaan dan da-
ri keruntuhan. Didalam hikmat-Nya itu terletak kemaslahatan segala yang
maujud ini menurut batas-batas yang ditentukan. Terutama wujud haya-
ti, seperti tumbuhan-tumbuhan dan bintang-binatang yang kalau tidaklah
memperhatikan hikmat-hikmat yang indah mengagumkan ini, tidaklah mu-
dah bagi kami untuk membuktikan Ilmu Allah iitu.
Maka ketahuilah wajibnya hikmat dalam segala perbuatan Allah, mengikuti
pula akan wajib sempurnanya Ilmu dan Iradat-Nya hal itu tidak menjadi
buah perselisihan diantara segala pihak yang suka bertengkar. Begitu juga
dikatakan tentang wajibmembuktikan ancaman dan pahala sebagai dijan-
jikan, maka itu juga mengikuti akan kesempurnaan Ilmu dan Iradat-Nya,
dan memang ia adalah yang maha benar.
Dan yang menjadi sumber pokok, kemana harus dikembalikan segala perso-
alan yang timbul dalam bab ini, adalah firman Allah Taala yang tersebut
dibawah ini :

Firman-Nya yang berbunyi sesungguhnya Kami ambil permainan itu un-


tuk Kami, yakni berarti : sesungguhnya hal yang demikian itu terbitnya
dari pihak Zat Kami sendiri yang sempurna mutlak (Absolut Substansi)
yang tidak sedikitpun cacat-celanya dan hal itu mustahil. Dan arti seki-
ranya yang terdapat dalam firman-Nya sekiranya Kami berbuat demikian,

19
adalah berarti nafi (menindakkan) dan ia merupakan natijah (konklusi) bagi
kias yang terdahulu.
Tinggal lagi sekarang yang harus disesalkan ialah, bahwa para peminat ten-
tang hakikat-hakikat ini telah terpecah menjadi dua golongan. Sebagai
mereka terdapat orang-orang yang mencari pengetahuan ketuhanan kare-
na pengetahuan itu metupakan keinginan dan kelezatannya. Dan golongan
ini memberikan beberapa arti tertentu kepada nama-nama Tuhan, tanpa
mengindahkan boleh atau tidaknya hal itu dipakaikan kepada Tuhan menu-
rut syara (agama). Golongan lain mencari pengetahuan tentang ketuhanan
ini serta merasakan, bahwa hal itu adalah agama dimana harus merupakan
tempat berbakti dan juga merupakan kepercayaan kepada Allah yang Besar,
yang harus disembah dengan tahmid dan tazhiem (puji dan sanjung).

20
5 Perbuatan-Perbuatan Manusia
Orang yang mempunyai akal dan perasaan (pancaindera) yang sehat, meng-
akui dengan menyaksikan, bahwa dirinya sendiri adalah maujud (ada). De-
mikian pulalah ia menyaksikan, bahwa ia mempunyai kemauan untuk mela-
kukan perbuatan-perbuatan dengan ikhtiar, yang ditimbangnya dengan akal
dan ditentukannya dengan iradat (kehendak)nya sendiri. Kemudian barulah
perbuatan itu dilaksanakannya dengan sepenuh kodrat yang ada dalam di-
rinya. Siapa yang berani mengingkari ketentuan seperti itu, dianggap sama
dengan mengingkari wujud dirinyan sendiri, karena ketentuan itu merupak-
an kenyataan yang logis dan dibenarkan oleh akal.
Tiap-tiap manusia mengakui hal yang demikian ada pada dirinya sendi-
ri, dan pada orang lain yang sehat akal dan pancainderanya. Begitulah,
kadang-kadang manusia bermaksud bisa atau berikhtiar untuk mennyenangk-
an hati kawan, tetapi sebaliknya yang datang kawan itu marah kepadanya.
Orang yang beriman, menyaksikan dengan dalil dan bukti yang nyata, bah-
wa kodrat pencipta alam semesta ini lebih tinggi dari kodrat yang ada pada
segala makhluk, tentu ia menyaksikan pula dengan terang, bahwa ia da-
lam segala aneka warna perbuatannya yang ikhtiar (bebas), naik perbuatan
akal maupun jasmani adalah tegak untuk mempergunakan semua penge-
tahuan dan kekuatan yang diberikan Allah kepadanya menurut ketentuan
yang semestinya. Kamu Ulama telah memberikan definisi tentang arti syu-
kur nikmat ialah: Mempergunakan (memanfaatkan) segala kurnia Tuhan
sesuai dengan maksud nikmat itu dijadikan oleh Tuhan.
Diatas ketentuan Takdir dan Ikhtiarinilah berjalannya syariat (agama) dan
diatas ketentuan itu pulalah beridirinya taklif-taklif (perintah-perintah) Tuh-
an. Siapa yang berani mengingkari salah satu diantaranya, nyatalah ia
memungkiri sumber iman pada dirinya sendiri, yakni akalnya; akal yang
telah mendapat kehormatan dari Allah untuk dapat memikirkan perintah-
perintah dan larangan-laranganNya. Adapun pembahasan dibalik itu, yak-
ni bagaimana menyesuaikan dalil-dalil tentang kekuasaan Ilmu Allah dan
Kemampuan (Iradat)-Nya dengan kenyataan-kenyataan adanya kebebasan
ikhtiar manusia dalam memilih perbuatan-perbuatan yang ada hak ikhtiar
didalamnya, maka itu berarti mencari rahasia kadar Ilahi yang kita dilarang
untuk menggalinya lebih dalam serta menghabiskan energi kepada apa yang
tidak bisa dicapai oleh akal. Akhirnya perbuatan mereka itu tidak lain dari

21
perpecahan dan percekcokan. Diantara mereka ada yang mengatakan, bah-
wa manusia itu berkuasa menentukan segala macam perbuatannya dan ia
mempunyai kebebasan yang mutlak sekali. Pendapat semacam ini, yakni
pendapat kaum Qadariah, nyata suatu penipuan. Ada pula yang menga-
takan, bahwa manusia itu dipaksakan sama sekali, dan tak ada kebebasan
untuk menentukan perbuatannya, yakni pendapat kaum Jabariah.
Dan ada pula orang-orang yang berfaham seperti yang tersebut belakangan
ini tetapi ia tidak mau terang-terangan mengakui sebagai kaum Jabariah.
Tetapi keyakinan seperti itu adalah berarti meruntuhkan Syariat (Agama),
menghapuskan hukum taklif (adanya perintah Allah) dan membatalkan hu-
kum akal yang logis, padahal ia merupakan pilar (tiang) Iman. Menentukan
ketetapan Agama, ada dua perkara besar yang merupakan tiang kebagaiaan
dan pembimbing segala amal perbuatan manusia. Pertama: bahwa manu-
sia mempunyai usaha yang bebas dengan kemauan dan kehendaknya untuk
mencari jalan yang dapat membawakannya kepada kebahagiaan. Kedua:
bahwa Kodrat Allah tempat kembalinya segala makhluk. Diantara tanda
(bekas) kodrat kekuasaan Allah itu ialah, bahwa Ia sanggup memisahkan
manusia (makhluk) dari apa yang dimauiny, dan tidak seorangpun selain
dari pada Allah yang sanggup menolong manusia dalam apa yang tidak
mungkin dicapainya.
Kodrat Allah yang Tunggal itu, adalah sesuatu kekuasaan yang paling tinggi
dalam menyempurnakancita-cita manusia dengan jalan melenyapkan rintangan-
rintangan yang menghalang ataupun untuk menyempurnakan syarat-syarat
kesempurnaan yang diperlukan sebagai suatu perkara yang tidak diketa-
hui oleh manusia dan tidak termasuk dibawah iradatnya. Masing-masing
mempunyai ketentuan yang khusus bagi dirinya. Begitulah keadaan masing-
masingm, berbeda satu sama lainnya. Maka Tuhan yang memberi wujud
telah memberikan kepada macam-macam jenis dan oknum-oknum itu akan
ketentuan wujudnya masing-masing menurut patut. Kemudian, tiap-tiap
wujud itu mempunyai pula sifat-sifat yang mengikutinya. Diantaran kejadi-
an makhluk yang bermacam-macam itu adalah manusia itu sendiri. Ciri-ciri
yang menyebabkan ia berbeda dari segala hewan ialah, bahwa ia berfikir
(Homo Sapienis), mempunyai ikhtiar (usaha bebas) dalam amal perbuatan-
nya menurut petunjuk fikirannya. Begitulah wujud yang diberikan Tuhan
kepada manusia, disertai dengan ciri-ciri yang khusus baginya.
Kemudian, ilmu Tuhan mengetahui semua yang dilakukan manusia dengan

22
kehendaknya. Ia tahum bahwa perbuatan ini dilakukan pada saat begini.
Jika perbuatan itu baik, diberi pahala yang melakukannya. Begitu pula
perbuatan yang jahat, pelakunya akan disiksa menurut siksaan perbuatan
jahat. Jelaslah, bahwa kerja-kerja manusia itu timbul dari usaha dan ikhti-
arnya sendiri.

23
6 Perbuatan-perbuatan Baik dan Buruk
Dalam diri kita pasti kita temui sesuatu kodrat yang dapat membedakan
antara yang indah dan yang jelek. Begitu pula orang tidak akan berbeda
pendapat tentang buruknya daun-daun yang berserak-serak, terpisah sa-
tu dari yang lain dengan centang-prenang tidak teratur. Jiwa kita merasa
senang dan kagum kepada sesuatu yang indah, jijik kepada sesuatu yang bu-
ruk. Sebagaimana pembedaan-pembedaan itu terdapat pada sesuatu yang
dilihat, maka demikian pula hal itu berlaku pada segala yang didengar, di-
sentuh, dirasa dan yang dicium dan segala yang dapat dikenal oleh salah
satu pancaindera ana-cucu Adam ini.
Diatas ciri-ciri itulah dapat dibangunkan beberapa industri (perekonomi-
an) dalam beberapa tingkat-tingkat kemajuan sampai kepada batas yang
sama-sama dapat kita saksikan sekarang ini. Sekalipun perasaan dan se-
lera berlain-lain, namun dalam segala sesuatu itu ada terdapat baik dan
buruk. Kesempurnaan yang terdapat dalam sesuatu yang logis adanya (ma-
qulat), seperti adanya Zat Yang Wajib Ada (Tuhan), roh-roh yang halus
dan sifat-sifat rohani manusia, semua itu mempunyai rasa keindahan yang
dapat dirasakan sendiri oleh rohani orang yang mengenalinya, dan dapat
menarik perhatian orang yang mempunyai minat padanya. Sebaliknya da-
lam sesuatu ada kekurangannya, terdapat keburukan. Yang tidak dapat di
mungkiri oleh orang-orang yang tinggi cara berfikirnya sekalipun ada perbe-
daan pada suatu waktu antara kesan yang buruk menurut wijdan (intuisi)
dan kesan yang buruk menurut pancaindera, tentang segala sesuatu yang
dapat dirasa.
Kadang-kadang yang buruk itu menjadi baik dengan melihat bekasnya yang
baik, sebaliknya yang baik itu bisa dipandang buruk karena melihat akibat-
nya buruk. Begitulah sesuatu yang pahit itu buruk, karena bisa memun-
tahkan dan raja yang cacat badannya tak sedap dipandang mata. Tetapi
bekas yang pahit yang teletak dalam memberantas penyakit, keadilan yang
dilakukan oleh raja yang cacat itu kepada rakyatnya ataupun budi baiknya
terutama kepada anda sendiri, merubah pandangan Anda tatkala melihat
rupanya. Karena bekas yang baik itu memberikan cahaya kepada yang mem-
punyainya karena kebijaksanaannya. Maka ingatan hanya tertuju kepada
kebaikan orangnya saja. Demikian pula dikatakan yang manis itu buruk,
apabila ia merusakkan dan jijiknya diri kita melihat orang yang indah rupa-

24
nya, apabila ia zalim dan merusak. Diantar perbuatan-perbuatan manusia
yang ikhtiar, ada yang mempunyai daya penarik pada dirinya, dimana hati
tertarik kepadanya seperti melihat kejadian yang menarik, seumpama pa-
rade militer yang teratur, bersenam yang menunjukkan kemahiran bermain
dan seperti nada irama musik yang mengharukan bagi orang yang mengerti
tentang kaidah permainan itu.Dan diantara perbuatan-perbuatan ikhtiar itu
ada pula yang buruk pada dirinya dan menimbulkan perasaan yang tidak
enak bagi siapa yang melihat.
Pengertian baik dan buruk menurut dua makna yang tersebut tadi sedikit
sekali mengandung ciri-ciri yang dapat membedakan antara manusia dan
binatang-binatang yang maju (primat) dalam silsilah wujudnya, kecuali ha-
nya terletak : dalam kekuatan wijdan (intuisi, perasaan), pembatas nilai
(martabat) baik dan buruk. Dan diantara perbuatan-perbuatan manusia
yang ikhtiar ada yang baik karena memandang manfaat yang ditariknya
dan ada yang buruk karena melihat kerusakan yang ditimbulkannya.
Tuhan memberikan kepada manusia atau menjadikannya mempunyai tiga
kekuatan yang tidak ada pada hewan : ingatan, khayalan dan fikiran. Maka
kekuatan ingatan manusia itu dapat mengingat rupa kejadian yang telah
lalu, yang tertutup oleh kesibukan-kesibukan dewasa ini. Begitulah ingatan
itu dapat mendatangkan kembali apa-apa yang selama ini disenangi ataupun
yang dibenci, yakni apa-apa yang serupa ataupun berlawanandengan yang
dihadapi manusia itu dengan jalan mengingat sesuatu dengan apa yang me-
nyerupainya (asosiasi fikiran) dan tempo-tempo dengan lawannya, sebagai-
mana tak asing lagi. Dan kekuatan khayal (fantasi) dapat menggambarkan
peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dan keadaan-keadaan yang mempe-
ngaruhi manusia itu sehingga peristiwa itu seakan-akan tampak dimatanya
sendiri. Kemudian khayal itu dapat menggambarkan kelezatan atau kesakit-
an dizaman yang akan datang dengan membandingkannya dengan apa-apa
yang telah berlalu, sehingga kemudian hati tertarik untuk mengejarnya atau
menjauhkan diri dari padanya. Maka karena itu manusia berlindung kepada
fikiran, untuk mengatur cara-cara yang baik untuk mencapainya. Begitulah,
diatas tifa kekuatan ini tergantung kehidupan bahagia manusia dan celaka-
nya.
Manusia telah sepakat mengatakan, bahwa perbuatan-perbuatan manusia
itu ada yang bermanfaat dan ada pula yang berbahay, dengan lain perka-
taan ada yang baik dan ada yang buruk. Diantara kaum cerdik pandai dan

25
orang yang mempunyai tijauan yang benar dan pertimbangan yang adil ada
yang mungkin dapat mencapai demikian itu dengan jalan pengetahuan yang
benar. Mereka sepakat bahwa yang baik itu ialah : apa yang lebih kekal fae-
dahnya, sekalipun menimbulkan kesakitan dalam melakukannya. Dan yang
buruk ialah : barang yang merusak bagi kepentingan perseorangan maupun
kepentingan umum dan bagi siapa saja berhubungan dengannya, sekalipun
besar sekali kelezatannya sekarang.
Akal manusia tidaklah sama tentang mengetahui persoalan adanya Allah
tentang mengetahui persoalan adanya hidup sesudah hidup sekarang ini.
Sekalipun mereka telah sesuai untuk tunduk menekurkan kepala terhadap
kekuatan zat yang lebih kuasa dari mereka sendiri. Sebenarnya bukanlah
menjadi kemampuan akal manusia rata-rata untuk mengetahui apa yang wa-
jib diketahuinya, dan tidak pula mampu untuk memahami dengan sungguh-
sungguh tentang kehidupan hari akhirat itu apa yang semestinya dipaha-
minya, dan tidak pula untuk menentukan macam-macam perbuatan mana
yang akan menerima pembalasannya dinegeri akhirat itu.

6.1 Juru Penolong itu adalah Nabi


Tugas Nabi adalah memberikan batas terhadap apa yang seharusnya di-
perhatikan tentang sesuatu yang berkenan dengan Zat Yang Wajib Wujud
berupa sifat-sifatNya yang sempurna dan apa-apa yang dibutuhkan oleh
ummat manusia kepada-Nya. Nabi itu memberikan isyarat kepada orang-
orang terkemuka agar bersifat dengan sifat keutamaan, yang melebihkan-
nya dari orang lain dalam kedudukan pengetahuan mereka yang terhormat.
Akan tetapi ia tidak mewajibkan kecuali yang memandai buat keperluan
orang awam. Begitulah Nabi itu datang menganjurkan kepada ummat ma-
nusia untuk menganut kepercayaan (itikad) dengan adanya Allah, dengan
ke-EsaanNya dan dengan sifat-sifat yang sempurna seperti apa yang telah
kami jelaskan. Untuk membuktikan demikian, Nabi itu telah memberikan
petunjuk cara-caranya. Maka wajjiblah mengetahui adanya Allah itu menu-
rut cara yang ditentukan itu dan kebaikannya mengetahui serta terlarangnya
bersikap masabodoh (apatis) , atau mendurhakai apa-apa yang diwajibkan
oleh Syariat (Agama).
Ayat ini menunjukkan isyarat yang nyata, bahwa memperbeda-bedakan
Tuhan menimbulkan perpecahan didalam pendirian manusia dalam mencari
kekuasaan yang lebih tinggi diluar kekuatan akal mereka sendiri. Jabatan

26
ke-Nabian itu juga menentukan batas amal-amal yang membawa bahagia
manusia didunia dan akhirat, dan dengan perantaraan perintah Tuhan, Na-
bi itu menganjurkan kepada manusia supaya berhenti pada batas-batas yang
telah ditentukan Allah itu. Banyak sekali manusia mendapat penerangan
dengan demikian itu tentang jalan-jalan yang baik ataupun yang buruk yang
bersangkut-paut dengan perintah dan larangan yang harus diperhatikan oleh
ummat manusia. Maka karena itu wajiblah mengamalkan apa-apa yang di-
perintahkan ataupun yang dianjurkan supaya manusia mengerjakannya dan
menghentikan perbuatan yang hukumnya terlarang ataupun yang tidak di-
sukai menurut jalan yang telah dibatasi oleh syariat.

27
7 Kerosulan Yang Umum
Kami maksudkan dengan Kerasulan yang Umum, ialah pengangkatan para
Rasul untuk menjalankan missinya menyampaikan sesuatu itikad (keperca-
yaan) dan hukum-hukum Allah Yang menciptakan ummat manusia ini, bah-
wa Tuhanlah yang mencukupkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang pokok
(primair) sebagaimana Ia juga memberikan kepada makhluk yang lain-lain
guna memenuhi kebutuhan serta menjaga wujudnya menurut kadar yang
ditentukan sesuai dengan martabatnya masing-masing dalam wujud.
Yakni yang paling mudah bagi ahli ilmu Kalam, yaitu jurusan, bahwa meng-
anut itikad tentang diutusnya para Rasul itu adalah merupakan satu dian-
tara rukun Iman (kepercayaan). Maka tiap-tiap orang yang beriman wajib
meyakinkan, bahwa Allah telah mengutus beberapa orang Rasul dari golong-
an manusia sendiri untuk menyampaikan pelajaran kepada ummatnya dan
apa saja yang diperintahkan kepada mereka untuk menyampaikan, sertam
menjelaskan hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan
yang mulia dan sifat-sifat yang dituntut mereka itu mengerjakannya, begitu
pula tentang segala perbuatan yang buruk serta moral yang rendah yang
dilarang manusia melakukannya, dan bahwa manusia wajib membenarkan
para Rasul itu, bahwa mereka dalam menjalankan missinya itu adalah ber-
dasarkan perintah Allah.
Sejajar dengan itu, wajiblah dengan pasti mengitikadkan ketinggian fithrah
kejadian Rasul-Rasul Tuhan itu, sehat akal, benar dalam segala pembicara-
annya, amanah dalam menyampaikan apa yang diperintahkan Tuhan kepada
mereka untuk menyampaikannya dan terpelihara dari segala perangai ma-
nusia yang jelek. Adapun bidang lain dari yang tersebut itu, mereka itu
adalah sebagau manusia biasa juga, yakni makan, minum, tidur. Mereka
juga sakit, dan kadang-kadang malahan ada yang dianiaya oleh orang jahat,
mendapat ancaman, bahkan ada diantara Nabi-Nabi itu yang mati dibunuh
orang.
Tentang Mujizat, bukanlah suatu barang yang mustahil menurut akal. Ka-
rena tidak ada dalil yang kuat untuk mengatakan mustahil terhadap sesuatu
yang luar biasa wujudnya. Mujizat mestilah muncul bersama-sama dengan
keangkatan menjadi Nabi. Ia bisa terwujud dengan seketika sebagai dalil
yang meyakinkan bagi benarnya pengakuan seorang atas Kenabiannya itu.
Katena seorang Nabi perlu bersandar kepada mujizat itu dalam menjalank-

28
an tugas dawahnya, bahwa ia benar menyampaikan apa yang datang dari
Allah. Maka pemberian mujizat itu kepada Nabi-nabi, berarti penguatk-
an bagi kebenaran missinya, Mustahil bagi Allah untuk menguatkan orang
dusta, karena menguatkan orang dusta itu berarti membenarkan kedusta-
annya, dan membenarjan orang yang dusta itu adalah suatu kedustaan pula
adanya, dan hal itu adalah mustahil bagi Allah. Adapun sihir dan persoalan-
persoalan seperti itu, maka jika dapat diterima bahwa bekasnya adalah juga
suatu hal yang mengagumkan lagi mengatasi kekuatan jasmaniyah biasa,
namun ia tidak dapat mendekati keluar-biasaan yang ada pada mujizat se-
dikitpun juga.
Wajibnya sifat-sifat tersebut tadi pada diri para Nabi, ialah andaikata fitrah
kejadian mereka lebih rendah dari orang-orang yang sezaman dengan mere-
kalemah menghadapi kekuatan jiwa orang lain, atau akal mereka mempunyai
cacat yang bisa melemahkan, tentulah mereka tidak berhak untuk men-
dapatkan kedudukan istimewa yang diberikan oleh Ilahi, kedudukan yang
mengatasi segala-galanya. Mereka mendapat keistimewaan dengan wahyu
yang diterimanya, mereka mrndapat keistimewaan dengan terbukanya tabir
rahasia-rahasia ilmu bagi mereka.
Sekiranya Nabi-Nabiitu berdusta itu tentu akan melemahkan kepercayaan
orang kepada mereka, dan dengan sendirinya mereka akan menjadi juru
penyesat, bukan pembimbing. Dan dengan begitu hilanglah rahasia atau
hikmat mengutus mereka sebagai Rasul. Demikian pula halnya sekiranya
merek lalai atau suka lupa dalam menyampaikan akidah-akidahdan hukum-
hukum yang diwajibkan kepada mereka buat menyampaikannya. Tentang
terjadinya kesalahan pada dirimereka diluar dari tugas mereka menyampa-
ikan berita yang datang dari Allah, yang tidak ada hubungan sma sekali
dengan Syariat, menurut sebagian Ulama, hal itu boleh saja, sedang men-
dapat kelompok terbesar para Alim-Ulama menyanggah pendapat itu. Me-
mang sulit untuk menegakkan dalil akal ataupun untuk membenarkan dalil
Agama yang dapat meyakinkan orang menurut pendirian yang dianut oleh
kelompok terbesar para Alim Ulama tersebut diatas.

29
8 Kebutuhan Manusia Kepada Rosul
Kita harus mempunyai kepercayaan (itikad) dengan kekalnya roh manusia
setelah mati, dan bahwa bagi manusia ada hidup yang kedua setelah ber-
akhirnya hidup di dunia ini. Dalam hidup mana mereka akan mengecap
nikmat bahagia atau beroleh celaka dengan azab yang amat pedih. Bahagia
dan celaka dalam kehidupan yang abadi itu adalah menurut amal perbuatan
manusia itu sendiri, selagi berada dalam hidup didunia yang fana ini, ba-
ik perbuatan-perbuatan itu berkenaan dengan kejiwaan (rohaniyah) seperti
berbagai kepercayaan manusia atau berupa cita-cita dan kemauan-kemauan
ataupun perbuatan-perbuatan badaniyah seperti bermacam-macam ibadat
dan muamalat (ekonomi, perdagangan dan sebagainya).
Semua pihak sepakat mengatakan, baik manusia yang tergolong kaum yang
mempercayai Tuhan Esa (monotheismus) atau yang mempercayai Tuhan
banyak (polytheismus) maupun kaum filosof sendiri kecuali sedikit, yaitu
orang yang kurang pertimbangannya, bahwa roh manusia itu adalah abadi,
hidup terus setelah ia berpisah dengan badan, tidak akan mati lagi setelah
mengalami kematian yang fana di dunia ini. Sedang masalah kematian ini-
pun adalah suatu soal yang batin dan rahasia. Demikianlah mereka sepakat
mengenai masalah kekalnya roh setelah ia berpisah dari badan, sekalipun
mereka berbeda pendapat tentang cara bagaimana menggambarkan kekal-
nya itu, kemana perginya roh itu dan tentang jalan-jalan membuktikannya.
Perbedaan fikiran tentang rahasia kebahagiaan dan kerugian di hari akhi-
rat, tentang kelezatan hidup di hari akhirat itu serta jalan-jalan yang dapat
membawa kepada beroleh nikmat begitupun timbulnya bermacam-macam
pendapat ummat-ummat yang dulu maupun yang sekarang, memang ba-
nyak sekali hampir tidak dapat dihitung. Manusia itu diberi ilham, bahwa
akal dan fikirannya menjadi pokok bagi kehidupan didunianya ini, sekalipun
ada beberapa gelintir orang yang berpendapat janggal mengatakan, bahwa
akal dan fikiran manusia itu tidak cukup untuk memimpin manusia dalam
melakukan sesuatu amal perbuatan, atau berpendapat, bahwa tidak mung-
kin bagi akal untuk menentukan sesuatu kepercayaan (itikad.dogma).
Ilham itu hampir dapat mendesak sesuatu kenyataan karena demikian je-
lasnya pengertian yang diberikan kepada manusia, dimana manusia dapat
merasakan bahwa dirinya diciptakan oleh Tuhan bersedia menerima ilmu
pengetahuan yang tidak ada akhirnya dan mencari jalan-jalan yang tidak

30
dapat dibatasi. Zat yang memberikan wujud bagi segala jenis makhluk ha-
nya memberikan persediaan menurut kadar yang dibutuhkan masing-masing
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Sampai dewasa ini kita senantiasa berada dalam gangguan kehidupan dunia
yang selalu goncang, yang tidak dapat kita ketahui dengan pasti kapan kita
akan terlepas dari kegoncangan-kegoncangan itu. Yang menegakkan urusan
manusia menurut kaidah yaitu pimpinan dan pengajaran, yang menjadik-
an manusia dan memberinya penerangan yang mengajarnya berkata supaya
dapat saling mengerti satu sama lain yang mengajarnya menulis agar dapat
berkorespondensi (komunikasi) dengan yang lain. Allah memberikan ciri-
ciri perbedaan kepada Rasul itu dengan fitrah kejadian yang suci murni. Ia
tinggikan martabat rohani mereka sampai kepada martabat yang sempurna
dan wajar untuk menerima cahaya ilmu-Nya dan menerima amanah (ke-
percayaan) untuk memelihara rahasiaNya , yang andai kata rahasia Allah
itu terbuka bagi manusia. Dalam penerangan mana telah tercakup bahwa
hukum yang bertalian dengan seluruh amal-amal lahir batin. Maka dengan
demikian tetaplah Rasul menjadi utusan Allah kepada makhluk insani se-
bagai penyampai berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.
Jenis makhluk manusia itu haruslah menurut apa yang ada pada dirinya
dan apa yang mengendalikannya, berupa roh yang bisa menggerakkan fikir-
an, dan berbeda-bedanya kekuatan fikiran itu dengan berbedanya pribadi
manusia itu sendiri dan bahwa tidaklah semua pribadi itu bisa dan tahu
dalam segala aperkara menurut tabiatnya, dan bahwa wujud manusia itu
sendiri tetap menjadi pokok pembahasan dan pembuktian.

31
9 Kebutuhan Manusia kepada Rosul Adalah Ta-
biat Manusia
Sejak zaman purbakala sampai kepada masa modern sekarang ini, kita me-
lihat bahwa diantara manusia ada yang hidup memisahkan diri dari masya-
rakat. Manusia yang memakan rumput atau kayu dan bertempat tinggal
di gua atau batu-batuan besar. Manusia seperti ini tak ubahnya seperti
lebah yang telah memisahkan diri dari kesatuannya dan hidup dengan ke-
hidupan yang tidak sesuai lagi dengan apa yang telah ditentukan. Manusia
tidak bisa hidup kecuali dengan bermasyarakat. Kekuatan bisa bertutur
kata yang diberikan kepada manusia, maka dengan dijadikan lidah tidaklah
dimaksudkan untuk menggambarkan arti lafadzh serta menyusun berbagai
ibarat,melainkan karena sangatnya kebutuhan untuk saling mengerti dian-
tara sesama manusia itu dan tidaklah kebutuhan yang sangat untuk saling
memahami isi hati diantara dua orang atau lebih banyak.
Sekiranya urusan manusia berjalan menurut sistim yang disetujui bersama,
tentulah kebutuhan bermasyarakat merupakan faktor yang paling penting
yang dapat membina cinta kasih diantara masing-masing pribadi. Kasih
sayang itu menjaga bagi peraturan yang verlaku bagi bangsa-bangsa dan
menjadi jiwa bagi kebakaannya, sedangkan kasih sayang itu memerlukan
adanya kebutuhan , sesuai dengan undang-undang alam. Karena kasih itu
mendatangkan hajat kebutuhan pada diri kita, kepada siapa yang kita ka-
sihi atau apa yang kita sayangi, maka jika kasih sayang itu telah mendalam
ia bisa memabukkan dan mengasyikkan kita.
Akan tetapi adalah menjadi undang-undang bagi cinta, bahwa ia harus tim-
bul dan kekal diantara mereka yang berkasih sayang itu, yakni bila ada
hajat kebutuhan kepada zat yang dicintainya atau apa yang ditangannya
itu tidak hendak dilepaskannya lagi. Cinta yang seperti ini tidak hendak
dilepaskannya lagi. Cinta yang seperti itu tidak akan terdapat dalam diri
manusia kecuali bila ia timbul dari pengaruh yang ada terdapat dalam roh
yang dicintainya itu sendiri serta sifat-sifat pribadinya yang melekat pada
dirinya, sehingga kelezatan perhubungan cinta itu sendiri tidak karena se-
suatu pengaruh yang datang dari luar
Masing-masing manusia, berbeda-beda alam pengertiannya kapasitas ker-
janya dan dalam kemauan dan cita-citanya. Diantara mereka ada yang
bersikap masabodoh, lemah atau malas yang hanya memperturutkan kei-

32
nginan hawanafsu lagi bersifat tamak. Orang yang telah menyimpang da-
ri jalan yang semestinya dikarenakan perbedaan martabat manusia dalam
perasaan, kemauan dan cita-citanya hingga tergambarlah bagi kau cerdik
dan pandai bahwa ia harus berusaha untuk mencapai kedudukan yang lebih
tinggi di mata umum dengan halan mengacau keamanan, menggoncangkan
ketentraman dan menimbulkan ketakutan didalam hati orang banyak, yang
semuanya itu dianggap seolah-olah tidak terlarang. Orang-orang cerdik dan
pandai menyatakan pula, bahwa bagi tiap-tiap hak itu ada kehormatannya
dan mereka memberikan pendapat antara kelezatan akan fana dan manfaat
yang akan berguna untuk selama-lamanya.
Manusia telah sepakat mengakui Zat Maha Kuasa dan yang dapat ditandingi
oleh kekuasaan yang ada pada manusia. Tetapi mereka berselisihan penda-
pat dalam memahamkan Zat yang harus diakui oleh fithrah. Kejadian itu,
perselisihan yang sangat dalam bekasnya untuk memutuskan persaudaraan
sesama mereka yang menimbulkan unsur-unsur yang berbahaya dikalangan
mereka karena perselisihan mereka yang terus menerus dalam memahamkan
arti baik dan buruk, perselisihan yang disertai hawa nafsu yang memuncak.
Manusia itu adalah makhluk yang menakjubkan keadaannya dengan keku-
atan akalnya ia bisa naik membuung ke alam malakut (ketuhanan) yang
tinggi, dan dengan fikirannya ia dapat menjangkau alam, apa yang tidak bi-
sa dilakukan oleh makhluk yang lain, tetapi kemudian ia menjadi kecil dan
lemah dan turun kepada derajat yang sedemikian rupa sehingga menjadi
terdiam dan menundukkan kepala dengan penuh khusyu , yakni manakala
dia dihadapkan kepada sesuatu perkara yang sebab musebabnya tidak dike-
nalnya sama sekali dan tidak tahu dimana sumbernya. Demikianlah rahasia
keanehan manusia itu yang sudah tak asing lagi bagi orang yang suka mem-
perhatikan dan dapat dirasakan oleh setiap manusia itu sendiri.

33
Pemimpin mengajarkan kepada manusia apa yang dikehendaki Tuhan un-
tuk kemashlahatan kehidupan mereka duniawi dan ukhrawi, dan apa-apa
yang dikehendaki Tuhan untuk menerangkan kepada manusia itu tentang
ZatNya dan kesempurnaan sifat-sifatNya. Dan , para pemimpin itu tidak
lain , adalah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang diutus Tuhan. Maka de-
ngan keterangan itu jelaslah, bahwa diangkatnya paraa Nabi semoga Tuhan
memberikan rahmatNya kepada mereka adalah kesempurnaan diri manu-
sia sendiri , dan termasuk diantara faktor kebutuhannya yang terpenting
guna menjaga kebakannya, sedang nilai kedudukan Nabi-Nabi itu dalam je-
nis manusia adalah sama dengan nilai pentingnya kedudukan akal pada diri
tiap-tiap orang.

34
10 Kemungkinan Waktu
Wahyu adalah masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan se-
cara tertulis atau lisan, pendeknya berita yang anda sampaikan kepada ora-
nglain sehingga oranglain tersebut mengetahuinya. Para ahli telah mendefi-
nisikan menurut istilah Syara (agama) , bahwa wahyu ialah pemberitahuan
Allah kepada Nabi diantara Nabi-NabiNya tentang hukum syara dan yang
seperti itu. Tetapi dapat juga didefinisikan bahwa wahyu adalah pengeta-
huan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan penuh
, bahwa pengetahuan itu datang dari Allah baik dengan sesuatu peranta-
raan suara ataupun tidak, Yang pertama itu adalah dengan perantaraan
suara yang dapat didengarkan dengan telinga atau tanpa suara sama sekali.
Bedanya dengan ilham ialah, bahwa ilham adalah perasaan (wijdan) yang
meyakinkan hati, dan yang mendorongnya untuk mengikuti tanpa diketa-
hui darimana datangnya. Dan ilham itu hampir serupa dengan perasaan
lapar, haus , duka dan suka. Bilamana datang kepada mereka suatu per-
soalan yang membicarakan tentang Kenabian dan soal-soal Agama, serta
rohani mereka menaruh minat yang besar ke arah itu. Mereka berupaya
untuk mengalihkan pandangan ke arah yang lain, dan dengan cara menyo-
lok berpaling dari pembocaraan itu sambil meletakkan anak-anak jari pada
telinganya karena khawatir akan berpengaruhnya dalil-dalil itu pada fikiran
mereka sehingga akidah kepercayaan akan menyelinap kedalam rongga hati
mereka, kepercayaan yang diiringi oleh Syari[at Agama. Akibatnya mereka
terhalang sendiri untuk dapat merasakan kelezatan yang pernah mereka ra-
sakan dan apa yang mereka ingini untuk merasakannya. Orang-orang yang
seperti itu adalah sedang menderita penyakit rohani dan jiwa (Psychosoma-
tik) yang InsyaAllah dapat disembuhkan dengan ilmu pengetahuan. Ten-
tang wujud arwah-arwah yang tinggi, yakni para malaikat yang dimuliak-
an Tuham dan lahirnya arwah-arwah yang demikian pada diri orang yang
mempunyai martabat yang tinggi itu, maka hal itu bukanlah suatu hal yang
mustahil, yakni setelah kita mengenal diri kita sendiri dan terutama setelah
ilmu pengetahuan klasik maupun ilmu-ilmu pengetahuan modern membe-
ritahukan kepada kita tentang adanya suatu wujud dialam ini. Maka oleh
sebab itu siapakah yang merasa keberatan, bahwa sementara wujud yang
halus itu (malaikat) memncarkan sebagian ilmu Ilahi, dan bahwa rohani pa-
ra Nabilah yang mendapat kehormatan menerimanya. Adapun orang yang

35
berjiwa besar dan akal yang tinggi yang terdiri dari para cendikiawan ter-
kemuka , yakni orang-orang yang tidak begitu jauh beda martabat mereka
dengan para Nabi (yang dalam pengetahuan modern dapat disebut orang-
orang yang mempunyai kesadaran jagat raya). Segala bukti kebenaran ilmu
pengetahuan tentang yang gaib seperti yang mereka terangkan ialah lahir-
nya budi pekerti yang baik pada diri mereka, selamat sejahteranya segala
perbuatan mereka dari apa yang menyalagi syariat para Nabi mereka, kesu-
cian fitrah mereka dari apa yang ditentang oleh akal yang sehat atau tidak
disukai oleh perasaan yang sejahtera. Dan mereka berjuang mempertahank-
an kebenaran yang menjelma pada sepak terjang mereka sebagai suruhan
hatinya yang bersinar-sinar untuk menyeru orang-orang yang berada dise-
kitar mereka kepada apa yang dapat membawa kebaikan bagi umum dan
disamping itu dapat menyenangkan hati orang-orang terkemuka (khawash).
Dalil yang menjadi bukti atas Kerasulan seorang Nabi dan benarnya ia me-
nyampaikan perintah TuhanNya telah sekali bagi orang yang dapat hadir
menyaksikannya sendiri yang melihat keadaan gerak-herik Nabi itu dari de-
kat serta melihat apa yang didatangkan Allah kepadanya berupa ayat-ayat
Suci. Hal itu jelas dan sudah barang tentu tidak memerlukan keteranga
lagi sebagaimana telah diterangkan sebelumnya ketika berbicara tentang
Kerasulan. Adapun bagi orang yang tidak menyaksikan sendiri zaman Ke-
rasulan itu (yang tidak sezaman dengan Nabi), maka yang menjadi dalilnya
adalah berita mutawatir sebagaimana yang telah diterangkan dalam ilmu
yang lain (mustalah hadits, pen) ialah suatu riwayat (berita) yang disak-
sikan sendiri oleh orang banyak. Diantara para Nabi terdapat berita-berita
yang mencakupi syarat-syarat mutawatir bagi pemberitaan yang disampaik-
an orang dari hal mereka, seperti Nabi Ibrahim Musa dan Isa. Dan diantara
berita yang disampaikan itu ialah bahwa mereka tidaklah termasuk orang
yang lebih berkuasa diantara kaumnya, bukan pula orang yang lebih banyak
hartanya dan tidak seorangpun pembantu tertentu yang menolong mereka
untuk mengajarkan ilmu yang mereka dawahkan . Pendeknya mereka bu-
kanlah orang-orang yang bercacat pribadinya, yang menimbulkan rasa jjik
dalam hati dan yang tidak sedap dipandang mata. Kebaikan ummat mereka
terletak dalam mengikut ajaran-ajaran yang mereka bahwa yang menjadik-
an mereka berada dalam ajaran-ajaran Nabi itu. Sebaliknya mereka akan
kembali menjadi lemah dan celaka bila berpaling daripadanya dan karena
mempercampur adukkan barang bidah kedalam ajaran itu. Dalil yang me-

36
reka kemukakan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa tidaklah pantas
menurut akal untuk mengatakan, bahwa mereka itu dusta dalam menyampa-
ikan berita yang datang dari Allah, begitu pula tentang pengakuan mereka
bahwa segala apa yang telah mereka sampaikan kepada ummat manusia itu
adalah wahyu dari Tuhan. Disamping itu, bahwa orang yang tidak mem-
percayai apa yang diucapkan oleh Nabi itu, kata-katanya tidak mempunyai
pengaruh sama sekali pada akal, karena yang batil itu tidak ada hak untuk
tetap, kecuali karena adanya kelalaian. Maka karenanya tidak mungkinlah
mengatakan, bahwa asas Agama itu adalah dusta dan tiangnya adalah tipu
muslihat belaka.

37
11 Fungsi Para Rosul ’Alaihimusalam
Telah jelas dari keterangan yang lalu tentang kebutuhan ummat manusia ke-
pada Rasul-Rasul. Bahwa nilai kedudukan mereka diantara bangsa-bangsa
tak ubahnya seperti pentingnya akal pada diri tiap-tiap orang. Dan bahwa
diutusnya mereka adalah suatu kebutuhan yang primair diantara banyak
kebutuhan akal manusia yang telah ditetapkan oleh kemurahan Zat Yang
Maha Pencipta lagi Bijaksana untuk dapat memenuhi kebutuhan itu.
Tuhan memberikan syarat bahwa dalam mencapai tujuan-tujuan duniawi ,
seorangpun tidak diperkenankan untuk berlaku jahat pada diri orang laim,
atau pada kehormatannya, atau pada harta bendanya, dengan jalan yang
tidak benar, sebagaimana yang dikehendaki oleh peraturan umum yang te-
lah merata pada bangsa-bangsa dalam perundang-undangan mereka. Para
Rasul membimbing akal untuk mengenali Allah dan mengenal sifat0sifat
Ketuhanan yang wajib diketahui oleh manusia. Mereka memberikan batas-
batas tertentu dimana orang wajib berhenti dalam menggali pengetahuan
tentang Tuhan pada tempat yang menyulitkan posisi manusia guna menen-
tramkan hati kepadaNya serta tidak menyia-nyiakan kekuatan akal yang
telah diberikan Allah kepada manusia itu. Rasul menyatakan kepada ma-
nusia apa yang merupakan pertengkaran fikiran dan keinginan-keinginan
mereka, pertentangan dalam hal kepentingan dan yang menjadi kesenangan
mereka. Maka dalam segala rupa persengketaan itu, mereka (Rasul-Rasul)
memisahkannya dengan perantaraan perintah (petunjuk) Allah yang sakti.
Mereka memperkuat ajaran-ajaran yang mereka sampaikan itu dengan apa
yang sangat berguna untuk kepentingan umum serta tidak menghilangkan
manfaat yang didapat oleh orang perseorangan.
Para Rasul itu meletakkan bagi ummat manusia akan batas-batas larang-
an umum menurut yang diperintahkan oleh Allah sehingga mempermudah
manusia itu untuk mengembalikan perbuatan-perbuatan mereka kedalam
batas-batas larangan umum itu seperti menghormati darah manusia kecuali
dengan jalan benar serta adanya alasan yang membesarkan untuk ditum-
pahkannya darah itu dan haram untuk mengambil sesuatu dari buah usaha
oranglain kecuali dengan benar serta ada pula alasan yang sah yang mem-
bolehkan mengambilnya, menghormati kehormatan diri seseorang dengan
penjelasan apa yang diperbolehkan dan apa pula yang diharamkan tentang
urusan sex (kelamin). Rasul-Rasul itu membawa manusia untuk mema-

38
lingkan hawa nafsu mereka dari mengecap kelezatan dunia yang fana kepada
mencapai idea (cita-cita) yang tinggi. Dalam ajakan ini mereka memakai
sistim yang mengandung daya penarik (target) dan ancaman (tarhieb) , yak-
ni berita yang mengandung sanksi dan berita gembira sesuai menurut garis
apa yang telah diperintahkan Tuhan kepada mereka.
Rasul-Rasul itu menjelaskan semua itu kepada manusia apa-apa yang dapat
menempatkan mereka kedalam keredhaan Ilahi, dan apa-apa yang mem-
buat Tuhan murka kepada mereka itu. Kemudian penerangan mereka itu
mencakup luas meliputi tentang berita negeri. Akhirat dan apa-apa yang
disediakan Tuhan padanya berupa pahala dan pembalasan yang baik ba-
gi siapa yang tetap berdiri menurut batas-batasNya serta setia menunaik-
an perintah-perintahNya dan menjauhkan diri dari terjun kedalam apa-apa
yang dilarangNya. Rasul-Rasul itu mengajarkan kepada manusia tentang
berita-berita gaib menurut apa yang diizinkan Tuhan pada hambaNya un-
tuk mengetahuinya yang sekiranya hal itu termasuk hal yang sulit bagi akal
manusia untuk mengetahui hakikatnya, tetapi sukar untuk mengakui ada-
nya berita gaib itu.
Pendek kata, agama tidak boleh dijadikan tabir pembatas antara jiwa dan
akal yang selalu dinamis untuk mengetahui hakikat-hakikatnya alam yang
terbentang dihadapan kita ini dengan segala kemampuan yang ada pada akal
itu. Bahkan Agama justru hendaklah menjadi pendorong yang kuat bagi il-
mu pengetahuan yang mendesak akal manusia itu untuk menghormatibukti-
bukti yang nyata, sehingga manusia itu memeras energinya dengan segala
kekuatan akalnya untuk mengetahui rahasia alam-alam yang ada dihadap-
an matanya itu, tetapi dengan syarat bahwa akal itu tidak akan keluar dari
batas wajarnya dan kemudian berhenti pada batas tertentu untuk menjaga
keselamatan itikad. Dan siapa yang berkata lain daripada itu, maka berarti
ia tidak mengerti Agama, dan ia akan berdosa dengan dosa yang tidak bisa
diampuni oleh Tuhan semesta alam.

39
12 Kritik Yang Mahsyur
Setelah berakhirnya zaman para Nabi dan selesainya tugas kewajiban mere-
ka yakni setelah Agama itu berada ditangan orang-orang yang tidak meng-
erti ajaran Agam itu. Atau orang yang mengerti , tetapi amat fanatik atau
tidak terlalu fanatik tetapi cintanya kepada Agama itu bukan datang dari
hati kecilnya sendiri. Atau cintanya itu memang dari hati kecilnya tetapi
akalnya sangat picik sehingga tidak dapat menjalankan agama sebagaimana
Nabi-Nabi memeluk Agamanya atau seperti para sahabat Nabi yang ter-
kemuka . Jika tidak demikian, maka coba tunjukkan kepada kami mana
Nabi-Nabi yang tidak membawa kebaikan yang banyak kepada ummatnya
dan kebahagiaan yang merata dan mana Nabi yang agamanya tidak dapat
mencukupi kebutuhan pribadi-pribadi dan masyarakat ummat.
Filsafat Plato, dan akal serta fikiran mereka tidak bisa membandingkan
mantik (logika) Aristoteles,bahkan jika dikemukakan kepada mereka perso-
alan yang menghendaki pemikiran yang seksama itu sekalipun diatur dengan
ibarat bahasa yang semudah mungkin pasti mereka tidak mendapatkan apa-
apa kecuali pengalamunan yang tidak ada pengaruhnya dalam membentuk
diri mereka, dan tidak pula dalam perbaikan amal perbuatan mereka. Ma-
nusia itu kodrat Ilahi yang telah memberikan kepadanya kelapangan dalam
persoalan hidup yang dihadapinya, lagi menguasai dirinya sendiri dan yang
mengendalikan tali les cita-citanya dan untuk itu Anda dapat mengemu-
kakan contoh-contoh yang dekat kepada pengertiannya sendiri. Betapa ba-
nyaknya kita mendengarkan adanya mata yang menangis dan nafas yang
tersedu-sedu serta hati yang khusyu tunduk dikala orang mendengarkan
muballigh(rohaniawan) memberikan nasihat-nasihat keagamaan. Bilamana
kita mendengar, bahwa ada satu type manusia diantara golongan-golongan
yang banyak itu orang yang mau melakukan pekerjaannya karena semata-
mata memandang baiknya pekerjaan itu. Maka karenanya, faktor Agama
adalah merupakan faktor yang paling kuat untuk membentuk moral rakyat
banyak bahkan juga orang-orang terkemuka dan pengaruh kekuasaan Aga-
ma itu kedalam jiwa mereka jauh lebih kuat daripada pengaruh akalnya,
padahal akal itu merupakan ciri khusus bagi jenis makhluk manusia itu.
Para Rasul alaihimussalam adalah merupakan tanda penunjuk yang telah
ditancapkan oleh Tuhan untuk menunjukkan arah jalan yang menuju kepa-
da kebahagiaan . Setengah manusia ada yang dapat menuruti petunjuk itu,

40
maka sampailah ia kepada puncak bahagia hidupnya, dan diantara mereka
ada pula yang salah memahami petunjuk itu dan tersesatlah ia dari jalan
yang sebenarnya sehingga ia akhirnya terjerumus kedalam lembah kebinasa-
an. Agama memang suatu pembimbing bagi manusia , tetapi tempo-tempo
kekecewaan pada sementara manusia itu tidak akan dapat mengurangkan
nilai kesempurnaan Agama itu dan tidak pula dapat untuk merintangi ke-
butuhan yang sangat vital kepadanya.

Ketahuilah bahwa Agama itu adalah temoat ketenangan dan perlindungan


yang menemtramkan hati. Dengan Agama semua orang rela dengan pem-
bagian rezeki yang diterimanya. Dengan Agama, buruh (pekerja) menjadi
terpimpin sampai kepada prestasi kerjanya yang paling tinggi. Dengan Aga-
ma, semua pribadi tunduk kepada ketentuan hukum alam yang umum. Dan
dengan Agama, orang melihat manusia yang diatasnya dalam segi ilmu dan
kehormatan dan kepada manusia yang dibawahnya dalam soal harta dan
pangkat, sesuai dengan ajaran-ajaran yang datang dari Ilahi.
Sering orang berkata, bahwa dengan adanya perbandingan antara Agama
dan akal orang lebih condong kepada pendapat mereka yang mengatakan
supaya akal itu dikesampingkan saja dalam soal-soal yang mengenai bidang
Agama dan bahwa memutus jalan fikiran untuk memahamkan lebih du-

41
lu kandungan isi Agama itu yang berupa pengetahuan dan hukum-hukum.
Bagaimana kita dapat mengingkari kekuasaan akal dalam mempergunakan
haknya dalam hal yang tersebut diatas itu pada hal ia sendirilah yang turut
memperhatikan dalil-dalil yang dengan bukti maa manusia itu dapat meng-
etahui segala sesuatu itu dan bahwa ia datang dari Tuhan. Cuma setelah
akal itu membenarkan Kerasulan Nabi ia harus dengan sendirinya membe-
narkan pula segala apa yang dibawa Nabi itu sekalipun ia tidak sanggup
mendalami sebagian diantara hakikat yang dibawa para Nabi itu. Ini seper-
tu berhimpunnya dua yang berlawanan atau bertentangan dari membawa
hal yang seperti itu. Maka andaikata terdapat diantara ayat-ayat yang di-
sampaikan Nabi itu yang lahirnya membawa kesamaan, wajiblah bagi akal
untuk mengitikadkan, bahwa yang dimaksud sebenarnta bukanlah arti yang
lahir itu dan karenanya dalam hal ini akal boleh menempuh dua jalan yaitu
mentakwilka ayat itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk sabda Nabi dan atau
menyerahkan sepebuhnya pengertian ayat ini kepada Ilmu Allah semata .
Dan diantaranya tokoh-tokoh kaum Salaf yang berbahagia ada orang yang
menempuh jalan yang pertama dan ada pula yang menempuh jalan yang
kedua.

42
13 Kerosulan Muhammad SAW
Dikala itu ada dua Kerajaan besar didunia yaitu Kerajaan Persia di Timur
dan Kerajaan Roma di Barat masing-masing bersengketa dan berbunuh-
bunuhan satu sama yang lain, mengalirkan darah dikedua penjuru dunia itu,
kekuatan menjadi hancur, harta benda binasa dan kezalimanpun menjadi-
jadi semakin buas. Adalah suatu kejahatan golongan elite pada segala bang-
sa, bahwa hal itu tidak cukup berhenti sampai disitu saja, bahkan lebih dari
itu lagi. Mereka peras rakyat dengan menaikkan pajak, dan mereka gencet
dengan mengambil bea cukai yang sangat keterlaluan , bahkan memberati
beban rakyat lagi dengan aneka warna tuntutan-tuntutan yang bukan-bukan
dengan mengambil hasil kerja keringat rakyat itu. Begitulah kekuatan yang
ada pada pihak yang memegang kekuasaan dipergunakan untuk merampas
apa yang ada pada tangan silemah, orang yang cerdik berfikir bagaimana
mengelabui orang yang lengah atau lemah. Hal itu mengakibatkan rakyat
pada segala bangsa itu ditimpa oleh bermacam-macam kemelaratan, kehina-
an, rendah diri, rasa ketakutan dan berada dalam keadaan goncangan yang
terus menerus , ialah karena kehilangan ketentraman rohani dan keamanan
harta benda mereka.
Para pemimpin itu telah sesat, baik aqidah kepercayaannya maupun dalam
memperturutkan kehendak hawa nafsunya itu. Oleh karena itulah maka pa-
ra raja-raja dan para penguasa itu senantiasa dengan tidak pernah lengah
sedikitpun untuk menciptakan tabir asap kebimbangan serta menghidup-
hidupkan kebatilan dan tahyul-tahyul khurafat yang berbagai rupa yakni
agar hal itu dapat melekat pada akal rakyat banyak itu sehingga pembesar-
pembesar itu berani mengataka, bahwa Agama adalah musuh akal, dan
musuh segala hasil buah fikiran (ilmu pengetahuan) kecuali apa yang meru-
pakan tafsir bagi Kitab Suci belaka. Dan begitulah pembesar-pembesar itu
merupakan dewa-dewa yang harus dipuja serta mempunyai kekuasaan yang
tidak terbatas.
Begitulah nasib ummat dalam pengetahuannya dan begitulah keadaan peng-
hidupan mereka rakyat yang diperbudak lagi dihina , tenggelam dalam la-
utan kejahilan yang gelap gulita , kecuali mempunyai sedikit pengetahuan
yang klasik dan peraturan-peraturan yang kuno yang membelenggu fikiran
dan merintangi bagi kemajuan disamping kurangnya pengetahuan mereka
tentang sejarah zaman silam,

43
Pada waktu zaman Jahilijah, bangsa Arab merupakan kabilah-kabilah (suku-
suku) yang terpecah-pecah yang senantiasa hidup dalam persengketaan, dan
memperturutkan keinginan hawa nafsu. Dan adalah menjadi kebanggan ba-
gi masing-masing kabilah membunuh saudara perempuannya, menumpahk-
an darah kepala-kepala kabilah itu, merampas wanitanya, merampok harta
bendanya , yang semuanya itu dapat menimbulkan huru-hara peperangan
diantara sesama mereka. Hal yang seperti itu telah menjadi lumrah dan
juga karena disebabkan kesalahan kepercayaan (itihad) yang mereka anut.
Pada malam kedua belas Rabiul Awal bertepatan dengan tahun Gajah dan
sesuai dengan tanggal 20 April 571 dari kelahiran Al-Masihalaihissalam,
dilahirkanlah Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muthalib bin Hasyim Al-
Queaisyi dikota Makkah. Ia lahir sebagai anak yatim, karena ayahnya telah
wafat lebih dahulu sebelum ia dilahirkan, dan tidak meninggalkan harta
benda yang banyak kecuali hanya lima ekor unta dan beberapa ekor yang
betina, dan seorang budak perempuan dan ada riwayat yang mengatakan
jauh lebih sedikit dari itu. Dan pada waktu itu ia berusiaa enam tahun
meninggal pula ibunya, maka ia lantas diasuh atas pemeliharaan neneknya
Abdul Muthalib. Tetapi setelah dua tahun dibawah asuhan beliau, wafat
pulalah neneknya itu, yang langtas ia diasuh kemudian oleh pamannya abu
Thalib .Abu Thalib adalah seorang yang berpengaruh lagipun terhormat di-
kalangan kaum Quraisy, tetapi ia hidup miskin sehingga ia tidak mempunyai
penghasilan yang cukup untuk mengasuh keluarganya. Dan adalah keadaan
Nabi SAW dikalangan putra pamannya dan putra kaumnya tak ubahnya
juga dengan anak putra bangsanya yang lain yang ditinggalkan oleh kedua
orang tua ibu dan bapaknya.
Maka dibesatkan Muhammad SAW sebaagai manusia sempurna, padahal
kaumnya masih mempunyai peradaban yang bersahaja. Ia menjadi orang
yang tinggi mutunya tetapi mereka masih jauh dibawah. Ia sebagai manu-
sia yang meng-Esakan Allah dan mereka masih menyembah berhala, suka
hidup rukun dan kaumnya dala persengketaan. Menurut sunnah bahwa
seorang anak yatim yang mempunyai nasib seperti itu, waktunya akan di-
bentuk oleh pengaruh apa yang dilihatnya semenjak kecil sampai tuanya.
Tetapi keadaan berjalan lain dari kebiasaan yang berlaku, bahkan sejak ke-
cilnya Muhammad SAW itu telah merasa benci kepada paham menyembah
berhala. Beliau amat cepat sekali suci akidahnya sebagaimana lekasnya ia
menganut budi pekerti yang baik. Beliau mempunyai sekadar harta yang

44
dapat memenuhi kebutuhan beliau (dan sebagai tambahan belanja hidupnya
sehari-hari beliau mendapatkannya) dengan jalan membantu Siti Khadijah
dalam menjalankan perusahannya, dan apalagi setelah Khadijah meletakkan
pilihannya pada beliau sebagai suami junjungannya. Dan adalah keuntung-
an yang didapat beliau berkaat hasil cucur keringatnya menjalankan peru-
sahaan Khadijah itu merupakan suatu kekayaan baginya dan membawanya
kepada kedudukan yang tinggi dimata kaumnya.
Keinginan hati kaum familinya itu jauh sekali dari mencari pangkat hendak
jadi Raja, tetapi memandang cukup dengan keturunan yang terhormat yang
ada pada mereka yang telah dapat membawanya kepada pandangan yang
terhormat diantara kaumnya sebangsa. Puncak pelopor tentara Habsyi ma-
ju menyerbu lebih dahulu masuk kota sehingga ia melakukan perampokan
sebanyak dua ratus ekor unta kepunyaan Abdul Muthalib. Dan kemudia
bersama-sama dengan beberapa orang Quraisy , Abdul Muthalib keluar un-
tuk menemui Raja Habsyi, yang kemudian memintanya menghadap sambil
menanyakan apa maksud kedatangannya. Maka beliau mendesak supaya
dikembalikan untanya yang dirampas tentara sebanyak dua ratus ekor itu.
Ini sebenarnya adalah puncak toleransi pada hal Abdul Muthalib adalah
orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dikalangan kaum Quraisy.
Maka dimanakah terletaknya kedudukan yang tinggi itu pada diri Muham-
mad SAW padahal dirinya sendiri adalah seorang yang melarat dan kedudu-
kannya hanya sederhana saja diantara kaum keluarganya sehingga ia akan
membutuhkan jadi Raja atau akan merebut kekuasaan.
Rasul mengajak manusia untuk mengetahui, bahwa dirinya adalah terdi-
ri dari badan dan roh, dan dengan demikian manusia itu terdiri dari dua
alam yang berlain lainan sekalipun keduanya bercampur satu dengan yang
lain, dan bahwa manusia itu dituntut semua supaya menghormati kedua
badan dan roh itu dan mencukupkan segala apa yang menjadi hak kebu-
tuhan keduanya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh kebenaran hikmat
ilahi. Beliau (Muhammad SAW) walaupun dalam keadaan miskin dan po-
sisi yang lemah tetap terus menerus menantang mereka dengan hujjah yang
kuat dan melawan mereka dengan bukti yang nyata , memberikan mere-
ka nasihat yang berguna disamping memperingati mereka dengan ancaman
yang mengejutkan, membangkitkan perhatian mereka dengan contoh per-
bandingan, dan terus menerus mengepung dan menghujani mereka dengan
pelajaran-pelajaran yang baik, yang seolah-olah beliau seorang Raja yang

45
gagah perkasa dalam menjalankan hukum, adil dalam pelaksanaan perintah
dan larangannya atau penaka seorang ayah bijaksana dalam mendidik pu-
tera puterinya yang sangat mengaharapkan supaya anak-anaknya menjadi
orang yang berguna santun kepada mereka dalam waktu kesukaran dan sa-
yang dalam waktu benda.
Seorang yang jauh dari sumber mata air ilmu pengetahuan tetapi tampil de-
ngan semangat untuk memberi pengertian kepada kaum cendekiawan. Se-
orang yang dilahirkan ditengah-tengah kaum yang penuh dengan khurafat,
tetapi sanggup membetulkan paham kaum filosof yang keliru. Seorang yang
hidup ditengah bangsa yang masih dapat dikatakan primitif yang jauh dari
kemajuan , jauh dari kesanggupan untuk memahami rahasiau susunan ke-
jadian alam ini yang indah mengagumkan itu tetapi sanggup dan mampu
mengatakan dengan pasti, bahwa bagi seluruh alam ini ada suatu ketentuan
peraturan yang tetap. Dan ia memberikan khittah (garis)yang menuju ke-
pada jalan bahagia, jalan yang pasti tidak akan celaka siapa yang melaluinya
dan sebaliknya tidak akan selamat siapa yang meninggalkan jalan itu.

46
14 Al-Quran
Telah datang kepada kita suatu berita yang mutawatir yang tidak bisa dira-
gukan lagi kebenarannya, bahwa Nabi Muhammad SAW dibesarkan sebagai
seorang ummi. Dan juga merupakn berita yang mutawatir bagi seluruh
bangsa-bangsa di dunia, bahwa beliau datang membawa suatubkiatb suci
yang diturunkan kepada belaiu, bahwa kitab suci adalah bAl-Quran yang
dituliskan dalam mushaf-mushaf yang terpelihara dalam dada semua orang
Islam yang memntingkan untuk menghafalnya sampai dewasa ini. Al-quran
adalah kiatb yang mengandung berita bangsa-bangsa yang telah silam yang
dapat dijadikan contoh perbandingan bagi umat yang hidup sekarang dan
yang akan datang, memuat berita pilihan yang dipastikan kebenarannya,
dan sebaliknya menghilangkan yang bathil-bathil serta memilih berita yang
berguna untuk dijadikan teladan perbandingan. Al-quran menceritakan hi-
kayat para Nabi yang dikehendaki oleh Alloh untuk mengisahkannya kepa-
da kita tentang riwayat hidup perjuangan mereka, dan peristiwa-peristiea
yang terjaadi antara mereka dengan ummatnya, dan Alloh membersihkan
para Nabi itu dari tuduhan orang-orang yang kemudian menjadi percaya
juga kerasulan mereka. Dan Al-quran juga mensyariatkan kepada manusia
hukum-hukum yang sangat cocok dengan kemaslahatan kehidupan mereka,
hukum yang telah terbukti faidahnya bila dipraktekkan dan dipelihara baik-
baik. Hukum yang menegakkan keadilan dan mengatur masyarakat perga-
ulan mansusia selama orang berhenti pada batas yang telah ditentukannya.
Oleh karena itu, kitab suci Al-quran itu mengungguli segala undang-undang
peraturan yang dibuat oleh manusia sebagaimana jelas diakui sendiri oleh
para penyelidik perundang-undangan bangsa. Al-quran diturunkan Tuhan
pada saat zaman yang telah sepakat ahli riwayat mengatakan dan telah me-
rupakan berita yang mutawatir, bahwa zaman itu adalah merupakan pun-
cak kemajuan bangsa Arab. Dan zaman itu adalah merupakan ciri yang
membedakannya dengan segala kemajuan yang pernah dicapai oleh mereka,
yakni karena banyaknya muncul para pujangga (sastrawan) dan pahlawan-
pahlawan mimbar yang ahli pidato.

47
15 Agama Islam
Islam ialah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan dipeliha-
ra serta dipahamkan dengan rapi dan teliti sekali oleh para sahabat beliau
dan orang-orang yang hidup pada zaman sahabat itu. Dan agam itu telah
dipraktekkan diantara mereka demikian lamanya tanpa sengketa, tidak me-
nyimpang kepada takwil dan tidak memerlukan adanya golongan-golongan
madzhab. Agama Islam datang dengan kepercayaan Tauhid, mengEsakan
Alloh dalam zat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya serta bersihNya dari se-
rupa dengan segala makhluq. Islam mengemukakan dalil-dalil, bahwa alam
ini mempunyai Tuhan Khalik yang satu lagi mempunyai sifat-sifat uatama
yang dibuktikan oleh bekas-bekas karya cipta-Nya yaitu sifat Ilmu (meng-
etahui), kodrat, irodat dan lain-lain. Dan bahwa tidak satupun diantara
makhlukNya yang menyerupaiNya dan bahwa tidak ada nisnbah antaraNya
dengan para Makhluk itu kecuali bahwa Dia-lah yang mewujudkan mereka
itu, dan bahwa mereka itu adalah milikNya dan kepada-Nya mereka semua
akan kembali. (Q.S Al-Ikhlas: 1-4) Dengan ajaran tauhid, jadilah manusia
selaku hamba Alloh semata-mata, merdeka dari segala macam perhambaan
yang lain daripada-Nya. Di dalam Islam tidak ada orang bawahan dan tidak
pula ada orang atasan dan tidak ada kelebihan antar sesama manusia itu
dengan yang lainnya kecuali dengan kelebihan nilai amal-karya mereka, dan
dalam kelebihan akal dan ilmu pengetahuan mereka. Dan tak ada yang da-
pat mendekatkan mereka kepada Alloh kecuali kesucian akal dari debu-debu
kotoran ragu serta kebersihan amal dari pengaruh penyelewengan dan riya.
Islam menuntut semua orang yang mempunyai kesanggupan supaya beker-
ja. Dan Islam menetukan, bahwa keuntungan ataupun kerugian tiap-tiap
diri itu bergantung kepada kerja yang dilakukannya. Islam memperbolehk-
an bagi seseorang untuk mendapatkan segala kebaikan yang dikehendakinya
berupa makanan, minuman, pakaian, dan perhiasan, dan Islam tidak meng-
halangi manusia kecuali apa yang mem bawa celaka bagi dirinya sendiri atau
kepada orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, atau sesuatu
perkara yang merusak kepada orang lain dan dalam hal itu Islam membe-
rikan batas-bats ketentuan umum yang sesuai dengan kemaslahatan orang
banyak. Maka karenanya terjaminlah kemerdekaan bagi setiap pribadi un-
tuk berbuat, dan terbentanglah kesempatan yang seluas-luasnya dalam per-
lombaan medan usaha manusia tanpa ada rintangan kecuali masing-masing

48
harus menghormati hak orang lain. Islam datang sedang manusia waktu
itu dalam keadaan berpecah-pecah pada golongan-golongan agama, seka-
lipun ada sedikit sekali orang-orang yang mengabdi kepada Alloh dengan
keyakinan.

49
16 Perkembangan Kemajuan Agama sesuai dengan
Taraf Kemajuan Umat dan Puncak Kesempur-
naan adalah dengan Agama
Waktu agama-agama kuno itu datang umat manusia dalam memahamkan
kemaslahatan-kemaslahatan umum dan bahkan dalam memahamkan kepen-
tingan khusus pribadi adalah dalam taraf yang lebih menyerupai dengan
zaman kanak-kanak yang baru lahir kedunia.Ia tidak dapat merasakan apa-
apa kecuali yang dapat dirasakan oleh panca indranya. Sulit bagi otaknya
untuk memikirkan makna sesuatu yang jauh dari panca indranya (jama-
hannya). Tidak ada rasa santun kepada orang lain, ia lebih mementingkan
kepentingannya sendiri. Maka dalam keadaan umat yang demikian pri-
mitifnya tidaklah bijaksana untuk mengajaknya naik dengan menggunakan
tangga dalil-dalil fikiran yang sulit-sulit.Tetapi merupakan rahmat besar bila
agama itu berbicara dengan kaum yang demikian taraf kecerdasannya de-
ngan menempatkan diri dalam satu keluarga semua adalah makhluk Allah.
Tak ubahnya seperti seorang Ayah berbicara dengan anaknya yang masih
kecil. Anak itu tidak diajarkannya melainkan apa yang dapat ditangkapnya
dengan panca indranya. Begitulah agama-agama itu datang dengan perin-
tah yang tegas dan larangan yang tepat.Dan kemudian mereka diwajibkan
berbagai ibadat yang sesuai dengan taraf kesederhanaan mereka.
Zaman berjalan terus, ada bangsa-bangsa yang bangun kemudian jatuh, dan
banyak kesedihan dan kesenangan silih berganti hari demi hari, begitulah
manusia mengalami peristiwa-peristiwa sejarah. Maka pengalaman pahit
getir yang bermacam-macam itu memberikan kesan lebih dalam dari per-
asaan panca indranya sendiri dan lebih masuk menghujam kedalam jiwa
raganya, sekalipun hal itu pada umumnya tidak lebih tinggi dari perasaan
halusnya jiwa kaum wanita dan jiwa kaum remaja maka kemudian suatu
agama (Nasrani) datang berbicara penuh santun, berbisik dengan rasa cin-
ta kasih, ia menyuruh melembutkan hawa nafsu dan ia berbicara tentang
godaan-godaan hati. Begitulah ia mengajarkan manusai supaya berlaku zu-
hud yang dapat menjauhkan dari berbagai godaan dunia pada umumnya
dan menghadapkan wajah mereka kea lam malakut yang tinggi agama itu
menghendaki orang yang punya hak agar jangan menuntut haknya walau
dengan cara yang benar sekalipun. Tetapi belum lagi berlaku beberapa ma-
sa telah menjadi lemahlah keinginan manusia mendukung ajaran agama itu,

50
dan tergoreslah dalam prasangka manusia bahwa mematuhi nasihat-nasihat
agama itu adalah suatu kemustahilan.
Dalam bidang akidah (kepercayaan) mereka telah terpecah-pecah ke da-
lam beberapa golongan (mahzab) dan menimbulkan bermacam-macam bi-
dah keagamaan yang tidak-tidak mereka tidak berpegang lagi pada pokok
agama yang murni, kecuali kepada apa yang mereka anggap sebagai sendi
agama terkokoh dan mereka anggap yang paling kuat, yakni tentang: akal
(ratio) untuk berfikir tentang agama mereka, bahkan memikirkan tentang
rahasia kejadian alam dan segala fikiran manusia untuk menembus rahasia
kejadian makhluk ilahi ini. Mereka berfikir bahwa tidak ada penyesuaian
Antara agama dan ilmu pengetahuan dan bahwa agama adalah musuh ilmu
pengetahuan. Pandangan yang sangat resat demikian itu telah menimbulk-
an pengaruh yang sangt buruk kepada alam kebudayaan manusia, timbul
perang saudara diantara kaum agama, putuslah hubungan keluarga, perda-
maian berganti dengan peperangan yang dahsyat. Demikian kadaan umat
manusia sampai datang zaman agama islam.
Usia masyarakat telah dewasa dan peristiwa dimasa silam telah memberikan
kesadaran baginya. Maka datanglah islam menghadapkan pembicaraannya
pada akal dan ia berteriak memanggil faham pengertian manusia yang diser-
takan dengan keinsafan dan perasaannya untuk membimbing manusia me-
nuju kabahagiaan hidupnya dunia dan akhirat. Menjelaskan kepada mereka
bahwa agama Allah pada semua bangsa dan golongan itu sebenarnya adalah
satu dan tujuannya untuk memperbaiki keadaan diri dan menyucikan hati
mereka adalah satu pula.Dan bahwa Allah tidak memandang wajah/rupa
manusia tetapi hatinya.
Islam menuntut manusia yang muskalaf supaya menjaga jasadnya sebagai-
mana ia menuntut supaya manusia itu memelihara batinnya. Begitulah ia
memerintahkan supaya menyucikan badan lahir sebagimana ia mewajibkan
agar menyucikan batin dan dua perkara itu memang harus disucikan terus-
menerus. Dan Islam menjadikan Ikhlas sebagai roh dan bahwa segala amal
perbuatan yang diperintahkan itu tidak lain adalah untuk menghiasi diri
dengan budi yang mulia.
Islam menyusup ke tengah pergaulan manusia dalam pengajaran-pengajaran
yang diberikan selaku pergaulan-pergaulan juru penasihat yang amat pintar
memberikan nasihat kepada orang yang telah dewasa. Ia mengajak mere-
ka untuk mempergunakan segala kekuatan energy mereka lahir dan batin,

51
dan dalam hal itulah dengan tidak ragu-ragu dikatakan oleh islam terletak
keridhoan ilahi dan arti syukur nikmatNya, dan islam menyatakan bahwa
dunia ini adalah kebun untuk perbekalan akhirat dan tidak sampai seo-
rang pada kebahagiaan yang akhir kecuali dengan berusaha lebih dahulu
dalam perbaikan nasibnya didunia ini. Kepada manusia-manusia yang be-
rani mengingkari kebenaran ajaran islam itu, ia menantang mereka dengan
ucapan:

Perpecahan adalah suatu pendurhakaan dan keluar dari jalan kebenaran


yang telah nyata.Ia tidak berhenti memberikan pengajaran dengan perka-
taan dan memberikan nasihat dengan berbagai penerangan, tetapi bahkan
dengan memberikan peraturan yang cocok dengan masyarakat pergaulan
hidup serta dapat diwujudkan dalam alam peraktek. Oleh sebab itu ia (Is-

52
lam) mengizinkan orang islam kawin dengan wanita yang menganut agama
ahli kitab (yahudi, nasrani) dan memberikan kelapangan untuk memakan
makanan yang disediakan mereka serta menasehatkan supaya menghadapi
kaum ahli kitab itu dalam suatu pertengkaran dengan cara yang paling baik.

Islam mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melindungi kaum kafir


zhimmi itu, mereka tidak diwajibkan membayar pajak kecuali sekedarnya
saja dari pajak harta kekayaan mereka.Setelah mereka melunaskan jizyah
(pajak) itu, Islam melarang memaksa mereka untuk memasuki Agama Is-
lam. Dan dalam hal ini Islam membujuk hati kaum Mukminin dengan
firmanNya:

Maka tugas mereka hanyalah mengajak orang-orang itu kepada jalan yang
baik dengan cara-cara yang lebih terpuji pula.Mereka memang tidak mem-
punyai hak dan tidak pula diwajibkan untuk memakai sesuatu jalan keke-
rasan guna membawa orang supaya memeluk Islam.Karena nurcahya Islam
itu wajar untuk dapat menembus semua hati manusia.Dan ayat diatas itu
tidak memaksa kaum muslimin untuk menjalankan suatu kebaikan.Agama

53
itu didatangkannya untuk menuntun mereka kepada kebaikan dalam segala
lapangan. Ibadat islam seperti yang tersebut dalam kitab suci dan sunnah
yang sahih, yang sesuai dengan apa yang pantas dengan ketinggian Ilahi dan
kesucianNya dari serupa dengan segala sesuatu, lagi cocok dengan akal yang
sehat kebaikan yang terdapat dalam ibadat itu. Maka ibadat shalat umpa-
manya, adalah terdiri dari ruku, sujud, gerak dan diam. Mengandung doa
merendahkan hati, tasbih (mensucikan Ilahi), dan tazhiem (Mengagungkan
Allah).
Ibadat puasa maka ia adalah suatu pencegahan yang dapat mengagungkan
perintah Allah dalam diri manusia dengan puasa dapat pula diketahui nilai
harganya nikmat dikala ia sudah tidak ada pada kita, serta dapat pula di-
ketahui besarnya kemurahan Ilahi di waktu memberikan nikmat itu kepada
kita
Ibadat haji, ibadat haji itu dilakukan sekali seumur hidupnya. Dimana le-
nyap perbedaan Antara manusia yang kaya dan yang miskin dan semua
sama-sama berkumpul dalam suatu tempat (padang) yang satu, lagi sama-
sama terbuka kepala, lagi tidak boleh memakai pakaian yang dijahit, dima-
na mereka sama-sama menghadapkan pengabdiannya ke hadirat yang satu
Allah tuhan semesta alam.Tasybih (mengidentikan) Tuhan dengan sesuatu.
Tanda-tanda kejadian alam itu adalah berjalan menurut aturan yang satu
yang tidak bisa ditentukan kecuali oleh ilmu Ilahi yang telah menentukan
sejak dari azali (sebelum alam ini tercipta) menurut aturan yang telah di-
tetapkanNya yang harus dipatuhi. Adapun nikmat Allah yang merupakan
hiburan sebagai suatu kesenangan dan begitu pula penderitaan kehidupan
yang dideritanya adalah banyak seperti harta benda, pangkat-kedudukan,
kekuasaan, anak-anak, yang kadang-kadang tidak ada sngkut pautnya deng-
na amal perbuatan manusia pribadi dalam perjalanaan hidupnya sehari-hari
seperti kejujuran dan kecurangannya, atau ketaatan dan kedurhakaannya.
Keadaan umat manusia (bangsa-bangsa) memiliki roh (semangat) yang dile-
takkan Tuhan dalam segala syariat-syariat Ilahi yang berupa: berfikir sehat,
membetulkan pandangan, mengatur hawa nafsu, membatasi segala keingin-
an syahwat, memasuki segala persoalan dengan secara legal dari pintunya,
mencari segala sesuatu dengan jalan memenuhi syarat-syarat yang dapat
menjamin berhasilnya, memelihara kepercayaan/amanah orang, menyema-
rakkan persaudaraan, bekerja sama atas dasar kebaikan, saling nasehat me-
nasehati dalam soal baik dan buruk dan lain sebagainya yang menjadi factor-

54
faktor pokok kejayaan, semangat yang semangat yang seperti itulah yang
merupakan sumber kehidupan umat dan cahaya kebahagiaan mereka dalam
kehidupan dunia ini sebelum datang akhirat.Hingga bila roh itu bercerai
dari umat menjadi lenyaplah kebahagiaan itu dari bekasnya semula serta
diikuti pula oleh tidur nyenyak didalam gubuknya yang lama. Di waktu
itulah Allah mengganti kehormatan sesuatu kaum dengan kehinaan, jumlah
pengikut mereka yang banyak menjadi sedikit, nikmat bahagia berganti de-
ngan celaka, kesenangan dengan penderitaan, dan mereka diperintah oleh
orang-orang yang dzalim ataupun yang adil, maka hal itu semuanya terjadi
sedang mereka masih tenggelam dalam gelombang kelalaian dan kealpaan.
Kitab suci Al-Quran mendorong umat manusia untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan, mencerdaskan orang awam, menganjurkan supaya menabur
kebaikan dan menghentikan kemungkaran, maka ia berfirman:

Maka didahulukan dalam ayat ini menyebutkan amal maruf dan nahyi mung-
kar dari menyebutkan iman (percaya) kepada Allah, padahal iman itu ada-
lah sendi dimana ditegakkan segala amal-amal kebajikan, dan pokok yang
akan menimbulkan bermacam-macam cabang kebaikan, adalah sebagai tan-
da penghormatan bagi kewajiban yang demikian itu dan menunjukan tinggi
mutunya diantara macam-macam perintah yang fardu, bahkan sebagai pene-
gasan, bahwa kewajiban amal maruf dan nahyi mungkar itu adalah penjaga
iman dan pengendaliannya. Kemudian islam menentang dengan kerasnya
terhadap kaum yang melalaikan kewajiban amal maruf itu, dan begitu pula
terhadap penganut-penganut agama yang menghampakannyan maka Allah
berfirman:
Islam telah menentukan hak orang-orang fakir miskin di dalam harta milik

55
orang-orang kaya (zakat) menurut kadar yang telah ditetapkan. Dimana or-
nag kaya memberikan harta itu kepada orang miskin untuk dapat menutupi
hajat kebutuhannya yang ketiadaan, dan sebagai penggembira kesusahan
hati orang yang berhutnag, pembebaskan kaum hamba sahaya dari perbu-
dakan.Maka dengan begitu dapatlah terhibur hati kaum melarat, lenyaplah
keiri hatian dari dada mereka dan sebaliknya hiduplah pada kaum hartaw-
an itu rasa cinta kasih pada kaum melarat.Dan timbullah rasa santun dan
kasihan dalam jiwa kaum berada. Islam mengunci rapat dua buah pintu ke-
jahatan, dan menutup dua buah mata air yang menimbulkan bencana yaitu:
kerusakan akal dan harta benda, yakni dengan jalan mengharamkan minum-
an keras (khamar, alkohol) permainan judi dan riba tnpa tawar menawar
lagi dalam haramnya itu. Bila umur manusia sudah dewasa, berhimpunlah
pada dirinya: kebebasan berfikir dan kemerdekaan akal untuk memilkirkan
apa yang baik menurut budi yang mulia, keteguhan watak dan apa yang
terdapat didalamnya kebangkitan kemauan untuk bekerja serta mendorong
kearah jaln berusaha. Siapa yang membaca kitab suci Al-Quran dengan
bersungguh-sungguh ia akan mendapatkan disana suatu pembendaharaan
yang tidak akan habis dan tidak akan lenyap.

56
17 Cepatnya Islam Berkembang Tak Ada Bandi-
ngannya dalam Sejarah
Adalah hajat kebutuhan bangsa-bangsa terhadap suatu perbaikan yang be-
sar telah umum dirasakan oleh semua. Maka oleh sebab itu Allah menja-
dikan kerasulan Nabi yang terakhir adalah umum (Universal) untuk seluruh
dunia seperti demikian pula, tetapi sungguh mengagumkan akal pera pe-
nyelidik sejarah umat manusia dikala ia melihat, bahwa terhadap agama
ini (islam) telah bergabung kepadanya bangsa arab semenjak dari lapisan
bawah hingga cabang atasnya dalam masa yang kurang dari 30 tahun sa-
ja. Kemudian ia telah dianut oleh bangsa-bangsa lain yang mendiami bumi
yang terletak Antara laut antlantik dan dinding tembok besar (Great well)
negri tiongkok dalam masa yang kurang dari satu abad dan hal itu adalah
suatu peristiwa yang sama sekali tidak dikenal dalam sejarah perkemban-
an agama-agama. Dan oleh karnanya banyaklah orang yang salah dalam
menjelaskan sebab-sebabnya, sedang ahli-ahli sejarah yang adil mendapat
petunjuk dalam soal itu sehingga keheranannya menjadia hilang/lenyap.
Berkumpulah pendukung-pendukung agama yang bermacam-macam me-
nempati jazirah Arabia dan sekitarnya menantang islam, supaya mereka
dapat mematahkan benihnya yang baru tumbuh dan membunuh dakwah pe-
nerangannya yang sedang berjalan. Dan taka da pembelanya kecuali bahwa
dia adalah suatu yang hak menghadapi kebatilan-kebatilan, suatu petunjuk
yang berada ditengah kesesatan, sehingga akhirnya ia mendapat kemenang-
an dengan jalan yang terhormat dan kemuliaan dengan kekuatan yang tak
terkalahkan.
Setelah peperangan selesai dan kemenangan yang menyakinkan serta ke-
kuasaan telah berada ditangan kaum muslimin yang menaklukan, mereka
bersikap lemah lembut terhadap lawannya yang diperkenankan tetap tinggal
memeluk ajaran agama mereka selama ini serta merdeka dalam keadaan am-
an tentram menjalankan segala upacara keagamaan itu dan mereka mengu-
mumkan jaminan perlindungan terhadap segala gangguan yang menimpa ke-
luarga.Dan harta benda bangsa yang kalah itu, dan untuk mereka diwajibk-
an mengeluarkan sekedar penghasilan mereka menurut syarat-syarat yang
ditetapkan. Termasyhurlah adanya kemerdekaan agama dinegeri-negeri is-
lam, sehingga kaum yahudi yang tinggal di eropa melarikan diri dengan
agama mereka ke Andalusia dan ke daerah-daerah lain.

57
Begitulah sikap kaum muslimin dalam pergaulan mereka terhadap penganut-
penganut agama lain yang mereka lindungi dengan mata pedangnya, mere-
ka tidak berbuat sesuatu selain, bahwa mereka membawa itab Allah dan
syariatnya kepada mereka itu danmeletakannya diatas meja pertimbangan
mereka, terserah bagi bangsa-bangsa yang menganut agama lain itu untuk
menerimanya ataupun menolaknya, dan untuk kaum muslimin sama sekali
tidak memaksa mereka dengan suatu kekerasan. Dan begitu pun berkena-
an dengan pajak (jizyah) mereka tidakdikenakan apa yang memberatkan
orang untuk membayarnya. Penganut agama yang bermacam itu menjadi
lebih cinta kepada islam, dan lebih puas menerima kebenaran yang terdapat
dalam islam sehingga mereka memasuki islam secara berbondong-bondong
dan mereka berkorban dalam menghidmati agama islam itu melebihi yang
diberikan oleh bangsa arab sendiri.
Agama islam muncul dikala jazirah arab penuh dengan bermacam-macam
ibadat yang mengabdi kepada dewa-dewa, tenggelam dalam demoralisasi
dan perang-perang keji yang sangat mempengaruhi tabiat penduduk, teta-
pi semua itu dapat dibasmi oleh islam dan penduduknya dibimbing kearah
jalan yang benar. Karenanya menjadi yakinlah pera pembaca kitab suci,
bahwa hal yang demikian itu adalah bukti kebenaran janji allah kepada na-
bi Ibrahim dan ismail, dan terbukti pula terkabulnya doa Al-khalil (Nabi
Ibrahim) kepada tuhannya yang dalam surat al-baqarah ayat 129 berbunyi:

Pada setiap zaman kaum muslimin oleh roh islamnya maka adalah menja-
di watak mereka: sayang kepada orang lain yang menjadi tetangga mereka
itu. Hati mereka tidak mempunyai rasa dendam permusuhan kepada orang-
orang yang berlainan agama dengan mereka, kecuali bila tetangga itu telah
menggencet mereka terlebih dahulu. Mereka juga siap untuk belajar dari
orang lain, dan mereka tidak lain dari suatu kelompok yang suatu waktu

58
bisa mendatangi Sesutu tempat dan kemudian bersedia untuk meninggalkan
nya untuk pindah ketempat lain. Maka apabila sebab-sebab yang melukai
hati telah tak ada lagi, maka kembalilah perasaan hati seperti sediakala pe-
nuh dengan lemah lembut dan kasih sayang.
Karena fitrah manusia itu sendiri untuk mencari agama, tempat mengem-
blikan segala persoalan yang menyentuh kepentingannya, dan mencari aga-
ma yang lebih dekat kepada hati dan perasaannya, yang lebih membawa-
nya kepada ketentraman jiwa raga didunia dan diakhirat. Agama yang
seperti ini keadaannya (islam), tentulah mudah mendapat tempat yang ber-
pengaruh dalam hati dan diterima oleh akal, tanpa memerlukan kepada
peropaganda-peropaganda yang mengeluarkan anggran belanja yang bna-
yak dan wkatu-waktu yang panjang, tidak perlu kepada banyaknya cara-
cara dan media untuk dapat menundukan hati untuk dapat memeluknya.
Bahwa pedang itu telah digunakan sebagai alat menyiarkan agama, maka
memang ia telah dipergunakan untuk meamaksa orang guna menganut su-
atu agama dan memestikannya dan menteror setiap umat yang tidak mau
menerimanya dengan cara kekerasan dan menyingkirkannya dari permukaan
bumi sambil dibackingi oleh beberapa serdadu, perbekalan yang sempurna
dan dengan segala kekuatan untuk dapat mencapai maksudnya. Keadaan
itu telah dimulai selama tiga abad sebelum kedatangan agama islam dan
senantiasa kekerasan terror itu berjalan tujuh abad setelah islam datang,
yang semuanya yang kesemuanya itu lengkap 10 abad, namun tidak dapat
menandingi islam dalam usaha menyebarkan kepercayaannya selama kurang
dari satu abad itu dan tidak cukup dengan tekanan militer begitu saja, te-
tapi setiap pasukan militer maju ke depan, melainkan dibelakangnya telah
menyusul propaganda kaum zending yang leluasa berkata semau-maunya
saja kepada rakyat dibawah lindungan kilatan mata pedang itu, serta gai-
rah yang memancar dari hati, lidah yang fasih bicara dan fonds keuangan
yang cukup yang dapat memperayakan ornag-orang yang lemah imannya.
Sesungguhnya orang-orang yang demikian itu adalah bukti yang cukup bagi
mereka yang ingin melihat kenyataan.
Islam telah memancarkan cahayanya yang terang benderang terhadap negeri-
negeri yang telah sampai ajaran islam itu kepada penduduknya.maka tak
ada hubungannya Antara para penduduk negeri itu dengan islam kecuali
mereka sangat tertarik untuk mendengarkan kalam Allah dan memperda-
lam pengetahuannya tentang islam itu. Kaum muslimin masing-masingnya

59
sibuk bekerja sama untuk mencapai kemajuan beberapa zaman lamanya
akan tetapi pasa suatu zaman mereka menyimpang dari jalan agama itu.
Dalam keadaan seperti yang tersebut belakangan ini. Perkembangan islam
itu berhenti sedemikian rupa.
Maka dalam pada itu datanglah mengalir banjir serangan tentara tartar
dibawah komando jendral jengiz khan menyerbu ke negeri-negeri islam,
dan mereka melakukan macam-macam tindakan kedzaliman dan kebiadab-
an yang luar biasa pada kaum muslimin, mereka adalah pendukung agama
dewa-dewa (heathen, watshani) mereka datang adalah semata-mata dengan
tujuan hanya untuk mengalahkan merampok dengan menghancurkan tetapi
anehnya tidak lama kemudian mereka telah memeluk islam sebagai agama-
nya. Agama ini mereka bawa pulang ke kampung halaman mereka kembali,
maka mereka siarkanlah islam tu dikalangan kaum (bangsa) mereka (mo-
ngol) sebagian islam juga tersebar dinegeri lain. Aneh! Mereka datang
dengan membawa malapetaka yang besar, tetapi kembali dengan satu keba-
hagiaan yang tdak ada taranya (menganut islam).

60
18 Beberapa Persoalan Yang Mudah Timbul Sewaktu-
waktu sebagai Kritik terhadap Islam
Banyak orang yang berkata : Apabila benar Agama Islam dating untuk me-
manggil mereka yang bersengketa untuk bersatu, dan kitab sucinya sendiri
berfirman dalam surat Al-Anam ayat 159 ;

Jika sekiranya Islamitu adalah awal agama yang mengajak akal bicara, me-
manggilnya untuk turut memikirkan kejadian alam raya ini, dan memberik-
an kepada matau untuk melepaskan pandangannya meninjau alam dimana
ia diberi kesempatan untuk menggali rahasia-rahasia yang tersimpan pada
alam itu dengan sekuat mungkinnya, tanpa dibatasi dengan syarat apapun
kecuali harus menjaga akidah iman agar jangan menjadi rusak-, yang sedi-
kit, sedang kebanyakan mereka membelenggu dirinya untuk mengetok pintu
ilmu-pengetahuan, tidak lain karena mengira, bahwa mereka dapat menca-
rikeridhooan ilahi cukup dengan kebodohan belaka, dan menutup mata dari
memperhatikan keindahan ilahi yang sangat rapi. Apabila betul Islam dekat
kepada akal dan hati nurani sebagai mana yang anda ketahui, maka kenapa
menurut pandangan orang, ia telah mengabaikannya.
Apabila telah dinyatakan nya, bahwa agama itu adalah nasihat kepunya-
an Allah, kepunyaan Rasul-nya, kepunyaan orang-orang yang beriman baik
khusus kepada individu-individu maupun umum kepada seluruh muslim 1),
dan (Bahwa sesungguhnya manusia itu akan celaka, kecuali orang-orang
yang beriman dan orang-orang yang melakukan amal-amal kebijakan, dan
mereka saling menasehati untuk menegakan kebenaran, dan saling mengi-
ngati dengan penuh keuletan); dan bahwa mereka tidak mau menyeru ke-
pada kebaikan dan melarang dari yang mungkar-niscaya mereka akan dipe-

61
rintah oleh orang-orang yang bejat, maka diwaktu itu walaupun pemimpin
mereka memenjatkan doanya kepada Tuhan, tetapi tidak akan diperkenank-
an lagi 1); dan peringatan islam itu telah demikian kerasnyakepada diri
mereka apa yang telah diberikan kepada orang lain. Tetapi kenapa mereka
tidak pernah saling menasehati, tidak pernah tegur menegur dengan kebe-
naran, dan tidak berpegang kepada kebenaran itu dengan penuh kegigihan,
dan tidak pula nasehat-menasehati dalam hal-hal yang baik maupun hal-hal
yang buruk? Tetapi masing-masing telah meninggalkan kawannya, dan me-
nyerahkan nasibnya kepada orang lain, sehingga mereka telah bercerai-berai,
dan masing-masing hidup bekerja mementingkan dirinya sendiri-sendiri dim-
na masaing-masing tidak merasakan apa yang dilakukan kawannya yang
seolah-olah tidak ada hubungan antara mereka selama ini dan tidak pernah
bergaul bersama-sam. Dalam keadaan yang seperti itu siapa orang islam
yang berdiri dipintu pengetahuan, ia akan melihat keadaan nasib agama-
nya tak ubahnya seperti pakaian yang sudah robek-robek (using) yang malu
untuk dipakainya kemuka orang yang ramai.sementara itu ada pula orang
yang menipu dirinya sendiri , yang menganggap dia telah mengerti agama;
dan bahwa dia telah berpegang teguh kepada akida-akidah Agama itu-ia
memandang akal (ratio) itu sebagai suatu tabir ilmu-pengetahuan itu seba-
gai sangkaan-sangkaan belaka.
Seperti apa yang telah kami terangkan lebih dahulu, bahwa Islam adalah
suatu petunjuk dan akal (ratio); siapa yang pandai mempergunakannya dan
menjalankan segala petunjuk yang telah diberikannya itu niscaya ia akan
mencapai kebahagiaan sebagai apa yang telah dijanjikan Allah kepada para
pengikutnya. Dan menurut pengalaman , bahwa hal itu adalah merupakan
obat yang mujarab bagi penyakit masyarakat (social). Maka keuntungan-
nya pun sudah demikian jelas nya yang tidak bisa diingkari oleh siapapun
sekalipun oleh orang buta dan tuli. Dan puncak dari segala kritis yang
mereka lemparkan terhadap isl;am dan kaum muslim itu ialah, bahwa is-
lam itu tak ubahnya dengan seorang dokter yang memberika obat kepada
orang yang sakit 1) itu menjadi sembuh sedangkan sang dokter yang meng-
obatinya kembali menderita penyakit yang baru saja diobatinyaitu sehingga
mengerang-erang kesakitan, padaha obat untuk itu ada pada rumahnya sen-
diri sedang ia tidak mau mengambilnya, Banyak orang yang datang menje-
nguknya kerumah, atau yang sangat mengharapkan supaya ia sembuh dari
penyakitnya itu, dan yang ingin ia terlepas dari musubanhnya mengambilk-

62
an obat untuk diberikan , sebab mereka sendiri telah sembuh dengan obat
itu dengan penyakit yang persis seperti yang diderita sang Dokter, tetapi
beliau tidak mau menelan obat itu.Padahal ia sedang berada pada saat-saat
akhir hidupnya yang krisis sekali, menunggu saat kematiannya yang sudah
dekat, atau menunggu suatu ketentuan Tuhan untuk dapat menyembuhkan
penyakit seperti yang sedang dideritanya itu.

63

Anda mungkin juga menyukai