MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Geologi Umum
Dosen Pengampu:
Era Iswara Pangastuti, S.Pd., M.Sc.
Disusun oleh:
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
2.1 Batuan metamorf............................................................................................3
2.2 Proses pembentukan batuan metamorf...........................................................6
2.3 Tingkat Derajat Metamorfosa........................................................................9
2.4 Perubahan Pada Proses Metamorfosa...........................................................13
2.5 Fungsi dan Peran Batuan Metamorf dalam kehidupan Sehari-hari..............14
BAB 3....................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi
pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Dalam penulisan penulisan makalah ini, penulis masih merasa banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami memohon kepada Allah SWT, semoga memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Kelompok 4
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Dari beberapa proses yang dilewati sejak batuan beku, maka terlahirlah
batuan metamorf atau batuan malihan yang menjadi dasar pembahasan makalah
kami.
iv
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dibentuknya makalah ini berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah di atas adalah;
v
BAB 2
PEMBAHASAN
Metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu metamorphism yang terdiri dari
kata meta yang berarti berubah dan morph yang berarti bentuk. Dengan demikian
pengertian metamorf menurut bahasa lebih merujuk pada perubahan pada
kelompok mineral dan tekstur batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang
mengalami tekanan dan temperatur yang berbeda dengan tekanan dan temperatur
saat batuan tersebut pertama kalinya terbentuk.
vi
(a) (b)
(b) (d)
(e) (f)
vii
(g) (h)
(a) Struktur Phylitic (b) Struktur Slaty (c) Struktur Schistocity (d) Struktur
Schistocity (e) Struktur Gneissic (f) Struktur Amphibolite (g) Ganulite (h)
Eclogite
(a) (b)
(c) (d)
viii
(e) (f)
(g) (h)
(a) Quartzite (b) Marble (c) Phyllite (d) Slate (e) Schist (f) Gneiss (g)
Amphibolite (h) Eclogite
ix
1. Perubahan temperatur (T)
Perubahan temperatur disebabkan oleh suatu faktor gradient geothermal
atau dalam bahas Indonesia lebih dikenal dengan julukan gradien panas
bumi. Gradient geothermal sendiri memiliki arti sebagai laju peningkatan
temperatur seiring dengan meningkatnya kedalaman di interior bumi.
Namun pada faktor perubahan temperatur ini memiliki perbedaan
tergantung pada jenis batuan yang akan mengalami metamorfisme.
Contohnya adalah batuan silikat yang memiliki batasan atas dan bawah
yang berbeda. Dengan rincian batasan bawahnya berada pada suhu
150⁰C±50⁰C dan batas atasnya berada pada suhu 650⁰C±1.100⁰C. Hal ini
ditandai dengan munculnya mineral Magnesium (Mg) seperti carpholite,
glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite, maupun slitpnomelane.
Namun seiring dengan meningkatnya suhu batuan, mineral mulai berubah
ke keadaan cair, dan reaktifitas pori-pori fluida di batuan meningkat.
Namun dibawah 200⁰C, sebagian besar mineral akan tetap tidak berubah.
Pada kondisi suhu yang lebih rendah dari ini, perubahan terjadi melalui
pelapukan (di permukaan) atau diagenesis (selama penguburan). Jika suhu
naik sampai 650⁰C, kisi kristal bereaksi dengan menggunakan kombinasi
yang berbeda dari ion yang sama dan struktur atom yang berbeda. Jika
suhu lebih tinggi dari 700⁰C maka batu akan menjadi magma. Selain suhu
akibat penambahan tekanan di atas batuan tersebut, peningkatan juga
dapat diperoleh dari intrusi magma. Batuan di sekitar instrusi magma akan
mendapat suhu yang sangat tinggi, namun kurang dari 700⁰C. Yang
artinya, semakin jauh dari intrusi magma, maka suhu akan semakin
menurun.
2. Perubahan Tekanan (P)
Batuan metamorf yang disebabkan oleh proses perubahan tekanan (P)
dibagi menjadi dua jenis, antara lain;
a. Tekanan beban (confining presure)
Selain disebut sebagai tekanan beban, tekanan ini juga sering disebut
sebagai tekanan seragam, tekanan pengikat, dan tekanan litostatik. Hal
ini disebabkan oleh tekanan yang seragam bekerja ke segala arah yang
disebabkan oleh beratnya batuan di atasnya karena pertambahan
kedalaman batuan tersebut.
b. Tekanan yang diarahkan (directed presure atau differential stress)
Tekanan ini juga disebut sebagai tegangan geser dan tegangan
diferensial. Tekanan ini identik atau dicirikan dengan tekanan yang
tidak seragam atau tidak sama di semua arah. Hal ini disebabkan oleh,
kekuatan tektonik yang cenderung tidak teratur. Kemudian kekuatan
tersebut menyebabkan perkembangan struktur utama seperti lipatan
x
dan patahan, serta dapat bertindak seperti agen metamorf. Tekanan
yang diarahkan pada umumnya menyebabkan perataan butir mineral
dan perkembangan mineral platy (terutama mikas) tumbuh sejajar
dengan sedikit tekanan.
3. Aktivitas kimia
Keberadaan air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) sering ditemukan
dalam jumlah kecil disekeliling kristal mineral atau di ruang pori batuan.
Ruang pori ini dipenuhi cairan berair, yang dikenal sebagai cairan
intergranular. Cairan intergranular sendiri bisa berupa cairan atau uap
yang sebagian besar biasanya mengandung unsur garam dan volatil serta
unsur lainnya. Cairan intergranular biasanya kaya akan air, meskipun
karbon dioksida mungkin merupakan komponen penting, terutama pada
batuan yang mengandung karbonat (seperti batu gamping). Bila dicampur,
cairan yang dihasilkan meningkatkan metamorfosis dengan melarutkan
ion dan dengan menyebabkan reaksi kimia. Produk akhir dari proses ini
adalah penciptaan mineral baru dengan substitusi, pemindahan, atau
penambahan ion kimia.
Adapun peran intergranular pada proses metamorfisme adalah;
a. Bertindak sebagai katalis.
Proses ini terjadi pada batuan yang kering. Karena batuan kering
sangat lamban dan sangat sedikit terjadi perubahan. Lalu interganular
berfungsi untuk mempercepat reaksi mineralogi yang lambat tersebut.
b. Menstransfer panas
Batuan kering adalah konduktor panas yang buruk. Cairan ini
berfungsi untuk mentransfer panas dari sumber panas seperti
pendinginan pluton ke batuan yang lebih dingin yang mendorong
pertumbuhan mineral baru.
c. Mengangkut padatan terlarut
Atom yang diangkut melalui bahan padat melalui difusi adalah proses
yang sangat lambat yang pada akhirnya cairan berfungsi untuk
mengangkut padatan terlarut ke dan dari massa batuan dan karenanya
sangat berperan dalam pembentukan mineral baru.
Namun secara garis besar, proses terbentuknya atau metamorfisme batuan
metamorf adalah dengan cara merubah batuan induk terlebih dahulu. Batuan
induk yang dimaksud adalah batuan beku dan batuan sedimen. Pada awalnya,
batuan yang belum mengalami metamorfisme akan disebut sebagai protolith, yang
berarti sebagai batuan asli yang belum termetamorfosis dari batuan metamorf
yang dibentuk. Protolith adalah awal dari proses terbentuknya batuan metamorf.
Diawali oleh perubahan karakteristik protolith lalu melewati proses panjang
xi
metamorfisme hingga berubah menjadi batuan metamorf secara utuh yang telah
memiliki karakteristik dan juga bentuk foliasi tertentu.
xii
Perubahan dalam kelompok mineral pada suatu batuan metamorf didorong
oleh komponen-komponen kimiawinya untuk mencapai konfigurasi energi yang
terendah pada kondisi tekanan dan temperatur yang ada. Jenis jenis mineral yang
terbentuk tergantung bukan hanya pada panas (suhu) dan tekanan (P) tetapi juga
pada komposisi mineral yang terdapat dalam batuan. Apabila suatu tubuh batuan
mengalami peningkatan tekanan dan atau temperatur maka batuan tersebut berada
dalam keadaan “prograde metamorphism” atau batuan mengalami peningkatan
derajat metamorfosanya. Derajat metamorfosa adalah istilah yang umum yang
dipakai untuk menjelaskan kondisi tekanan dan temperatur dimana batuan
metamorf terbentuk.
a. Slate
Slate merupakan jenis batuan metamorf yang berada pada tingkat derajat
rendah. Batuan ini tersusun dari pertumbuhan beberapa mineral lempung
dan chlorite yang berbutir halus. Orientasi utama dari lembaran
mineralmineral silikat yang menyebabkan batuan mudah pecah melalui
bidang yang sejajar dengan lembaran mineral silikat dan dikenal dengan
struktur slatey cleavage.
(a) (b)
(c) (d)
(a) Original Shale (b) Shale (c) Batu sabak (d) Tekstur Slatey Sleavage
Gambar 2.3.1 Batu Sabak (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)
xiii
b. Schist
Peningkatan derajat metamorfosa mengakibatkan ukuran dari butiran-
butiran mineral cenderung akan menjadi besar. Meskipun batuan tersebut
berkembang dekat dengan bidang foliasinya yang menyebabkan orientasi
lembaran-lembaran silikat, terutama pada biotite dan muscovite
menyebabkan butiran-butiran Feldspar dan Kuarsa tidak memperlihatkan
arah orientasi. Kondisi ketidakberaturan bidang foliasi pada tahap ini
disebut dengan schistosity.
(a)
(b) (c)
(a) Schist (b) Batuan Schist (c) Sayatan batu schist
Gambar 2.3.2 Batuan Schist (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)
c. Gneiss
Lembaran-lembaran dari mineral silikat menjadi tidak stabil seiring
meningkatnya derajat metamorfosa. Hal ini diiringi dengan pertumbuhan
mineral-mineral berwarna gelap seperti hornblende dan pyroxene.
Kemudian, mineral-mineral berwarna gelap ini cenderung akan
memisahkan diri dalam kelompok yang jelas di dalam batuan yang disebut
dengan Gneissic Banding. Mineral-mineral berwarna gelap ini cenderung
membentuk kristal yang berbentuk lonjong atau elongated dibandingkan
membentuk kristal yang pipih dan arah orientasinya searah dengan sumbu
terpanjangnya dan tegak lurus dengan arah maksimum tekanan
diferensialnya.
xiv
(a)
(b) (c)
(a) Gneiss (b) Batuan Gneiss (c) Sayatan batuan Gneiss
Gambar 2.3.3 Batuan Gneiss (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)
d. Granulite
seluruh mineral-mineral hydrous dan lembaran mineral silikat menjadi
tidak stabil dan hanya beberapa mineral hadir yang memperlihatkan
orientasi. Hal ini terjadi pada metamorfosa derajat paling tinggi. Batuan
yang dihasilkan dari proses metamorfosa derajat tinggi akan memiliki
tekstur granulitic yang mirip dengan tekstur phaneric dalam batuan beku.
(a) (b)
xv
2.4 Perubahan Pada Proses Metamorfosa
a. Perubahan tekstur
Perubahan tekstur yang dimaksud adalah perubahan yang disebabkan oleh
terjadinya pemanasan dan tekanan yang meningkat akan mengubah tekstur
batuan (ukuran butiran dan bentuknya). Umumnya, kenaikan suhu
menyebabkan terbentuknya butiran mineral yang lebih besar. Di
bawahproses perubahan tekanan yang diarahkan, butiran batuan bisa
menjadi rata, terdistorsi dan cacat. Tekanan tersebut akan menghasilkan
pembentukan mineral dengan orientasi yang yang sesuai dengan arah
tekanan. Secara alami mineral platy (biotite, muskovit, klorit) dan mineral
alami yang memanjang (amphiboles, sillimanite) akan mengembang dan
sejajar yang memberi bentuk tekstur batu yang berbeda. Foliasi adalah
tekstur planar yang dihasilkan oleh kesejajaran butir mineral yang rata dan
melebar. Lineasi adalah tekstur linier yang dihasilkan oleh pelurusan butir
mineral yang memanjang. Belahan ramping adalah jenis foliasi yang
ditemukan pada batuan halus.
b. Perubahan mineralogi
Pada perubahan mineralogi, berlaku proses pemanasan dan di bawah
tekanan, mineral akan pecah dan bereaksi satu sama lain dan membentuk
miniral yang sifatnya lebih baru. Mineral baru dapat tumbuh menjadi
kristal besar yang dikelilingi oleh matriks mineral mineral lainnya yang
sangat halus. Bentuk porfiroid ini terbentuk dalam keadaan padat dari
bahan kimia batuan, dan tumbuh dengan mengorbankan matriks yang
mengelilinginya. Porphyroblas terlihat seperti fenokrin, kristal besar di
batuan beku yang didominasi mineral halus, namun hubungan teksturnya
berlawanan. Porphyroblasts tumbuh setelah matriks batuan utama
terbentuk, sedangkan fenokrif terbentuk terlebih dahulu, setelah itu matriks
mengkristal di sekelilingnya.
c. Perubahan kimia
Perubahan kimia pada proses pembentukan metamorf adalah berupa cairan
intergranular yang mampu mengangkut material dari. Juga difusi ion
melalui cairan dan mineral bisa terjadi. Jika tidak ada perubahan kimia
sama sekali selama metamorfosis, prosesnya akan disebut sebagai proses
metamorfosis isokimia. Akan tetapi, dalam kebanyakan kasus,
xvi
metamorphosis akan menyebabkan hilangnya air atau karbon dioksida.
Jika sudah ada beberapa penambahan atau perubahan komponen kimia,
prosesnya disebut metasomatisme.
Jika dilihat dari jenis-jenis batuan metamorf dengan ciri khas warnanya yang
indah, maka dapat dipastikan bahwa jenis batuan ini sangat banyak seklai bentuk
pemanfaatannya di dalam kehidupan, antara lain;
1. Batu Pualam
Batu pualam dapat digunakan sebagai meja, asbak, guci, dll. Corak batu
pualam yang khas, dapat menarik minat banyak konsumen untuk dijadikan
nilai guna sebagai penambah estetika hunian.
Gambar 2.5.1 Batu Marmer yang banyak digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan kerajinan.
2. Batu Kuarsa
Batu Kuarsa banyak dimanfaatkan sebagai kaca, keramik, dan perhiasan.
Hal ini disebabkan karena batu kuarsa memiliki corak yang unik.
Gambar 2.5.2 Batu Kuarsa yang banyak digunakan sebagai bahan dasar
perhiasan
3. Batu Sabak
Batu sabak terkenal dengan ciri khasnya yang berwarna hitam. Jenis batu
ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar membuat semen, papan
xvii
tulis, panel instrumen listrik, dan pada jamn dahulu digunakan sebagai
pengganti buku.
Gambar 2.5.3 Batuan Sabak yang dikenal juga sebagai batu tulis pada jaman
dahulu
4. Batu Gneiss
Batu Gneiss memiliki keunikan berupa corak yang indah. Hal ini
menyebabkan banyak orang memburu batuan gneiss untuk dijadikan
sebagai hiasan rumah berupa asbak dan keramik hias.
Gambar 2.5.4 Batu Gneiss sebagai bahan utama pembuatan asbak atau hiasan
rumah.
5. Batu Filit
Batu Filit menjadi bahan utama pembuatan bahan isolator/isolasi elektrik
dan bahan bangunan. Batu filit merupakan bahan isolator yang baik dan
tahan terhadap api. Sebagai bahan bangunan, biasanya batu filitik di
gunakan sebagai bahan interior dan exterior untuk lantai dan dinding
serta untuk bahan atap.
xviii
Gambar 2.5.5 Batu Filit yang menjadi bahan utama pembuatan bahan isolator
dan bahan bangunan.
xix
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
xx
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, A. 2012. 200 Fakta Ajaib Dari Tanah Air Indonesia Lokasi Jantung
Iklim, Mineral, dan Keragaman Geologi Dunia. Jakarta: UFUK press
xxi