Anda di halaman 1dari 21

Batuan Metamorf dan Pemanfaatannya Bagi Kehidupan

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Geologi Umum

Dosen Pengampu:
Era Iswara Pangastuti, S.Pd., M.Sc.

Disusun oleh:
Kelompok 4

1. Berliana Indana Zulva (220210303049)


2. Clara Indy Novasya (220210303078)
3. Fina Widyastutik (220210303082)
4. Dian Marisa Oktaviana (220210303075)
5. Gita Ramadhani (220210303076)

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
2.1 Batuan metamorf............................................................................................3
2.2 Proses pembentukan batuan metamorf...........................................................6
2.3 Tingkat Derajat Metamorfosa........................................................................9
2.4 Perubahan Pada Proses Metamorfosa...........................................................13
2.5 Fungsi dan Peran Batuan Metamorf dalam kehidupan Sehari-hari..............14
BAB 3....................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi
pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Dalam penulisan penulisan makalah ini, penulis masih merasa banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami memohon kepada Allah SWT, semoga memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Jember, 22 September 2022


Tertanda

Kelompok 4

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu atau pengetahuan Geologi, seringkali dipelajari mengenai batuan.


Termasuk dari bagaimana batuan itu terbentuk, terubah, lalu letak dimana batuan
tersebut terletak saat ini.

Berdasarkan keadaan batuan tersebut, maka jenis-jenis batuan dibagi menjadi


tiga, yaitu; (1) Batuan beku, (2) Batuan sedimen, dan (3) Batuan malihan atau
yang sering disebut sebagai batuan metamorf. Sehingga berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan oleh sejumlah ilmuwan dikatakan bahwa,
berdasarkan bagaimana batuan tersebut terbentuk adalah diawali oleh
terbentuknya batuan beku. Oleh karena itu, batuan beku sering disebut sebagai
nenek moyang dari dua batuan-batuan yang lain. Beberapa ilmuwan lain juga
beranggapan bahwa dulunya hampi seluruh permukaan bumi adalah terdiri dari
batuan beku yang berproses selama beberapa waktu menjadi batuan sedimen, lalu
batuan sedimen berproses kembali menjadi batuan malihan atau batuan metamorf.
Proses perputaran batuan tadi disebut dengan siklus daur batuan.

Dari beberapa proses yang dilewati sejak batuan beku, maka terlahirlah
batuan metamorf atau batuan malihan yang menjadi dasar pembahasan makalah
kami.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat


disimpulkan rumusan masalahnya sebagai berikut;

1. Apakah yang dimaksud dengan batuan metamorf atau batuan malihan?


2. Bagaimanakah proses terbentuknya batuan metamorf jika dilihat dari
siklus daur batuan?
3. Apa sajakah tingkat derajat metamorfosa?
4. Apa sajakah perubahan pada proses metamorfosa?
5. Bagaimana peran serta kegunaan dari batuan metamorf atau batuan
malihan dalam kehidupan sehari-hari?

iv
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dibentuknya makalah ini berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah di atas adalah;

1. Mengetahui latar belakang dari batuan metamorf. Termasuk definisi


secara bahasa atau keseluruhan.
2. Memahami mengenai siklus batuan metamorf yang masih melibatkan 2
batuan yang lain yaitu batuab beku dan batuan sedimen serta jenis-jenis
batuan metamorf yang dihasilkan dari proses-proses tersebut.
3. Memahami tingkat metamorfosa berdasarkan tekanan dan temperatur
yang berada di atas kondisi diagenesa.
4. Mengetahui tentang perubahan pada proses metamorfosa.
5. Mengetahui dan memahami peran serta fungsi dari masing-masing jenis
batuan metamorf pada kehidupan sehari-hari.

v
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Batuan metamorf

Metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu metamorphism yang terdiri dari
kata meta yang berarti berubah dan morph yang berarti bentuk. Dengan demikian
pengertian metamorf menurut bahasa lebih merujuk pada perubahan pada
kelompok mineral dan tekstur batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang
mengalami tekanan dan temperatur yang berbeda dengan tekanan dan temperatur
saat batuan tersebut pertama kalinya terbentuk.

Namun secara geologi, metamorf dapat dibagi menjadi 2. Yaitu metamorfose


dan metamorf yang dibedakan menurut prosesnya dan hasil dari proses tersebut

Metamorfose sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada susunan mineral


atau tekstur batuan atau keduanya pada keadaan padat di dalam perut bumi pada
suhu dan tekanan yang tinggi, selanjutnya setelah hal tersebut berhasil berproses
dengan baik, maka dihasilkan batu dari hasil atau proses tersebut dengan batuan
metamorf.

Menurut American Geosciences Institue, mereka menyebutkan bahwa batuan


metamorf adalah batuan yang sudah diubah oleh panas ataupun tekanan yang
intens sehingga menimbulkan bentuk. Dalam kondisi panas dan tertekan jauh di
dalam kerak bumi, baik itu batuan beku maupun batuan sedimen dapat
membentuk batuan metamorf. Sederhananya, seperti memasukka suatu lelehan
batuan atau benda-benda tanah lunak ke dalam tungku api lalu ditimbun jauh di
dalam tungkunya dan dibakar dalam temperatur yang sangat tinggi (panas), maka
hal yang akan terjadi selanjutnya adalah benda tanah lunak tersebut akan
mengalami perubahan. Misalnya perubahan pada tekstur, yang semula saat
sebelum dibakar atau ditanam di dalam tungku api bersuhu tinggi bertekstur licin,
namun saat setelah dibakar di suhu panas akan berubah menjadi sangakt keras.
Hal tersebut disebabkan oleh materinya telah mengalami perubahan. Selain itu,
lelehan bahan lunak tersebut tidak dapat kembali ke bentuk asalnya. Hal tersebut
juga terjadi di dalam bumi, dimana bumi memproduksi batuan metamorf dengan
alami.

vi
(a) (b)

(b) (d)

(e) (f)

vii
(g) (h)

(a) Struktur Phylitic (b) Struktur Slaty (c) Struktur Schistocity (d) Struktur
Schistocity (e) Struktur Gneissic (f) Struktur Amphibolite (g) Ganulite (h)
Eclogite

Gambar 2.1.1 Jenis foliasi batuan metamorf (Sumber: Pengantar Geologi,


2009)

(a) (b)

(c) (d)

viii
(e) (f)

(g) (h)

(a) Quartzite (b) Marble (c) Phyllite (d) Slate (e) Schist (f) Gneiss (g)
Amphibolite (h) Eclogite

Gambar 2.1.2 Jenis batuan metamorf (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)

2.2 Proses pembentukan batuan metamorf

Proses terbentuknya batuan metamorf disebabkan oleh proses metamorfosa.


Proses metamorfosa yang dimaksud adalah proses pengubahan batuan akibat
adanya perubahan tekanan temperatur, dan adanya aktivitas kimia, baik fluida
maupun gas, bahkan bisa disebabkan oleh ketiganya (tekanan, temperatur, dan
aktivitas kimia). Selama proses terjadinya metamorfosa, terjadi sifat isokima yang
menyebabkan batuan-batuan tidak memiliki atau mengalami penambahan unsur-
unsur kimia dan biasanya terjadi pada kisaran temperatur 200⁰C-800⁰C, tanpa
melalui fase cair.

Adapun tiga faktor yang menyebabkan terjadinya pembentukan batuan


metamorf antara lain;

ix
1. Perubahan temperatur (T)
Perubahan temperatur disebabkan oleh suatu faktor gradient geothermal
atau dalam bahas Indonesia lebih dikenal dengan julukan gradien panas
bumi. Gradient geothermal sendiri memiliki arti sebagai laju peningkatan
temperatur seiring dengan meningkatnya kedalaman di interior bumi.
Namun pada faktor perubahan temperatur ini memiliki perbedaan
tergantung pada jenis batuan yang akan mengalami metamorfisme.
Contohnya adalah batuan silikat yang memiliki batasan atas dan bawah
yang berbeda. Dengan rincian batasan bawahnya berada pada suhu
150⁰C±50⁰C dan batas atasnya berada pada suhu 650⁰C±1.100⁰C. Hal ini
ditandai dengan munculnya mineral Magnesium (Mg) seperti carpholite,
glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite, maupun slitpnomelane.
Namun seiring dengan meningkatnya suhu batuan, mineral mulai berubah
ke keadaan cair, dan reaktifitas pori-pori fluida di batuan meningkat.
Namun dibawah 200⁰C, sebagian besar mineral akan tetap tidak berubah.
Pada kondisi suhu yang lebih rendah dari ini, perubahan terjadi melalui
pelapukan (di permukaan) atau diagenesis (selama penguburan). Jika suhu
naik sampai 650⁰C, kisi kristal bereaksi dengan menggunakan kombinasi
yang berbeda dari ion yang sama dan struktur atom yang berbeda. Jika
suhu lebih tinggi dari 700⁰C maka batu akan menjadi magma. Selain suhu
akibat penambahan tekanan di atas batuan tersebut, peningkatan juga
dapat diperoleh dari intrusi magma. Batuan di sekitar instrusi magma akan
mendapat suhu yang sangat tinggi, namun kurang dari 700⁰C. Yang
artinya, semakin jauh dari intrusi magma, maka suhu akan semakin
menurun.
2. Perubahan Tekanan (P)
Batuan metamorf yang disebabkan oleh proses perubahan tekanan (P)
dibagi menjadi dua jenis, antara lain;
a. Tekanan beban (confining presure)
Selain disebut sebagai tekanan beban, tekanan ini juga sering disebut
sebagai tekanan seragam, tekanan pengikat, dan tekanan litostatik. Hal
ini disebabkan oleh tekanan yang seragam bekerja ke segala arah yang
disebabkan oleh beratnya batuan di atasnya karena pertambahan
kedalaman batuan tersebut.
b. Tekanan yang diarahkan (directed presure atau differential stress)
Tekanan ini juga disebut sebagai tegangan geser dan tegangan
diferensial. Tekanan ini identik atau dicirikan dengan tekanan yang
tidak seragam atau tidak sama di semua arah. Hal ini disebabkan oleh,
kekuatan tektonik yang cenderung tidak teratur. Kemudian kekuatan
tersebut menyebabkan perkembangan struktur utama seperti lipatan

x
dan patahan, serta dapat bertindak seperti agen metamorf. Tekanan
yang diarahkan pada umumnya menyebabkan perataan butir mineral
dan perkembangan mineral platy (terutama mikas) tumbuh sejajar
dengan sedikit tekanan.
3. Aktivitas kimia
Keberadaan air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) sering ditemukan
dalam jumlah kecil disekeliling kristal mineral atau di ruang pori batuan.
Ruang pori ini dipenuhi cairan berair, yang dikenal sebagai cairan
intergranular. Cairan intergranular sendiri bisa berupa cairan atau uap
yang sebagian besar biasanya mengandung unsur garam dan volatil serta
unsur lainnya. Cairan intergranular biasanya kaya akan air, meskipun
karbon dioksida mungkin merupakan komponen penting, terutama pada
batuan yang mengandung karbonat (seperti batu gamping). Bila dicampur,
cairan yang dihasilkan meningkatkan metamorfosis dengan melarutkan
ion dan dengan menyebabkan reaksi kimia. Produk akhir dari proses ini
adalah penciptaan mineral baru dengan substitusi, pemindahan, atau
penambahan ion kimia.
Adapun peran intergranular pada proses metamorfisme adalah;
a. Bertindak sebagai katalis.
Proses ini terjadi pada batuan yang kering. Karena batuan kering
sangat lamban dan sangat sedikit terjadi perubahan. Lalu interganular
berfungsi untuk mempercepat reaksi mineralogi yang lambat tersebut.
b. Menstransfer panas
Batuan kering adalah konduktor panas yang buruk. Cairan ini
berfungsi untuk mentransfer panas dari sumber panas seperti
pendinginan pluton ke batuan yang lebih dingin yang mendorong
pertumbuhan mineral baru.
c. Mengangkut padatan terlarut
Atom yang diangkut melalui bahan padat melalui difusi adalah proses
yang sangat lambat yang pada akhirnya cairan berfungsi untuk
mengangkut padatan terlarut ke dan dari massa batuan dan karenanya
sangat berperan dalam pembentukan mineral baru.
Namun secara garis besar, proses terbentuknya atau metamorfisme batuan
metamorf adalah dengan cara merubah batuan induk terlebih dahulu. Batuan
induk yang dimaksud adalah batuan beku dan batuan sedimen. Pada awalnya,
batuan yang belum mengalami metamorfisme akan disebut sebagai protolith, yang
berarti sebagai batuan asli yang belum termetamorfosis dari batuan metamorf
yang dibentuk. Protolith adalah awal dari proses terbentuknya batuan metamorf.
Diawali oleh perubahan karakteristik protolith lalu melewati proses panjang

xi
metamorfisme hingga berubah menjadi batuan metamorf secara utuh yang telah
memiliki karakteristik dan juga bentuk foliasi tertentu.

2.3 Tingkat Derajat Metamorfosa

Berdasarkan tekanan dan temperatur yang berada diatas kondisi diagenesa,


maka ada 2 tingkat derajat metamorfosa yang dapat dikenal, yaitu;

1. Metamorfosa derajat rendah


Metamorfosa jenis ini terjadi pada temperatur antara 200° – 320° C dan
tekanan yang relatif rendah. Batuan metamorf derajat rendah dicirikan oleh
berlimpahnya mineral-mineral hydrous, yaitu mineral mineral yang
mengandung air (H2O) didalam struktur kristalnya). Contoh dari mineral-
mineral hydrous yang terdapat pada batuan-batuan metamorf derajat
rendah:
a. Mineral Lempung
b. Serpentine
c. Chlorite
2. Metamorfosa derajat tinggi terjadi pada temperatur lebih besar dari 320°C
dan tekanan yang relatif tinggi. Seiring dengan meningkatnya derajat
metamorfosa, maka mineral-mineral hydrous akan semakin kurang
hydrous dikarenakan hilangnya unsur H2O dan mineral-mineral non-
hydrous menjadi bertambah banyak. Contoh mineral-mineral yang kurang
hydrous dan mineral-mineral non-hydrous yang mencirikan batuan
metamorfosa derajat tinggi adalah:
a. Muscovite
Mineral hydrous yang akan menghilang pada metamorfosa derajat
tinggi
b. Biotite
Mineral hydrous yang stabil pada meskipun pada metamorfosa derajat
tinggi sekalipun.
c. Pyroxene
Mineral non-hydrous
d. Garnet –
Mineral non-hydrous

Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada proses metamorfosis,


dapat mencerminkan suatu peningkatan dalam derajat metamorfosa (contoh,
burial sedimentary atau penebalan kerak akibat tektonik) yang dikenal dengan
sebutan “prograde metamorphism”. Perubahan yang disebabkan oleh suatu
penurunan dalam derajat metamorfosa ( contoh, adanya pengangkatan tektonik
dan erosi) dikenal dengan “retrograde”.

xii
Perubahan dalam kelompok mineral pada suatu batuan metamorf didorong
oleh komponen-komponen kimiawinya untuk mencapai konfigurasi energi yang
terendah pada kondisi tekanan dan temperatur yang ada. Jenis jenis mineral yang
terbentuk tergantung bukan hanya pada panas (suhu) dan tekanan (P) tetapi juga
pada komposisi mineral yang terdapat dalam batuan. Apabila suatu tubuh batuan
mengalami peningkatan tekanan dan atau temperatur maka batuan tersebut berada
dalam keadaan “prograde metamorphism” atau batuan mengalami peningkatan
derajat metamorfosanya. Derajat metamorfosa adalah istilah yang umum yang
dipakai untuk menjelaskan kondisi tekanan dan temperatur dimana batuan
metamorf terbentuk.

Berdasarkan derajat tingkat metamorfosa di atas, dapat diketahui bahwa


batuan juga merespon terhadap derajat metamorfosa. Beberapa contohnya di
antara lain, adalah;

a. Slate
Slate merupakan jenis batuan metamorf yang berada pada tingkat derajat
rendah. Batuan ini tersusun dari pertumbuhan beberapa mineral lempung
dan chlorite yang berbutir halus. Orientasi utama dari lembaran
mineralmineral silikat yang menyebabkan batuan mudah pecah melalui
bidang yang sejajar dengan lembaran mineral silikat dan dikenal dengan
struktur slatey cleavage.

(a) (b)

(c) (d)

(a) Original Shale (b) Shale (c) Batu sabak (d) Tekstur Slatey Sleavage
Gambar 2.3.1 Batu Sabak (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)

xiii
b. Schist
Peningkatan derajat metamorfosa mengakibatkan ukuran dari butiran-
butiran mineral cenderung akan menjadi besar. Meskipun batuan tersebut
berkembang dekat dengan bidang foliasinya yang menyebabkan orientasi
lembaran-lembaran silikat, terutama pada biotite dan muscovite
menyebabkan butiran-butiran Feldspar dan Kuarsa tidak memperlihatkan
arah orientasi. Kondisi ketidakberaturan bidang foliasi pada tahap ini
disebut dengan schistosity.

(a)

(b) (c)
(a) Schist (b) Batuan Schist (c) Sayatan batu schist
Gambar 2.3.2 Batuan Schist (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)

c. Gneiss
Lembaran-lembaran dari mineral silikat menjadi tidak stabil seiring
meningkatnya derajat metamorfosa. Hal ini diiringi dengan pertumbuhan
mineral-mineral berwarna gelap seperti hornblende dan pyroxene.
Kemudian, mineral-mineral berwarna gelap ini cenderung akan
memisahkan diri dalam kelompok yang jelas di dalam batuan yang disebut
dengan Gneissic Banding. Mineral-mineral berwarna gelap ini cenderung
membentuk kristal yang berbentuk lonjong atau elongated dibandingkan
membentuk kristal yang pipih dan arah orientasinya searah dengan sumbu
terpanjangnya dan tegak lurus dengan arah maksimum tekanan
diferensialnya.

xiv
(a)

(b) (c)
(a) Gneiss (b) Batuan Gneiss (c) Sayatan batuan Gneiss
Gambar 2.3.3 Batuan Gneiss (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)

d. Granulite
seluruh mineral-mineral hydrous dan lembaran mineral silikat menjadi
tidak stabil dan hanya beberapa mineral hadir yang memperlihatkan
orientasi. Hal ini terjadi pada metamorfosa derajat paling tinggi. Batuan
yang dihasilkan dari proses metamorfosa derajat tinggi akan memiliki
tekstur granulitic yang mirip dengan tekstur phaneric dalam batuan beku.

(a) (b)

(a) Sampel Granulite (b) Sayatan batuan granulite


Gambar 2.3.4 Batuan Granulite (Sumber: Pengantar Geologi, 2009)

xv
2.4 Perubahan Pada Proses Metamorfosa

Setelah terjadinya proses pembentukan metamorfosa, pasti akan ada


perubahan yang akan ditimbulkan oleh proses pembetukan tersebut.

Ada 3 (tiga) jenis perubahan yang diakibatkan oleh proses pembentukan


metamorf, antara lain adalah;

a. Perubahan tekstur
Perubahan tekstur yang dimaksud adalah perubahan yang disebabkan oleh
terjadinya pemanasan dan tekanan yang meningkat akan mengubah tekstur
batuan (ukuran butiran dan bentuknya). Umumnya, kenaikan suhu
menyebabkan terbentuknya butiran mineral yang lebih besar. Di
bawahproses perubahan tekanan yang diarahkan, butiran batuan bisa
menjadi rata, terdistorsi dan cacat. Tekanan tersebut akan menghasilkan
pembentukan mineral dengan orientasi yang yang sesuai dengan arah
tekanan. Secara alami mineral platy (biotite, muskovit, klorit) dan mineral
alami yang memanjang (amphiboles, sillimanite) akan mengembang dan
sejajar yang memberi bentuk tekstur batu yang berbeda. Foliasi adalah
tekstur planar yang dihasilkan oleh kesejajaran butir mineral yang rata dan
melebar. Lineasi adalah tekstur linier yang dihasilkan oleh pelurusan butir
mineral yang memanjang. Belahan ramping adalah jenis foliasi yang
ditemukan pada batuan halus.
b. Perubahan mineralogi
Pada perubahan mineralogi, berlaku proses pemanasan dan di bawah
tekanan, mineral akan pecah dan bereaksi satu sama lain dan membentuk
miniral yang sifatnya lebih baru. Mineral baru dapat tumbuh menjadi
kristal besar yang dikelilingi oleh matriks mineral mineral lainnya yang
sangat halus. Bentuk porfiroid ini terbentuk dalam keadaan padat dari
bahan kimia batuan, dan tumbuh dengan mengorbankan matriks yang
mengelilinginya. Porphyroblas terlihat seperti fenokrin, kristal besar di
batuan beku yang didominasi mineral halus, namun hubungan teksturnya
berlawanan. Porphyroblasts tumbuh setelah matriks batuan utama
terbentuk, sedangkan fenokrif terbentuk terlebih dahulu, setelah itu matriks
mengkristal di sekelilingnya.
c. Perubahan kimia
Perubahan kimia pada proses pembentukan metamorf adalah berupa cairan
intergranular yang mampu mengangkut material dari. Juga difusi ion
melalui cairan dan mineral bisa terjadi. Jika tidak ada perubahan kimia
sama sekali selama metamorfosis, prosesnya akan disebut sebagai proses
metamorfosis isokimia. Akan tetapi, dalam kebanyakan kasus,

xvi
metamorphosis akan menyebabkan hilangnya air atau karbon dioksida.
Jika sudah ada beberapa penambahan atau perubahan komponen kimia,
prosesnya disebut metasomatisme.

2.5 Fungsi dan Peran Batuan Metamorf dalam kehidupan Sehari-hari

Jika dilihat dari jenis-jenis batuan metamorf dengan ciri khas warnanya yang
indah, maka dapat dipastikan bahwa jenis batuan ini sangat banyak seklai bentuk
pemanfaatannya di dalam kehidupan, antara lain;

1. Batu Pualam
Batu pualam dapat digunakan sebagai meja, asbak, guci, dll. Corak batu
pualam yang khas, dapat menarik minat banyak konsumen untuk dijadikan
nilai guna sebagai penambah estetika hunian.

Gambar 2.5.1 Batu Marmer yang banyak digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan kerajinan.
2. Batu Kuarsa
Batu Kuarsa banyak dimanfaatkan sebagai kaca, keramik, dan perhiasan.
Hal ini disebabkan karena batu kuarsa memiliki corak yang unik.

Gambar 2.5.2 Batu Kuarsa yang banyak digunakan sebagai bahan dasar
perhiasan
3. Batu Sabak
Batu sabak terkenal dengan ciri khasnya yang berwarna hitam. Jenis batu
ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar membuat semen, papan

xvii
tulis, panel instrumen listrik, dan pada jamn dahulu digunakan sebagai
pengganti buku.

Gambar 2.5.3 Batuan Sabak yang dikenal juga sebagai batu tulis pada jaman
dahulu

4. Batu Gneiss
Batu Gneiss memiliki keunikan berupa corak yang indah. Hal ini
menyebabkan banyak orang memburu batuan gneiss untuk dijadikan
sebagai hiasan rumah berupa asbak dan keramik hias.

Gambar 2.5.4 Batu Gneiss sebagai bahan utama pembuatan asbak atau hiasan
rumah.

5. Batu Filit
Batu Filit menjadi bahan utama pembuatan bahan isolator/isolasi elektrik
dan bahan bangunan. Batu filit merupakan bahan isolator yang baik dan
tahan terhadap api. Sebagai bahan bangunan, biasanya batu filitik di
gunakan sebagai bahan interior dan exterior untuk lantai dan dinding
serta untuk bahan atap.

xviii
Gambar 2.5.5 Batu Filit yang menjadi bahan utama pembuatan bahan isolator
dan bahan bangunan.

xix
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Batuan metamorposis atau metamorfosa atau metamorf (metamorphic rock)


membentuk sebagian besar kerak bumi dan membentuk 12% luas permukaan
bumi. Batuan ini diklasifikasikan berdasarkan tekstur, kandungan kimia dan
mineral. Batuan ini mungkin terbentuk berada jauh di bawah permukaan bumi,
mengalami suhu tinggi dan tekanan besar oleh lapisan batu di atasnya. Batuan ini
juga dapat terbentuk dari proses tektonik seperti benturan kontinental, yang
menyebabkan tekanan horisontal, gesekan dan distorsi. Batuan metamorf juga
terbentuk saat batuan dipanaskan oleh intrusi batuan cair panas yang disebut
magma yang berasal dari interior bumi. Studi tentang batuan metamorf yang
tersingkap / terpapar di permukaan bumi memberikan informasi tentang suhu dan
tekanan yang terjadi pada kedalaman yang dalam di dalam kerak bumi. Beberapa
contoh batuan metamorf adalah gneiss, slate, marmer, schist, dan kuarsit.
Metamorfosis adalah himpunan proses dimana batuan mengalami perubahan
mineralogi, tekstur, atau keduanya untuk mencapai ekuilibrium (keseimbangan)
dengan lingkungannya pada kondisi solid/padat. Istilah metamorphism berasal
dari bahasa Yunani "meta" yang berarti "berubah" dan "morph" yang berarti
"bentuk". Dapat di simpulkan bahawa batuan metamorfosa adalah transisi satu
batu ke yang lain oleh suhu dan atau tekanan dan membentuk batuan baru. Batuan
metamorfik dihasilkan dari (batuan induk): Batuan beku, Batuan sedimen atau Batu
metamorf lainnya.

xx
DAFTAR PUSTAKA

Lumbanraja, J. 2012. Geologi, Petrologi, dan Mineralogi Tanah. Lampung:


Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Noor, D. 2009. Pengantar Geologi. 1st . Pakuan: Pakuan University Press.

Wibowo, A. 2012. 200 Fakta Ajaib Dari Tanah Air Indonesia Lokasi Jantung
Iklim, Mineral, dan Keragaman Geologi Dunia. Jakarta: UFUK press

Noor, D. 2012. Pengantar Geologi.2nd . Pakuan: Pakuan University Press.

Meiwa, S. (2020). Batuan.

xxi

Anda mungkin juga menyukai