Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PELAKSANAAN PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA (CESSIE) DI


INDONESIA

A. Praktek Pengalihan Piutang Atas Nama (cessie) di Indonesia

Cessie adalah pengalihan hak atas kebendaan tak bertubuh

(intangible goods) kepada pihak ketiga. Kebendaan tak bertubuh di

sini biasa berbentuk piutang atas nama. Bentuk yang sering

digunakan dalam cessie adalah berbentuk akta otentik atau akta

bawah tangan, selain itu terdapat syarat utama dari keabsahan suatu

cessie yaitu adanya pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak

terhutang untuk disetujui dan diakuinya. Pihak terhutang di sini adalah

pihak terhadap mana si berpiutang memiliki tagihan. Ketentuan yang

mengatur mengenai cessie diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata Indonesia. Cessie sering digunakan dalam

praktek transaksi bisnis di Indonesia saat ini, akta cessie biasanya

dibuat dalam bentuk Assignment Deed. Hal pokok yang diatur dalam

Assignment Deed beberapa diantaranya adalah:

1. Para pihak, yaitu pihak yang memiliki piutang (cedent) dan

pihak yang akan menerima pengalihan piutang

(cessionaris);

2. Pernyataan pengalihan piutang oleh cedent kepada

cessionaris dan pernyataan penerimaan pengalihan piutang

tersebut oleh cessionaris dari cedent;

55
56

3. Syarat adanya pemberitahuan dari cedent kepada pihak

yang berhutang dan penegasan si berhutang ini bahwa ia

menerima pengalihan hutangnya cedent kepada

cessionarist. Akta cessie biasanya dibuat dalam hubungan

dengan perjanjian hutang piutang biasa dalam konteks

perdagangan (pembelian dan penjualan barang dagangan

secara cicilan), perjanjian pinjaman (kredit), dan anjak

piutang (factoring).

Dalam konteks perjanjian hutang piutang, baik untuk tujuan

perdagangan maupun pinjaman (kredit), biasanya pengalihan hak

kebendaan (tak bertubuh) tersebut dilakukan untuk tujuan pemberian

jaminan atas pelunasan hutang. Dalam konteks ini, isi akta cessie

yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta cessie biasa. Akta

cessie yang bersifat khusus ini dibuat dengan pengaturan adanya

syarat batal. Syarat batal yang dimaksudkan yaitu, akta cessie akan

berakhir dengan lunasnya hutang atau pinjaman si berhutang.

Sementara akta cessie biasa dibuat untuk tujuan pengalihan secara

jual putus (outright) tanpa adanya syarat batal. Akta cessie yang

bersifat khusus tersebut dilaksanakan dalam praktek sebagai respon

dari tidak adanya bentuk hukum pemberian jaminan tertentu yang

memungkinan si pemberi jaminan untuk tetap menggunakan barang

jaminan yang diberikan sebagai jaminan. Sebagai contoh, apabila stok

barang dagangan diberikan oleh si berhutang kepada krediturnya


57

sebagai jaminan, maka tentu si berhutang tidak dapat menggunakan

stok barang tersebut. Sementara stok barang tersebut sangat penting

bagi si berhutang untuk kelangsungan usahanya, tanpanya tentu

usahanya tidak dapat berjalan. Untuk itu, diciptakanlah skema

pengalihan hak si berhutang atas barang dagangan tersebut kepada

kreditur. Sementara itu stok barang tersebut tetap berada pada si

berhutang. Perlu dicatat bahwa yang dialihkan hanyalah ³hak atas

barang dagangan´, sementara penguasaan (hak untuk menggunakan

stok barang tersebut) tetap ada pada si berhutang. Untuk menjamin

bahwa nilai stok barang yang dijaminkan senantiasa dalam jumlah

yang sama, dalam akta cessie disebutkan bahwa yang dijaminkan

adalah hak atas stok barang yang ³dari waktu ke waktu´ merupakan

milik si berhutang. Untuk tujuan pengawasan oleh kreditur, si

berhutang wajib senantiasa menunjukkan daftar stok barang miliknya

agar kreditur dapat memastikan bahwa jumlah minimal yang

dijaminkan selalu sama guna meng-cover jumlah µhak atas stok

barang tersebut yang dijaminkan kepada kreditur. Tidak ada hak

keutamaan Perlu diingat, akta cessie khusus ini bukanlah bentuk

jaminan yang diatur secara hukum melalui peraturan perundang-

undangan. Dengan demikian, kreditur yang memegang jaminan yang

diperoleh berdasarkan akta cessie khusus ini tidak memiliki hak untuk

diutamakan (privilege) dari kreditur lain dalam hal si berhutang jatuh

pailit. Dalam hal ini, haknya atas stok barang yang dicontohkan di atas
58

akan terbagi bersama-sama kreditur lainnya dari si berhutang yang

pailit tersebut. Dengan demikian, jaminan ini cukup beresiko tinggi dari

sudut hukum.

Praktek cessie di Indonesia tidak selamanya dapat dibenarkan

oleh hukum. Beberapa cessie yang tidak dibenarkan oleh hukum atau

cessie yang tidak sah, yaitu antara lain sebagai berikut:50

a. Cessie yang bertentangan dengan Undang-Undang

b. Cessie yang bertentangan dengan ketertiban umum

c. Cessie yang secara signifikan dapat mengubah kewajiban

dari pihak debitur

d. Cessie yang dilarang dalam perjanjian yang menimbulkan

hak yang dialihkan

Terdapat pula cessie ganda, Pasal 613 KUHPerdata antara lain

menyatakan bahwa penyerahan akan utang piutang atas nama dan

kebendaan tidak bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat

sebuah sebuah akta otentik atau di bawah tangan dengan mana hak-

hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain, penyerahan

yang demikian bagi si berhutang tidak ada akibatnya tetapi setelah

penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui

dan diakuinya. Si berpiutang, cessie sudah berlaku, meskipun belum

ada pemberitahua kepada debitur. Hal ini menimbulkan banyak

pertanyaan bagaimana jika atas tagihan yang sama dilakukan


50
Muhamad Rizky Djangkarang, Aspek Hukum Pengalihan Hak Tagihan
Melalui Cessie, Artikel Hukum, November, 2013, hlm 81.
59

beberapa kali cessie oleh pihak kreditur yang sama, sehingga terjadi

cessie ganda. Dalam hal ini, A mengalihkan piutangnya dari debitur B

kepada C, tetapi tidak berapa lama kemudian, sebelum diberitahukan

atau sebelun disetujui atau diakui oleh pihak debitur B, A mengalihkan

piutang yang sama kepada D dengan segera memberitahukan

pengalihan piutang (kepada D) tersebut kepada B.51

Istilah cessie sudah diterima oleh pengadilan, hanya saja

pengertian cessie dalam keputusan pengadilan belum seragam. Ada

yang menyatakan akta cessie batal, karena penjualan tanah dan

bangunan berada jauh di bawah harga pasar.52 Tidak dijelaskan apa

kaitannya antara jual-beli tanah dengan cessie. Suatu ketika pernah

terjadi bahwa seorang kreditur A yang mempunyai tagihan terhadap

pembelinya (B), dan telah mengalihkan piutangnya kepada Bank (X),

telah ditafsirkan sebagai suatu penyerahan piutang.53 Pengertian

cessie menjadi tidak jelas, jika hakim dalam pertimbangannya

mengatakan tentang penyerahan surat kapling tanah sengketa.54 Ada

kalanya istilah cessie digunakan untuk menyerahkan dan

memindahkan semua hak atas tanah.55

51
Dawia Kusumari, Subekti, Penjelasan Hukum Tentang Cessie, Laporan
Penelitian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
52
Putusan MA No. 1726/Pdt/1986, tgl 31 Mei 1980, sebagai disitir oleh PN
Cibinong No.148/Pdt.Bth/2003/PN Cbn, tgl 1 April 2004.
53
Putusan MA No. 2511 K/Sip/1981, tgl 20 Oktober 1986.
54
Putusan PN Jakarta Barat No. 021/1981/G, tgl 3 Maret 1982 dan Putusan PT
DKI Jakarta No. 300/1982/PT DKI Jakarta, tgl 15 Desember 1982.
55
Putusan MA No. 1726 K/Pdt/1986, tgl 31 Mei 1990.
60

B. Kasus Pengalihan Piutang Atas Nama (cessie) antara PT Indosal

Satriatama dengan PT Fireworks

Pada tanggal 3 Februari 1997 telah ditandatangani suatu

perjanjian kredit antara PT Indosal Satriatama dan PT Hastin

International Bank. Adanya Perjanjian Kredit No. HB/KA-PTD/050/II/97

yang dibuat di bawah tangan yang isinya yaitu PT Hastin International

Bank memberikan fasilitas kredit kepada PT Indosal Satriatama.

Pinjaman/pembiayaan kepada PT Indosal Satriatama sebesar

Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dengan bunga sebesar 24%

(dua puluh empat persen) per tahun (untuk selanjutnya disebut

“UTANG”), Perjanjian Kredit jatuh tempo pada tanggal 3 Februari 1998

sesuai dengan Pasal 1 Perjanjian Kredit No. HB/KA-PTD/050/II/97

tanggal 3 Februari 1997. PT Hastin International Bank kemudian telah

menjadi salah satu Bank yang masuk kategori Bank Beku Operasi/

Bank Beku Kegiatan Usaha dan masuk dalam penanganan dan

penguasaan seluruh piutang dan hak tagih yang dimiliki oleh PT

Hastin International Bank beralih kepada BPPN, termasuk juga

piutang PT Hastin International Bank terhadap PT Indosal Satriatama.

Pada tanggal 20 November 2003, antara BPPN dengan PT

Pembiayaan Artha Negara telah ditandatangain suatu Akta Perjanjian

Pengalihan Piutang (cessie) No. 112 tanggal 20 November 2003 yang

dibuat di hadapan Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta dan pada tanggal

29 Desember 2003 telah ditandatangani juga Berita Acara Serah


61

Terima Dokumen Yang Dialihkan No. BA-0074/CTD-PPAK/ADM.BBO-

BBKU/BPPN/1203,pengalihan tersebut telah diberitahukan BPPN

kepada PT Indosal Satriatama pada tanggal 15 Januari 2004

sehingga utang dan segala jaminan yang melekat pada PT Indosal

Satriatama berpindah dari BPPN keapada PT Pembiayaan Artha

Negara. Pada tanggal 9 Februari 2004 antara PT Pembiayaan Artha

Negara dengan PT Fireworks telah ditandatangani suatu Akta

Perjanjian Pengalihan Piutang (cessie) No.26 yang dibuat di hadapan

Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta yang berisikan pengalihan piutang

dari pihak PT Pembiayaan Artha Negara kepada PT Fireworks. Hal ini

telah diberitahukan pula kepada secara resmi kepada PT Indosal

Satriatama dengan surat Perihal Pengalihan Piutang (cessie) maka

berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata PT

Fireworks telah sah menjadi kreditur PT Indosal Satriatama dan

merupakan satu-satunya pemilik dan pemegang hak tagih yang sah

atas utang.

Utang PT Indosal Satriatama telah jatuh tempo tanggal 3

Februari 1998 tetapi belum dibayarkan sehingga PT Fireworks

menagih utang tersebut. Namun, PT Indosal Satriatama tidak sanggup

untuk membayar utang yang telah jatuh tempo tersebut sehingga

utang tersebut ditagih kepada penjamin (Guarantor) dari PT Indosal

Satriatama pengikatan penjaminan mana telah terakomodir dalam

Akta Pemberian Jaminan (Borgtocht) No. 7 tanggal 3 Februari 1997


62

yang dibuat dihadapan Hanifa Halim, S.H., Notaris di Jakarta. Oleh

karena itu penjamin memiliki kewajiban untuk melunasi utang saat

utang tersebut dinyatakan telah jatuh tempo dan apabila ternyata PT

Indosal Satriatama sebagai debitur utama tidak dapat melunasi utang

tersebut. Dalam Akta Pemberian Jaminan (Borgtocht) No. 7 tanggal 3

Februari 1997, penjamin dari PT Indosal Satriatama telah melepaskan

semua hak-hak istimewa dan setiap hak serta hak-hak utama yang

oleh peraturan hukum yang berlaku diberikan kepada penjamin, yakni

antara lain (tidak terbatas) pada hak-hak dan hak-hak utama yang ada

dalam Pasal 1430,1831,1837,1843, dan 1847 sampai dengan Pasal

1849 KUHPerdata.

Adanya hak tagih yang dimiliki oleh PT Fireworks, maka

ketika PT Indosal Satriatama tidak dapat melunasi utang tersebut PT

Fireworks memberikan pernyataan lalai kepada penjamin dalam

melakukan pembayaran kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit

No. HB/KA-PTD/050/II/97 tanggal 3 Februari 1997 jo. Akta Pemberian

Jaminan (Borgtocht) No. 7 tanggal 3 Februari 1997 yang dibuat

dihadapan Hanifa Halim, S.H., Notaris di Jakarta jo. Akta Perjanjian

Pengalihan Piutang (cessie) No. 26 tanggal 9 Februari 2004 yang

dibuat dihadapan Sutjipto, S.H., Notaris di Jakarta, pernyataan lalai

mana yang telah terakomodir dalam Surat Somasi No.

607/AKHH/IX/04 tanggal 16 September 2004 yang diajukan oleh

Konsultan Hukum PT Fireworks terdahulu, ialah Firma Hukum Adnan


63

Kelana Haryanto & Hermanto dimana dalam surat tersebut juga PT

Fireworks memaksudkan bahwa penjamin telah lalai terhadap

kewajibannya (acte van ingebrekestelling). Pada tanggal 9 November

2004, PT Fireworks melalui Konsultan Hukum pada Firma Hukum

Adnan Kelana Haryanto & Hermanto56 menegaskan bahwa utang

yang wajib dilunasi oleh PT Indosal Satriatama sebesar

Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) serta memberi perpanjangan

waktu pembayaran atas utang tersebut sampai dengan tanggal 23

November 2004, namun PT Indosal Satriatama menanggapinya

dengan meminta perpanjangan waktu pembayaran atas utang

tersebut dan ditanggapi kembali oleh PT Fireworks bahwa

perpanjangan waktu pelunasan utan hanya sampai pada tanggal 1

Desember 2004.

PT Fireworks meminta penjamin melunasi utang PT Indosal

Satriatama sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), namun

penjamin menolak membayar utang tersebut. Alasan penjamin

menolak membayar utang tersebut adalah karena penjamin tidak

pernah diberitahukan sebelumnya bahwa kreditur telah diganti dan

tidak ada pemberitahuan secara resmi dari PT Fireworks kepada

penjamin. Perpanjangan waktu yang diberikan oleh PT Fireworks telah

jatuh tempo sehingga PT Fireworks mengajukan permohonan

pernyatan pailit terhadap penjamin selakuk pemberi jaminan pribadi

56
Wawancara dengan Antonius Benny Kurniawan, bagian divisi Finance PT
Fireworks.
64

dan/atau penjamin yang telah melepaskan hak istimewanya sehingga

langsung dapat ditagih pada saat dan setelah utang telah jatuh tempo.

Anda mungkin juga menyukai