DOSEN PENGAMPUH:
OLEH:
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta atas
segala kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan judul " Sifat Dan Hakikat Manusia ".
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan Nabi Muhammad
SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan
sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan
satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok I
DAFTAR ISI
Daftar Isi.......................................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................
Bab I
Pendahuluan.......................................................................................
Latar Belakang.........................................................................................
Rumusan Masalah .................................................................................
Tujuan ....................................................................................................
BAB II
Pembahasan .....................................................................................
BAB III
Penutup ...........................................................................................
Kesimpulan ...........................................................................................
Saran.....................................................................................................
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Dari beberapa latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah antara lain:
a) Apa yang dimaksud dengan sifat hakikat manusia?
b) Bagaimana wujud sifat manusia?
Iklan
c) Bgaimana pengembangan wujud sifat hakikat manusia?
Tujuan
1. Kemampuan Diri
Menurut kaum rasionalis kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan menyadari
diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) merupakan
ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya
dengan aku-aku yang lain (ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik)
disekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan lebih dari itu manusia dapat membuat jarak
(distansi) dengan lingkungannya. Sehingga memiliki kesadaran diri bahwa manusia memiliki
perbedaan dengan makhluk lainnya.
2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri, berbagi, dan mengatasi
batas-batas yang membelenggu dirinya. Ketidakmampuan ini bukan saja dalam masalah dengan
ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan demikian manusia tidak terbelanggu oleh tempat
atau ruang ini (di sini) dan waktu ini (sekarang), tapi dapat menembus ke “sana” dan ke “masa
depan” atau “masa akhirnya”. Kemampuan menempatkan diri dansistensi inilah yang disebut
kemampuan berek. Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada
diri manusia terdapat ketidakpastian kebebasan. Dengan kata lain, adanya manusia bukan "ber-
ada" seperti hewan dikandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun, melainkan "meng-ada" di
muka bumi (Drijarkara, 1962:61-63).
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar
belajar dari pengalamannya, mengantisipasi sesuatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat masa
depan dari sesuatu serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.
3. Kata Hati (Hati Manusia)
Kata hati atau (Consecience Of Man) sering disebut hati nurani, pelita hati, dan
sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang
buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati
merupakan “petujuk bagi moral/perbuatan”. Realisasinya dapat dicapai dengan melatih akal
cerdas dan menyenangkan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral (berbuat)
yang didasari oleh kata hati yang tajam.
4. Moral
Moral juga disebut sebagai etika adalah perbuatan sendiri. Moral yang singkron dengan
kata hati yang tajam yaitu benar-benar baik manusia sebagai manusia merupakan moral yang
baik atau moral yang tinggi (luhur). Sebaliknya yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam
atau merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang buruk atau moral yang
rendah (asor) atau lazim dikatakan tidak bermoral. Seseorang dikatakan bermoral karena ia tanpa
objek dengan nilai-nilai yang tinngi, serta perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang
tinggi. Moral (etika) menunjuk kepada perbuatan yang baik/benar ataukah yang salah, yang
berperikemanusiaan atau yang jahat.
5. Tanggung Jawab
Kesediaan perbuatan untuk menikmati hasil dari yang menuntut jawab, merupakan
pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab bermaam-macam
yaitu tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat, dan kepada Tuhan. Tanggung
jawab kepada diri sendiri akan menjelajahi kata hati, misalnya penyesalan yang
mendalam. menjawab pertanyaan kepada masyarakat yang membahas tentang norma-norma
sosial. jawablah kepada Tuhan untuk mencoba mencari norma-norma agama misalnya perasaan
bersalah dan terkutuk.
Tanggung jawab yaitu keberanian untuk menentukan sesuatu yang sesuai dengan kodrat
manusia. Dengan demikian tanggung jawab dapat diartikan sebagai keputusan untuk menentukan
suatu perbuatan sesuai dengan kodrat manusia.
6. Kebebasan Rasa
Merdeka adalah rasa bebas (tidak tergantung pada sesuatu) yang sesuai dengan kodrat
manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan moral. Yaitu kata hati yang sesuai
dengan kodrat manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.
1. Dimensi Keindividuan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, something yang merupakan suatu
kebutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai
pribadi. (Lysen, individu dan masyarakat).
Setiap anak manusia yang dilahirkan berbeda untuk menjadi potensi dikaruniai yang
berbeda, atau (seperti) dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka
bumi. Demikian kata MJ Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di negeri Belanda)
yang mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (MJ Langeveld, 1995:54). Bahkan
anak kembar yang berasal dari satu telur pun, yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua,
serupa dan sulit dibedakan dari yang lain, hanya serupa tetapi tidak sama, apalagi identik. Hal ini
berlaku baik dari sifat-sifat fisiknya maupun kehidupan kejiwaannya (kerohannya). Karena
adanya individualitas itu setiap oarang memiliki keinginan, perasaan, cita-cita, kecenderungan,
semangat, dan tahan yang berbeda.
2. Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata MJ Langeveld (MJ
Langeveld, 1955:54). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi pada hakekatnya
yang didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Bahkan menurut Langeveld,
adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu dipandang sebagai kunci sukse
pergaulan. Adanyta dorongan untuk menerima dan memberi itu sudah menggejala mulai pada
masa bayi. Seorang bayi sudah dapat menyambut atau menerima belaian ibunya dengan rasa
senang kemudian sebagia balasan ia dapat memberikan senyuman kepada lingkungannya,
khususnya pada ibunya.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas mendorong untuk
bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga bila dipenjarakan merupakan hukuman
paling berat yang dirasakan oleh manusia. Karena dengan diasingkan di dalam penjara, maka
memutuskannya untuk mendorong dorongan tersebut secara mutlak. Immanuel Kant seorang
filosofis tersohor bangsa jerman menyataknan: Manusia hanya menjadi manusia jika berada di
sekitar manusia. Kiranya tidak ada seorang pun yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
3. Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi
dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya melakukan yang pantas jika di dalam
yang pantas atau sopan itu misalnya berisi kejahatan terselubung. Karena itu pengertian susila
berkembangsehingga memperluas arti menjadi manfaat yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering
digunakan dua macam istilah yang memiliki konotasi berbeda yaitu etiket dan etika. Kedua hal
tersebut biasanya berkaitan dengan masalah hak dan kewajiban.
Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat yaitu:
sebuah. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya. Etiket
tidak bisa dibedakan dari etika karena sama-sama dibutuhkan dalam kehidupan.
b. Golongan yang memandang bahwa etiket dan etika perlu dibedakan, karena masing-
masing orang mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu berjalan. Kesopanan merupakan
minyak pelincir dalam pergaulan hidup, sedangkan etika merupakan isinya.
Di dalam penjelasan kesusilaan ini diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan
kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan
manusia itu adalah makhluk susila. Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang
memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakn nilai-nilai tersebit dalam perbuatan. Nilai-
nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh karena mengandung makna, keluhuran,
kemuliaan, dan sebagainya, sehingg dapat dipercaya dan dijadikan pedoman dalam kehidupan.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dicapai dengan perantara
alat indranya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta
ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut diciptakanlah
mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama manusia mulai menganutnya. beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat
bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa
agama menjadi sandaran vertikal manusia. Ph. Khonstam berpendapat bahwa pendidikan agama
seyogyanya menjadi tugas orang tua dalam lingkungan keluaraga, karena pendidikan agama
adalah masalah afektif dan kata hati.
Pemerintah dengan GBHN berlandaskan masukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum
di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi (Pelita V). Di sini perlu ditekankan
bahwa meskipun pengkajian agama melalui pelajaran agama ditingkatkan, namun harus disadari
bahwa pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan
pengetahuan tentang agama. Jadi dari segi-segi afektif harus tersedia.
Manusia telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi,
belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan. Dari kondisi potensi wujud aktualisasi terdapat
rentangan yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya.seseorang
yang dilahirkan dengan bakat seni, misalnya, memerlukan pendidikan untuk menjadi seorang
seniman terkenal. Setiap menusia lahir dikaruniai “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami
(dorongan makan, seks, dan mempertahankan diri, dan lain-lain). Jika manusia dapat hidup
hanya dengan naluri maka ia tidak berbeda dengan hewan. Hanya melalui pendidikan status
hewani itu dapat diubah kearah ststus manusiawi.meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik
tetapi pelaksanaannya mungkin saja kesalahan-kesalahan yang biasa disebut salah didik.
Hal tersebut dapat terjadi karena pendidik adalah manusia biasa yang tidak luput dari
kelemahan-kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bias terjadi, yaitu :
1. Pengembangan utuh
Tingkat keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kulitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Optimisme ini timbul berkat
pengaruh perkembangan iptek yang sangat pesat yang memberikan dampak terhadap
peningkatan perekayasaan pendidikan melalui teknologi pendidikan.
Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:
Kesimpulan
Sebagai calon guru kita harus memperhatikan anak didik dan memberikan bimbingan agar
potensi potensi terpendam yang terdapat dalam diri peserta didik dapat ditumbuhkembangkan
menuju kepribadian yang mantap.
DAFTAR PUSTAKA