Oleh :
Kelompok 1
KELAS 4B
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Sari, M.Pd sebagai dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan yang telah membantu memberikan arahan
dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
satu penyebab masih rendahnya kuantitas insan akademik, sehingga dapat
berimplikasi pada penurunan kesadaran moral manusia itu sendiri.
Fenomena diatas dapat bertransformasi menjadi sebuah disaster
jika tidak diantisipasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis mencoba
memberikan pemahaman mengenai hakikat pendidikan dari berbagai
perspektif. Adapun judul makalah ini yaitu “Hakikat Pendidikan dan
Pembelajaran” yang didalamnya berisi penjelasan-penjelasan tentang
makna dan hakikat pendidikan berdasarkan filsafat pendidikan Driyarkara,
serta integrasinya dengan konsep islam. Penulis berharap mudah-mudahan
makalah ini dapat menjadi perantara dalam mengubah perspektif manusia
terhadap pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Biografi Driyarkara
Driyarkara lahir di lereng Pegunungan Menoreh, Jawa Tengah,
pada 13 Juni 1913, dan meninggal pada 11 Februari 1967 di usia 53 tahun
8 bulan. Driyakarya lahir di desa Kedunggubah, sebelah Timur Puwerejo,
Kedu, Jawa Tengah, dengan nama Soehirman dan biasa dipanggil Djenthu,
yang berarti kekar dan gemuk. Soehirman berganti nama menjadi
Driyarkara pada tahun 1935 ketika masuk Girisonta dan mulai hidup baru
dalam Serikat Jesus, yang anggotanya biasa dipanggil Jesuit. Driyarkara
merupakan anak bungsu keluarga Atmasendjaja dari empat bersaudara.
Kakaknya terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki.
4
manusia muda sampai demikian tingginya sehingga dia bisa menjalankan
kehidupannya sebagai manusia dan membudayakan diri.
5
ketika kita berbicara tentang nilai dan kebudayaan, hal tersebut pun
memuat pemanusiaan.
6
2.4 Filsafat Pendidikan Driyarkara
Istilah hominisasi dan humanisasi atau memanusiakan manusia
muda merupakan rumusan filsafat pendidikan Driyarkara, yang
mengarahkan pada proses kesadaran untuk memanusiakan manusia.
Hominisasi adalah proses pemanusiaan pada umumnya. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya, seperti binatang ataupun tumbuhan, manusia
tidak akan sampai pada fase „ke-manusiawi-an-nya‟ tanpa pendidikan.
Lain halnya dengan binatang. Binatang tidak perlu pendidikan, karena
pada hakikatnya tidak memiliki akal budi.
7
2.5 Hakikat Pendidikan Berdasarkan Filsafat Pendidikan Driyarkara
Manusia harus mengangkat dirinya untuk hidup dan berada sesuai
dengan kodratnya (Driyarkara, 2006). Lain halnya dengan kucing yang
sudah „mengkucing‟ sejak kelahiranya, sudah kodratnya sebagai kucing
tanpa harus mengangkat dirinya menjadi kucing. Jadi, manusia harus
memanusiakan dirinya. Perhatikan orang gila, pada dasarnya ia memang
manusia secara umum (hominisasi), namun apakah dia punya hasrat untuk
memanusiakan dirinya (humanisasi). Jika manusia yang waras dengan
kemawasdiriannya, tatkala ia tidak punya hasrat untuk memanusiakan
dirinya dengan pendidikan, maka tidak ada bedanya dengan orang gila.
8
yang secara potensial berada pada diri setiap insan untuk selanjutnya
dibina dan dikembangkan dalam usaha-usaha pendidikan. Fitrah sebagai
potensi nilai-nilai kesucian, tidak akan memiliki makna apapun jika tidak
dikembangkan. Oleh karena itu, kehadiran pendidikan menjadi wahana
untuk mengembangkan potensi fitrah sehingga setiap potensi fitrah
insaniah dapat dimunculkan (diwujudkan) untuk kemudian dikembangkan.
Artinya :
9
dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan manusia telah sampai pada taraf
humanisasinya (Driyarkara, 2006).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hakikat pendidikan adalah proses pembelajaran sebagai upaya
untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik dengan
interaksi yang menghasilkan pengalaman belajar. Adapun pembelajaran
adalah sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual dan spiritual
seseorang agar ingin belajar dengan kehendaknya sendiri, sedangkan
belajar yaitu suatu proses yang berakhir pada perubahan.
Dalam pandangan Driyarkara, mendidik dan dididik merupakan
perbuatan yang fundamental, artinya perbuatan yang mengubah dan
menentukan hidup manusia. Hal ini terlihat baik dari pihak pendidik
maupun anak didik. Bagi anak didik, dengan menerima pendidikan dia
tumbuh menjadi manusia. Bagi pendidik, mendidik berarti menentukan
suatu sikap.
Selain itu Driyarkara juga mengungkapkan bahwa pendidikan tidak
boleh bersifat individualistis dan stato-sentris. Sedangkan konstruksi
pengajaran tidak boleh didasarkan pada pandangan yang sekadar
pragmatis, melainkan harus inkulturatif-progresif. Dan yang terpenting
pengajaran harus lebih memperhatikan segi praktis dan berdiri di tengah
kehidupan masyarakat sehari-hari, serta harus mampu menghasilkan
manusia yang penuh keberanian, tanggung jawab, dan cerdas.
Istilah hominisasi dan humanisasi atau memanusiakan manusia
muda merupakan rumusan filsafat pendidikan Driyarkara, yang
mengarahkan pada proses kesadaran untuk memanusiakan manusia.
Hominisasi adalah proses pemanusiaan pada umumnya, sedangkan
humanisasi merupakan proses lanjutan setelah hominisasi.
Pendidikan sebagai pemanusiaan manusia muda selalu menjadi
medium yang menemani pertumbuhan manusia dari bayi, bahkan
11
semenjak dalam kandungan, untuk menjadi manusia yang mencapai
integritasnya. Hominisasi membicarakan manusia secara umum sesuai
dengan kodratnya. Humanisasi berbicara tentang perkembangnya menuju
tingkat yang niscaya, melalui proses yang dinamis.
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13