Anda di halaman 1dari 17

Studi ADOPT

 
Upaya Memperlambat Progresivitas Diabetes Melitus
GERAI - Edisi April 2007 (Vol.6 No.9), oleh andra

Saat semua intevensi tidak berhasil, maka dibutuhkan suatu agen baru yang mampu menghambat
progresivitas kegagalan monoterapi
 
Penelitian besar diabetes melitus yaitu UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)
memperlihatkan bahwa intervensi apapun yang dilakukan pada pasien diabetes melitus tipe 2,
hasilnya tetap saja tidak bisa menghentikan progresivitas penyakit. Hal itu ditunjukkan dengan kadar
HbA1c yang terus meningkat seiring tahun berjalan.
Dalam penelitian UKPDS, responden dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pasien konvensional
(mendapat terapi tetapi setelah itu “dilepas” atau tidak dikontrol), kelompok glibenklamid, dan
kelompok metformin. Setelah 10 tahun follow-up, kadar HbA1c ketiga kelompok tetap tinggi (>8%),
meskipun kenaikan yang terendah ada di kelompok  metformin diikuti kelompok glibenklamid dan
konvensional. Kenapa HbA1c bisa naik?
 
Menurut Prof. Dr. Sidhartawan Soegondo, SpPD-KEMD, dari Divisi Metabolik Endokrin FKUI/RSCM,
untuk muncul menjadi penyakit diabetes mellitus, sedikitnya dibutuhkan waktu 6 tahun. Fase pertama
adalah adanya resistensi insulin, yaitu saat sel-sel beta bisa menghasilkan insulin dalam jumlah cukup
namun kualitas insulinnya tidak baik. Insulin terus diproduksi tetapi tidak efektif sehingga akhirnya
terjadi hiperinsulinisme. “Lama-lama sel beta di pancreas capek dan menurun fungsinya. Produksi
insulin pun menurun. Dari sini masuk ke tahap dua yaitu defisiensi insulin,” jelas Sidhartawan yang
juga ketua PERSANDIA ini.
 
Penelitian ADOPT (A Diabetes Outcome Progression Trial) diharapkan bisa menjawab permasalahan
di atas. Penelitian ADOPT dirancang untuk melihat efektivitas rosiglitazone, suatu obat dari kelompok
Tiazolidindion, dalam mengurangi risiko terjadinya kegagalan monoterapi penderita diabetes melitus
tipe 2. Hasil penelitian yang melibatkan 4.360 pasien yang baru terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 ini
sudah dipresentasikan dalam Kongres Diabetes Sedunia di Cape Town, awal Desember tahun lalu.
 
Dalam studi acak dan buta berganda ini, responden dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok yang
diberi rosiglitazone dosis 4 mg dua kali sehari, glibenklamid 7,5 mg dua kali sehari, dan metformin 1
gram dua kali sehari. Mereka dipantau selama 4-6 tahun untuk menguji efektivitas jangka panjang
masing-masing obat yang digunakan sebagai monoterapi. Acuan yang dinilai adalah kemampuan obat
dalam mengendalikan kadar gula darah puasa, resistensi insulin, dan fungsi sel beta.
 
Pada saat penelitian ADOPT direncanakan, pengukuran HbA1c belum menjadi sasaran utama
penelitian, karena pada saat penelitian berlangsung, penatalaksanaan diabetes tipe 2 masih
memfokuskan pada pengukuran kadar glukosa puasa. Namun hasil HbA1c tetap dikumpulkan dalam
penelitian, sebagai hasil sekunder.
 
Hasilnya bisa dilihat sebagai berikut. Untuk acuan primer yaitu kegagalan monoterapi (kadar gula
puasa >180 mg/dL), rosiglitazone mampu mengurangi risiko kegagalan monoterapi hingga 32%
dibandingkan metformin, dan 63% dibandingkan glibenklamid. Rosiglitazone juga lebih efektif
mencegah resistensi insulin sebesar 12,6% dibandingkan metformin dan 41,2% dibandingkan
glibenklamid. Seperti “khitah”nya, ketiga obat ini juga pada akhirnya tak mampu mencegah penurunan
fungsi sel beta, namun penurunan sel beta yang tercepat terjadi pada kelompok metformin
dibandingkan rosiglitazone dan glibenklamid. “Ini tidak mengherankan karena glibenklamid memang
bekerja dengan menstimulasi fungsi sel beta,” jelas Sidhartawan.
 
Dalam hal durasi kemampuan mengontrol gula darah, rosiglitazone terlihat paling baik, karena kadar
HbA1c baru meningkat diatas 7 % setelah 60 bulan (rata-rata),  dibandingkan metformin (45 bulan)
dan glibenklamid (33 bulan). Sayangnya rosiglitazone lebih banyak meningkatkan berat badan
dibandingkan glibenklamid ataupun metformin.
 
Penelitian menunjukkan rosiglitazone bisa ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar peserta
penelitian. Hal ini dibuktikan dengan angka penghentian terapi sebesar 37% pada kelompok
rosiglitazone, dibandingkan 38% dan 44% pada kelompok metformin dan glibenklamid. Adapun
kejadian tidak diinginkan yang tercatat (adverse events) pada ketiga kelompok yang menonjol antara
lain edema (rosiglitazone 14,1%, glibenklamid 8,5% dan metformin 7,2%).
 
”Ini suatu penelitian yang bagus, yang bisa membuat kita merubah pola pengobatan diabetes melitus.
Kita tambah lagi satu agen untuk bisa diberikan sejak awal pada pasien diabetes melitus. Kalau
pengobatan lama tidak berhasil, kenapa masih dipakai,” ujar Sidhartawan lagi.
 

Diabetes, The Sillent Killer


Banyak orang yang masih
mengganggap penyakit diabetes
merupakan penyakit orang tua atau
penyakit yang hanya timbul karena
faktor keturunan. Padahal, setiap
orang dapat mengidap diabetes, baik
tua maupun muda, termasuk Anda.
Namun, yang perlu anda pahami
adalah anda tidak sendiri.

Menurut data WHO, Indonesia


menempati urutan ke-4 terbesar
dalam jumlah penderita Diabetes
Mellitus di dunia. Pada tahun 2000
yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6
juta penduduk Indonesia yang
mengidap diabetes.

Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di
antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.

Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya
mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini
mungkin disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang diabetes terutama gejala-
gejalanya.

Sebagian besar kasus diabetes adalah diabetes tipe 2 yang disebabkan faktor keturunan.
Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup untuk menyebabkan seseorang terkena diabetes
karena risikonya hanya sebesar 5%. Ternyata diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada
orang yang mengalami obesitas alias kegemukan akibat gaya hidup yang dijalaninya.

Berikut ini hal-hal yang perlu Anda ketahui tentang diabetes untuk meningkatkan
kesadaran akan diabetes :

1. Apa sih Diabetes Mellitus?


2. Ketahui Penyebab & Tipe Diabetes Mellitus
3. Sulitnya Membaca Gejala Diabetes
4. Mendiagnosis Diabetes Mellitus
5. Komplikasi Diabetes Bisa Mematikan
6. Terapi Untuk Diabetes Mellitus
7. Mencegah Bahaya Komplikasi
8. Hindari Diabetes dengan Ubah Gaya Hidup
Setelah mengetahui semua hal yang tentang diabetes, jangan lewatkan:

z Expert Review oleh ahli penyakit dalam spesialis endokrin metabolik diabetes
yaitu Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD, FACE yang juga
Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA).
z Pentingnya Pemantauan Pengujian gula darah bagi diabetesi
z Bagi Anda Diabetesi , PASTIKAN
Monitor selalu..!! Si Manis dalam Darah Anda

Apa sih Diabetes Mellitus?

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana


kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup.

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas,


yang bertanggungjawab dalam mempertahankan
kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan
gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi.

Nah, berapa kadar gula darah yang disebut tinggi?


Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,
seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126
mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam.

Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah
70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam
setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.

Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif
(bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak.

Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.

Ada cara lain untuk menurunkan kadar gula darah yaitu dengan melakukan aktivitas fisik
seperti berolahraga karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi.

Ketahui Penyebab & Tipe Diabetes Mellitus

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan
kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap
insulin.
Ada 2 tipe Diabetes Mellitus, yaitu:

1. Diabetes Mellitus tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin)


2. Diabettes Mellitus tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM)

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2


Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin,
sekali tidak menghasilkan insulin kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30
tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan Faktor resiko untuk diabetes tipe 2
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa adalah obesitas dimana sekitar 80-90%
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan penderita mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam
yang berat dan penderita harus mendapatkan keluarga
suntikan insulin secara teratur

Penyebab diabetes lainnya adalah:

 Kadar kortikosteroid yang tinggi


 Kehamilan diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.
 Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
 Racun yang mempengaruhi
pembentukan atau efek dari
insulin.

Sulitnya Membaca Gejala


Diabetes

Gejala awalnya berhubungan dengan


efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai
diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan dikeluarkan melalui air kemih.

Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal


akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang. Karena ginjal menghasilkan
air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam
jumlah yang banyak (poliuri).
Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi).

Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan
berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang
luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan
tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang
terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun.


Jika insulin berkurang semakin parah
maka sering berkemih dan sering merasa
haus.

Berkembang dengan cepat ke dalam Jarang terjadi ketoasidosis.


suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum.

Pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak
dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber
yang lain.

Sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi
asam (ketoasidosis).

Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi
dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.

Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis
diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.

Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami
ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres
akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih
dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Mendiagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P (polidipsi, polifagi, poliuri)


dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak
normal). Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah
penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.

Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut
memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.

Kriteria Diagnostik Gula darah


(mg/dL)
Bukan Pra
  Diabetes
Diabetes Diabetes
Puasa < 110 110-125 > 126
Sewaktu < 110 110-199 > 200

Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini
dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi
diabetes yang sering terjadi pada wanita hamil.

Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa.
Lalu penderita diminta meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan
2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.

Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria diagnostik gula darah terbaru
yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2006.

Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu menderita pra-diabetes,


yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk didiagnosa diabetes. Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun
menderita pra-diabetes.

Penelitian menunjukkan beberapa kerusakan dalam jangka panjang, terutama pada jantung
dan sistem peredaran darah selama pra-diabetes ini. Dengan pre-diabetes, anda akan
memiliki resiko satu setengah kali lebih besar terkena penyakit jantung. Saat Anda
menderita diabetes, maka risiko naik menjadi 2 hingga 4 kali.

Akan tetapi, pada beberapa orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk menjadi
diabetes dapat ditunda atau dicegah dengan perubahan gaya hidup. Diabetes dan pra-
diabetes dapat muncul pada orang-orang dengan umur dan ras yang beragam, tetapi ada
kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi.

Komplikasi Diabetes Bisa Mematikan


Diabetes merupakan penyakit yang memiliki
komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit
lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan
kadar gula darah yang tinggi terus menerus,
sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah,
saraf dan struktur internal lainnya.

Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam


dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat
penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama yang menuju ke kulit dan saraf.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga


cenderung menyebabkan kadar zat berlemak
dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak
di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6
kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.

Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh


darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki
(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf
dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.

Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya
tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah
serangan jantung dan stroke.

Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat
kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa
menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).

Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf
mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa
secara tiba-tiba menjadi lemah.

Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati
diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti
terbakar dan kelemahan.

Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita
tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke
kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat.
Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama
sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.

Terapi Untuk Diabetes Mellitus

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah
dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk
dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan
terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang.
Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara
mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium
terdekat.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.
Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan
jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.

Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan
melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau
obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.

Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat
oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian
memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


2. Terapi Sulih Insulin

1. Obat hipoglikemik oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada
penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah
dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan
respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda
penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan
oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.

Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita
memerlukan 2-3 kali pemberian.
Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula
darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

2. Terapi Sulih Insulin

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin


sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin
hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di
dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam


penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat
bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda
menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja
yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.


Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,
mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa
kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10
jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama
sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang malam.

3. Insulin kerja lambat.


Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa
kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:


* Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
* Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
* Aktivitas harian penderita
* Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
* Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja
sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.

Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam
atau ketika hendak tidur malam.

Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin
kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada
siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya;
penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah
raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan
perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama
dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi
terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita
dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat
suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti
kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.

Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak


berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut
bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada
pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan
makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung
memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak
jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah
mengontrol kadar gula darah dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk
mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya
komplikasi.

Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya
harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui
perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

Mencegah Bahaya Komplikasi

Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari pengobatan diabetes.
Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemeriksaan air kemih bukan
merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau menyesuaikan dosis
pengobatan.

Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri dengan mudah oleh penderita di rumah
menggunakan alat pengukur glukosa darah. Penderita diabetes harus mencatat kadar gula
darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat
hipoglikemiknya dapat disesuaikan.

Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula
darah sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia (rendahnya kadar gula dalam darah)
juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau
melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan.

Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah
otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang
tersimpan di hati.

Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa
lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa
darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat,
menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia,
penderita harus segera makan gula.

Oleh sebab itu, penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa
untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air
gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya.

Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon,


yang bisa disuntikkan jika
mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:


* Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba
* Sakit kepala
* Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba
* Badan gemetaran
* Berkeringat
* Bingung
* Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang


tepat dan cepat, bisa terjadi koma bahkan kematian. Penderita harus dirawat di unit
perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium,
kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan.

Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya
disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam,
sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan.

Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula
darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa,
tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan


pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum yaitu diberikan cairan dan elektrolit pengganti.
Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan
ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya
tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang
berkembang secara progresif. Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan
pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa
mencegah kerusakan retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau
memperlambat hilangnya penglihatan.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau
diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah. Mengontrol kadar gula darah dapat
dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat.
Hindari Diabetes dengan Ubah Gaya Hidup

Faktor keturunan memiliki pengaruh apakah seseorang dapat


terkena diabetes atau tidak. Selain keturunan, gaya hidup
juga berperan besar. Diabetes tipe 2 sering terjadi pada orang
yang mengalami obesitas. Obesitas atau kegemukan
merupakan pemicu terpenting penyebab diabetes.

Obesitas artinya berat badan berlebih minimal sebanyak 20%


dari berat badan idaman. Juga berarti indeks masa tubuh
lebih dari 25 kg/m2. Lemak yang berlebih akan menyebabkan
resistensi terhadap insulin. Ini menjelaskan mengapa diet dan
olahraga merupakan metode penatalaksanaan untuk diabetes
tipe 2.

Dengan menurunkan berat badan dan meningkatkan massa


otot, akan mengurangi jumlah lemak sehingga membantu
tubuh memanfaatkan insulin dengan lebih baik. Ternyata ada
hubungan antara diabetes tipe 2 dengan letak tumpukan
lemak terbanyak. Bila timbunan lemak terbanyak terdapat di
perut maka risiko terkena diabetes lebih tinggi.

Para peneliti juga percaya bahwa gen yang membawa sifat


obesitas ikut berperan dalam menyebabkan diabetes. Gen
yang bernama gen obes ini mengatur berat badan melalui protein pemberi kabar apakah
kita lapar atau tidak. Pada percobaan dengan tikus, bila gen ini bermutasi maka tikus akan
menjadi obes dan mengalami diabetes tipe 2.

Penelitian menunjukkan bahwa kegemukan berhubungan dengan waktu yang


dihabiskan di depan TV dan komputer. Menonton TV akan menyebabkan tidak
bergerak juga berpengaruh terhadap pola makan mengemil.

Bagaimana cara mengatasi kegemukan untuk menghindari diabetes?


Caranya mudah, murah dan efektif, antara lain:
1. Membiasakan diri untuk hidup sehat
2. Biasakan diri berolahraga secara teratur
3. Hindari menonton TV atau main komputer terlalu lama
4. Jangan mengkonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan garam yang
tinggi.
5. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
6. Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

Expert Review

Umumnya, penderita diabetes mengetahui dirinya mengidap diabetes setelah terjadi


komplikasi. Hal ini diungkapkan oleh Prof.DR.Dr. Sidartawan Soegondo,
SpPD,KEMD,FACE di kantornya di Bagian Metabolik dan Endokrin, FKUI/RSCM.
Diabetes itu seperti rayap, bekerja diam-diam merusak organ di dalam tubuh. Diabetes
sering disebut sebagai “The Silent Killer”. “Namun, sebenarnya komplikasinya yang
mematikan, bukan diabetesnya,” jelas Prof. Sidartawan.

Gejala diabetes pun tidak menakutkan, seperti banyak makan (polifagi), banyak minum
(polidipsi), dan kencing lancar (poliuri). Menurut Prof. Sidartawan, dengan gejala
seperti itu orang tidak pergi ke dokter. Sebaliknya jika tidak mau makan dan susah
kencing, baru orang pergi ke dokter.

Diabetes mellitus bukan satu penyakit tetapi beberapa penyakit yang memiliki gejala
kadar gulanya naik. Bisa disebabkan karena pankreasnya rusak (tipe 1), sekresi insulin
menjadi berkurang (tipe 2), obat-obatan yang mengakibatkan pankreasnya rusak dan
diabetes yang terjadi pada wanita hamil (gestational).

Gaya hidup yang bersalah

Mereka yang memiliki risiko tinggi terkena diabetes adalah yang memiliki riwayat
keluarga mengidap diabetes, memasuki usia di atas 40 tahun, kegemukan, tekanan
darah tinggi, selain tentu saja pola makan yang salah.

Jumlah penderita diabetes di daerah perkotaan di Indonesia pada tahun 2003 adalah 8,2
juta orang, sedangkan di daerah pedesaan 5,5 juta orang. Diperkirakan, 1 dari 8 orang di
Jakarta mengidap diabetes. Tingginya jumlah penderita di daerah perkotaan, antara lain
disebabkan karena perubahan gaya hidup masyarakatnya.

Diabetes tidak dapat disembuhkan

Karena diabetes tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, sudah saatnya kita melakukan
tindakan pencegahan, antara lain tidak makan berlebihan, menjaga berat badan, dan
rutin melakukan aktivitas fisik.

Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes, antara lain dengan melakukan
senam khusus diabetes, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang. Diet dipadu dengan
olahraga merupakan cara efektif mengurangi berat badan, menurunkan kadar gula
darah, dan mengurangi stres.

Latihan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan
risiko terkena serangan jantung, serta memacu pengaktifan produksi insulin dan
membuatnya bekerja lebih efisien.

Komplikasi diabetes justru mematikan

Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12–20%


penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia orang
meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkan.

Komplikasi diabetes terjadi pada semua organ dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah
kecil dan besar dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan
30% akibat gagal ginjal. Selain kematian, DM juga menyebabkan kecacatan.

Sebanyak 30% penderita DM mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10%
harus menjalani amputasi tungkai kaki. Bahkan DM membunuh lebih banyak
dibandingkan dengan HIV/AIDS.

Untuk penderita diabetes, komplikasi bisa dicegah dengan mengendalikan gula darah.
Dokter tidak langsung meresepkan obat melainkan meminta pasien agar merubah
lifestylenya. “Ubah life style dengan lebih aktif melakukan kegiatan jasmani dan
mengatur makanan,” kata Prof. Sidaratawan.

Terapi untuk diabetisi

Bila ternyata mengubah gaya hidup tidak berhasil baru kemudian diberikan obat.
Pemberian obat ini tergantung tipe, komplikasinya (penyakit ginjal, jantung, dll) dan
berapa lama mengidap diabetes.

Obat untuk diabetes disebut obat hipoglikemik oral (OHO) terbagi menjadi 2 kelompok
yaitu obat yang memperbaiki kerja insulin (seperti metformin, glitazone, dan
akarbose) dan obat yang meningkatkan produksi insulin (seperti sulfonil, repaglinid
dan natelinid dan insulin yang disuntikkan).

Kelompok pertama bekerja pada temapat dimana terdapat insulin yang mengatur gula
darah seperti di hati, usus, otot dan jaringan lemak. Kelompok kedua meningkatkan
pelepasan insulin ke sirkulasi, sedangkan insulin yang disuntikkan menambah kadar
insulin di sirkulasi darah.

Ketidakpatuhan mengkonsumsi obat merupakan penyebab utama kegagalan terapi


sehingga penderita diabetes perlu diedukasi. Sebaiknya penderita diabetes melakukan
konsultasi secara berkala dengan dokter. Selain itu dituntut sikap disiplin dan kepatuhan
dalam mengonsumsi obat maupun suntik insulin agar tidak terjadi komplikasi penyakit.

Cegah & Deteksi Diabetes

Di Indonesia, sekitar 95% kasus adalah diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe 2 ini,
penyebabnya tidak hanya faktor keturunan tapi juga gaya hidup misalnya kegemukan
yang terjadi akibat gaya hidup makan kaya lemak dan tidak berolahraga.

Faktor keturunan tidak bisa dicegah tapi gaya hidup bisa diubah. “Jangan sampai gemuk,
jangan banyak makan makanan berlemak dan manis serta banyaklah bergerak,” saran
Prof Sidartawan.

Risiko diabetes setiap tahunnya meningkat 30 persen, sehingga Prof. Sidartawan


menyarankan agar melakukan pemeriksaan gula darah setahun sekali jika kita termasuk
dalam satu atau dua dari faktor risiko diabetes.

Pentingnya Pemantauan Pengujian Gula Darah bagi Diabetesi

Pemantauan kadar gula darah penderita diabetes (diabetesi) secara teratur merupakan
bagian yang penting dari pengendalian diabetes, terutama penderita DM tipe 1, DM tipe 2
dengan terapi insulin, DM tipe 2 yang sering mengalami hipoglikemia dan DM Gestasonal.

Pemantauan kadar gula darah ini penting karena membantu menentukan penanganan
medis yang tepat sehingga mengurangi resiko komplikasi yang berat, dan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes.

Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara baik di laboratorium,
klinik bahkan dapat dilakukan pemantauan kadar gula mandiri yang dapat dilakukan pasien
dirumah dengan menggunakan alat yang bernama Glukometer.

Mengapa Diabetesi harus monitor kadar gula darah dengan Glukometer?

1. Lebih ekonomis dan praktis di banding pemeriksaan di laboratorium


2. Untuk menyesuaikan dosis obat, terutama bagi pengguna insulin sehingga terhindar
dari hipoglikemia
3. Kadar Gula penderita Diabetes Mellitus tipe I sangat berfluktuasi dan cepat berubah

Konsultasikan kepada dokter, kapan dan seberapa sering Anda harus melakukan tes
tersebut. Karena dapat bervariasi. Dianjurkan pagi hari sebelum sarapan, dua jam setelah
makan, dan malam hari sebelum tidur. Perlu pula pengukuran pada saat tertentu lainnya.
Contohnya pengukuran yang lebih ketat bila terjadi hipoglikemia (menurunnya kadar gula
darah secara tidak normal), saat sebelum olahraga dan pada kehamilan.

Simpan catatan dari tes darah, obat-obatan yang dikonsumsi, serta aktivitas harian Anda.
Dan bawa catatan tersebut bila Anda berkonsultasi ke dokter.

Yang perlu diperhatikan dalam memilih Alat Glukometer, adalah alat yang memiliki tingkat
akurasi hasil yang tinggi / mendekati hasil laboratorium, terpercaya serta mudah
digunakan.

Monitor selalu..!! Si Manis dalam Darah Anda

Ascencia™ ENTRUST™
Alat Test Kadar Gula Darah yang Terpecaya dan Mudah digunakan dari Bayer
Healthcare

Bayer telah menjadi pemimpin di bidang riset dan pengembangan diabetes care lebih
dari 60 tahun. Ascencia™ ENTRUST™ Meter adalah satu tambahan anggota
keluarga dari produk Diabetes Care Bayer yang dapat memberikan hasil kadar
glukosa akurat, terpecaya dan mudah digunakan untuk kontrol lebih baik.

Ascencia™ ENTRUST™, Alat yang dipergunakan


untuk memonitor kadar glukosa darah menggunakan
strips test. Yang dilengkapi dengan servis purna jual
seperti “Lifetime Guarranty” dan beberapa program
edukasi kepada pelanggannya.

Para pengguna Ascencia™ ENTRUST™ juga dapat memperoleh Strip dan Lancet
(jarum pencoblos) Ascencia™ ENTRUST™ di berbagai Apotek dan Toko Alkes
terkenal di kota Anda dengan harga ekonomis dengan kualitas terpecaya, atau Anda
dapat menghubungi:

Customer Servis Ascensia


Telepon : 021 – 532 4911 atau 727 9776,
email tri@mkt.ams.co.id

Alat tes mengukur kadar glukosa dalam darah Paket


Ascencia™ ENTRUST™ berisi:
1. Mesin / Glukometer
2. Tas / dompet alat
3. Microlet dan 5 lancets
4. 5 Ascensia Entrust strip
5. Control check
6. Baterai
7. Buku Panduan
8. Buku Garansi

Untuk Informasi Cara Penggunaan klik gambar

Spesifikasi Ascencia™ ENTRUST™ Kualitas Ascencia™ ENTRUST™

z 30 – 550 mg/dL (1.7 – 30.6 mmol/L) z Mudah dipergunakan


range z Hasil mudah dibaca
z 30 – 55% Hematokrit range z Akurat dan dapat di percaya
z 18 – 380 C Temperature Range z Auto On/Off dgn Strips
z 1 – 3 V Lithium baterai (CR 2032) z Waktu test 30 detik
z 10 test memori
z Metode Sensor Strip
z Beep control
z 2 pilihan nilai satuan (mg/dl dan
m mol/l)

Bagi Anda Diabetesi


Monitor selalu..!! Si Manis dalam Darah Anda
Dengan Ascencia™ ENTRUST™
Alat Test Kadar Gula Darah yang Terpecaya dan Mudah digunakan

Kontributor :

Prof.DR.Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD,KEMD,FACE

Prof Sidartawan dilahirkan di Amsterdam, tahun 1944 silam dan


saat ini merupakan Ketua Persatuan Diabetes Indonesia
(PERSADIA) periode 2005-2008. Beliau lulus kedokteran dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1971 dan menyelesaikan spesialis penyakit dalam pada
tahun 1985. Prof Sidartawan merupakan spesialis penyakit dalam, konsultan endokrin,
metabolik dan diabetes di FKUI dan berpraktek di RS Husada, Jakarta Pusat. Beliau telah
menjadi Fellow American College of Endocrinology sejak tahun 2005.

Ekstasi menyebabkan kerusakan syaraf pada suhu ruang saat dikonsumsi 


(24-Aug-2007)
Oleh: NFA

Kalbe.co.id - Telah diketahui hubungan langsung antara konsumsi 3,4-methylenedioxy-


N-methylamphetamine (MDMA) atau ekstasi pada suhu ruangan dan peningkatan
kerusakan saraf yang diprovokasi zat ini. Hal ini merupakan kesimpulan penelitian
yang dilakukan oleh Beatriz Goni di School of Pharmacy of the University of Navarra.

Hasil ini merupakan bagian disertasi doktoral-nya yang berjudul “A Study of the
neurotoxicity mechanism of 3,4-methylenedioxy-N-methylamphetamine (MDMA or
‘ecstasy’) after ist administration in rats : New responses to old questions.” Dengan
studi ini, para peneliti dapat menghubungkan pertama kalinya suhu tubuh para
pengguna dengan metabolisme yang lebih tinggi zat tersebut. Ada 2 faktor yang ketika
bersamaan menghasilkan suhu sangat tinggi (hypertemia) yang membahayakan, suatu
keadaan yang kadang-kadang menjadi fatal.

Sebelum menuju kesimpulan ini, ahli dari the Pamplonan pharmaceutical ini
memberikan zat ini ke tikus pada suhu ruangan yaitu 15, 21, dan 30°C. Setelah
melakukan analisis yang berkaitan, Goni menunjukkan bahwa metabolisme ekstasi
dipercepat dengan suhu ruangan yang lebih tinggi pada waktu penggunaan. Tambahan,
suhu ruangan lebih tinggi juga meningkatkan, dengan proporsi yang sama, kekurangan
zat kimia saraf yang mempengaruhi otak para pengguna zat ini.

Menurut Beatriz Goni, penulis studi yang dilakukan di Universitas Navarra, penemuan
dalam proyek penelitian ini perlu kaitan yang lebih tepat karena ekstasi biasanya
digunakan di dalam lingkungan tertutup, dengan banyak orang dan ventilasi yang
buruk, sehingga faktor-faktor suhu cenderung cukup tinggi.

Dia menambahkan bahwa kerusakan saraf akibat zat ini dan yang awalnya hanya
diamati pada tikus, telah dibuktikan pada manusia dengan adanya kerusakan berat pada
saraf-saraf serotonergik yang terlibat dalam proses tidur, nafsu makan dan pengatur
mood.

Spesialis farmasi ini akhirnya menekankan bahwa kerusakan akibat konsumsi MDMA
tergantung metabolisme setelah penggunaannya, karena bila digunakan langsung ke

Anda mungkin juga menyukai