Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH 

MASALAH GANGGUAN REPRODUKSI
TENTANG GANGGUAN HAID
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah masalah gangguan reproduksi
Dosen pengampu : Ibu Erni Ratna Suminar, SST.,MKM
Prodi S1 Kebidanan 2022/2023

 
Disusun Oleh:
 
Aras Pinanti                  (1910301003)
 

 
STIKES MUHAMMADIYAH CIREBON
Jl.Kalitanjung No. 14-18 A, Harjamukti, Kec Harjamukti, Kota Cirebon
Jawa Barat 45143
KATA PENGANTAR
 
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
 
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang " Gangguan
Haid " yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan,
baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa STIKes
Muhammadiyah Cirebon. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
 
 
Cirebon, 15 September 2022
 
 
Penyusun
DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………………………
3
1. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
……………………………………………………………………………………. 4
2. Rumusan Masalah  ………………………………………………………….  4
3. Tujuan umum   ……………………………………………………………… 4
4. Tujuan Khusus ………………………………………………………………. 5
5. Manfaat ……..
…………………………………………………………………………………….. 5
2. BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Haid ……………………………………………………………
B. Gangguan Haid
……………………………………………………………………………….     
3. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….
B. Saran …………………………………………………………………………
           DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan menstruasi merupakan gangguan kesehatan reproduksi yang

sering dikeluhkan oleh banyak wanita, terutama remaja putri. Gangguan

tersebut dapat terjadi mulai dari tingkat yang ringan sampai berat, dan akan

berdampak pada aktivitas sehari-hari, sehingga dapat mengganggu

produktifitas remaja seperti sekolah. Menurut World Health Organization

(WHO) gangguan menstruasi sering mempengaruhi kualitas hidup remaja dan

wanita dewasa muda, terutama remaja yang menderita dismenorea dan

menstruasi berat. Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa 18 juta

wanita berusia 30-55 tahun menganggap perdarahan menstruasi yang

dialaminya berlebihan. Gangguan menstruasi sering memengaruhi kualitas

hidup remaja dan wanita dewasa muda dan bisa menjadi indikator masalah

mendasar yang serius. Gangguan menstruasi sering terjadi pada wanita usia

reproduksi. Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim yang

disertai dengan pendarahan yang terjadi secara berulang setiap bulan, kecuali

pada saat terjadi kehamilan. Hari pertama terjadinya menstruasi dihitung

sebagai awal setiap siklus menstruasi (hari ke-1). Menstruasi akan terjadi 3-7

hari. Hari terakhir menstruasi adalah waktu berakhir sebelum mulai siklus
menstruasi berikutnya. Rata-rata wanita mengalami siklus menstruasi selama

21-40 hari. Hanya sekitar 15% wanita yang mengalami siklus menstruasi

selama 28 hari (Anurogo dan Wulandari, 2011). Berdasarkan latar belakang

tersebut penulis tertarik untuk membahas mengenai gangguan saat menstruasi.


B. Rumusan Masalah
“Berdasarkan latar belakang tersebut apa saja gangguan menstruasi atau haid dan
bagaimana cara untuk mencegah gangguan tersebut ?”

C. Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui apa pengertian haid
dan gangguan apa saja yang mungkin terjadi saat mengalami menstruasi.

D. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian haid atau menstruasi ?
2. Untuk mengetahui apa saja siklus menstruasi ?
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi menstruasi?
4. Untuk mengetahui jenis gangguan haid ?
5. Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya gangguan menstruasi?

E. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan khusus nya mahasiswa kebidanan mengenai apa saja gangguan haid dan
bagaimana cara menangani gangguan tersebut.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Haid

Di masyarakat menstruasi (Latin: mensis=bulan) disebut dengan sejumlah

istilah seperti datang bulan, M (kependekan dari kata Menstruasi), berhalangan,

palang merah, sedang ada tamu, tidak enak badan atau bendera sedang berkibar.

Haid (Menstruasi) adalah luruhnya lapisan dalam dinding Rahim (lapisan

mukosa uterus) yang banyak mengandung pembuluh darah yang terjadi secara berkala

dan dikeluarkan melalui vagina, atau pendarahan periodik melalui vagina yang terjadi

dengan pelepasan mukosa uterus (endometrium). Lapisan ini dibentuk sebagai

persiapan jika sel telur(ovum) berhasil dibuahi oleh sel sperma (spermatozoid), dan

jika tidak berhasil dibuahi maka lapisan jaringan ini akan meluru

Menstruasi atau haid adalah perdarahan uterus secara periodik dan siklik, yang

disertai pelepasan endometrium. Umumnya panjang siklus menstruasi adalah 28±7

hari, dengan lama menstruasi 4±2 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata 20–60 ml.

Menstruasi pertama kalinya pada remaja perempuan disebut menarche. Usia

menarche bervariasi antara 10–16 tahun, tetapi rata-ratanya adalah 12,5 tahun.

a. Siklus menstruasi dibagi menjadi 3 bagi fase, yaitu:

1) Fase menstruasi

Fase paling jelas, ditandai dengan pengeluaran darah dan sisa endometrium

melalui vagina. Fase ini bersamaan dengan fase folikular ovarium. Saat korpus

luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi, kadar progesteron dan


estrogen menurun tajam, merangsang pembebasan prostaglandin yang

menyebabkan vasokonstriksi vaskular endometrium. Penurunan distribusi

oksigen menyebabkan kematian endometrium beserta vaskularnya.Perdarahan

yang terjadi melalui kerusakan vaskular ini membilas jaringan yang mati ke

lumen uterus dan hanya menyisakan sebuah lapisan tipis epitel dan

kelenjar yang nantinya menjadi asal regenerasi endometrium.

7
Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium

uterus yang membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium melalui

vagina. Kontraksi yang terlalu kuat akibat produksi prostaglandin berlebih

dapat menyebabkan rasa kram yang disebut dismenorea.

2) Fase proliferasi

Berlangsung bersamaan dengan bagian akhir fase folikular ovarium.Ketika

darah haid berhenti, endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di

bawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang.Estrogen

memacu proliferasi sel epitel, kelenjar, dan vaskular endometrium. Fase ini

berlangsung dari akhir menstruasi hingga ovulasi, kadar puncak estrogen

memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi.

3) Fase sekretorik

Berlangsung bersamaan dengan fase luteal ovarium.Setelah ovulasi,

terbentuk korpus luteum baru yang mengeluarkan sejumlah besar progesteron

dan estrogen. Progesteron mengubah endometrium menjadi kaya vaskular dan

glikogen yang mana dipersiapkan untuk implantasi.


Gambar 1. Siklus menstruasi

b. Proses menstruasi dipengaruhi oleh beberapa hormon, antara lain:

1. Estrogen

Hormon estrogen berperan penting dalam pembentukan fisik dan organ

reproduksi wanita, misalnya dalam pertumbuhan payudara, rambut di sekitar

organ intim, memproduksi sel telur di dalam ovarium, serta mengatur siklus

menstruasi. Estrogen akan meningkat pada fase ovulasi dan menurun pada

fase luteal.

2. Progesteron

Salah satu fungsi hormon progesteron adalah merangsang lapisan dinding

rahim untuk menebal dan menerima sel telur yang siap dibuahi. Kadar

hormon ini sangat rendah pada fase folikular dan akan mengalami

peningkatan pada fase luteal. Hormon ini diproduksi setelah melewati fase
ovulasi.

3. Hormon pelepas gonadotropin (gonadotrophin-releasing hormone/GnRh)

Hormon ini diproduksi di dalam otak dan berfungsi merangsang tubuh untuk

menghasilkan hormon perangsang folikel dan hormon pelutein.

4. Hormon perangsang folikel (follicle stimulating hormone/FSH)

Hormon ini berperan dalam produksi sel telur. Dalam siklus menstruasi,

kadar hormon ini akan meningkat sebelum fase ovulasi.

5. Hormon pelutein (luteinizing hormone/LH)

Hormon ini berfungsi merangsang ovarium untuk melepaskan sel telur

selama ovulasi. Jika sel telur bertemu sperma dan dibuahi, hormon ini akan

merangsang korpus luteum untuk memproduksi progesteron.

Setiap bulan wanita melepaskan satu sel telur dari salah satu ovariumnya.

Apabila sel telur tidak mengalami pembuahan maka akan terjadi perdarahan.

Menstruasi terjadi secara periodik satu bulan sekali. Saat wanita tidak

mampu lagi melepaskan ovum karena sudah habis tereduksi, menstruasi pun

menjadi tidak teratur lagi sampai kemudian terhenti (menopause). Siklus

menstruasi terjadi selamamasa reproduksi dari masa pubertas hingga masa

menopause.

Pentingnya dalam mengamati perjalanan siklus menstruasi setiap wanit agar

dapat diusahakan pengaturan siklus apabila terjadi gangguan proses

menstruasi. Dalam praktek biostimulasi, sinar laser dapat membantu

ketepatan waktu menstruasi agar setiap bulannya teratur . Seperti yang

terlihat pada gambar dibawah ini:


c. Faktor- faktor yang dapat menyebabkan gangguan menstruasi yaitu

1. faktor biologis seperti tekanan hidup, stres, kecemasan, aktivitas fisik atau

kelelahan fisik maupun psikis, gangguan yang bersifat hormonal yaitu

ketidakseimbangan hormon estrogen maupun hormon progesteron dan

prostaglandin, hormon prolaktin berlebih yaitu meningkatnya hormon

prolaktin secara otomatis akan menurunkan hormon estrogen dan

progesterone, kenaikan atau berkurangnya badan secara signifikan, status

gizi (underweight jika IMT <17,0 dan obesitas jika IMT > 27,0) akan

mempengaruhi kerja hormon berupa peningkatan keseimbangan berat

badan, ataupun penurunan hormon dan kelainan organik seperti radang,

tumor, trauma dan sebagainya. Perubahan emosional seperti stres, yang

melibatkan sistem neuroendokrin yang dapat memicu terjadinya gangguan

menstruasi. Stres psikologis menyebabkan perubahan sistemik dalam

tubuh, yaitu terjadinya peningkatan Corticotropic Releasing Hormone

(CRH) sehingga menghambat stimulus sekresi GnRH oleh hipotalamus dan


memengaruhi proses menstruasi. Selain itu juga, adanya pengaruh gizi

terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungsi reproduksi. Jika terdapat

gangguan pada gizi yaitu gizi yang kurang atau berlebih akan mengganggu

fungsi reproduksi, fungsi ovulasi, perubahan kadar hormon steroid serta

gangguan pematangan folikel yang berdampak pada gangguan haid.

2. Aktivitas fisik diperkirakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi

terjadinya gangguan menstruasi. Semakin tinggi frekuensi aktifitas fisik

yang dikerjakan, maka semakin besar kemungkinan terjadi gangguan

menstruasi. sedangkan aktivitas fisik intesitas sedang menurunkan resiko

gangguan menstruasi. Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang

dapat dimodifikasi dengan mudah. Aktifitas fisik tidak harus dalam bentuk

olahraga berat untuk meningkatkan derajat kesehatan, melainkan dapat

berupa aktivitas saat di tempat kerja, dalam perjalanan, melakukan

pekerjaan rumah dan olahraga rekreasi. Aktivitas fisik berperan penting

dalam usaha pencegahan penyakit tidak menular. Terutama pada negara

berkembang yang sebagian besar dari total pengeluaran energi

masyarakatnya digunakan dalam bekerja dan transportasi dari pada

olahraga. rekreasi. Olahraga teratur dapat mengatasi dismenorhea, serta

dapat mencegah obesitas.

3. Status gizi yang mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan atau

perubahan berat badan dalam jangka waktu yang lama atau menetap maka

akan mempengaruhi fungsi menstruasi dan gangguan hormon ovarium.

Masalah yang sering terjadi pada remaja saat ini adalah kelebihan asupan

gizi yang dapat menyebabkan obesitas, dimana hal tersebut sangat

mempengaruhi keadaan tubuh dan sistem reproduksi hormon yang


berkaitan erat dengan terjadinya menarche. Kurangnya asupan gizi atau

sebaliknya dari konsumsi makanan yang dilakukan dapat mempengaruhi

hormon ovarium yaitu estrogen, progesterone, LH (lutenizing hormone),

dan FSH (folikel stimulating hormone). Status gizi sangat mempengaruhi

status pertumbuhan dan perkembangan, sehingga status gizi perlu

diperhatikan. Status gizi yang kurang dapat mengakibatkan menstruasi

lebih lambat dari yang seharusnya. Beberapa penelitian mengatakan status

gizi dapat mempengaruhi keteraturan menstruasi.

B. Gangguan haid

Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan

dalam:

1. Gangguan siklus haid

a. Polimenorea

Siklus haid lebih pendek dari normal, yaitu kurang dari 21 hari, perdarahan

kurang lebih sama atau lebih banyak daripada haid normal. Penyebabnya

adalah gangguan hormonal, kongesti ovarium karena peradangan,

endometriosis, tingkat stres dan lai-lain.Pada gangguan hormonal terjadi

gangguan ovulasi yang menyebabkan pendeknya masa luteal. Diagnosis dan

pengobatan membutuhkan pemeriksaan hormonal dan laboratorium lain.

Pencegahan kondisi polimenorea dilakukan dengan

meminimalisasikan faktor risiko penyebab terjadinya polimenorea,

seperti:

a) Mengontrol berat badan ideal.

b) Menghindari stres dan depresi.


c) Menjalani pola hidup sehat dengan melakukan olahraga secara teratur

dan menerapkan pola makan yang sehat.

d) Segera konsultasikan ke dokter jika mengalami siklus menstruasi

yang singkat (kurang dari 21 hari), untuk mencegah terjadinya

komplikasi seperti anemia dan gangguan kesuburan.

e) Menjaga kesehatan genital untuk mencegah terjangkitnya penyakit

menular seksual. Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan

dapat disembuhkan. Polimenorea yang berlangsung terus-menerus

dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang

keluar terus-menerus. Hal ini memicu terjadinya anemia. 

Selain itu, kondisi polimenorea dapat memicu terjadinya gangguan

kesuburan, karena adanya gangguan proses ovulasi. Tujuan terapi

polimenorea adalah untuk mengontrol perdarahan serta mencegah

terjadinya perdarahan berulang yang dapat menyebabkan komplikasi,

seperti anemia dan gangguan kesuburan. Terapi yang diberikan

tergantung pada usia, resiko kesehatan, dan pilihan kontrasepsi. Pada

umumnya, terapi farmakologi kondisi polimenorea meliputi terapi

hormonal, seperti hormon estrogen dan hormonal kombinasi (estrogen

dan progesteron), serta tablet penambah darah untuk mengoreksi

kondisi anemia.  Pemberian obat NSAIDs (nonsteroidal anti-

inflammatory drugs), seperti ibuprofen, naproxen, dan asam

mefenamat, menunjukkan penurunan kejadian perdarahan. Pemberian

obat NSAIDs akan menurunkan level prostaglandin yang tinggi pada

pasien dengan kondisi perdarahan yang lebih intens.


b. Oligomenorea

Siklus haid lebih panjang dari normal, yaitu lebih dari 35 hari, dengan

perdarahan yang lebih sedikit. Umumnya pada kasus ini kesehatan penderita

tidak terganggu dan fertilitas cukup baik. Umumnya, kondisi ini merupakan

efek samping dari kontrasepsi hormonal Beberapa wanita mengalami periode

yang lebih ringan selama tiga hingga enam bulan setelah menggunakan alat

kontrasepsi. Terkadang, bahkan menstruasi tidak terjadi sama sekali Wanita

muda yang aktif berolahraga, terutama olahraga berat, dapat

mengembangkan kondisi ini Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa dan

bulimia juga dapat menyebabkan kondisi ini Umum terjadi pada gadis remaja

dan wanita perimenopause karena kadar hormon yang berfluktuasi Kondisi

ini juga dapat memengaruhi pada wanita dengan diabetes atau masalah tiroid

Dapat terjadi pada wanita dengan kadar protein tinggi prolaktin. Adapun hal

lain yang menyebabkan hal tersebut adalah karena faktor stres, gangguan

gizi.

Pencegahan menurut (Endang: 2015) sebaiknya hindari stres dan cukupi

nutrisi penting saat menstruasi. Perbanyak konsumsi sayur dan buah sebagai

sumber serat, asupan serat sekurang-kurangnya 20-30 gram, minum vitamin

B6 50-100Mg dan jalani pola hidup sehat.

c. Amenorea

Keadaan dimana tidak adanya haid selama minimal 3 bulan berturut-

turut. Amenorea dibagi menjadi 2, yaitu amenorea primer dan sekunder.

Amenorea primer ialah kondisi dimana seorang perempuan berumur 18

tahun atau lebih tidak pernah haid, umumnya dihubungkan dengan

kelainan-kelainan kongenital dan genetik. Amenorea sekunder adalah


kondisi dimana seorang pernah mendapatkan haid, tetapi kemudian tidak

mendapatkan haid, biasanya merujuk pada gangguan gizi, gangguan

metabolisme, tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain. Ada pula amenorea

fisiologis yaitu masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan

setelah menopause.

Pencegahan Amenorea
1. Perubahan pola hidup sehat.
2. Cukup beristirahat.
3. Hindari berolahraga atau beraktivitas berlebihan.
4. Jaga pola makan yang sehat dengan tidak menahan nafsu makan.
5. Hindari stres yang berkepanjangan.
6. Catat dan perhatikan siklus menstruasi dengan saksama.

2. Gangguan volume dan lama haid

1) Hipermenorea (menoragia)

Merupakan perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih

lama dari 8 hari. Menoragia adalah istilah medis untuk perdarahan

menstruasi yang berlebihan. Dalam satu siklus menstruasi normal,

perempuan rata-rata kehilangan sekitar 30-40 ml darah selama sekitar 5-7

hari haid. Bila perdarahan melampaui 7 hari atau terlalu deras (melebihi 80

ml), maka dikategorikan menoragia atau menstruasi berat (Marret et al,

2010 dalam Sinaga dkk, 2017). Penyebab kelainan ini terdapat pada

kondisi dalam uterus. Biasanya dihubungkan dengan adanya mioma uteri

dengan permukaan endometrium yang lebih luas dan gangguan

kontraktilitas, polip endometrium, gangguan peluruhan endometrium, dan

sebagainya. Terapi kelainan ini ialah terapi pada penyebab utama.

Penyebab menoragia antara lain ketidakseimbangan hormonal, adanya


tumor fibroid rahim, polip serviks, polip endometrium, radang panggul,

atau yang lebih parah adalah adanya kanker serviks, kanker endometrium,

atau gangguan penggumpalan darah. Di samping itu penggunaan IUD atau

alat kontrasepsi Rahim, gangguan tiroid, peradangan atau infeksi pada

vagina atau leher rahim juga dapat menyebabkan menoragia (Marret et al,

2010 dalam Sinaga dkk, 2017).

Penyebab lain dari menoragia adalah pelayanan keluarga berencana

diantaranya mengunakan kontrasepsi hormonal yang berupa suntik

progestis. Suntik progestis memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kekurangan diantaranya dapat menimbulka efek samping yaitu terjadi

perubahan pola haid tidak teratur, perdarahan bercak atau menoragia dan

perdarahan sela sampai 10 hari, mual, penambahan berat badan

(Prawiroharjo, 2007).

2) Hipomenorea

Merupakan perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih sedikit

dari normal. Penyebabnya adalah terdapat pada konstitusi penderita,

kondisi uterus, gangguan endokrin, dan lain-lain.Terapi hipomenorea

adalah bersifat psikologis untuk menenangkan penderita, kecuali bila

sudah didapatkan penyebab nyata lainnya. Kondisi ini tidak

memperngaruhi fertilitas.

3. Gangguan lain terkait haid

1) Dismenorea

a. Pengertian

Dismenorea adalah gangguan ginekologik berupa nyeri saat menstruasi,


yang umumnya berupa kram dan terpusat di bagian perut bawah. Rasa kram ini

seringkali disertai dengan nyeri punggung bawah, mual muntah, sakit kepala

atau diare. Istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri terjadi demikian

hebatnya, oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di

perut bagian bawah sebelum dan selama haid. Dikatatakan demikian apabila

nyeri yang terjadi ini memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan

aktivitasnya untuk beberapa jam atau hari. Dismenorea adalah menstruasi yang

nyeri disebabkan oleh kejang otot uterus (Mitayani, 2011). Dismenorea atau

nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan

wanita – wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan

(Prawihardjo, 2007). Dismenorea atau menstruasi yang menimbulkan nyeri

merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita

dari berbagai tingkat usia (Bobak, Lowdermilk, Jansen, 2005).

Dismenorea dibagi menjadi dua yaitu:

i. Dismenorea primer

Merupakan nyeri menstruasi yang diasosiasikan dengan siklus ovulasi

dan merupakan hasil dari kontraksi miometrium tanpa teridentifikasinya

kelainan patologik. Dismenorea primer umumnya terjadi 12-24 bulan

setelah menarche, ketika siklus ovulasi sudah terbentuk. Dismenorea

primer biasanya terjadi akibat adanya kelainan pada gangguan fisik yang

mendasarinya, sebagian besar dialami oleh wanita yang telah mendapatkan

haid, lokasi nyeri dapat terjadi di daerah suprapublik, terasa tajam,

menusuk, merasa diremas, atau sakit seklai. Biasanya terjadi terbatas pada

daerah paha dan pinggang. Selain rasa nyeri, dapat disertai dengan gejala

sistematik, yaitu berupa mual, diare, sakit kepala, dan gangguan emosional.
ii. Dismenorea sekunder

Merujuk pada nyeri saat menstruasi yang diasosiasikan dengan

kelainan pelvis, seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uterina dan

lainnya. Oleh karena itu, dismenorea sekunder umumnya berhubungan

dengan gejala ginekologik lain seperti disuria, dispareunia, perdarahan

abnormal atau infertilitas.

b. Epidemiologi

Sebesar 15,8%-89,5% perempuan dilaporkan mengalami dismenora pada

berbagai studi di dunia, dimana perempuan usia remaja memiliki angka yang

lebih tinggi. Menurut studi yang dilakukan Zhou di sebuah universitas di China

menyebutkan bahwa 56,4% mahasiswi di universitas tersebut mengalami

dismenorea. Di Indonesia sendiri diperkirakan 60%–70% perempuan

mengalami dismenorea. Sebuah survey di Canada yang diikuti oleh lebih dari

1.500 perempuan menstruasi yang dipilih acak menyebutkan bahwa angka

kejadian dismenorea sedang hingga berat terjadi pada 60% responden, yang

menyebabkan penurunan aktivitas pada 50% responden serta absen pada

sekolah atau pekerjaan pada 17% responden.

Georgia menyebutkan bahwa 52,07% responden mengalami dismenorea.20

Studi dismenorea lainnya yang dilakukan pada remaja perempuan di Kelantan,

Malaysia melaporkan bahwa dismenorea mempengaruhi konsentrasi di sekolah

dan partisipasi sosial, meskipun demikian hanya sebagian kecil remaja

perempuan yang mengalami dismenorea yang mencari pengobatan medis.

Beberapa studi melaporkan bahwa angka kejadian dismenorea

meningkat pada perempuan dengan riwayat keluarga yang mengalami


dismenorea, merokok, indeks massa tubuh kurang dari 20, menarche

dini(sebelum usia 12 tahun), serta jarak antar menstruasi dan durasi menstruasi

yang lebih panjang. Sedangkan kontrasepsi oral, olahraga dan menikah

dilaporkan menurunkan kemungkinan dismenorea.

c. Etiologi

Beberapa faktor yang memegang peran sebagai penyebab dismenorea

primer, antara lain:

i. Faktor kejiwaan

Dismenorea mudah terjadi pada remaja yang emosinya tidak


stabil.
ii. Faktor konstitusi

Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan, dapat juga

menurunkan ketahanan pada rasa nyeri, seperti anemia, penyakit

menahun, dan lainnya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea.

iii. Faktor obstruksi kanalis servikalis

Stenosis kanalis servikalis pada perempuan dengan uterus

hiperantefleksi adalah teori tertua terjadinya dismenorea primer, namun

hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai

penyebab dismenorea.

iv. Faktor endokrin

Kontraksi uterus yang berlebihan umumnya dianggap sebagai

sebab kejang yang terjadi pada dismenorea primer. Faktor endokrin

memiliki hubungan dengan tonus dan kontraktilitas uterus, dimana

estrogen disebutkan merangsang kontraktilitas uterus sedangkan

progesteron menghambat, tetapi teori ini tidak dapat menerangkan fakta

bahwa pada perdarahan disfungsional anovulatoar yang biasanya

bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tidak menimbulkan

rasa nyeri.

Penjelasan lain menyebutkan bahwa prostaglandin merangsang

kontraksi otot polos dan bila dilepaskan secara berlebih ke dalam sirkulasi

darah dapat menyebabkan dismenorea. Penyelidikan dalam tahun-tahun

terakhir hal inilah yang memegang peranan terpenting dalam etiologi

dismenorea primer.
v. Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah adanya hubungan dismenorea

dengan urtikaria, migraine atau asma bronkial.

Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa iskemik miometrium

oleh karena kontraksi uterus yang sering dan berkepanjangan

menyebabkan dismenorea primer. Endometrium pada fase sekretori

mengadung simpanan besar asam arakidonat, yang akan dikonversikan

menjadi prostaglandin F2α(PGF2α), prostaglandin E2 (PGE2), dan leukotrien

saat menstruasi. PGF2αakan selalu menstimulasi kontraksi uterus dan

merupakan mediator utama dismenorea. Terapi dengan inhibitor

siklooksigenase (COX) akan menurunkan level prostaglandin dan

menurunkan aktivitas kontraksi uterus.

Kontraksi otot polos uterus menyebabkan rasa kram, spasme perut

bagian bawah, nyeri punggung bawah serta persalinan atau aborsi yang

diinduksi prostaglandin. Pada perempuan dengan dismenorea primer,

kontraksi uterus selama menstruasi dimulai saat peningkatan level tonus

basal(>10 mmHg), menimbulkan tekanan intrauterus yang lebih tinggi

(seringkali mencapai 150-180mmHg dan dapat melampaui 400mmHg),

terjadi lebih sering(>4-5kali/ 10menit) dan tidak beritmik. Ketika tekanan

intrauterus melampaui tekanan arteri untuk periode waktu yang terus-

menerus, hasil iskemi dalam produksi metabolit anaerob merangsang

neuron C tipe kecil, yang berkontribusi pada nyeri saat dismenorea. Selain

itu, PGF2α dan PGE2 dapat menstimulasi kontraksi otot polos bronkus,

usus dan vaskular, yang menyebabkan bronkokonstriksi, mual, muntah,

diare, dan hipertensi.


Dismenorea primer mulai sebelum atau bertepatan dengan menstruasi dan

menurun secara bertahap selama 72 jam berikutnya. Kram menstruasi

terjadi intermiten, intensitasnya bervariasi, dan biasanya berpusat di daerah

suprapubik, meskipun beberapa perempuan juga mengalami nyeri di paha

dan punggung bawah. Penurunan aliran darah ke uterus dan peningkatan

hipersentivitas saraf perifer juga berkontribusi terhadap nyeri yang terjadi.

Berbeda dengan dismenorea primer, perempuan dengan dismenorea

sekunder yang berhubungan dengan kelainan pelvis, seperti endometriosis,

nyeri semakin berat sering terjadi pada pertengahan siklus dan selama

seminggu sebelum menstruasi, beserta gejala dispareunia. Pada perempuan

dengan dismenorea sekunder yang berhubungan dengan mioma uterus,

utamanya nyeri disebabkan karena menoragia, dengan intensitas yang

berkorelasi dengan volume aliran menstruasi.

d. Diagnosis
Dismenorea primer adalah diagnosa klinis, berdasarkan riwayat

karakteristik gejala dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan tidak terdapat

kelainan pelvis seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uterus atau

penyakit kronis inflamasi pelvis. Secara umum, tes laboratorium dan

laparaskopi tidak dibutuhkan untuk diagnosis, tetapi USG transvaginal

dapat sangat membantu untuk mengidentifikasi mioma uterus,

endometrioma dan adenomiosis pada dismenorea sekunder.


Usia saat menarche dan onset dismenorea, interval antar menstruasi,

volume dan durasi menstruasi, serta gejala bercak antar menstruasi atau

premenstruasi adalah riwayat menstruasi yang perlu diperhatikan. Selain itu

hubungan antara onset nyeri dan onset menstruasi, derajat dan lokasi nyeri,

dan gejala lain seperti mual, muntah, diare, nyeri punggung, atau sakit kepala

juga perlu diketahui. Hal lain yang perlu ditanyakan pada pasien adalah sejauh

mana rasa nyeri mengganggu kegiatan sehari-hari(pekerjaan, sekolah, atau

olahraga), penggunaan obat-obatan dan efektifitasnya, progres derajat nyeri

dari waktu ke waktu, serta kemunculan nyeri selain saat menstruasi. Riwayat-

riwayat inilah yang umumnya dapat membedakan perempuan dengan

dismenorea primer maupun sekunder.

Onset nyeri pada wanita dengan dismenorea primer dilaporkan

sebelum usia 25 tahun, sedangkan perempuan dengan adenomiosis mempunyai

onset nyeri setelah usia 35 tahun serta nyeri pelvis kronis yang tidak berkala.

Perempuan dengan endometriosis umumnya mengalami nyeri di luar waktu

menstruasi dan sering mengalami bercak premenstruasi, dispareunia,

efektifitas yang terbatas dari terapi obat-obat anti inflamasi non

steroid(NSAID) dan peningkatan derajat keparahan dari waktu ke waktu.

Obat-obat NSAID sangat efektif dalam mengurangi nyeri pada dismenorea

primer, nyeri yang sulit diatasi oleh NSAID menunjukkan bahwa terdapat

kelainan pelvis.17
Pada perempuan dengan dismenorea sekunder yang berhubungan

dengan kelainan pelvis, pemeriksaan pelvis dapat menunjukkan keadaan

normal, tetapi umumnya menunjukkan keadaan tidak normal yang

memberikan petunjuk pada penyebab utama. Pemeriksaan pada kasus mioma

menunjukkan pembesaran uterus dengan kontur ireguler, sedangkan pada

kasus endometriosis bisa terdapat stenosis servikal dan pembesaran ovarium,

serta pada kasus adenomiosis sering dihubungkan dengan uterus yang tebal,

globuler dan lunak.

e. Pencegahan Disminore

i. Penerangan dan nasihat

Perlu dijelaskan bahwa dismenorea adalah gangguan yang tidak

berbahaya bagi kesehatan dan diberi nasihat mengenai makanan yang

sehat, istirahat yang cukup serta olahraga.

ii. NSAID

Merupakan pilihan utama pada remaja dan dewasa perempuan yang

mengalami dismenorea primer.Berbagai studi menyebutkan efektivitas

NSAID pada 70%-90% penderita. Beberapa contoh NSAID yang dapat

dipilih adalah derivat asam propinat(seperti naproxen dan ibuprofen) dan

golongan fenamat(seperti asam mefenamat dan meklofenamat), semuanya

sangat efektif. Efikasi NSAID berasal dari kemampuannya dalam

menurunkan produksi prostaglandin endometrium dan menurunkan aliran

menstruasi. Golongan fenamat juga memblok aksi prostaglandin.


Terapi NSAID dapat dimulai saat onset menstruasi dan dilanjutkan

selama durasi nyeri.Perempuan dengan dismenorea berat dapat memulai

terapi 1-2 hari sebelum menstruasi.NSAID perlu dikonsumsi dengan

makanan untuk mencegah efek pada saluran pencernaan. Derivat asam

proprionat adalah pilihan yang baik karena terjangkau dan dapat dibeli

tanpa resep dokter.

iii. Analgesik

Dapat diberikan sebagai terapi simptomatik, seperti kombinasi aspirin,

fenasetin, dan kafein.

iv. Terapi hormonal

Terapi hormonal berupa kontrasepsi oral juga efektif pada dismenorea

dan dapat menjadi pilihan pertama pada perempuan yang aktif secara

seksual yang membutuhkan kontrasepsi, intolerasi terhadap NSAID dan

tidak berkurang nyerinya pada terapi NSAID. Efikasi kontrasepsi oral

didapat dari kerjanya menginhibisi ovulasi, menurunkan produksi

prostaglandin endometrium dan menurunkan volume dan durasi

menstruasi.

v. Kompres hangat pada perut bawah

Kompres hangat selama beberapa jam dapat mengurangi nyeri. Pada

penderita dengan terapi NSAID dan atau terapi hormonal yang tidak

berkurang nyerinya serta mengalami nyeri berulang dan


nyeri yang lebih berat perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti

laparoskopi untuk memeriksa kemungkinan terjadinya dismenorea

sekunder. Terapi dismenorea sekunder adalah terapi sesuai dengan

kelainan penyebabnya.

2) Pre Menstrual Syndrome/Tension

a. Pengertian

Merupakan kumpulan keluhan yang umumnya dimulai datu minggu

hingga beberapa hari sebelum mulainya haid dan menghilang sesudah

haid mulai, meskipun terkadang berlangsung sampai selesai haid.Keluhan

yang sering muncul umumnya berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri

kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri payudara, dan

lain-lain. Keluhan pada kasus berat dapat meliputi depresi, rasa takut,

gangguan konsentrasi, dan lain-lain.

b. Etiologi

Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, tetapi salah satu faktor

yang berpengaruh adalah ketidakseimbangan antara estrogen dan

progesteron yang mengakibatkan retensi cairan dan natrium, penambahan

berat badan, serta terkadang edema.Faktor kejiwaan serta masalah-

masalah sosial juga berpengaruh. Perempuan yang mudah mengalami

premenstrual syndrome ini adalah perempuan yang lebih peka terhadap

perubahan hormonal dalam siklus haid dan faktor-faktor psikologis.


c. Penanganan

Pembatasan konsumsi garam dan pengurangan minum selama 7-10

hari sebelum haid serta pemberian diuretik dapat dilakukan untuk

mengurangi retensi cairan dan natrium.Progesteron sintetik dosis kecil

dapat diberikan untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Terapi

psikologis juga dapat diberikan pada penderita.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan menstruasi merupakan gangguan kesehatan reproduksi yang sering

dikeluhkan oleh banyak wanita, terutama remaja putri. Gangguan tersebut dapat

terjadi mulai dari tingkat yang ringan sampai berat, dan akan berdampak pada

aktivitas sehari-hari, sehingga dapat mengganggu produktifitas remaja seperti

sekolah.

Gangguan haid terbagi menjadi 3 kategori


1. Gangguan siklus haid mencakup : polimenorhea, oligomenorea, amenorea
2. Gangguan volume dan lama haid : hipermenorea, hipomenorea
3. Gangguan lainnya : dismenorea pre menstrual sindrom

B. Saran

Penulis mengharapkan perbaikan untuk pembuatan makalah kedepan diharapkan

pembaca memberikan arahan dan saran untuk makalah kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anurogo, Dito& Wulandari,A 2011, Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid, CV Andi Offset ,

Jogjakarta.

2. Atikah,2009,Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan,Nuha Medika, Yogyakarta.

3. Bobak, L. 2005. Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta: EGC.

4. Lowdermilk, D, Shannon, P, Mary, C.C, 2013, Keperawatan Maternitas, Ed. 8.

Elsevier, Singapura.

5. Manuaba, I. A. C, 2009, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, edisi 2, EGC,

Jakarta

6. Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.


7. Nugroho, Taufan, Bobby Indra Utama 2014, Masalah Kesehatan Reproduksi

8. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan Edisi 2 Jilid 4. Jakarta: YBP-SP.

Wanita, Nuha Medika, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai