Anda di halaman 1dari 4

MATERI KEWARGANEGARAAN I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Sejak kelahirannya Tahun 1973 sampai sekarang pendidikan kewarganegaraan

(duhulu pendidikan kewiraan, bahkan pernah berlebel pendidikaan kewarganegaraan /

kewiraan) mengalami perkembangan yang menentukan bagi perjalanan sistem

pendidikan nasional Indonesia. Hal ini terbukti bahwa dalam penyelenggaraan

pendidikan tinggi, pendidikan kewarganegaraan senantiasa ditemukan sebagai mata

kuliah yang berdiri sendiri.

Secara akademik, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan

yang berfungsi untuk membina kesadaran warga Negara dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan jira dan nilai konstitusi yang berlaku (UUD 1945).Dalam

penjelasan Pasal 37 (2) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, ditegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan, dimasukkan untuk

membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta

tanah air. Sebagai program pendidikan.

Pendidikan kewarganegaraan sejatinya adalah sebuah bentuk pendidikan

untuk generasi penerus yang bertujuan agar mereka menjadi warga negara yang

berpikir tajam dan sadar mengenai hak dan kewajibannya dalam hidup bermasyarakat

dan bernegara. Selain itu, pendidikan ini juga bertujuan untuk membangun kesiapan

seluruh warga negara agar menjadi warga dunia (global society) yang cerdas.

Menurut Azyumardi Azra: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan

yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga


demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warganegara serta proses

demokrasi.”

B. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Secara programatik, pendidikan kewarganegaraan ditujukan pada garapan

akhir yaitu pembentukkan warga negara yang baik sesuai dengan jiwa dan nilai

Pancasila dan UUD Tahun 1945. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah

untuk membangun dan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta

perilaku yang mencintai tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan

nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang

sedang dan mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuaan dan teknologi serta seni.

Berdasarkan keputusan DIRJEN DIKTI No.43/DIKTI/Kep/2006,tujuan

pendidikan kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi,misi dan kompetensi

sebagai berikut : Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah

merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengenbangan dan penyelenggaraan

program studi,guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadianya sebagai

manusia seutuhnya.Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi,bahwa

mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi

intelektual,religius,berkeadaban,kemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya. Misi

Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa

memantapkan kepribadaianya,agar secara konsistenmampu mewujudkan nilai-nilai

dasar Pancasila,rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai,menerapkan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan,teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab

dan bermoral.
C. Pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan

Beranalog dengan Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di

atas, maka embrio materi pendidikan kewarganegaraan , adalah berkaitan dengan hak

dan kewajiban warga negara dan negara. Analisis materi tersebut hendaknya

dilakukan melalui dua kajian. Pertama, dengan kajian kronologis yang meliputi:

pengertian hak dan kewajiban, latar belakang timbulnya hak dan kewajiban,

pelaksanaannya dan hambatan yang timbul dan pelaksanaan hak dan kewajiban.

Kedua, melalui kajian bidang kehidupan, yang meliputi hak dan kewajiban warga

negara dalam bidang ideologi, politik,sosial –budaya dan pertahanan keamanan.

Perpaduan antara materi kajian kronologis hak dan kewajiban dengan kajian bidang

kehidupan warga negara hendaknya selalu dimaknai dalam konteks bernegara. Itulah

sebabnya, analisis hak dan kewajiban sebagai materi pendidikan kewarganegaraan

hendaknya bisa diartikan sebagai materi hubungan ketika warga negara hendak

mengadakan hubungan dengan organisasi negaranya. Berdasarkan embrio materi dan

tujuan yang telah dijabarkan di atas, maka pendidikan kewarganegaraan memerlukan

pendekatan yang jelas. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pendidikan

kewarganegaraan tidak bias dipisahkan dengan orientasi garapan akhirnya, yakni

dalam membina kepribadian warga Negara yang baik dan bertanggung jawab sesuai

dengan criteria konstitusi.

Pendekatan Yuridis, pendekatan ini ini mengantarkan warga negara untuk

memahami norma-norma formal yang selanjutnya dengan norma itu, akan memiliki

sikap loyal terhadap Konstitusi. UUD Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang

tertinggi di negara Indonesia yang didalamnya memuat hak-hak kebebasan individu

(warga negara), seyogyanya digunakan sebagai rujukan norma dalam kehidupan

warga negara indonesia.


Pendekatan Struktural Fungsional Pemikiran yang melatari pendekatan ini

dapat dielaborasi dari tradisi teori sosiologi, antara lain yang dikembangkan oleh

Emile Durkheim, Vilfredo Pareto, Parsons dan Merton. Dalam tradisi struktural

fungsional, masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang didalamnya memiliki

bagian yang saling berhubungan. .Sementara itu, sistem sosial harus dipahami atas

dasar pentingnya keseimbangan antara bagian dalam sebuah sistem tadi.

Pendekatan Etika Moral pendekatan ini dibangun dari sebuah paradigma

definisi sosial dan perilaku sosial yang banyak digali dari tradisi. Dengan

menggunakan pendekatan ‘etika moral’ pendidikan kewarganegaraan, menempatkan

tindakan social warga Negara hendaknya diberi penjelasan berdasarkan proses

terbentuknya pertimbangan moral. Dengan pendekatan ini, pelaksanaan hak dan

kewajiban oleh warga Negara Indonesia hendaknya diartikan sebagai sebuah

kristalisasi tindakan moral yang diproses melalui pertimbangan moral dengan

menggunakan bahan informasi moral Pancasila dan UUD 1945 sebagai etika nasional

bangsa Indonesia. Etika nasional ini digunakan sebagai ‘parametrik’ apakah tindakan

moral warga Negara Indonesia dapat dibenarkan atau ditolak, sehingga

menggambarkan baik dan buruknya tindakan yang dilakukan.

Pendekatan Psikologis-Pedagogis, pendekatan ini lebih menekankan pada

latar dunia belajar dan lingkungan di mana peserta didik melakukan kegiatan

itu.Pendekatan ‘psikologis-pedagogis’ diartikan sebagai pendekatan yang dilakukan

dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan peserta didik yang

dikaitkan dengan jenjang pendidikan yang mereka ikuti.

Anda mungkin juga menyukai