FAKULTAS EKONOMI
PRODI S1 AKUNTANSI
ۤ
َٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا قُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َّوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َم ٰل ِٕى َكةٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد اَّل يَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َمٓا اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ ن
ََما يُْؤ َمرُوْ ن
Terjemahan ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“
2. Apa perbedaan antara kotor, najis dan hadats berikan contoh masing-masing
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang
selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya. Sedangkan hadats menunjukkan
keadaan diri.
Apabila pakaian terkena najis –seperti kotoran manusia dan kencing- maka harus
dibersihkan. Sedangkan kalau berhadats, mesti dengan berwudhu, mandi atau
tayammum kala tidak ada air.
Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats
terkhusus kita temukan pada badan.
Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan
seseorang. Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (baca: jima’), ia
dalam keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil.
Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis.
Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi.
Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda tersebut
suci.
Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang boleh dan
tidak boleh digunakan untuk bersuci
Macam-macam air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah :
Air mutlak
mensucikan, terdapat tujuh jenis air mutlak yaitu :
Air hujan, Air sumur, Air laut, Air sungai/danau/telaga, Air mata air, Air salju dan
Air embun.
Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan
yaitu air yang halal untuk diminum tapi tidak dapat digunakan untuk bersuci seperti
air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.
Air musyammas
yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan perak. Air ini
makruh digunakan untuk bersuci.
Air mustakmal
yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh digunakan untuk
bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya.
Air mutanajjis
yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah rasa, warna dan baunya
maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua kullah
(270 liter menurut ulama kontemporer)
Menurut bahasa Arab qashar berarti meringkas, yaitu meringkas shalat yang semula
harus dikerjakan empat rakaat (misal dhuhur, ashar dan isya) menjadi dua rakaat. Seorang
musafir diperbolehkan mengqashar shalat yang berrakaat empat dengan lima syarat. 1)
Kepergiannya bukan dalam rangka maksyiat. 2) jarak perjalanannya paling sedikit 16
farsakh. 3) shalat yang diringkas adalah yang berrakaat empat. 4) niat mengqashar bersamaan
dengan takbiratul Ihram. 5) dan hendaknya tidak bermakmum pada orang yang mukim (tidak
musafir).
Shalat Jama’
Shalat jama’ adalah mengumpulkan dua shalat fardlu yang dikerjakan dalam satu
waktu shalat. Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat dhuhur dengan ashar dan magrib
dengan isya’. Shalat jama’ ada 2 (dua) macam, pertama jama’ taqdim ialah melakukan shalat
dhuhur dan ashar pada waktunya dhuhur atau melakukan shalat maghrib dan isya’ pada
waktunya maghrib. Kedua, Jama’ ta’khir ialah melakukan shalat dhuhur dan ashar pada
waktunya shalat ashar atau melakukan shalat maghrib dan isya’ pada waktunya shalat isya’.
Shalatnya Orang Sakit
Seorang hamba yang sedang sakit tetap diwajibkan melaksanakan shalat fardhu,
selama akal dan ingatan orang yang sakit masih sadar.
Shalat di Atas Kendaraan
Orang yang sudah tua renta dan dalam keadaan lemah, juga orang sakit yang tidak
kunjung sembuh.
Para ulama sepakat bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa, boleh baginya
untuk tidak berpuasa dan tidak ada qadha baginya. Menurut mayoritas ulama, cukup bagi
mereka untuk memberi fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari
yang ditinggalkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, artinya : “Dan wajib bagi orang-
orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin.” (QS. al-Baqarah: 184).
Sebagaimana keadaan pertama, sang wanita dalam keadaan ini juga boleh tidak
berpuasa dan tidak ada kewajiban atas wanita hamil atau menyusui kecuali mengqadha`
secara mutlak (tanpa fidyah), baik disebabkan ketidakmampuan atau kekhawatiran terhadap
diri sendiri jika bershaum pada bulan Ramadhan, maupun disebabkan kehawatiran terhadap
janin atau anak susuannya.