Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH PANCASILA

ANALISIS NILAI SILA PANCASILA

Disusun Oleh:

ARYO YUWONO HASBI (I0416014)

CATUR SETYO ADHI KURNIANTO (I0416025)

ELLIZA TRI MAHARANI (I0416027)

IKHTIAR CHOIRUNISA (I0416040)

NOVITA KRISMAWATI (I0416065)

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “PANCASILA (Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab)”
berdasarkan UUD 1945”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam makalah ini membahas tentang sila ke-2, Yakini pengertian
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bedasarkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas
perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kelompok kami sendiri dan khususnya pembaca pada
umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif
sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Bangko, Oktober 2022

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
1. PENDAHULUAN 4
LATAR BELAKANG 4
RUMUSAN MASALAH 5
TUJUAN 5
2. PEMBAHASAN 6
MAKNA FILOSOFIS BHINNEKA TUNGGAL IKA 6
BUTIR BUTIR SILA KE-2 PANCASILA 8
MAKNA SILA KE-2 PANCASILA 10
PENYEBAB LUNTURNYA PENGAMALAN SILA KE-2 PANCASILA DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA 11
3. PENUTUP 12
KESIMPULAN 12
SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan bangsa yang bersatu.
Kata majemuk cocok diperuntukkan untuk bangsa Indonesia karena begitu
banyaknya unsur-unsur pembentuk identitas suatu bangsa yang beraneka
ragam, mulai dari jumlah suku bangsa yang tinggal di bumi Indonesia, bahasa
daerah yang setiap hari digunakan oleh penduduknya untuk berkomunikasi,
agama dan keyakinan, hingga keanekaragaman budayanya sebut saja tarian
daerah, lagu daerah, bahkan masakan ataupun kuliner yang menjadi khas suatu
daerah tersebut.
Sedangkan bangsa Indonesia juga merupakan bangsa yang bersatu. Poin
penting mengapa Indonesia disebut bangsa yang bersatu karena persamaan
nasib yang dialami oleh berbagai suku bangsa di Nusantara, yaitu selama
ratusan tahun di mana mereka semua telah merasakan pahitnya penjajahan dan
juga bersama-sama meeka melakukan perlawanan untuk mengusir penjajah.
Tapi di era sekarang ini, keberagaman yang seharusnya menjadi
identitas kebanggaan bangsa seakan hilang dan memecah belah rasa “bersatu”
tersebut. Keberagaman yang sudah sepantasnya kita jaga sebagai identitas
bangsa kita seakan terusik oleh tindakan para oknum yang kurang
bertanggungjawab di mana mereka melakukan tindakan sewenang wenang dan
diluar batas apabila mereka menemukan suatu kondisi di mana kondisi tersebut
tidak sesuai dengan apa yang biasanya mereka lakukan. Mereka tidak sadar
bahwa ini bumi Indonesia, di mana berbagai macam suku berkumpul. Sebut saja
banyak terjadinya perang daerah antar suku, dan yang marak terjadi di era
seperti sekarang ini adalah pembullyan baik itu secara langsung ataupun tidak
langsung melalui sosial media. Padahal secara gamblang telah dijelaskan pada
sila kedua Pancasila yang kita yakini sebagai ideologi bangsa Indonesia yang
berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

4
II.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna filosofis Bhinnneka Tunggal Ika yang mencerminkan
kehidupan bangsa Indonesia memiliki berbagai macam budaya?
2. Apa saja butir-butir di sila ke-2 Pancasila?
3. Bagaimana makna sila ke-2 Pancasila?
4. Apa yang menjadi penyebab lunturnya pengamalan sila ke-2 dalam
kehidupan masyarakat Indonesia.

II. 3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui makna filosofis Bhinnneka Tunggal Ika yang
mencerminkan kehidupan bangsa Indonesia memiliki berbagai macam
budaya.
2. Untuk mengetahui isi butir-butir sila ke-2 Pancasila.
3. Untuk mengetahui makna sila ke-2 Pancasila.
4. Untuk mengetahui penyebab lunturnya pengamalan sila ke-2 dalam
kehidupan masyarakat Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 MAKNA FILOSOFIS BHINNEKA TUNGGAL IKA


Bangsa Indonesia terbntuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh
bangsa asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk
bangsa Indonesia terdiri atas berbagi macam suku bangsa, berbagai macam adat
istiadat, berbagai macam kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam dalam
suatu wilayah yang terdiri atas beribu ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang
beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk
dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru merupakan suatu daya
penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis
dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam
suatu kerjasama yang luhur.
Sintesis persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam
suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama
yaitu Pancasila. Oleh karena it, prinsip prinsip nasionalisme Indonesia yang
berdasarkan Pancasila adalah bersifat “mejemuk tunggal”. Adapun unsur unsur
yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu
proses sejarah, uaitu sejak zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, zaman
Majapahit, kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah Pemuda 1928
dan akhirnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
b) Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki
kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad
dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya
mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa
tentang kemerdekaan.
c) Kesatuan Kebudayaan: walaupun bangsa Indonesia memiliki budaya
yang beranekaragam, namun keseluruhannya itu merupakan satu
kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi kebudayaan
nasional Indonesia tumbuh dan berkembang di atas akar akar
kebudayaan daerah yang menyusunnya.

6
d) Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dan mencari penghidupan dalam
wilayah Ibu Pertiwi, yaitu Indonesia.
e) Kesatuan Asas Kerohanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki
kesamaan cita cita, kesamaan pandangan hidup dan pandangan hidup
yang berakar dari pandangan hidup masayarakat Indonesia sendiri yaitu
pandangan hidup Pancasila (Notonagoro, 1975:106).
Oleh karena itu, bangsa Indonesia dalam membentuk suatu negara bukan
merupakan proses kausalitas manusia sebagai makhluk individu yang bebas,
melainkan suatu proses kehendak bersama, untuk membentuk suatu bangsa
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pengertian inilah,
maka Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu negara kebangsaan
dan bukan negara liberal. Oleh karena itu, esensi Negara Kesatuan bukanlah
merupakan suatu proses persatuan individu individu dalam free fight dan
penindasan, melainkan suatu proses yang didasarkan atas kehendak bersama
dalam mewujudkan suatu kesejahteraan bersama.
Sebagaimana dijelaskan di atas esensi negara kesatuan adalah terletak
pada pandangan ontologis tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung
negara. Menurut paham negara kesatuan negara bukan terbentuk secara
organis dari individu individu sebagiman diajarkan oleh Hobbes, Locke dan
pemikir individualis lainnya, melainkan negara terbentuk atas dasar kodrat
manusia sebagai individu dan makhluk sosial (Notonagoro, 1975). Hakikat
negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat pada
hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara, menata dan mengatur
dirinya dalam negara dalam mencapai suatu tujuan hidupnya. Dalam hubungan
ini negara tidak memandang masayrakat sebagai suatu objek yang berada di
luar negara, melainkan sebagai sumber genetic dari dirinya. Masyarakat sebagai
suatu unsur dalam negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang
ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup dalam suatu
interaksi saling memberi dan saling menerima antar warganya. Sebagai suatu
totalitas, masyarakat memiliki suatu kesatuan tidak hanya dalam arti lahiriah,
melainkah juga dalam arti batiniah, atau kesatuan idea yang menjadi fondamen
dalam kehidupan kebangsaan (Besar, 1991:83).
Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari
negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam ari keseluruhan unsur
unsur negara yang bersifat fundamental. Demikian juga negara kesatuan
bukanlah suatu kesatuan individu individu sebagaiman diajarkan paham

7
individualisme liberalisme, sebab menurut paham negara kesatuan bahwa
manusia adalah individu sekaligus makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat kodrat
manusia individu makhluk sosila sebagaai basis ontologis (dasar fundamental)
negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara
tidak memihak pada salah sau golongan, negara bekerja demi kepentingan
seluruh rakyat. Konsep negara yang demikian adalah merupakan konsekuensi
logis dari paham “negara adalah masyarakat itu sendiri”, dan paham banwa
antara negara dan masyarakat terdapat relasi hierarki neo genetik. Masyarakat
adalah produk dari interaksi antara segenap golongan yang ada dalam bentuk
suatu negara. Dengan demikian negara adalah produk dari interaksi antar
golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang demikian maka
“logic in itself” bahwa negara mengatasi segenap golongan yang ada dalam
masyarakat (Besar, 1991:84)
Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia yang kausa
materialisnya berbagai etnis, golonga, ras, agama, serta primordial lainnya di
nusantara secara moral menentukan kesepakatan untuk membentuk suatu
bangsa yaitu bangsa Indonesia. Semangat moralitas bangsa itu oleh founding
fathers kita diungkapkan dalam sebuah slogan, yang merupakan simbol semiotic
moralitas bangsa yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

II.2 BUTIR BUTIR SILA KE-2 PANCASILA


Dalam masa reformasi menurut TAP MPR no.1/MPR/2003 ada
perubahan isi butir butir Pancasila dengan masa sebelumnya, sehingga menjadi
45 butir. Berikut adalah butir butir dari sila ke-2 Pancasila:
a) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Contoh : tidak sewenang wenang terhadap sesame manusia sebab
manusia memiliki hak asasi yang sama.
b) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.

8
Contoh: menghargai perbedaan dan menyadari bahwa kita dilahirkan
dari suku yang berbeda, agama yang berbeda, ataupun ras berbeda,
tetapi itu semua tidak menjadikan kita untuk saling bermusuhan.
c) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Contoh: jangan menyakiti antar sesame manusia agar tercipta
kerukunan.
d) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Contoh: bersedia melakukan kerja bakti dengan berbabur bersama
masyarakat yang lain.
e) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Contoh: tidak boleh memperlakukan orang lain semau kita sendiri
apalagi itu adalah suatu hal yang buruk.
f) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Contoh:saling menghormati dan menghargai.
g) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Contoh: menjadi relawan saat terjadi musibah di suatu tempat tertentu.
h) Berani membela kebenaran dan keadilan.
Contoh: mengatakan salah jika itu salah dan mengatakan benar jika itu
benar, dan jangan lupa untuk selalu bersikap adil pada siapapun.
i) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
Contoh: merasakan sakit yang sama ketika ada saudara kita di tempat
yang lain terkena musibah karena kita adalah satu, bangsa Indonesia.
j) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
Contoh: perlu adanya jalinan kerjasama baik itu kerjasama lokal ataupun
kerjasama internasiona dengan negara lain.

II.3 MAKNA SILA KE-2 PANCASILA


“Kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan isi dalam sila kedua
dalam Pancasila, yang memuat tentang segala bentuk unsur kemanusiaan yang
adil dan beradab adalah kesadaran tentang keteraturan sebagai asas asas
kehidupan.
Kesadaran manusia tersebut harus dilakukan agar menjadi semangat
membangun kehidupan masyarakat dan alam semesta untuk mencapai

9
kebahagiaan dengan usaha gigih, serta dapat diimplementasikan dalam bentuk
sikap hidup yang harmonis penuh toleransi dan damai.
Beberapa makna yang terkandung dalam nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab, khususnya untuk masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kesadaran
Kesadaran sikap dan perilaku setiap penduduk Indonesia akan
senantiasa disesuaikan dengan nilai nilai moral dan tuntutan hati nurani
yang terletak pada sanubari setiap manusia. Atas kesadaran inilah
mampu memberikan kesadaran akan peran serta masing masing
lembaga masyarakat yang ada di Indonesia untuk melakukan
pembangunan sesuai dengan kapasitasnya.
2. HAM
Selanjutnya adalah mengenai serangkaian pengakuan dan penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) individu lainnya, yang sejatinya
selalu dibawa ketika seseorang baru dilahirkan dari rahim ibunya.
3. Kemanusiaan
Yang dimaksudkan di sini adalah mengembangkan sikap saling mencintai
atas dasar kemanusiaan. Dengan adanya peran ini tentu saja tindakan
manusia akan diberikan batasan yang dapat meminimalisir tindakan
kejahatan.
4. Keadilan
Makna selanjutnya adalah proses untuk dapat menerapkan kehidupan
yang berkeadilan dan berkeadaban. Hal ini menjadi makna penting,
mengingat pembangunan yang ada harus merata dan dilakukan dengan
terus mempertimbangkan jumalh penduduk, wilayah, dan sebagainya.

5. Tenggang Rasa
Pengalaman dalam perwujudan sikap yang ada dalam sila kedua
Pancasila ini akan mampu memberkan dorongan dalam memunculkan
sikap tenggang rasa dalam setiap hubungan sosial yang seseorang
lakukan dalam kelompok masyarakat.
Tenggang rasa sendiri merupakan bentuk penghormatan yang dijalankan
individu dengan individu lainnya sebagai bentuk harmonisasi, tindakan
ini dilakukan melalui serangkaian pengetahuan serta tingkah laku
seseorang dalam menjalankan hak dan kewajiabn warga negara.

10
II.4 PENYEBAB LUNTURNYA PENGAMALAN SILA KE-2 PANCASILA DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA
Manusia memiliki sifat yang tidak bisa dipungkiri yaitu sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Namun terkadang
manusia lalai akan dirimya sebagai makhluk sosial dan justru
mengedepankan sifat individualisnya. Hal tersebut tentu saja menyebabkan
terjadinya pelanggaran terhadap sila ke-2, sehingga menyebabkan
lunturnya pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Selain itu,
anggapan etnosentrisme dan primordialisme pada etnis dan budayanya
sendiri juga ikut andil dalam memengaruhi lunturnya pengamalan sila
kemanusiaan yang adil dan beradab. Etnosentrisme adalah penilaian
terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai dan standar budaya sendiri.
Sedangkan primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang
memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi,
adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam
lingkungan pertamanya.

11
BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Sila ke-2 yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai
oleh sila pertama, dan sila ke-2 sekaligus menjiwai sila ke-3, sila ke-4, dan sila
ke-5. Artinya bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab bersumber dari ajaran
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaan-Nya dan
berkaitan erat dengan sila persatuan Indonesia, sila kerakyatan yang dipimpin
oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab merupakan perwujudan dari nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang
bermoral, berbudaya, dan beragama.
III.2 SARAN
Kita sebagai manusia harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
menghargai akan kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras,
keturunan, status, sosial, maupun agama, kita juga harus mengembangkan sikap
saling mencintai, menghargai, menghormati, tenggang rasa, dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sikap toleransi harus kita jaga dimanapun dan
kapanpun juga agar tidak terjadi perpecahan di bangsa kita. Adanya ragam
suku, ras, agama, dan budaya seharusnya dijadikan kekayaan dari bangsa kita
yang harus dijaga dan bukan untuk dijadikan perbedaan yang dapat memecah
belah bangsa Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://dcc.ac.id
https://dosenppkn.com/sila-2-pancasila
https://id.wikipedia.org/wiki/Etnosentrisme
https://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme
Kaelan, M.S. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: paradigma
Rusnila. 2016. Pendidikan pancasila. Pontianak: IAIN Pontianak Press

13

Anda mungkin juga menyukai