Anda di halaman 1dari 33

PANDUAN KEWASPADAAN ISOLASI

KOMITE PPI RS MATA PROVINSI

KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN

TIMUR

DINAS KESEHATAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena hanya atas Kuasa-Nya Panduan Isolasi Komite PPI RS. Mata
Provinsi Kalimantan Timur ini dapat selesai. Buku Panduan Isolasi
Komite PPI akan digunakan sebagai dasar pelayanan Laundry di
RS. Mata Provinsi Kalimantan Timur.
Buku Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
pelaksana dalam koordinasi, komunikasi dan kinerja organisasi
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang fokus
pada keselamatan pasien.
Tidak lupa penyusun sampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak, khususnya Direktur RS. Mata Provinsi Kalimantan
Timur atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan Buku
Pedoman Organisasi Komite PPI.
Kami sangat menyadari masih ada kekurangan atau ketidak
sempurnaan dalam buku ini, saran masukan akan kami terima
sebagai bahan untuk perbaikan secara berkesinambungan demi
terwujudnya pelayanan yang berkualitas di RS. Mata Provinsi
Kalimantan Timur

Ketua Komite PPI

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................4
B. Tujuan..........................................................................................4
C. Ruang Lingkup.............................................................................5
BAB II DEFINISI......................................................................................6
BAB III TATALAKSANA..............................................................................7
A. RANTAI PENULARAN INFEKSI.....................................................7
B. KEWASPADAAN STANDAR.......................................................9
C. KEWASPADAAN BERDASAR TRANSMISI.............................10
D. PERATURAN UNTUK KEWASPADAAN ISOLASI...................13
E. JENIS KEWASPADAAN DIKAITKAN RUTE TRANSMISI.......14
F. PERIODE INKUBASI PADA PENYAKIT INFEKSI...................15
G. MANAJEMEN PASIEN DENGAN PENYAKIT
MENULAR/SUSPEK .16
H. PERSYARATAN RUANG ISOLASI...........................................26
BAB V....................................................................................................29
PENUTUP..............................................................................................29

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
RS. Mata Provinsi Kalimantan Timur sebagai salah satu
sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
pelayanan yang diberikan harus bermutu dengan memperhatikan
keselamatan pasien.
Keselamatan pasien bukan saja pasien bebas dari cidera
namun juga bebas dari penyakit infeksi yang disebabkan oleh
adanya tindakan ataupun karena perawatan. Penyebaran infeksi
yang terjadi antar pasien di rumah sakit dapat dihindari dengan
cara isolasi fisik pada pasien yang beresiko (protective isolation)
atau pada pasien dengan infeksi (isolasi sumber-source isolation).
Kewaspadaan isolasi merupakan upaya untuk memutus
mata rantai penularan infeksi dari pasien ke pasien lain, pasien
ke petugas maupun pengunjung dan sebaliknya.
B. Tujuan
Tujuan umum
Meningkatkan mutu pelayanan RS. Mata Provinsi Kalimantan
Timurmelalui Pencegahan dan Pengendalian Infeksi oleh semua
unit di RS. Mata Provinsi Kalimantan Timur.
H. Jusuf SK dengan menerapkan Kewaspadaan
Isolasi. Tujuan Khusus
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten dengan upaya
pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan
kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk
mengurangi risiko infeksi
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak
didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko
3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien terpajan
oleh infeksi namun juga melindungi klien yang mempunyai
kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin
terbawa oleh petugas.

4
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan kewaspadaan isolasi meliputi
pendahuluan, kewaspadaan isolasi yang menguraikan tentang
rantai penularan infeksi, kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi, peraturan untuk kewaspadaan isolasi, jenis
kewaspadaan dikaitkan rute transmisi, periode inkubasi pada
penyakit infeksi, kewaspadaan perlindungan, serta manajemen
pasien dengan penyakit menular.

5
BAB II DEFINISI

1. Kewaspadaan isolasi terdiri dari dua lapis yaitu : kewaspadaan


standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
2. Kewaspadaan Standar/ Standard Precautions adalah merupakan
gabungan dari Universal precautions / kewaspadaan Universal
dan Body Substance Isolation/ Isolasi duh tubuh.
3. Transmission-based precautions/ kewaspadaan berbasis
transmisi adalah kewaspadaan terhadap transmisi suatu penyakit,
dimana terbagi kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.
4. Kewaspadaan standar ditujukan aplikasi kewaspadaan terhadap
darah dan cairan tubuh pada pasien pengidap infeksi, sedangkan
Body Substance Isolation menghindari kontak terhadap semua
cairan tubuh dan yang potensial infeksi kecuali keringat.
5. Ruang Isolasi adalah ruangan khusus yang disediakan di rumah
sakit untuk merawat pasien dengan kondisi medis tertentu yang
terpisah dari pasien lain ketika mereka mendapat perawatan
medis dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau infeksi
kepada pasien dan mengurangi resiko terhadap pemberi layanan
kesehatan.

6
BAB III TATALAKSANA

A. RANTAI PENULARAN INFEKSI


Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting
karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka
infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan
sehingga terjadi penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa
bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau
load).
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup,
tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang.
Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang,
tumbuh- tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir
saluran nafas atas, usus dan vagina.
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran
pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin,
kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana
transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang
suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
a. Kontak (contact transmission):
1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman
penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik,
memandikan pasien.

7
2) Indirect/Tidak langsung : kontak melalui objek
(benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa,
tangan yang tidak dicuci.
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin,
bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di udara,
“deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh :
Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza
type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella.
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di
udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh:
Mycobacterium tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar
air), spora jamur.
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam
mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai
masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan.
Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau
binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab cara
menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman
penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh:
nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat.
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen
infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk
bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki
daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi
serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang
mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan imuno supresan. Sedangkan faktor lain yang

8
mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis
tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

B. KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan isolasi selalu harus diterapkan untuk
menurunkan resiko transmisi penyakit dari pasien terinfeksi ke
pasien lain atau ke pekerja medis. Kewaspadaan isolasi
merupakan kombinasi dari kewaspadaan standard dan
kewaspadaan berbasis transmisi.
Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien,
tidak tergantung dari jenis infeksi yang mengenai pasien. Hal ini
disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis
diketahui. Kewaspadaan standar misalnya adalah :
Kewaspadaan Standar meliputi:
1. Kebersihan tangan yaitu merupakan komponen sentral dari
patient savety, yaitu membersihkan tangan dengan
menggunakan sabun dengan air mengalir dan bisa dengan
hanscrub berbasis alcohol, dimana tujuannya untuk
mengurangi jumlah mikroorganisme ditangan.
2. Pemakaian APD yaitu sarung tangan, masker, goggle,
pelindung wajah, gaun/ apron dan sepatu boat, yang bertujuan
untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko
pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret, ekskreta, kulit
yang tidask utuh dan selaput lendir pasien.
3. Peralatan perawatan pasien/dekontaminasi alat yaitu proses
membersihkan dan menghilangkan serta membunuh
mikroorganisme pada alat-alat non kritikal, semi kritikal dan
kritikal melalui tahap-tahap sesuai prosedur.
4. Pengendalian lingkungan yaitu suatu proses membersihkan
lingkungan pasien dengan menggunakan desinfektan standar.

9
5. Penanganan linen yaitu suatu proses mengelola linen sesuai
prosedur yang tujuannya untuk mencegah terjadinya infeksi
silang.
6. Penanganan limbah dan benda tajam rumah sakit yaitu suatu
proses mengelola limbah yang dihasilkan dari pelayanan baik
limbah infeksius maupun non infeksius. Penanganan benda
tajam : jangan recapping jarum bekas pakai, mematahkan
jarum, melepaskan, membengkokkannya.
7. Kesehatan karyawan, yaitu pemeriksaan kesehatan petugas
secara berkala, terutama petugas yang menangani kasus
dengan penularan melalui airborne, penanganan paska
pajanan yang memadai.
8. Penempatan Pasien: yaitu menempatkan pasien infeksius
diruang terpisah, kohorting bila tidak memungkinkan.
9. Higiene Saluran Nafas/ Etika Batuk : efektif menurunkan
transmisi pathogen droplet melalui saluran nafas (influenza,
adenovirus, B pertusis, Mycoplasma pneumonia).
10. Praktek menyuntik yang aman: cegah KLB akibat pemakaian
ulang jarum steril untuk peralatan suntik I.V beberapa pasien.
11. Pencegahan Infeksi pada prosedur Lumbal Punksi:
pemakaian masker pada prosedur Lumbal punksi untuk
mencegah bacterial meningitis.
C. KEWASPADAAN BERDASAR TRANSMISI
Kewaspadaan isolasi yang kedua adalah kewaspadaan
berdasarkan transmisi. Tujuannya untuk memutus rantai
penularan mikroba penyebab infeksi. Ini diterapkan pada pasien
yang memang sudah dicurigai terinfeksi kuman tertentu yang bisa
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak kulit atau lain-lain.
Ada tiga jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi, yaitu:
1. kewaspadaan transmisi kontak
2. kewaspadaan transmisi droplet
3. kewaspadaan transmisi airborne

10
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan
secara terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat
ditransmisikan lebih dari satu cara.
1. Kewaspadaan transmisi Kontak
a. Penempatan pasien : Kamar tersendiri atau kohorting
(Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs).
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau
kolonisasi patogen yang sama di ruang yang sama,
pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
b. APD petugas: Gunakan sarung tangan bersih
yang tidak steril. Ganti sarung tangan setelah kontak
dengan bahan infeksius. Lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan
menggunakan antiseptik. Lepaskan gaun (pakaian
pelindung) sebelum meninggalkan ruangan
c. Transportasi pasien: Batasi kontak saat transportasi pasien.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan pasien :
 Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar
pasien >1meter
 Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh
terbuka
b. APD petugas:
 Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang
rawat pasien
c. Transport pasien
 Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada
pasien saat transportasi
 Terapkan hygiene respirasi dan etika batuk

11
3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne
a. Penempatan pasien :
1) Di ruangan tekanan negatif
2) Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara
yang terkontrol
3) Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA
4) Pintu harus selalu tertutup rapat.
5) Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah
transmisi, atau kohorting jarak> 1 m
6) Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan
lebih efektif mencegah penyebaran
7) Ventilasi airlock ventilated anteroom terutama
pada varicella (lebih mahal).
8) Terpisah jendela terbuka (TBC), tak ada orang yang
lalu lalang
b. APD petugas:
1) Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur.
2) Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius
<1m dari pasien.
3) Gaun.
4) Goggle.
5) Sarung tangan (bila melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan aerosol).
c. Transport pasien
1) Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker
saat keluar ruangan
2) Terapkan hygiene respirasi dan etika batuk

12
D. PERATURAN UNTUK KEWASPADAAN ISOLASI
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan
petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-
hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh
ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara
pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan
cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan
terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah
dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi,
disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di
buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan,
bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
obtainer/container pasien lainnya.
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional
(SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang
infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi benar.

13
E. JENIS KEWASPADAAN DIKAITKAN RUTE TRANSMISI

Kewaspadaan Transmisi Pathogen


Standar Semua pasien HIV, Hepatitis B, C
Penyakit
bloodborne
Kontak Diare E.coli
Clostridium difficille
Rotavirus
Norovirus
Infeksi kulit dan
Scabies
jaringan lunak
Streptococcus grup A
(dewasa) Staphylococcus
Organisme
aureus
resisten
MRSA
antiniotika
Virus Herpez
Infeksi
Simplex Influenza
Pseudomonas aeroginosa
saluran nafas
SARS
Respiratory Syncytial Virus
Droplet Meningitis Neisseria meningitides
Haemophillus influenzae
Infeksi Influenza Virus,
Adenovirus Difteri
saluran Mycoplasma
pernafasan Pertusis
Respiratory Sincytial
Virus Rubella
Infeksi Sterptococcus grup A (anak)
Mumps
dengan rash
Lainnya
Airborne Infeksi saluran Mycobacterium tuberculosa
pernafasan Avian Influenza
Infeksi dengan Varicella zooster
rash Measles
Diare Rotavirus (partikel kecil
aerosol)
Norovirus(partikel feces,
vomitus)

14
F. PERIODE INKUBASI PADA PENYAKIT INFEKSI

Penyakit Periode Durasi infeksius


inkubasi
Varicella 13-21 hari 1-5 hari sebelum muncul rash
hingga vesikel
mengalami
krustasi
Measles 7-8 hari Dari awal gejala prodromal
hingga 4 hari setelah muncul
rash
Mumps 12-25 hari 1 minggu sebelum dan
hingga
9 hari setelah muncul
pembengkaan
Rubella 14-23 hari 7 hari sebelum hingga 4
hari
setelah muncul rash
RSV 3-7 hari 3 hari sebelum muncul
gejala
hingga asimptomatis
Influenza 1-5 hari 1 hari sebelum hingga 4 hari
setelah muncul gejala klinis
Avian influenza 1-4 hari Dewasa : 7 hari bebas panas
Anak-anak (<12 tahun) :21
hari bebas panas
Pertusis 7-10 hari 21 hari setelah muncul
paroxismal
Rotavirus 1-3 hari Dari muncul gejala hingga
5
hari setelah resolusi
Herpes 2-11 hari Infeksi primer : 3-4
minggu Infeksi sekunder :
Simplex Virus 3-5 hari
Hepatitis A 15-50 hari 7 hari setelah muncul jaundice
Penyakit 2-10 hari 24 jam setelah pemberian
Meningococcal terapi adekuat
Difteri 2-5 hari Mendapat terapi : 3 hari
Tidak mendapat terapi : 28
hari

15
G. MANAJEMEN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR/SUSPEK
1. Penempatan pasein dengan penyakit menular/suspek
Untuk kasus/suspek penyakit menular transmisi airborne:
a. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika
ruangan tersendiri tidak tersedia kelompokkan kasus yang
telah dikorfirmasi secara terpisah dalam ruangan atau
bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum
dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting). Jika pasien
dalam satu ruangan dengan pasien lain jarak antar tempat
tidur lebih dari 2 meter dan letakkan penghalang fisik
(tirai/sekat) di antara tempat tidur.
b. Upayakan ruangan dialiri udara bertekanan negatif yang
dimonitor dengan 6-12 pergantian udara per jam dan system
pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan
udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang
termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di
rumah sakit.
c. Jika ruangan tidak tersedia seperti point b, buat tekanan
negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang kipas
angin agar aliran udara keluar gedung melalui jendela.
Jendela harus mengarah keluar dan tidak mengarah kearah
publik.
d. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada
pasien mengenai perlunya tindakan – tindakan
pencegahan.
e. Pastikan setiap orang yang masuk memakai alat pelindung
diri (APD) yang sesuai ; masker (masker efisiensi tinggi atau
jika terpaksa masker bedah), gaun, pelindung wajah,
pelindung mata dan sarung tangan non steril
f. Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan
jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak
dengan permukaan atau barang-barang di dalam ruangan.

16
g. Pasien TBC dewasa diletakkan di kamar terpisah atau
kohort dengan ventilasi bertekanan negative atau dibuang
keluar dengan exhaust ke area tidak ada jalur orang lewat.
h. Pasien dengan varicella atau yang diduga transmisi
airborne, diletakkan di kamar terpisah dengan udara
terkunci atau bertekanan negative.
Untuk kasus/dugaan kasus penyakit menular dengan
transmisi kontak
a. Tempatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain
dengan infeksi aktif organisma yang sama (kohorting). Bila
kamar tersendiri tidak tersedia, tempatkan dengan jarak >
1 m antar tempat tidur. Jaga agar tidak terjadi kontaminasi
silang ke lingkungan dan pasien lain.
b. Alat pelindung diri (APD) petugas :
1) Pakailah sarung tangan waktu masuk sdan selama
dalam ruang pasien, lepaskan waktu akan
meninggalkan ruangan, kemudian cuci dan gosok tangan
dengan anti kuman.
2) Setelah membuka sarung tangan dan cuci tangan,
usahakan agar tangan tidak menyentuh permukaaan
atau barang apapun yang berpotensi terkontaminasi.
3) Pakailah gaun bersih waktu masuk kamar pasien,
bersentuhan dengan pasien atau dengan alat-alat di
sekitar pasien, bila pasien yang dirawat diare,
inkontinensia atau pasien iliostomy dan bila pasien yang
dirawat luka basah. Lepaskan gaun saat akan
meninggalkan ruangan .
c. Transport pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal
yang penting
d. Perawatan lingkungan dan peralatan pasien

17
Usahakan agar peralatan perawatan pasien, peralatan
disekitar tempat tidur pasien dan permukaaan lain yang
sering tersentuh dibersihkan setiap hari, cukup dengan
sabun detergen, atau bila perlu dengan cairan desinfektan.
Peralatan pasien non kritikal dan peralatan seperti
stetoskop, tensimeter, dan thermometer digunakan untuk 1
pasien atau pasien dengan infeksi mikroba yang sama.
Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.
Bila pemakaian bersama tidak dapat dihindari, peralatan
tersebut harus selalu dibersihkan dan disinfeksi sebelum
dipakai untuk pasien lain.
Untuk kasus /dugaan kasus penyakit menular dengan
transmisi droplet :
a. Digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga
menderita penyakit serius dengan penularan melalui
percikan partikel besar melalui droplet (> 5µm) droplet
terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam
jarak 1 meter dari sumber. Droplet dapat
mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan
ke sisi lain (misal mukosa membran).
b. Penempatan pasien :
Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain
dengan infeksi aktif mikroorganisma yang sama (kohorting).
Bila ruangan tidak memungkinkan buatlah jarak pemisah
minimal 1 meter antara pasien terinfeksi dengan pasien lain
dan pengunjung.
Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus
terhadap udara dan ventilasi.Pasien dengan pneumonia
disebabkan oleh pathogen rumah sakit yang resisten seperti
ESBL, MRSA, MRSE, VRE dan VRSA dengan transmisi
droplet harus ditempatkan dalam ruangan secara hohort,
tidak perlu dengan fasilitas ventilasi bertekanan negatif.

18
c. Transportasi pasien.
Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk
keperluan mendesak, bila terpaksa kenakan masker untuk
pasien dan menerapkan hygiene respirasi.dan etika batuk.
d. Alat pelindung diri (APD) petugas
Penggunaan masker jika bekerja dengan jarak kurang dari 1
meter dari pasien. Masker harus melindungi hidung dan
mulut dipakai saat memasuki ruang
e. Pisahkan atau kohorting pasien infeksius dan non infeksius.
2. Transport pasien infeksius
Transportasi pasien yang infeksius dibatasi jika sangat
perlu saja. Jika mikroba virulen, lakukan hal-hal berikut jika
pasien harus dipindahkan; pasien diberi APD (masker dan
gaun), ingatkan petugas di area yang akan dituju tentang
kedatangan pasien, beritahu pasien tujuan dari kewaspadaan
yang dilakukan agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain.
Transport atau pemindahan pasien yang di rawat di ruang
isolasi
a. Batasi transportasi pasien.
b. Beritahu tempat yang akan menerima secepat mungkin
sebelum pasien tiba.
c. Pakaikan pasien masker dan gaun.
d. Semua petugas yang terlibat transportasi pasien harus
menggunakan APD yang sesuai.
e. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan dengan desinfektan, termasuk ambulan jika
pasien di pindahkan ke luar rumah sakit.
3. Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi.
Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruang
isolasi hanya untuk keperluan emergency/penting. Lakukan
hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima
sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu
dipindahkan dari

19
ruangan/area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus
dipakaikan maker dan gaun, semua petugas yang terlibat
dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang
sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar
fasilitas pelayanan kesehatan.
Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulans,
maka sesudahnya ambulans tersebut harus dibersihkan
dengan desinfektan.
4. Edukasi kepada keluarga pendamping pasien di rumah sakit
Edukasi oleh petugas tentang kebersihan tangan dan
kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi
kepada keluarga pendamping atau orang lain. Edukasi untuk
pemakaian APD seperti petugas kecuali sarung tangan.
Pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota
keluarga yang merawat penderita atau suspek flu burung :
Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas
kesehatan yang merawat di rumah sakit.
Petunjuk mengunjungi pasien dengan penyakit menular
melalui udara.
a. Petugas kesehatan atau Tim PPI perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang
cara penularan penyakit dan menganjurkan mereka untuk
menghindari kontak dengan pasien selama masa
penularan.
b. Jika pengunjung mengunjungi pasien yang masih suspek
atau telah dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui
udara, harus mengikuti prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus
memakai APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan
kaca mata) jika kontak langsung dengan pasien atau
lingkungan pasien.
c. Petugas perlu mengawasi pemakaian APD secara benar

20
bagi pengunjung.

21
d. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, harus melepas
APD dan mencuci tangan.
e. Petugas perlu mengawasi pemakaian APD secara benar
bagi pengunjung.
f. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, harus melepas
APD dan mencuci tangan.
g. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular
melalui udara, petugas kesehatan harus mewawancarai
orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala
demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena
berhubungan dekat dengan pasien beresiko untuk
terinfeksi. Jika ada demam atau gejala pernapasan,
pengunjung tersebut harus
h. Apabila batuk /bersin pengunjung harus menutup mulut
dengn tissue
i. Tissue bekas sekret pernafasan dibuang ke tempat sampah
tertutup.
j. Pengunjung tidak boleh membuang sampah sembarangan.
k. Pengunjung tidak boleh meludah sembarangan
l. Pengunjung tidak boleh berlama-lama di dalam ruangan
pasien, bicara hanya seperlunya saja.
m. Pengunjung tidak boleh makan-minum di ruangan pasien.
n. Pengunjung harus mencuci tangan setiap sebelum
dan sesudah mengunjungi pasien.
o. Pengunjung harus memakai APD sesuai dengan
kewaspadaan isolasi
p. Pengunjung harus segera melepas alat pelindung diri jika
telah selesai mengunjungi pasien.

22
5. Pembersihan ruangan isolasi
1) Lakukan pembersihan dengan menggunakan larutan klorin
0.05% atau desinfektan lainnya sesuai kebijakan rumah
sakit, di seluruh permukaan ruangan sebelum penggunaan
oleh pasien lain.
2) Pembersihan dilakukan dengan menggunakan APD lengkap
3) Semua peralatan yang ada di dalam ruangan juga dilakukan
pembersihan menggunakan larutan klorin 0,5% atau
desinfektan lainnya sesuai kebijakan rumah sakit.
4) Peralatan untuk pasien tidak boleh dipindahkan dari satu
ruangan ke ruangan lain.
6. Pemulangan pasien
a. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai
batas waktu masa penularan.
b. Jika pasien dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir,
pasien yang dicurigai terkena penyakit menular melalui
udara/airborne harus diisolasi di rumah sampai dengan
batas waktu penularan atau sampai diagnosa alternatif
dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien
tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus
diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan
pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
c. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarga harus
diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu
dilakukan, sesuai dengan cara penularan infeksi yang di
derita pasien.
d. Lakukan pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar,
dengan desinfeksi permukaan dan pengkabutan untuk
desinfeksi seluruh ruang.

23
7. Pemulasaran jenazah pasien infeksius.
a. Petugas kamar jenazah harus menjalankan kewaspadaan
standar ketika menanggani pasien dengan penyakit
menular.
b. Alat pelindung diri (APD) lengkap (sarung tangan, masker
bedah, gaun/apron dan sepatu tertutup) harus digunakan
petugas jika pasien meninggal pada masa penularan.
c. Tempatkan jenazah pasien infeksius pada kantong jenazah
yang tidak tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
d. Pindahkan jenazah pasien infeksius secepat mungkin ke
kamar jenazah.
e. Jika keluarga diijinkan melihat jenazah pasien infeksius
sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah
dengan menggunakan alat pelindung diri (masker bedah,
gaun, sepatu).
f. Berikan edukasi tentang penangganan khusus bagi jenazah
yang meninggal dengan penyakit menular, perhatikan
sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya pasien.
g. Jenazah pasien infeksius tidak boleh dibalsem atau disuntik
pengawet.
h. Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh tim khusus dan ijin
dari keluarga dan Direktur rumah sakit .
i. Jenazah pasien infeksius yang dibungkus tidak boleh dibuka
lagi.
j. Jenazah pasien infeksius hendaknya diantar oleh mobil
jenazah.
k. Jenazah pasien infeksius sebaiknya tidak lebih dari 4
(empat) jam disemayamkan di pemulasaran jenazah.

24
8. Fasilitas kamar isolasi
1. Akomodasi
1) Sediakan peralatan tersendiri untuk pasien isolasi seperti
stetoskop, termometer, tensimeter, linen dan lain-lain.
2) Bila peralatan digunakan untuk pasien lain, maka semua
peralatan hendaknya dibersihkan dan didesinfeksi
sebelum digunakan.
3) Tempat tidur tunggal dengan fasilitas cuci tangan.
4) Fasilitas toilet di dalam ruangan.
5) Batasi furnitur dan peralatan yang tidak diperlukan,
terutama bila potensial sebagai sarana reservoir
mikroorganisme seperti hiasan, taplak, karpet, keset, dll.
2. Fasilitas Pra Ruang Isolasi (ante room)
1) Wastafel cuci tangan dengan sabun antiseptik, tisue /
handuk, dan tempat sampah non infeksius.
2) Handrub berbasis alkohol.
3) APD (Apron plastik, Sarung tangan, masker, gaun,
goggles/kaca mata) sesuai kebutuhan.
4) Tempat sampah infeksius.
3. Kelengkapan ruang Isolasi
1) Wastafel cuci tangan dengan sabun antiseptik, tisue
handuk, dan tempat sampah non infeksius.
2) Handrub berbasis alkohol.
9. Tata cara di ruang isolasi
1. Memasuki ruangan
1) Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
2) Cuci tangan dengan air mengalir atau handrub berbasis
alkohol.
3) Pakai APD sesuai indikasi
4) Masuk ruangan dan pintu ditutup.

25
2. Meninggalkan ruangan
Di pintu keluar, lepaskan APD dengan urutan yang benar :
1) Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam tempat
sampah infeksius.
2) Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan
dalam peralatan bekas pakai.
3) Gaun : dengan tidak memegang bagian luar
gaun, masukkan kedalam kantong plastik
kuning/infeksius.
4) Cuci tangan dengan air mengalir atau handrub berbasis
alkohol.
5) Tinggalkan ruangan,
6) Lepas masker atau respirator (N 95) dengan memegang
elastis/tali dibelakang telinga jangan memegang bagian
depan masker.
7) Setelah keluar ruangan, gunakan kembali handrub
berbasis alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir.
8) Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan
sebelum meninggalkan ruangan dan mengenakan
pakaian dari rumah.
10. Kesehatan Profesi
a. Petugas kesehatan yang beresiko tinggi mengalami
komplikasi (wanita hamil, daya tahan tubuh rendah, dan
orang yang mengalami penyakit jantung, paru, atau
penafasan) sebaiknya diberikan informasi medis dan
dibebastugaskan dalam merawat pasien.
b. Pemantauan kesehatan petugas khususnya yang
memberikan pelayanan Kepada pasien ISPA yang
menimbulkan kekhawatiran dengan pelaporan diri oleh
petugas kesehatan yang memperlihatkan gejala
c. Berikan akses segera untuk mendapatkan diagnosis,
konsultasi, dan perawatan.

26
H. PERSYARATAN RUANG ISOLASI
1. Ventilasi untuk ruang isolasi pernafasan (airborne infeksi).
Diupayakan dengan ventilasi dengan pembuangan udara
terkontaminasi yang efektif, penurunan konsentrasi droplet
nuklei infeksius sehingga dapat mengurangi risiko infeksi.
Ruang berventilasi memadai adalah ruangan dengan
bertukaran udara ≥ 12 x/ jam, tapi aliran udaranya tidak
ditentukan diperlukan bila ada kemungkinan penularan droplet
nuklei.
Penghitungan ACH

Kondisi ruangan ACH (pertukaran udara per jam)


Jendela dibuka penuh + 29,3-93,2
pintu dibuka
Jendela dibuka penuh 15,1- 31,4
+ pintu ditutup
Jendela dibuka separuh + 10,5 – 24
pintu ditutup
Jendela ditutup 8,8
Jenis ventilasi lingkungan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan metode ventilasi. Ada tiga jenis ventilasi
utama yaitu :
a. Ventilasi mekanis, menggunakan fan untuk mendorong
aliran udara melalui suatu gedung, jenis ini dapat
dikombinasikan dengan pengkondisian dan penyaringan
udara.
b. Ventilasi alami menggunakan cara alami untuk mendorong
aliran udara melalui suatu gedung adalah tekanan angin dan
tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara
udara di dalam dan di luar gedung yang dinamakan efek
cerobong.
c. Sistem ventilasi gabungan memadukan penggunaan
ventilasi mekanis dan alami.

27
Pada fasilitas pelayanan kesehatan yang sepenuhnya
berventilasi mekanis dengan sistem ventilasi sentral,
pemasangan sistem kontrol tambahan di ruang isolasi menjadi
pilihan terbaik.
Jenis Ventilasi Ventilasi alami
ventilasi mekanis
Kelebihan - Cocok untuk
- Biaya modal, operasional
semua iklimdan pemeliharaan lebih
dan cuaca murah.
- Lingkungan
- Dapat mencapai tingkat
yang lebih
ventilasi yang sangat tinggi
terkontrol dan
sehingga dapat membuang
nyaman. sepenuhnya polutan dalam
gedung.
- Kontrol lingkungan oleh
penghuni.
Kekurangan - Biaya - Lebih sulit perkiraan, analisa
pemasangan dan rancangannya.
dan - Mengurangi tingkat
pemeliharaan kenyamanan penghuni saat
mahal. cuaca tidak bersahabat,
- Memerlukan seperti terlalu panas,
keahlian lembab atau dingin.
- Tidak mungkin
menghasilkan tekanan
negatif di tempat isolasi
bila diperlukan.
- Risiko pajanan terhadap
serangga atau vektor.
2. Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi.
Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan
meningkatkan aliran udara luar gedung menggunakan cara
alami seperti gaya angin dan gaya apung termal dari satu
lubang ke lubang lain untuk mencapai ACH yang diharapkan.
Penelitian terbaru mengenai sistem ventilasi alami di perlu
menunjukan bahwa ventilasi alami efektif mengurangi
penularan tuberkulosis di rumah sakit.
Ruang isolasi sebaiknya terletak jauh dari bagian-bagian
rumah sakit yang lain dan dibangun di tempat yang
diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang baik
sepanjang tahun.

28
Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ke
tempat terbuka di luar gedung yang jarang digunakan dan
dilalui orang.
Pemasangan exhaust fan pada ruang isolasi dengan
tujuan membantu meningkatkan ACH sampai tingkat yang
diharapkan dan menghasilkan tekanan negatif. Kipas harus
dipasang di dinding luar tempat udara kamar dapat dibuang
langsung ke lingkungan luar yang tidak dilalui orang. Ukuran
dan jumlah exhaust fan yang diperlukan tergantung pada
ACH yang diharapkan, yang harus diukur dan diuji coba
sebelum digunakan.
3. Penggunaan ventilasi mekanis di ruang isolasi
Ruang isolasi transmisi infeksi melalui airborne yang
berventilasi mekanis harus menggunakan sistem kontrol untuk
menghasilkan tingkat ventilasi yang memadai dan arah aliran
udara terkontrol. Tekanan udara negatif terkontrol sehubungan
dengan lingkungan sekitar 12 ACH; dan pembuangan udara ke
luar yang benar, atau penyaringan udara partikulat efisiensi
tinggi (HEPA) terkontrol atas udara kamar sebelum diedarkan
kembali ke bagian-bagian rumah sakit yang lain. Pintu kamar
harus selalu tertutup dan pasien harus tetap berada di dalam
kamar.

29
BAB V
PENUTU
P

Panduan kewaspadaan isolasi ini dibuat sebagai acuan bagi


pihak manajemen dan setiap petugas dalam meningkatkan
kesadaran akan kewaspadaan isolasi dalam upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi RS. Mata Provinsi Kalimantan Timur.

30
31
32

Anda mungkin juga menyukai