Anda di halaman 1dari 16

TEORI HIMPUNAN AKSIOMATIK

DOSEN PENGAMPU : SRI LESTARI MANURUNG, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. HARRY MARCEL W SIHOTANG (4223111059)


2. GRACE C MARPAUNG (4223311028)
3. GRACE ELICIA SITORUS (4223311023)
4. NURUL MASITA (4222411018)
5. SINTA MARINTAN SINAGA (4223111058)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur dilimpahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
karunianya kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah “Himpunan
dan Logika” ini. Dan juga kami ucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Sri Lestari Manurung,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen pada mata kuliah Himpunan Dan Logika, karena dengan
bimbingannya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori Himpunan
Aksiomatik” yang bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Himpunan Dan
Logika.
Kami juga memohon maaf juga yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan
ketidaksesuaian kalimat ataupun kesalahan yang lainnya baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Meskipun demikian, kami juga menerima segala masukan dari pembaca baik itu
kritikan atau saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Medan, 15 Oktober 2022

Kelompok 5

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. I

DAFTAR ISI ........................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Makalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Pembuatan Makalah ....................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 3

A. Aksioma Ekstensionalitas ............................................................. 3


B. Aksioma Pemisahan ...................................................................... 3
C. Aksioma Gabungan ...................................................................... 5
D. Aksioma Berpasangan .................................................................. 5
E. Definisi Dengan Abstraksi ............................................................ 6
F. Aksioma Penjumlahan Dan Keluarga Himpnan ........................ 7
G. Aksioma Himpunan Kuasa .......................................................... 8
H. Produk Cartesius Dari Himpunan ............................................... 9
I. Aksioma Regularitas ..................................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................. 12

A. Kesimpulan ................................................................................... 12
B. Saran.............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 13

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alkisah disuatu desa terpencil, hidup seorang tukang cukur, dialah satu-satunya tukang
cukur di desa tersebut. Semua orang di desa tersebut mencukur rambutnya sendiri atau dicukuri
oleh si Tukang cukur dan si Tukang cukur hanya mencukur orang yang tidak mencukur
rambutnya sendiri. Pertanyaannya apakah si tukang cukur mencukur rambutnya sendiri? Jika kita
mengatakan ya, si tukang cukur mencukur rambutnya sendiri tetapi cerita diatas mengatakan si
tukang cukur hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri tetapi jika dia tidak
mencukur rambutnya sendiri itu berarti menurut cerita dia harus pergi ke tukang cukur, padahal
tukang cukurnya adalah diri sendiri itu artinya dia mencukur dirinya sendiri padahal dia tidak
boleh mencukur dirinya sendiri. Gimana bingung gak??

Pertanyaan diatas adalah pertanyaan tertutup yang hanya memiliki dua jawaban “iya ”
atau “tidak” tetapi apapun jawaban yang kita ambil akan menimbulkan kontradiksi atau dalam
ilmu logika dikatakan Inkonsisten (suatu statment atau kumpulan statment dikatakan inkonsisten
jika terjadi kontradiksi)

Dalam matematika, himpunan didefinisikan sebagai kumpulan objek-objek, yang


umumnya ditulis didalam tanda bracket { } contoh himpunan {a,b,c} artinya himpunan tersebut
mengandung elemen a, b, dan c dan {b,c} merupakan himpunan bagian dari {a,b,c}. Himpunan
juga bisa mengandung himpunan contoh {{a,b},{x,y}} mengandung 2 himpunan {a,b} dan {x,y}
dan juga mengandung himpunan kosong. Semua himpunan mangandung himpunan kosong. Kita
juga bisa membuat himpunan yang memuat dirinya sendiri contoh S={S,{a,b}} bisa kita lihat S
memuat dirinya, S element dari S dari sini kita akan mengkontruksikan suatu himpunan yang
sangat unik.

Misal: R adalah himpunanan yang berisikan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri
sebagai anggota. Atau bisa kita notasikan

𝑅 = {𝐴|𝐴 ∉ 𝐴}

1
Itu artinya A elemen R jika dan hanya jika A bukan elemen dari A. Pertanyaan sekarang
apakah R elemen dari R?. Ini hampir serupa dengan pertanyaan kita sebelumnya “Apakah si
tukang cukur mencukur rambutnya sendiri?” kita akan salalu mendapatkan kontradiksi pada
setiap jawabannya. Itu berarti himpunan R Inkonsistensi. Himpunan R tersebut dikenal sebagai
paradoks Russell. Secara matematika sama sekali tidak ada yang salah dengan himpunan R,
Paradoks Russell cuman ingin mengatakan bahwa terdapat inkonsistensi didalam teori Himpunan,
bahwa tidak selamanya matematika itu pasti, bahwa ada Inkonsistensi, ada ketidak pastian
didalam Matematika. Inkonsistensi secara logis ini dapat dihindari dengan membangun teori
himpunan aksiomatik.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Aksioma apa saja yang terdapat dalam himpunan?
2. Bagaimana mengidentifikasi teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan?
3. Bagaimana cara membuktikan teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan?

C. Tujuan
Ada beberapa tujuan yang dapat diambil dari makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Dapat mengetahui aksioma-aksioma yang terdapat dalam himpunan.
2. Dapat mengidentifikasi teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan,
3. Dapat membuktikan teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan,

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aksioma Ekstensionalitas (Perluasan)


Aksioma Ekstensionalitas adalah suatu aksioma teori himpunan yang dirumuskan oleh
Richard Dedekind pada tahun 1888, yang menyatakan bahwa dua himpunan adalah sama jika
dan hanya jika keduanya memiliki anggota yang sama.
(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑥 ∈ 𝐵) → 𝐴 = 𝐵
“Jika setiap elemen dari suatu himpunan A juga merupakan elemen dari B dan sebaliknya, maka
A=B . Singkatnya, setiap set ditentukan oleh elemen-elemennya."

B. Aksioma Pemisahan
Skema aksioma Pemisahan dimungkinkan untuk memisahkan elemen-elemen dari himpunan
tertentu yang memenuhi beberapa sifat dan membentuk himpunan yang terdiri dari elemen-
elemen sifat inI saja. Jadi, jika diketahui bahwa ada himpunan hewan, skema aksioma Pemisahan
dapat digunakan untuk menyatakan dengan tegas keberadaan himpunan hewan yang memiliki
sifat seperti manusia. Artinya, sifat manusia memungkinkan untuk memisahkan manusia dari
hewan lainnya.
Bentuk aksioma pemisahan:
(∃𝐵)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐵 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 &𝜑𝑥 )

Sekarang beralih ke pengembangan sistematis. Akan dimulai dengan definisi dari pengertian
himpunan. Isi dari definisi ini sesuai dengan ide-ide intuitif: Himpunan adalah sesuatu yang
memiliki anggota atau himpunan kosong.

Definisi 1.1: y adalah himpunan ↔ (∃𝑥 )(𝑥 ∈ 𝑦 ˅ 𝑦 ∈ ∅)


Kemudian mendefinisikan notasi standar '∉' untuk sesuatu yang tidak menjadi anggota
dari sesuatu yang lain,
Definisi 1.2: 𝑥 ∉ 𝑦 ↔ −{𝑥 ∈ 𝑦}

Secara korespondensi digunakan dari notasi logika 𝑥 ≠ 𝑥 untuk ′ − (𝑥 = 𝑥)′

3
Teorema pertama, diperoleh:

Teorema 1.1 : 𝑥 ∉ 0
Bukti : Ambil 𝜑(𝑥 ) sebagai 𝑥 ≠ 𝑥 yang diperoleh dari skema aksioma pemisahan:
(∃𝐴)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑥 ∈ 0 &𝑥 ≠ 𝑥 )… (1). Sekarang misalkan bahwa beberapa x
ada pada A. Maka oleh (1), 𝑥 ≠ 𝑥 adalah tidak masuk akal. Makanya dapat
disimpulkan: (∀𝑥 )(𝑥 ∉ A)…(2). Dan oleh karena itu dengan Definisi 1.1, 𝐴 = 0.
Dari (2) dan (3). Teorema terbukti.

Selanjutnya akan dibuktikan sebuah teorema sederhana mengenai keunikan himpunan kosong.

Teorema 1.2 :(∀𝑥 )(𝑥 ∉ A) ↔ 𝐴 = 0


Bukti : Jika 𝐴 = 0 maka dengan Teorema 1.1., 𝑥 ∉ 𝐴. Di sisi lain, jika untuk setiap x,
𝑥 ∉ A maka tidak ada elemen dalam himpunan A dan dengan Definisi 1.1., 𝐴 = 0.

Sisa dari bagian ini berkaitan dengan inklusi dan inklusi himpunan yang tepat. Jika A dan
B himpunan yang sedemikian rupa sehingga setiap anggota dari A adalah anggota B, maka
dikatakan bahwa A adalah himpunan bagian dari B, yang dilambangkan 𝐴 ⊆ 𝐵. Secara formal:
Definisi 1.3 : 𝐴 ⊆ 𝐵 ↔ {∀𝑥 }{𝑥 ∈ 𝐴 → 𝑥 ∈ 𝐵}
Teorema 1.3 : 𝐴 ⊆ 𝐴
Bukti : Karena itu adalah kebenaran logika bahwa {∀𝑥 }{𝑥 ∈ 𝐴 → 𝑥 ∈ 𝐴}, yang langsung
dari definisi 1.3 bahwa 𝐴 ⊆ 𝐴.
Teorema 1.3 menegaskan secara sederhana bahwa inklusi ini bersifat refleksif. Teorema
berikutnya menegaskan bahwa ia memiliki sifat antisimetri.
Teorema 1.4 : 𝐴 ⊆ 𝐵 & 𝐵 ⊆ 𝐴 → 𝐴 = 𝐵
Bukti : Jika 𝐴 ⊆ 𝐵 𝑑𝑎𝑛 𝐵 ⊆ 𝐴, maka dengan mengikuti definisi 1.3, bahwa {∀𝑥 }{𝑥 ∈ 𝐴 →
𝑥 ∈ 𝐵}. Oleh karena itu aksioma perluasannya 𝐴 = 𝐵.
Teorema 1.5 :𝐴⊆0→𝐴=𝐵
Bukti : Berdasarkan Definisi 1.3 dan hipotesis teorema, jika 𝑥 ∈ 𝐴 maka 𝑥 ∈ 0. Tapi dengan
Teorema 1.1, 𝑥 ∉ 0. Karenanya untuk setiap x, 𝑥 ∉ A, dan oleh Teorema 1.2, 𝐴 = 0.

4
C. Aksioma Gabungan
Jika A dan B adalah himpunan, maka dengan Irisan A dan B (A ∩ B) dimaksudkan sebagai
himpunan semua hal-hal yang termasuk dalam A dan B. Jadi, {1, 2} ∩ {2, 3) = {2}, dan {1} ∩
{2} = 0. Gabungan A dan B (A ∪ B ) dimaksudkan sebagai himpunan semua hal-hal yang
termasuk setidaknya satu dari himpunan A dan B. Sebagai contoh, {1, 2} ∪ {2, 3) = {1, 2, 3},
dan {1} ∪ {2} = {1, 2}. Selisih A dan B (𝐴 − 𝐵) dimaksudkan sebagai himpunan semua hal-hal
yang termasuk dalam A tetapi tidak untuk B. Jadi, {1, 2} ~ {2, 3) = {1}, dan {1} ~ {2} = {1}.
Teorema dasar yang menegaskan keberadaan himpunan yang beririsan dan selisih dua himpunan
dapat dibuktikan dengan menggunakan skema aksioma pemisahan. Hal yang sama tidak dapat
diberlakukan untuk gabungan dua himpunan, untuk itu diperkenalkan Aksioma Gabungan.
(∃𝐶)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)
Sekarang beralih ke teorema yang membenarken operasi gabungan himpunan.
Pembuktian teorema ini melibatkan penggunaan aksioma gabungan yang pertama.
Teorema 2.1 : (E!C)(∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)
Bukti : Berikut ini skema aksioma gabungan; (∃𝐶 )(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵).
Sekarang perlu ditunjukkan bahwa C adalah unik. Andaikan ada himpunan kedua
C’ sedemikian rupa sehingga untuk setiap (𝑥 ∈ 𝐶′ ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵) maka untuk
setiap (𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐶) dan berdasarkan aksioma perluasan 𝐶 ′ = 𝐶.
Definisi 2.1 : 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝑦 ↔ (∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝑦 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)&𝑦 adalah suatu himpunan.
Untuk keperluan pengerjaan, dibutuhkan segera sebuah teorema untuk operasi gabungan.
Teorema 2.2 : (𝑥 ∈ 𝐴 ∪ 𝐵 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)
Tiga teorema berikut menegaskan ke-komutatif-an, ke-assosiatif-an, dan idempotence
(kesemuan/kepalsuan) gabungan.
Teorema 2.3 : 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐵 ∪ 𝐴
Teorema 2.4 : (𝐴 ∪ 𝐵) ∪ 𝐶 = 𝐴 ∪ (𝐵 ∪ 𝐶 )
Teorema 2.5 : 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴

D. Aksioma Berpasangan
Aksioma berpasangan merupakan salah satu aksioma dari teori himpunan Zermelo–Fraenkel.
Ini diperkenalkan oleh Zermelo (1908) sebagai kasus khusus dari aksioma himpunan dasar.
Aksioma berpasangan menegaskan bahwa diberikan dua elemen, yaitu dari dua himpunan atau

5
individu, dapat dibentuk himpunan yang terdiri dari dua elemen ini. Aksioma berpasangan
berbunyi:
(∃𝐴)(∀𝑧)(𝑧 ∈ 𝐴 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦)
Sebagai persiapan untuk definisi himpunan, pasangan akan diberi penguatan yang biasa dari
aksioma seperti yang dinyataka dalam teorema berikut:
Teorema 3.1 : (∃𝐴)(∀𝑧)(𝑧 ∈ 𝐴 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦)
Bukti : Berikut ini skema aksioma gabungan; (∃𝐴)(∀𝑧)(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦).
Sekarang perlu ditunjukkan bahwa A adalah unik. Andaikan ada himpunan kedua
A’ sedemikian rupa sehingga untuk setiap (𝑥 ∈ 𝐴′ ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦) maka untuk
setiap (𝑧 ∈ 𝐴′ ↔ 𝑧 ∈ 𝐴) dan berdasarkan aksioma perluasan 𝐴′ = 𝐴.
Definisi 3.1 : {𝑥. 𝑦} = 𝑤 ↔ (∀𝑧)(𝑧 ∈ 𝑤 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦)& 𝑤 adalah suatu himpunan.

E. Definisi dengan Abstraksi


Dalam banyak cabang matematika modern biasa menggunakan notasi: {𝑥: 𝜑(𝑥 )} untuk
menandai himpunan semua objek yang memiliki sifat 𝜑. Sebagai contoh, {x: x > √2} adalah
himpunan semua bilangan real yang lebih besar dari √2 . Contoh lainnya. {x: 1 < x <
4 & x adalah bilangan bulat} = {2.3}. Penggunaan notasi ini disebut definisi dengan abstraksi.
Mulai dengan memandang beberapa sifat, seperti lebih besar dari √2, dan abstraksi dari sifat
himpunan ini adalah semua entitas yang memiliki sifat tersebut. Tujuannya adalah untuk
memberikan definisi formal tentang operasi abstraksi ini, tapi perlu diperhatikan bahwa dalam
mendefinisikannya tidak diperkenalkan simbol relasi baru, simbol operasi baru, atau konstanta
individu yang baru. Yang diperkenalkan adalah operator yang menyediakan metode baru
pengikatan variabel. Jadi dalam ekspresi x: x > √2}, notasi (-:-) mengikat variabel x.
Skema Definisi 4.1:

{𝑥: 𝜑(𝑥 )} = 𝑦 ↔ [(∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝑦 ↔ 𝜑(𝑥))&𝑦 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛]˅


[𝑦 = 0 − (∃𝐵)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐵 ↔ 𝜑(𝑥))]

Hal ini secara langsung jelas dari definisi bahwa {x: φ(x)} adalah suatu himpunan. Inti dari
anggota kedua dari disjungsi definisi adalah untuk menempatkan {x: φ(x)} sama dengan

6
himpunan kosong jika tidak ada himpunan yang tidak kosong yang memiliki seperti anggota
entitas dengan sifat φ tersebut. Cara menterjemalikan formula di mana variabel variabel yang
ditetapkan, terikat oleh abstraksi adalah sangat mudah Jadi formula skematiknya: {𝐴: 𝜑(𝐴)}
diterjemahkan: {x: x adalah himpunan & φ(x)}.
Ada beberapa skema teorema yang dijelaskan secara intuitif tentang operasi abstraksi.
Teorema 4.1 : 𝑦 ∈ {𝑥: 𝜑(𝑥 )} → {𝑥: 𝜑(𝑦)}
Bukti : Jika 𝑦 ∈ {𝑥: 𝜑(𝑥)} , maka {𝑥: 𝜑(𝑥 )} ≠ 0 , dan oleh Definisi Skema 3.1, 𝑦 ∈
{𝑥: 𝜑(𝑥 )} ↔ 𝜑(𝑦); jadi akan dapat disimpulkan dari hipotesis teorema: 𝜑(𝑦).
Teorema 4.2 : 𝐴 = {𝑥: 𝑥 ∈ 𝐴}
Bukti : Ini adalah kebenaran logika bahwa (∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴) . Jadi, dengan
mengambil 𝜑(𝑥) dalam Definisi 3.1. sebagai 𝑥 ∈ 𝐴, diperoleh teorema tersebut
sekaligus.
Teorema 4.3 : 0 = {𝑥: 𝑥 ≠ 𝑥 }
Bukti : Misalkan ada y sedemikian rupa sehingga 𝑦 = {𝑥: 𝑥 ≠ 𝑥} . Maka dengan
Teorema 3.1, 𝑦 ≠ 𝑦 (1)
yang tidak masuk akal.

F. Aksioma Penjumlahan dan Keluarga Himpunan


Aksioma penjumlahan, men-postulat-kan keberadaan gabungan dari keluarga himpunan.
Untuk mengilustrasikan notasi ini, misalkan {𝐴 = {1,2}, {2,3}, {4}, 𝑜𝑑𝑜𝑟𝑙𝑖𝑛} . MakA ∪ A =
{1,2,3,4}. Disini A adalah keluarga dari himpunan secara bersama dengan satu individu.
Gabungan atau penjumlahan dari A (dalam simbol: ∪A ) adalah himpunan semua hal yang
termasuk dalam beberapa anggota dari A. Perhatikan bahwa setiap individu di A tidak relevan
terhadap ∪ A . Dalam menentukan ∪ A hanya perlu memperhatikan anggota A ini yang
merupakan himpunan yang tidak kosong.
Definisi 5.1 : ∪ 𝐴 = {𝑥: (∃𝐵)(𝑥 ∈ 𝐵 &𝐵 ∈ 𝐴)}
Dari karakteristik definisi dengan abstraksi diketahui bahwa jika himpunan elemen yang
cocok tidak ada maka ∪ A adaiah hanya himpunan kosong. Namun, agar bisa melakukan
pekerjaan serius dengan gabungan keluarga dari himpunan dibutuhkan keberadaan himpunan
yang tepat secara intuitif. Untuk yang terakhir ini diperkenalkan aksioma penjumlahan:

7
(∃𝐶)(∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ (∃𝐵)(𝑥 ∈ 𝐵 & 𝐵 ∈ 𝐴))

Sebagai akibat dari aksioma dan definisi ∪ 𝐴 diperoleh teorema yang diinginkan:

Teorema 5.1 : 𝑥 ∈ ∪ 𝐴 ↔ (∃𝐵)(𝑥 ∈ 𝐵 & 𝐵 ∈ 𝐴))


Teorema 5.2 : ∪ 0 = 0
Bukti : Dengan Teorema 1.1 (𝑥 ∉ 0) , maka didapat −(∃𝐵)(𝐵 ∈ 0) . Oleh karena itu,
dengan Teorema 5.1., untuk setiap x, 𝑥 ≠∪ 0.
Teorema 5.3 : ∪ {0} = 0
Bukti : Jika 𝐵 ∈ {0}, maka B = 0 dan kemudian 𝑥 ∉ B. Oleh karena itu, dengan teorema
5.1., untuk setiap x, 𝑥 ∉∪ {0}.

G. Aksioma Himpunan Kuasa


Dalam matematika, himpunan kuasa dari himpunan A adalah himpunan dari semua
subhimpunan (himpunan bagian) dari A yang memuat himpunan kosong dan A itu sendiri. Jika
sebuah himpunan A memiliki n elemen, maka himpunan kuasanya (dalam simbol: ƤA) memiliki
2𝑛 elemen, Sebagai ilustrasi dari gagasan ini, jika 𝐴 = {1,2} , maka Ƥ𝑨 = {∅, {1}, {2}, 𝐴}.
Definisi formal yang tepat diberikan berikut ini:

Definisi 6.1: Ƥ𝑨 = {𝐵: 𝐵 ⊆ 𝐴}

Untuk membuktikan teorema tentang Ƥ𝑨 , Aksioma Himpunan Kuasa menjamin


keberadaan himpunan yang secara intuitif, diperoleh:
(∃𝐵)(∀𝐶)(𝐶 ∈ 𝐵 ↔ 𝐶 ⊆ 𝐴)

Perlu diperhatikan bahwa bisa saja diambil formulasi yang lebih lemah ‘(∃𝐵)(∀𝐶)(𝐶 ⊆ 𝐴 ↔
𝐶 ∈ 𝐵)’ dan kemudian digunakan skema aksioma pemisahan untuk mendapatkan aksioma yang
sekarang.

Teorema 6.1 : 𝐵 ∈ Ƥ𝐴 ↔ 𝐵 ⊆ 𝐴
Bukti : Dengan menggunakan definisi 6.1, aksioma himpunan kuasa dan sifat definisi
dengan abstraksi, maka teorema ini terbukti.
Teorema 6.2 : 𝐴 ∈ Ƥ𝐴

8
Bukti : Dengan teorema ‘ 𝐴 ⊆ 0 → 𝐴 = 0 , maka didapat 𝐴 ⊆ 𝐴 , dari mana dengan
teorema 6.1, didapat hasil yang diinginkan.
Teorema 6.3 : 0 ∈ Ƥ𝐴
Teorema 6.4 : Ƥ0 = {0}
Bukti : Karena 0 ⊆ 0, maka 0 ∈ Ƥ0, Apalagi jika 𝐴 ∈ Ƥ0, maka dengan teorema 6.1,
𝐴 ⊆ 0, kemudian dengan teorema ‘𝐴 ⊆ 𝐵 & 𝐵 ⊆ 𝐴 → 𝐴 = 𝐵’, maka 𝐴 = 0.
Teorema 6.5 : ƤƤ 0 = {0, {0}}

H. Produk Cartesian Dari Himpunan


Dalam matematika, khususnya teori himpunan, produk Cartesian dari dua himpunan A
dan B, dilambangkan A × B, adalah himpunan semua pasangan terurut (x, y) sedemikian rupa
sehingga 𝑥 ∈ 𝐴 dan 𝑦 ∈ 𝐵 . Sebagai contoh jika 𝐴 − {1,2}, 𝐵 ={Iqbal, Irfan}, maka 𝐴 × 𝐵 =
{〈1, Iqbal〉, 〈1, Irfan〉, 〈2, Iqbal〉, 〈2, Irfan〉}, Dalam notasi pembentuk himpunan dapat dinyatakan
sebagai:
𝐴 × 𝐵 = {〈𝑥, 𝑦〉: 𝑥 ∈ 𝐴 &𝑦 ∈ 𝐵}

Gambar 1 Produk Cartesius 𝑨 × 𝑩

Untuk membuktikan teorema standar tentang produk Cartesius, harus ditunjukkan bahwa
secara intuitif ada himpunan yang bersesuaian. Gagasan penting dari pembuktiannya adalah jika
𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉, 𝑦 ∈ 𝐴 dan 𝑧 ∈ 𝐵, maka 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵).

Teorema 7.1 : (∃𝐶 )(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ (∃𝑦)(∃𝑧)(𝑦 ∈ 𝐴 &𝑧 ∈ 𝐵 &𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉))

Bukti : Berdasarkan skema aksioma pemisahan (∃𝐶 )(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪


𝐵) &(∃𝑦)(∀𝑧)(𝑦 ∈ 𝐴 &𝑧 ∈ 𝐵 &𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉)) (1)

9
Karena teorema hanya (1) tanpa 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵), tugas kita adalah menunjukkan
bahwa ekivalensi yang diberikan dalam (1) masih berlaku saat klausul ini
dieliminasi. Mengingat (1) itu langsung saja 𝑥 ∈ 𝐶 (2)
menyiratkan ((∃𝑦)(∃𝑧)(𝑦 ∈ 𝐴 &𝑧 ∈ 𝐵 &𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉)) (3)
Untuk membangun implikasi konvers. cukuplah untuk menunjukkan bahwa (3)
menyiratkan 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵) (4)
karena berdasarkan (1) maka akan jelas bahwa (3) menyiratkan (2). Jadi hanya
perlu menunjukkan bahwa (3) menyiratkan (4). Sekarang oleh (3) dan definisi
pasangan terurut x = {{y}, {y.z)), dan karena oleh hipotesis 𝑦 ∈ 𝐴 dan 𝑧 ∈ 𝐵,
dipercleh: {𝑦} ⊆ A ∪ B, dan {𝑦, 𝑧} ⊆ A ∪ B dari mana berdasarkan Tecrema 6.1,
{𝑦} ∈ Ƥ(A ∪ B) dan {𝑦, 𝑧} ∈ Ƥ(A ∪ B) . Dengan demikian {{𝑦}, {𝑦, 𝑧} } ⊆ Ƥ(A ∪
B) , yaitu 𝑥 ∈ Ƥ(A ∪ B) . Namun, berdasarkan Teorema 6.1 lagi, kemudian
diperoleh: 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵), yang mana adalah yang ingin dibuktikan.

I. Aksioma Regularitas (keteraturan)


Sulit untuk memikirkan suatu himpunan mana yang mungkin dianggap sebagai anggota
dari dirinya sendiri. Tentu saja himpunan semua manusia, misalnya, bukanlah seorang pria dan
oleh karena itu bukan anggota dirinya sendiri. Mungkin bisa diperdebatkan bahwa dalem teon
himpunan intuitif. himpunan semua objek abstrak atau himpunan semua himpunan harus
memberikan contoh dari himpunan yang merupakan anggota dari dirinya sendiri, tapi seperti
yang terlihat di awal bab ini, himpunan dari semua himpunan itu sendiri merupakan konsep yang
paradoks
Pernyataan-pernyataan ini mengarahkan untuk mengambil aksiomaa: 𝐴 ∉ 𝐴 (1)
Namun, asumsi (1) tidak melarang situasi kontra intuitif dari adanya himpunan yang berbeds dari
A dan B sedemikian rupa hingga 𝐴 ∈ 𝐵 & 𝐵 ∈ 𝐴 (2)
Selanjutnya, jika (2) diambil sebagai sebuah aksioma. siklus-siktus keanggotaan kontra-intuitif
yang lebih lama tidak akan dikesampingkan - seperti keberadaan himpunan A, B, dan C yang
berbeda sedemikian rupa sehingga 𝐴 ∈ 𝐵 & 𝐵 ∈ 𝐶 & 𝐶 ∈ 𝐴 (3)
Untuk mencegah siklus semacam itu sepanjang apapun n, dengan mengadopsi aksioma
yang laanya, termasuk aksioma pilihan, yang ekivalen dengan tidak adanya barisan menurun

10
yang tak hingga (yaitu Ai+1 ∈Ai). Bentuk aksioma yang diadopsi yaitu Aksioma Regularitas
(keteraturan), adalah karena Zermelo, meskipun pada dasarnya adalah ekivalen, tetapi
aksiomanya yang lebih rumit dari Von Neumann
𝐴 ≠ 0 → (∃𝑥 )[𝑥 ∈ 𝐴 &(∀𝑦)(𝑦 ∈ 𝑥 → 𝑦 ∉ 𝐴)]

Aksioma ini disebut oleh Zermelo sebagai Axiom der Fundierung. Secara intuitif
dikatakan bahwa dengan pemberian himpunan yang tidak kosong A. ada anggota x dari A
sedemikian rupa sehingga irisan A dan x adalah kosong. Bagian (∀𝑦)(𝑦 ∈ 𝑥 → 𝑦 ∉ 𝐴) yang
mengekspressikan bahwa irisan A dan x adalah kosong belum diganti dengan formula yang
muncul lebih sederhana ′𝐴 ∩ 𝑥 = 0′, karena definisi kondisional dari irisan; karena jika x
adalah individu, definisinya tidak memberikan arti intuitif terhadap irisan x dan objek lainnya.
Jika sudah jelas bahwa x harus merupakan satu himpunan, maka digunakan formula yang lebih
sederhana dalam pembuktiannya.

Sekarang akan digunakan aksioma regularitas untuk membuktikan (1) dan negasi dari (2)
sebagai teorema.

Teorema 8.1 : 𝐴 ∉ 𝐴
Bukti : Andaikan bahwa A adalah himpunan sedemikian rupa sehingga 𝐴 ∈ 𝐴. Karena
𝐴 ∈ {𝐴} maka diperoleh 𝐴 ∈ {𝐴} ∩ 𝐴 (1)
Berdasarkan aksioma regularitas, ada x dalam {A} sedemikian rupa sehingga
{𝐴} ∩ 𝑥 = 0 , tapi karena {A} adalah himpunan satuan, x = A, dan dengan
demikian {𝐴} ∩ 𝐴 = 0, yang bertentangan dengan (1).
Teorema 8.2 : −(𝐴 ∈ 𝐵&𝐵 ∈ 𝐴)
Bukti :Andaikan (𝐴 ∈ 𝐵&𝐵 ∈ 𝐴). Maka 𝐴 ∈ {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐵 dan 𝐵 ∈ {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐴 (1)
Dengan aksioma regularitas ada sebuah x dalam {A,B} sedemikian rupa sehingga
{𝐴, 𝐵) ∩ 𝑥 = 0, dan dengan Teorema ′𝑧 ∈ {𝑥, 𝑦} ↔ 𝑧 ∈ 𝑥˅𝑧 ∈ 𝑦′, maka x = A
atau x = B. Oleh karena itu, {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐴 = 0 atau {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐵 = 0 , yang
bertentangan dengan (1).

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa teori
himpunan aksiomatik ini mendasarkan pada istilah-istilah dan relasi yang tak
terdefinisikan, serta aksioma-aksioma yang nantinya akan membangun
keseluruhan teori himpunan, Konsep-konsep yang samar-samar dan tidak tepat
selama beberapa dekade dan bahkan berabad-abad bisa diberi makna yang akurat
melalui pendekatan aksiomatik ini.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap pembaca dapat lebih memahami
mengenai teori himpunan aksiomatik dan kami berharap makalah ini dapat
membantu dalam proses pembelajaran. Kami juga menyarankan kepada pembaca
agar mencari materi yang lebih dalam lagi dari berbagai sumber, agar pengetahuan
yang didapat semakin bertambah. Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mangharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, A., Hia, Y., & Arifsyah, A. (2019). Himpunan dan Logika. Serang: Desanta Muliavisitama.

13

Anda mungkin juga menyukai