DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Puji syukur dilimpahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
karunianya kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah “Himpunan
dan Logika” ini. Dan juga kami ucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Sri Lestari Manurung,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen pada mata kuliah Himpunan Dan Logika, karena dengan
bimbingannya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori Himpunan
Aksiomatik” yang bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Himpunan Dan
Logika.
Kami juga memohon maaf juga yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan
ketidaksesuaian kalimat ataupun kesalahan yang lainnya baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Meskipun demikian, kami juga menerima segala masukan dari pembaca baik itu
kritikan atau saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.
Kelompok 5
I
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Makalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Pembuatan Makalah ....................................................... 2
A. Kesimpulan ................................................................................... 12
B. Saran.............................................................................................. 12
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alkisah disuatu desa terpencil, hidup seorang tukang cukur, dialah satu-satunya tukang
cukur di desa tersebut. Semua orang di desa tersebut mencukur rambutnya sendiri atau dicukuri
oleh si Tukang cukur dan si Tukang cukur hanya mencukur orang yang tidak mencukur
rambutnya sendiri. Pertanyaannya apakah si tukang cukur mencukur rambutnya sendiri? Jika kita
mengatakan ya, si tukang cukur mencukur rambutnya sendiri tetapi cerita diatas mengatakan si
tukang cukur hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri tetapi jika dia tidak
mencukur rambutnya sendiri itu berarti menurut cerita dia harus pergi ke tukang cukur, padahal
tukang cukurnya adalah diri sendiri itu artinya dia mencukur dirinya sendiri padahal dia tidak
boleh mencukur dirinya sendiri. Gimana bingung gak??
Pertanyaan diatas adalah pertanyaan tertutup yang hanya memiliki dua jawaban “iya ”
atau “tidak” tetapi apapun jawaban yang kita ambil akan menimbulkan kontradiksi atau dalam
ilmu logika dikatakan Inkonsisten (suatu statment atau kumpulan statment dikatakan inkonsisten
jika terjadi kontradiksi)
Misal: R adalah himpunanan yang berisikan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri
sebagai anggota. Atau bisa kita notasikan
𝑅 = {𝐴|𝐴 ∉ 𝐴}
1
Itu artinya A elemen R jika dan hanya jika A bukan elemen dari A. Pertanyaan sekarang
apakah R elemen dari R?. Ini hampir serupa dengan pertanyaan kita sebelumnya “Apakah si
tukang cukur mencukur rambutnya sendiri?” kita akan salalu mendapatkan kontradiksi pada
setiap jawabannya. Itu berarti himpunan R Inkonsistensi. Himpunan R tersebut dikenal sebagai
paradoks Russell. Secara matematika sama sekali tidak ada yang salah dengan himpunan R,
Paradoks Russell cuman ingin mengatakan bahwa terdapat inkonsistensi didalam teori Himpunan,
bahwa tidak selamanya matematika itu pasti, bahwa ada Inkonsistensi, ada ketidak pastian
didalam Matematika. Inkonsistensi secara logis ini dapat dihindari dengan membangun teori
himpunan aksiomatik.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Aksioma apa saja yang terdapat dalam himpunan?
2. Bagaimana mengidentifikasi teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan?
3. Bagaimana cara membuktikan teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan?
C. Tujuan
Ada beberapa tujuan yang dapat diambil dari makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Dapat mengetahui aksioma-aksioma yang terdapat dalam himpunan.
2. Dapat mengidentifikasi teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan,
3. Dapat membuktikan teorema yang termasuk dalam aksioma himpunan,
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Aksioma Pemisahan
Skema aksioma Pemisahan dimungkinkan untuk memisahkan elemen-elemen dari himpunan
tertentu yang memenuhi beberapa sifat dan membentuk himpunan yang terdiri dari elemen-
elemen sifat inI saja. Jadi, jika diketahui bahwa ada himpunan hewan, skema aksioma Pemisahan
dapat digunakan untuk menyatakan dengan tegas keberadaan himpunan hewan yang memiliki
sifat seperti manusia. Artinya, sifat manusia memungkinkan untuk memisahkan manusia dari
hewan lainnya.
Bentuk aksioma pemisahan:
(∃𝐵)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐵 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 &𝜑𝑥 )
Sekarang beralih ke pengembangan sistematis. Akan dimulai dengan definisi dari pengertian
himpunan. Isi dari definisi ini sesuai dengan ide-ide intuitif: Himpunan adalah sesuatu yang
memiliki anggota atau himpunan kosong.
3
Teorema pertama, diperoleh:
Teorema 1.1 : 𝑥 ∉ 0
Bukti : Ambil 𝜑(𝑥 ) sebagai 𝑥 ≠ 𝑥 yang diperoleh dari skema aksioma pemisahan:
(∃𝐴)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑥 ∈ 0 &𝑥 ≠ 𝑥 )… (1). Sekarang misalkan bahwa beberapa x
ada pada A. Maka oleh (1), 𝑥 ≠ 𝑥 adalah tidak masuk akal. Makanya dapat
disimpulkan: (∀𝑥 )(𝑥 ∉ A)…(2). Dan oleh karena itu dengan Definisi 1.1, 𝐴 = 0.
Dari (2) dan (3). Teorema terbukti.
Selanjutnya akan dibuktikan sebuah teorema sederhana mengenai keunikan himpunan kosong.
Sisa dari bagian ini berkaitan dengan inklusi dan inklusi himpunan yang tepat. Jika A dan
B himpunan yang sedemikian rupa sehingga setiap anggota dari A adalah anggota B, maka
dikatakan bahwa A adalah himpunan bagian dari B, yang dilambangkan 𝐴 ⊆ 𝐵. Secara formal:
Definisi 1.3 : 𝐴 ⊆ 𝐵 ↔ {∀𝑥 }{𝑥 ∈ 𝐴 → 𝑥 ∈ 𝐵}
Teorema 1.3 : 𝐴 ⊆ 𝐴
Bukti : Karena itu adalah kebenaran logika bahwa {∀𝑥 }{𝑥 ∈ 𝐴 → 𝑥 ∈ 𝐴}, yang langsung
dari definisi 1.3 bahwa 𝐴 ⊆ 𝐴.
Teorema 1.3 menegaskan secara sederhana bahwa inklusi ini bersifat refleksif. Teorema
berikutnya menegaskan bahwa ia memiliki sifat antisimetri.
Teorema 1.4 : 𝐴 ⊆ 𝐵 & 𝐵 ⊆ 𝐴 → 𝐴 = 𝐵
Bukti : Jika 𝐴 ⊆ 𝐵 𝑑𝑎𝑛 𝐵 ⊆ 𝐴, maka dengan mengikuti definisi 1.3, bahwa {∀𝑥 }{𝑥 ∈ 𝐴 →
𝑥 ∈ 𝐵}. Oleh karena itu aksioma perluasannya 𝐴 = 𝐵.
Teorema 1.5 :𝐴⊆0→𝐴=𝐵
Bukti : Berdasarkan Definisi 1.3 dan hipotesis teorema, jika 𝑥 ∈ 𝐴 maka 𝑥 ∈ 0. Tapi dengan
Teorema 1.1, 𝑥 ∉ 0. Karenanya untuk setiap x, 𝑥 ∉ A, dan oleh Teorema 1.2, 𝐴 = 0.
4
C. Aksioma Gabungan
Jika A dan B adalah himpunan, maka dengan Irisan A dan B (A ∩ B) dimaksudkan sebagai
himpunan semua hal-hal yang termasuk dalam A dan B. Jadi, {1, 2} ∩ {2, 3) = {2}, dan {1} ∩
{2} = 0. Gabungan A dan B (A ∪ B ) dimaksudkan sebagai himpunan semua hal-hal yang
termasuk setidaknya satu dari himpunan A dan B. Sebagai contoh, {1, 2} ∪ {2, 3) = {1, 2, 3},
dan {1} ∪ {2} = {1, 2}. Selisih A dan B (𝐴 − 𝐵) dimaksudkan sebagai himpunan semua hal-hal
yang termasuk dalam A tetapi tidak untuk B. Jadi, {1, 2} ~ {2, 3) = {1}, dan {1} ~ {2} = {1}.
Teorema dasar yang menegaskan keberadaan himpunan yang beririsan dan selisih dua himpunan
dapat dibuktikan dengan menggunakan skema aksioma pemisahan. Hal yang sama tidak dapat
diberlakukan untuk gabungan dua himpunan, untuk itu diperkenalkan Aksioma Gabungan.
(∃𝐶)(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)
Sekarang beralih ke teorema yang membenarken operasi gabungan himpunan.
Pembuktian teorema ini melibatkan penggunaan aksioma gabungan yang pertama.
Teorema 2.1 : (E!C)(∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)
Bukti : Berikut ini skema aksioma gabungan; (∃𝐶 )(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵).
Sekarang perlu ditunjukkan bahwa C adalah unik. Andaikan ada himpunan kedua
C’ sedemikian rupa sehingga untuk setiap (𝑥 ∈ 𝐶′ ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵) maka untuk
setiap (𝑥 ∈ 𝐶 ↔ 𝑥 ∈ 𝐶) dan berdasarkan aksioma perluasan 𝐶 ′ = 𝐶.
Definisi 2.1 : 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝑦 ↔ (∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝑦 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)&𝑦 adalah suatu himpunan.
Untuk keperluan pengerjaan, dibutuhkan segera sebuah teorema untuk operasi gabungan.
Teorema 2.2 : (𝑥 ∈ 𝐴 ∪ 𝐵 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴 ˅ 𝑥 ∈ 𝐵)
Tiga teorema berikut menegaskan ke-komutatif-an, ke-assosiatif-an, dan idempotence
(kesemuan/kepalsuan) gabungan.
Teorema 2.3 : 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝐵 ∪ 𝐴
Teorema 2.4 : (𝐴 ∪ 𝐵) ∪ 𝐶 = 𝐴 ∪ (𝐵 ∪ 𝐶 )
Teorema 2.5 : 𝐴 ∪ 𝐴 = 𝐴
D. Aksioma Berpasangan
Aksioma berpasangan merupakan salah satu aksioma dari teori himpunan Zermelo–Fraenkel.
Ini diperkenalkan oleh Zermelo (1908) sebagai kasus khusus dari aksioma himpunan dasar.
Aksioma berpasangan menegaskan bahwa diberikan dua elemen, yaitu dari dua himpunan atau
5
individu, dapat dibentuk himpunan yang terdiri dari dua elemen ini. Aksioma berpasangan
berbunyi:
(∃𝐴)(∀𝑧)(𝑧 ∈ 𝐴 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦)
Sebagai persiapan untuk definisi himpunan, pasangan akan diberi penguatan yang biasa dari
aksioma seperti yang dinyataka dalam teorema berikut:
Teorema 3.1 : (∃𝐴)(∀𝑧)(𝑧 ∈ 𝐴 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦)
Bukti : Berikut ini skema aksioma gabungan; (∃𝐴)(∀𝑧)(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦).
Sekarang perlu ditunjukkan bahwa A adalah unik. Andaikan ada himpunan kedua
A’ sedemikian rupa sehingga untuk setiap (𝑥 ∈ 𝐴′ ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦) maka untuk
setiap (𝑧 ∈ 𝐴′ ↔ 𝑧 ∈ 𝐴) dan berdasarkan aksioma perluasan 𝐴′ = 𝐴.
Definisi 3.1 : {𝑥. 𝑦} = 𝑤 ↔ (∀𝑧)(𝑧 ∈ 𝑤 ↔ 𝑧 ∈ 𝑥 ˅ 𝑧 ∈ 𝑦)& 𝑤 adalah suatu himpunan.
Hal ini secara langsung jelas dari definisi bahwa {x: φ(x)} adalah suatu himpunan. Inti dari
anggota kedua dari disjungsi definisi adalah untuk menempatkan {x: φ(x)} sama dengan
6
himpunan kosong jika tidak ada himpunan yang tidak kosong yang memiliki seperti anggota
entitas dengan sifat φ tersebut. Cara menterjemalikan formula di mana variabel variabel yang
ditetapkan, terikat oleh abstraksi adalah sangat mudah Jadi formula skematiknya: {𝐴: 𝜑(𝐴)}
diterjemahkan: {x: x adalah himpunan & φ(x)}.
Ada beberapa skema teorema yang dijelaskan secara intuitif tentang operasi abstraksi.
Teorema 4.1 : 𝑦 ∈ {𝑥: 𝜑(𝑥 )} → {𝑥: 𝜑(𝑦)}
Bukti : Jika 𝑦 ∈ {𝑥: 𝜑(𝑥)} , maka {𝑥: 𝜑(𝑥 )} ≠ 0 , dan oleh Definisi Skema 3.1, 𝑦 ∈
{𝑥: 𝜑(𝑥 )} ↔ 𝜑(𝑦); jadi akan dapat disimpulkan dari hipotesis teorema: 𝜑(𝑦).
Teorema 4.2 : 𝐴 = {𝑥: 𝑥 ∈ 𝐴}
Bukti : Ini adalah kebenaran logika bahwa (∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝐴 ↔ 𝑥 ∈ 𝐴) . Jadi, dengan
mengambil 𝜑(𝑥) dalam Definisi 3.1. sebagai 𝑥 ∈ 𝐴, diperoleh teorema tersebut
sekaligus.
Teorema 4.3 : 0 = {𝑥: 𝑥 ≠ 𝑥 }
Bukti : Misalkan ada y sedemikian rupa sehingga 𝑦 = {𝑥: 𝑥 ≠ 𝑥} . Maka dengan
Teorema 3.1, 𝑦 ≠ 𝑦 (1)
yang tidak masuk akal.
7
(∃𝐶)(∀𝑥)(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ (∃𝐵)(𝑥 ∈ 𝐵 & 𝐵 ∈ 𝐴))
Sebagai akibat dari aksioma dan definisi ∪ 𝐴 diperoleh teorema yang diinginkan:
Perlu diperhatikan bahwa bisa saja diambil formulasi yang lebih lemah ‘(∃𝐵)(∀𝐶)(𝐶 ⊆ 𝐴 ↔
𝐶 ∈ 𝐵)’ dan kemudian digunakan skema aksioma pemisahan untuk mendapatkan aksioma yang
sekarang.
Teorema 6.1 : 𝐵 ∈ Ƥ𝐴 ↔ 𝐵 ⊆ 𝐴
Bukti : Dengan menggunakan definisi 6.1, aksioma himpunan kuasa dan sifat definisi
dengan abstraksi, maka teorema ini terbukti.
Teorema 6.2 : 𝐴 ∈ Ƥ𝐴
8
Bukti : Dengan teorema ‘ 𝐴 ⊆ 0 → 𝐴 = 0 , maka didapat 𝐴 ⊆ 𝐴 , dari mana dengan
teorema 6.1, didapat hasil yang diinginkan.
Teorema 6.3 : 0 ∈ Ƥ𝐴
Teorema 6.4 : Ƥ0 = {0}
Bukti : Karena 0 ⊆ 0, maka 0 ∈ Ƥ0, Apalagi jika 𝐴 ∈ Ƥ0, maka dengan teorema 6.1,
𝐴 ⊆ 0, kemudian dengan teorema ‘𝐴 ⊆ 𝐵 & 𝐵 ⊆ 𝐴 → 𝐴 = 𝐵’, maka 𝐴 = 0.
Teorema 6.5 : ƤƤ 0 = {0, {0}}
Untuk membuktikan teorema standar tentang produk Cartesius, harus ditunjukkan bahwa
secara intuitif ada himpunan yang bersesuaian. Gagasan penting dari pembuktiannya adalah jika
𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉, 𝑦 ∈ 𝐴 dan 𝑧 ∈ 𝐵, maka 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵).
Teorema 7.1 : (∃𝐶 )(∀𝑥 )(𝑥 ∈ 𝐶 ↔ (∃𝑦)(∃𝑧)(𝑦 ∈ 𝐴 &𝑧 ∈ 𝐵 &𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉))
9
Karena teorema hanya (1) tanpa 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵), tugas kita adalah menunjukkan
bahwa ekivalensi yang diberikan dalam (1) masih berlaku saat klausul ini
dieliminasi. Mengingat (1) itu langsung saja 𝑥 ∈ 𝐶 (2)
menyiratkan ((∃𝑦)(∃𝑧)(𝑦 ∈ 𝐴 &𝑧 ∈ 𝐵 &𝑥 = 〈𝑦, 𝑧〉)) (3)
Untuk membangun implikasi konvers. cukuplah untuk menunjukkan bahwa (3)
menyiratkan 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵) (4)
karena berdasarkan (1) maka akan jelas bahwa (3) menyiratkan (2). Jadi hanya
perlu menunjukkan bahwa (3) menyiratkan (4). Sekarang oleh (3) dan definisi
pasangan terurut x = {{y}, {y.z)), dan karena oleh hipotesis 𝑦 ∈ 𝐴 dan 𝑧 ∈ 𝐵,
dipercleh: {𝑦} ⊆ A ∪ B, dan {𝑦, 𝑧} ⊆ A ∪ B dari mana berdasarkan Tecrema 6.1,
{𝑦} ∈ Ƥ(A ∪ B) dan {𝑦, 𝑧} ∈ Ƥ(A ∪ B) . Dengan demikian {{𝑦}, {𝑦, 𝑧} } ⊆ Ƥ(A ∪
B) , yaitu 𝑥 ∈ Ƥ(A ∪ B) . Namun, berdasarkan Teorema 6.1 lagi, kemudian
diperoleh: 𝑥 ∈ ƤƤ (𝐴 ∪ 𝐵), yang mana adalah yang ingin dibuktikan.
10
yang tak hingga (yaitu Ai+1 ∈Ai). Bentuk aksioma yang diadopsi yaitu Aksioma Regularitas
(keteraturan), adalah karena Zermelo, meskipun pada dasarnya adalah ekivalen, tetapi
aksiomanya yang lebih rumit dari Von Neumann
𝐴 ≠ 0 → (∃𝑥 )[𝑥 ∈ 𝐴 &(∀𝑦)(𝑦 ∈ 𝑥 → 𝑦 ∉ 𝐴)]
Aksioma ini disebut oleh Zermelo sebagai Axiom der Fundierung. Secara intuitif
dikatakan bahwa dengan pemberian himpunan yang tidak kosong A. ada anggota x dari A
sedemikian rupa sehingga irisan A dan x adalah kosong. Bagian (∀𝑦)(𝑦 ∈ 𝑥 → 𝑦 ∉ 𝐴) yang
mengekspressikan bahwa irisan A dan x adalah kosong belum diganti dengan formula yang
muncul lebih sederhana ′𝐴 ∩ 𝑥 = 0′, karena definisi kondisional dari irisan; karena jika x
adalah individu, definisinya tidak memberikan arti intuitif terhadap irisan x dan objek lainnya.
Jika sudah jelas bahwa x harus merupakan satu himpunan, maka digunakan formula yang lebih
sederhana dalam pembuktiannya.
Sekarang akan digunakan aksioma regularitas untuk membuktikan (1) dan negasi dari (2)
sebagai teorema.
Teorema 8.1 : 𝐴 ∉ 𝐴
Bukti : Andaikan bahwa A adalah himpunan sedemikian rupa sehingga 𝐴 ∈ 𝐴. Karena
𝐴 ∈ {𝐴} maka diperoleh 𝐴 ∈ {𝐴} ∩ 𝐴 (1)
Berdasarkan aksioma regularitas, ada x dalam {A} sedemikian rupa sehingga
{𝐴} ∩ 𝑥 = 0 , tapi karena {A} adalah himpunan satuan, x = A, dan dengan
demikian {𝐴} ∩ 𝐴 = 0, yang bertentangan dengan (1).
Teorema 8.2 : −(𝐴 ∈ 𝐵&𝐵 ∈ 𝐴)
Bukti :Andaikan (𝐴 ∈ 𝐵&𝐵 ∈ 𝐴). Maka 𝐴 ∈ {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐵 dan 𝐵 ∈ {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐴 (1)
Dengan aksioma regularitas ada sebuah x dalam {A,B} sedemikian rupa sehingga
{𝐴, 𝐵) ∩ 𝑥 = 0, dan dengan Teorema ′𝑧 ∈ {𝑥, 𝑦} ↔ 𝑧 ∈ 𝑥˅𝑧 ∈ 𝑦′, maka x = A
atau x = B. Oleh karena itu, {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐴 = 0 atau {𝐴, 𝐵} ∩ 𝐵 = 0 , yang
bertentangan dengan (1).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa teori
himpunan aksiomatik ini mendasarkan pada istilah-istilah dan relasi yang tak
terdefinisikan, serta aksioma-aksioma yang nantinya akan membangun
keseluruhan teori himpunan, Konsep-konsep yang samar-samar dan tidak tepat
selama beberapa dekade dan bahkan berabad-abad bisa diberi makna yang akurat
melalui pendekatan aksiomatik ini.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap pembaca dapat lebih memahami
mengenai teori himpunan aksiomatik dan kami berharap makalah ini dapat
membantu dalam proses pembelajaran. Kami juga menyarankan kepada pembaca
agar mencari materi yang lebih dalam lagi dari berbagai sumber, agar pengetahuan
yang didapat semakin bertambah. Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mangharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, A., Hia, Y., & Arifsyah, A. (2019). Himpunan dan Logika. Serang: Desanta Muliavisitama.
13