Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KAPITA SELEKTA PRODUKSI BENIH DAN BIBIT

SOLUSI PERMASALAHAN PERBEDAAN MORFOLOGI DAN HASIL PRODUKSI


AKIBAT PENGGUNAAN BENIH HASIL PERTANAMAN SEBELUMNYA

Disusun Oleh:
Nama: Eliza Alifia Putri
NIM: C1M020041

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2022
SOLUSI PERMASALAHAN PERBEDAAN MORFOLOGI DAN HASIL PRODUKSI
AKIBAT PENGGUNAAN BENIH HASIL PERTANAMAN SEBELUMNYA

Menurut beberapa kajian yang telah ditinjau dan dianalisis oleh penulis, penggunaan benih-benih
dalam hal ini masih banyak petani yang menggunakan benih hasil pertanaman sebelumnya untuk
digunakan pada pertanaman berikutnya. Pada beberapa kajian, hasil penelitian oleh Koes
dikatakan bahwa penggunaan benih hasil regenerasi benih hibrida turunan f2 dan f3 pada
tanaman jagung mampu menurunkan hasil sebebsar 21.82%. pada beberapa artikel rujukan,
diketahui juga penggunaan benih dari varietas yang sebelumnya digunakan menunjukkan kondisi
morfologi yang tidak sama dengan pertanaman sebelumnya (Koes dan Ramlah, 2015).

Penggunaan benih oleh petani ini dikarenakan benih-benih unggul seperti hibrida termasuk benih
yang mahal sehingga Sebagian dari para petani menggunakan benih hasil pertanaman
sebelumnya untuk digunakan sebagai benih. Permasalahan yang kerap muncul yaitu kekurangan
hasil, tinggi tanaman tidak sama, jumlah malai yang berbeda-beda, total gabah kering giling yang
berkurang dan bebagai perbedaan yang mumcul. Jika ditinjau perubahan yang muncul ini
dikarenakan factor genetic dari tanaman itu sendiri. Munculnya perubahan yang tidak sesuai
dengan pertanaman sebelumnya termasuk dalam konteks segregasi. Pemecahan untuk masalah
benih yang bersegregasi ini dapat dilakukan dengan menyeleksi tanaman mana yang sekiranya
dapat digunakan Kembali dan mana yang tidak. Dapat pula dengan melakukan induksi berupa

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelumnya dalam memecahkan permasalahan benih ini
yaitu, penggunaan benih hibrida perrlu diketahui bahwa penggunaan benih ini tetap akan
Kembali pada induknya, hal ini mengapa demikian karena pada pembuatan benih hibrida
heterosis pada benih ini menjadi parameter untuk menentukan jenis sifat mana yang unggul dan
dapat digunakan untuk dipertahankan. Sehingga jika menggunakan benih dari jenis ini tentunya
akan mempengaruhi hasil pertanaman F2-nya karena segrergasi tak bisa dihindarkan pada kasus
benih hibrida ini. Hasil pertanaman f2 pada tanaman hibrida menunjukkan hasil yang bena-benar
berbeda dengan tanaman F1-nya hal ini dikarenakan pada tanaman F1 merupakan anakan yang
memilki sifat-sifat unggul yang diinginkan. Pertumbuhan yang berbeda pada pertanaman F2-nya
menunjukkan kembalinya sifat genetic seperti pada tetua sebelumnya ketika sebelum
disilangkan.

Sementara jika pada jenis benih lainnya yang non-hibrida perbedaan hasil memang benar terjadi
tetapi tidak seganas perubahan pada F2 pada benih hibrida. solusi yang dapat ditekankan disini
adalah meninjau dari permasalahan petani mengapa menggunakan benih pertanaman sebelumnya
untuk digunakan Kembali pada pertanaman selanjutnya.
Sejauh ini solusi yang saya temukan dari peninjuan pada beberapa hasil penelitian belum ada
yang membahas terkait solusi dari generasi hasil segregasi benih ini. Namun, solusi lain yang
dapat diterapkan adalah dengan memperhatikan input pada benih selama dilakukannya
pertanaman. Solusi tidak hanya dapat diberikan pada saat pemberiann input pada saat
pertanaman, namun mencakup dari aspek yang berhubungan dengan pertanian meliputi
pemerintahan, penggunaan teknologi, pendekatan penangkar benih dan aspek lainnya.

Pada beberapa aspek yaitu pemerintahan, dari segi teknologi, penangkar benih, dan petani, dapat
dijabarkan solusi yang penulis tampung dari berbagai sumber di internet yaitu antara lain:

- Kebijakan dan Peran Pemerintah


Mengingat perbenihan dalam dunia pertanian meruapkan hal yang sangat penting, maka
diharapkan kebijakan pemerintnak untuk lebih focus dalam menangani permasalahan ini.
Focus yang dimaksud yaitu dengaan menciptakan “system kelembagaan perbenihan”
yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam setiap langkah untuk pengembangan suatu
komoditas. Walaupun secara sadar untuk sulilt dalam merealisasikannya karena dalam
membuat konsep kelmbagaan yang dapat berlaku umum, karena banyaknya komoditas
yang berbeda-beda spesifikasinya. Namun, upaya ini palong tidak berupa kerangka
logisnya dapat mengakomodir semua komoditas. Karena permasalahan perbenihan ini
terjadi berulang-ulang, karena menjadi permsalahan yang umum terjadi ketika terjadi
akan mengembangkan sebuah komoditas. Selain itu, kebijakan terkait dengan harga benih
rasanya tidak popular dan menguntungkan petani, tetapi lebih menguntungkan pengusaha
benih.

Selain yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa saran yang dapat menjadi solusi
untuk membantu usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu benih yaitu diantaranya: 1)
peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas di lingkungan pertanian mengenai
masalah perbenihan khususnya dalam teknologi benih. 2) peningkatan perhatian terhadap
aspek teknologi benih. 3) peningkatan jalur-jalur dalam perbenihan yaitu mencakup
penelitian, pengadaan benih dan pengawasan (Sudjindro, 2009).

- Pemanfaatan Teknologi
Peran teknologi dalam terbosan untuk meciptakan benih-benih yang berkualitas dan
bermutu memang tidak pernah luput. Dalam beberapa kajian, perbaikan mutu genetic
tanaman dilakukan dengan melakukan induksi genetic, sebagai contoh induksi genetic
pada tanaman padi untu mereduksi tinggi tanaman pada galir KI 237. Induksi ini
menggunakan galur murni KI237 yang asalnya berasal dari sub-spesies japonica var.
koshihikari dengan sub-spesies indika var. IR36. Jenis galur KI 237 memiliki potensi
hasil tinggi, umur panen sedang, malai panjang tetapi tinggi tanaman terlalu tinggi
sehingga mudah rebah. Untuk mereduksi titnggi tanaman telah diradiasi benih KI237
sebanyak 50 gram dengan sinar gamma dosis 200 Gy. Hasil seleksinya diketahui
diperoleh tanaman 3 mutan pendek dan 15 tanaman mutan semi pendek dengan frekuensi
mutan keaeah pendek dan semi pendek mencapai 0.26 %. Sifat dari mutan semi pendek
yang ditemukan tidak berbeda jauh dari KI237 sehingga punya potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut dan dapat pula digunakan sebagai sumber genetic dalam
perbaikan galur KI 237 melalui pemuliaan silang balik (Sobrizal, 2008).

Teknologi ini tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan pada pertanaman yang
menggunakan benih pertanaman sebelumnya. Pemanfaatan marka molekuler dalam
menyeleksi tanaman juda dapat dilakukan sebagai sebuah solusi dari pemanfaatann
teknologi yang diupayakan dalam menghasilkan varietas yang unggul. Penggunaan mark
aini dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan keragaman genetik,
klasifikasi dan filogeni yang berhubungan dengan pengelolaan plasma nutfah dan sebagai
alat bantu dalam pemuliaan dan seleksi melalui penandaan gen (Pabendon, 2004). Upaya
ini dapat dilakukan untuk mengidentifikasi keragaman genetic yang timbul dari hasil
pertanaman sebelumnya untuk meyakinkan petani bahwa hasil penggunaan benih dari
pertanaman sebelumnya belum tentu baik digunakan karena memiliki tingkat keragaman
yang berbeda dari pertanaman sebelumnya,

- Penangkar benih, perusahaan swasta dan instansi pemerintah/ BUMN


Upaya pengembangan perbenihan oleh penangkar perorangan atau kelompok tani. Pada
umumnya, kelompok tani yang terdiri dari petan-petani penangkar benih padi (dalam hal
ini penulis mengambil contoh benih padi) memproduksi benih padi kelas benih sebar
(BR), sedangkan produsen benih padi dengan kelas yang lebih tinggi (benih dasar dan
benih pokok) adalah instansi pemerintah. Penyediaan benih melalui kelompok-kelompok
tani di Bali contohnya berbasis subak karena tidak ada satupun pengadaan tanaman
pangan khususnya padi, tanpa melibatkan subak. Organisasi petani dalam wadah subak
diketahui solid dalam menyepakati peraturan yang berlaku (jadwal tanamn, pengaturan
air dan varietas yang diinginkan anggota subak). Semua dilakukan dengan musyawarah
mufakat. Meninjau dari perilaku organisasi di atas, tak terlepas dari kepala subak yang
sangat penting. Nah, perusahaan swasta ataupun BUMN yang ingin bekerja sama dengan
kelompok tani ini dapat melakukan pendekatan dnegan ketua subak/pekseh agar mudah
mencari anggota petani yang meu melakukan penangkaran (Sutami dkk, 2016)

Demikianlah paparan terkait dengan solusi yang bisa penulis tawarkan dalam mengatasi
permasalahan yang muncul di tengah permasalahan penggunaan benih ini. Tidak ada solusi yang
benar-benar sempurna jika hanya diandalkan satu aspek saja, namun pokok terpenting dari
pengembangan teknologi untuk permasalahan ini salah satunya adalah dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusianya.
DAFTAR PUSTAKA

Koes, Fauziah dan Ramlah Arief. 2015. PENGARUH PENGGUNAAN BENIH GENERASI F2
dan F3 TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA SILANG TIGA JALUR.
Prosiding Seminar Nasional Serelia. 499-500.

Pabendon, Marcia Bunga. 2004. PEMANFAATAN MARKA MOLEKULER UNTUK


IDENTIFIKASI VARIETAS TANAMAN DALAM BIDANG PEMULIAAN TANAMAN.
Makalah Pribadi Falsafah Sains.

Sobrizal. 2008. MUTASI INDUKSI UNTUK MEREDUKSI TINGGI TANAMAN PADI GALUR
KI 237. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 4(2): 99.

Sudjindro. 2009. PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI SISTEM PERBENIHAN. Buletin


Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri, 1(2): 98-100

Anda mungkin juga menyukai