Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Shafwan Ikmal

11920110350
Hukum Keluarga 4/A
Fiqh Munakahat

Ruju’: Jenis dan Hikmahnya


A. Pengertian Ruju’
Rujuk secara bahasa adalah kembali. Secara istilah, menurut Hanafiyah adalah
“memperpanjang atau meneruskan hubungan suami isteri pada masa ‘iddah talak raj’ī .
Mālikiyah mendefinisikan rujuk dengan “mengembalikan istri yang telah dicerai ke dalam ikatan
perkawinan tanpa akad baru”. Syāfi’iyah mendefinisikan rujuk dengan “mengembalikan istrinya
yang tertalak yang bukan talak bā’in kepada nikah ketika masih dalam ‘iddah. Sementara itu,
definisi rujuk menurut ulama Hanābilah adalah “mengembalikan wanita yang ditalak dengan
talak bukan bā’in kepada keadaan semula tanpa akad.
Ruju’ adalah mengembalikan isteri yang telah ditalak (bukan dengan talak bain) ke dalam
pernikahan, tanpa akad nikah yang baru. Ruju’ tidak memerlukan wali, mahar, persetujuan isteri,
dan izin dari walinya. Landasan hukum rujuk adalah al-Qur’an. Q.S. al-Baqarah [2]: 228: “…
dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki islah...”
Hukum rujuk adalah asalnya adalah mubah, tetapi karena sesuatu hal dapat menjadi
sunnah, makruh dan haram. Hukum rujuk ada empat macam yaitu :
1. Mubah (boleh), merupakan asal hukumnya
2. Sunnah, apabila maksud rujuk itu memperbaiki hubungan keluarga atau hubungan antara
keduanya
3. Makruh, apabila perceraian dinilai lebih baik / bermanfaat bagi kedua belah pihak
4. Haram, apabila tujuannya untuk mengiaya atau menyakitkan salah satu pihak

B. Syarat sah ruju’


Syarat sahnya rujuk adalah sebagai berikut:
1. Suami adalah orang yang cakap bertindak hukum
2. Rujuk dapat dilakukan dengan lisan atau perbuatan. Namun menurut Shāfi’ī, rujuk harus
dinyatakan dengan lisan. Menurut Hanābilah, jika menggunakan bahasa sindiran, harus
disertai dengan niat. Mālikiyah mensyaratkan niat secara mutlak, baik dengan lisan maupun
tindakan.
3. Istri berada dalam masa ‘iddah talak raj’ī. Bagi budak, karena hak talaknya hanya dua,
maka rujuk hanya berlaku dalam talak satu. Dengan demikian, talak ketiga tidak ada
kesempatan seorang suami untuk rujuk, begitu juga istri yang tertalak dalam keadaan
belum pernah digauli,10 serta talak yang disebabkan fasakh atau keputusan hakim.
4. Dalam rujuk, tidak diperlukan kerelaan istri karena rujuk adalah hak suami (Q.S. al-
Baqarah [2]:228).
5. Istrinya sudah digauli
6. Talak tersebut tidak disertai ‘iwad{ (uang tebusan) dari istri.
7. Wanita tersebut halal di-rujuk. Jika dalam masa ‘iddah, ia murtad, maka ia tidak boleh di-
rujuk.
8. Harus jelas wanita yang akan di-rujuk. Misalnya ia menceraikan salahsatu isterinya namun
tidak dijelaskan orangnya, kemudian merujuknya, maka rujuk itu tidak sah. Atau ia
ceraikan semua isterinya, kemudian merujuk salahsatunya tanpa menjelaskan orangnya,
maka rujuk tersebut juga tidak sah.12
9. Tidak boleh dibatasi waktu, misalnya ia akan rujuk selama sebulan, atau seminggu, atau
sehari, atau lain-lain. Rujuk juga tidak boleh digantungkan pada syarat tertentu, misalnya
‘saya akan rujuk kalau Zaid datang’. Namun demikian, Mālikiyah berbeda pendapat jika
rujuk disyaratkan pada waktu yang akan datang, seperti akan rujuk besok, atau lusa atau
minggu depan atau bulan depan. Sebagian mereka berpendapat tidak sah. Sebagian yang
lain berpendapat tidak sah saat ini, namun sah pada saat hari yang dipersyaratkan itu sudah
datang.
10. Dalam pandangan jumhur, yakni H{anafī, Mālik dan Shāfi’ī dalam qaul jadīd-nya, serta
Hanbalī dalam salah satu riwayatnya, rujuk tidak disyaratkan ada saksi. Namun demikian,
kehadiran saksi disunnah-kan dalam rangka hati-hati untuk menjaga adanya pengingkaran
dari pihak istri serta menghilangkan keraguan. Sebaliknya, kalangan Ẓahiriyah mewajibkan
adanya saksi, sehingga rujuk yang tidak dihadiri saksi dinilai tidak sah.

C. Jenis-jenis cara ruju’


Ruju’ dapat dilakukan dengan :
1. Ucapan
Ruju’ dengan ucapan adalah dengan ucapan-ucapan yang menunjukkan makna ruju’. Seperti
ucapan suami kepada isterinya, ”Aku meruju’mu” atau ”Aku kembali kepadamu” dan yang
semisalnya.
2. Perbuatan
Ruju’ dapat dilakukan dengan perbuatan seperti; suami menyentuh atau mencium isterinya
dengan syahwat atau suami menjimai‟i isterinya. Dan perbuatan semacam ini memerlukan niat
untuk ruju’. Ini adalah pendapat Malik, Ahmad, Ishaq, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah.

D. Hikmah Rujuk
Rujuk merupakan perbuatan mulai yang harus dilandasi oleh niat yang ikhlas, adapun
hikmah rujuk antara lain :
1. Dapat mengembalikan keutuhan rumah tangga yang pernah retak antara kedua belah
pihak
2. Dapat memperbaiki hubungan kembali antara suami istri.

Referensi:
 Fiqh munakahat, Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, MA, 2019. Prenadamedia Grup.
Jakarta.
 FIQH MUNAKAHAT (Hukum Pernikahan dalam Islam) Dr Hj. Iffah Muzammil, 2019.
Tira Smart Tangerang
 Ensiklopedi Fiqih Islam 6
 Fiqh Sunnah, Sayid Sabiq

Anda mungkin juga menyukai