Anda di halaman 1dari 6

Nama : Pradeo Putra Wiratama

NIM : 20302244011
Kelas : Pendidikan Fisika C

Tugas Pertemuan 10
Complex Information Process

Konsep yang dibahas:


 Critical Thinking
 Problem Solving
 Reasoning (Logika)
 Kreativitas.

1. Silahkan ceritakan pengalaman kalian yang melibatkan pengambilan


keputusan dalam skala besar! (Soal ini membahas mengenai Decision Making)

Jawab :

Dalam prespektif nyata tentang kehidupan bagi saya hidup itu adalah pilihan,
pilihan diiringi dengan dua pernyataan seperti keadaan baik buruk, kehidupan kaya
dan miskin, kenyataan pintar dan bodoh ataupun terkait suatau masalah dan hal
lainnya. Decision Making didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau
kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu. Berkaitan dengan pengalaman saya
dalam pengambilan keputusan atau decision making ini terjadi pada saat memilih
pendidikan setelah masa SMA menuju jenjang pendidikan yang tinggi. Disini saya
di uji untuk berpikir secara kognitif, logis dan kritis dalam setiap langkah saya
yang akan menentukan masa depan saya. Aspek pertama dari pemrosesan kognitif
dalam pemecahan masalah adalah representasi masalah (problem representation).
Untuk memahami konsep representasi masalah pertama tama yang pastinya saya
harus mencermati wilayah memori yang bertanggungjawab atas representasi
masalah. unsur kedua yang membentuk representasi masalah adalah konsep tentang
‘lingkungan tugas’(task environment). Lingkungan tugas dapat dilihat sebagai
‘serangkaian pengetahuan, informasi,fakta-fakta dan hubungan-hubungan yang
diperlukan untuk memecahkan masalah tertentu’. Serta memandang ruang masalah
sebagai representasi mental dari lingkungan tugas ini. Seseorang memerlukan
lingkungan tugas yang akurat dan sekaligus mencukupi, karena hal inilah yang
menyediakan semua informas iyang secara akurat telah dikoding dan diperlukan
bagi keberhasilan pemecahan terhadap masalah.
Pada saat menuju hari SBMPTN saya sangat ragu dalam mengambil keputusan
terkait program studi yang saya akan tempuh nantinya di satu sisi orangtua saya
menginginkan prodi kedokteran dan disatu sisi saya merasa pesimis dengan nilai
saya yang menurut saya kurang cocok untuk masuk kedokteran pada jalur
SBMPTN. Selain itu kedokteran ini membuat saya galau karena di kedokteran pasti
membutuhkan biaya yang mahal dan tinggi belum lagi saya memiliki adik dua
bersaudara dan pada saat waktu luang saya mencoba mencari referensi terkait biaya
kedokteran, fasilitas kedokteran serta UKT per semesternya dikarenakan saya
mengambil negeri di Univesitas Sriwijaya bisa dikatagorikan murah dibanding
dengan universitas lainnya.
Menurut Marzano dkk (1988) problem solving adalah salah satu bagian dari
proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan.
Terminologi problem solving digunakan secara ekstensif dalam psikologi kognitif,
untuk mendeksripsikan ‘semua bentuk dari kesadaran/pengertian/kognisi dan
menurut Qin dkk (1995) masalah yang harus dipecahkan dapat dipilah menjadi
empat macamyaitu (a) masalah yang bersifat kebahasaan (linguistic problems) (b)
masalah yang bersifat bukankebahasaan (non linguistic problems), (c) masalah
yang dibatasi dengan baik (well-defined problems),(d) masalah yang tidak dibatasi
dengan baik (ill-defined problems). Menurut teori pemrosesan informasi,
memecahkan masalah yang well-structured mencakup dua proses penting yaitu (a)
pembentukkan representasi masalah atau ruang masalah (pemecah masalah melihat
lingkungan tugas); dan (b) proses pemecahan masalah yang melibatkan pencarian
melalui ruang masalah. Representasi masalah pada intinya memuat penafsiran
pemecah masalah terhadap masalah, yang akan menentukan seberapa mudah
masalah itu dapat dipecahkan. Pemecah masalah mengambil intisari informasi dan
berupaya untuk memahami masalah atau mengaitkannya dengan pengetahuan yang
dimilikinya untuk membentuk representasi yang padu.
Jika skema pertama dapat diaktifkan selama proses representasi masalah maka
proses pemecahan masalah akan bersifat ‘schema-driven’ (diarahkan oleh skema)
dengan sedikit upaya mencari prosedur pemecahan masalah. Jika skema yang
cocok tidak dapat diaktifkan, maka pemecah masalah akan kembali ke tahap awal
dan mendefinisikan kembali masalah atau menggunakan metode lain untuk
memecahkan masalah. Strategi semacam ini disebut‘analisa sarana-tujuan’
(means-ends analysis)
Strategi ini saya kembangkan dan saya kaitkan terhadap permasalahan yang saya
hadapi dimana saya mulai merencanakan skema pertama dengan memulai mencoba
belajar terkait tes tersebut dan mengikuti bimbel, serta membuat jadwal belajar
rutin sekaligus mencari bahan refernsi jika skema pertama saya gagal. Selanjutnya
pada akhir menjelang waktu hari pengisian SBMPTN saya akhirnya mencoba
meneruskan amanah orangtua saya untuk mengambil kedokteran dengn resiko jika
tidak diterima maka saya harus berjuang di jalur mandiri nya lagi. Dan pada saat
hasil akhir penerimaan SBMPTN saya tidak termasuk salah satu orang yang kurang
beruntung dan gagal masuk kedokteran di jalur SBMPT kemudian setelah hari saya
gagal. Saya harus bangkit dan harus semangat serta saya pergi ke suatu tempat
untuk mecari titik dimana saya harus melepaskan hasrat emosi dan menenangkan
pikiran serta menganlisis kesalahan yang saya buat sewaktu itu kemudian dalam
bentuk segi usaha saya selalu memantau aktif website tentang penerimaan
mahasiswa diberbagai universitas melalui sosial media dan kemudian pada saat itu
saya memilih damn mendaftarkan diri di UNY,UNNES,UGM serta UNSRI dengan
prodi berbeda sebagai pegangan melalui jalur mandiri kemudian saya belajar dari
kegagalan di SBMPTN saya mengevalusi diri dengan mengembangkan diri
menjadi lebih giat dalam belajar dan berdoa dan setelah itu dari beberapa
universitas akhirnya saya terpilih di semua universitas yang saya daftar kecuali di
UGM saya tidak lolos.
Berpikir secara logis kita harus berpikir secara Sekuensial atau langkah demi
langkah untuk memecahkan suatu permasalahan dan menemukan jalan keluarnya.
Karena dengan demikian lah kata dapat menuangkan apa yang kita pikirkan
melalui tulisan. Dalam menyelesaikan masalah dibutuhkan suatu penalaran, tanpa
Penalaran manusia tidak akan bisa memahami masalah apa yang sedang dialami
oleh dirinya. Ennis (1985) mendefinisikan berpikir kritis sebagai “reasonable
reflective thinking focused on deciding what to believe or do" yang berarti bahwa
berpikir kritis merupakan berpikir berdasarkan pertimbangan akal sehat (logika)
dan reflektif sebelum memutuskan sesuatu dalam suatu permasalahan. Berdasarka
pendapat ennis diatas bahwa berpikir kritis membutuhkan sebuah proses dan
pertimbangan-pertimbangan sebelum akhirnya seseorang memutuskan atau
memberikan penilaian dan tentunya pertimbangan memerlukan alasan yang masuk
akal dan logis. Kemampuan berpikir kritis meliputi level kognitif C4
(menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (menciptakan) pada tingkatan kognitif
berdasarkan rumusan Anderson (Revisi Teori Bloom). Dengan teori bloom tersebut
saya mencoba menganalisis metode apa yang harus saya gunakan tersebut agar
dapat dikerjakan secara efektif dan seefisien mungkin kemudian menerapkannya
sedikit demi sedikit untuk mengevaluasi lagi dimana yang harus saya perbaiki
kemudian dari sinilah saya sedikit mendapatkan titik terang dalam masalah
tersebut.

Dari sini saya mencoba berpikir kritis dengan melibatkan cara berpikir introspektif
dan produktif, serta mengevaluasi kejadian dengan menentukan universitas mana
yang saya akan ambil. Sebelum mengambil keputusan saya mempertimbangkan
segala suatu hal. Kemudian saya mencari referensi dari segi biaya hidup di
Yogyakarta, Palembang serta Semarang, referensi terkait prodi yang saya. serta
biaya kos nantinya ataupun berkosnultasi keapda teman dan keluargan termasuk
ayah saya yang secara kebetulan seketika dulu dia pernah kuliah di UGM jadi
sekiranya ayah saya tau biaya kehidupan disitu. Dari situ saya sudah mencapai titik
terang untuk kuliah dimana dan akhirnya saya mengutuskan keputusan terbesar
menurut saya yaitu kepitisan untuk kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta.
Reasoning atau beralasan adalah kegiatan untuk mencari kesimpulan (Ricco,
2015). Logika menunjang psikologi dan kepemimpinan. Dengan logika kita bias membuat
keputusan yang tepat dan benar sebagai pemimpin, baik dalam memimpin diri sendiri
maupun memimpin orang lain.
Dalam penalaran logika dibagi atas dua unsur, deduktif dan induktif. Penalaran deduktif
kadang disebut logika, deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi
argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik
atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan
valid atau tidak valid, bukan benar atau salah

Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang


dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk
himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan.
Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika
pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian
secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah
dan tepat pula penalaran tersebut. Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat
kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika
induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip
penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan
sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang
terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai
dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena
proses penyimpulannya adalah tepat dan sah.

Referensi :
Ennis, Robert. 1985. The Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills. Educational
Leadership.43(2), 44-48.

Afid Burhanuddin, Filsafat Ilmu: Sarana Berpikir Ilmiah. Paper: STKIP PGRI Pacitan,
2014.
Greeno, J.G. 1978. Natures of Problem Solving Abilities. Dalam W.K. Estes (ed) Handbook
of Learningand Cognitive Processes. Volume 5. Human Information Processing; New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.
Hokanson, B. & Hooper, S. 2004. Level of Teaching: A Taxonomy for Instructional Design.
Educational Technology; November-December
2. Silahkan ceritakan pembelajaran yang kamu peroleh di kelas (boleh kelas
mana saja), yang kamu rasa akan berbeda dengan praktiknya saat bekerja
nanti. Menurutmu, bagaimana nanti kamu akan mempraktikkan hasil belajar
tersebut? (Soal ini membahas mengenaiTransfer of Learning)

Jawab :
Mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi tidak jarang
mengalami masalah dalam belajar. Berdasarkan pengamatan peneliti, begitu banyak
masalahyang dihadapi mahasiswa,diantaranya masalah ketidakmampuan dalam
memahami materi pelajaran, masalah ketidakpercayaan diri yang merusak presentasi,
masalah keterlambatan, ketidakseriusan, kejenuhan,anderachiever dan lainnya.
Beberapa masalah sebagaimana dikemukakan di depan, merupakan bagian dari
kesulitan belajar yang dihadapi mahasiswa. ketika kita mempelajari sesuatu,
biasanya kita mempelajari dalam satu konteks khusus. Kemampuan untuk
menggeneralisasi dan mengadaptasi hasil belajar tersebut ke dalam situasi lain maka
ini dinamakan trasnfer of learning. Intelegensi sikap, metode guru dalam belajar dan
isi materi pelajaran menajdi faktor yang memengaruhi timbulnya tranfer of learning.
Berdasarkan pengalaman saya miliki ada sedikit pembelajran yang berbeda
dengan praktikya yaitu pembelajaran matematika kenapa? Karena saya rasa selama
saya menempuh pendidikan pembelajaran matematika ini cukup dalam dan menurut
saya akan sedikit berbeda dengan praktinya dalam kehidupan sehati-hari tentunya
dalam dunia kerja. Memang matematika ini adalah ilmu yang pasti sekaligus berguna
bagi kehidupan tapi saya rasa pembelajaran matematika yang saya tempuh akan
sangat mengalami perbedaan bila diterapkan dalam praktiknya. Dan secara teori
matematika ini membutuhkan tingkat konsetrasi yang tinggi untuk memahaniya.
Dalam konteks pelajaran sekolah, apabila kemampuan transfer of learning siswa
tersebut lemah, maka penalaran dalam kasus nyata nya akan lemah. Oleh sebab itu,
pemecahan masalah merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika,
karena dengan pemecahan masalah siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada
pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Pentingnya pemecahan masalah matematika
diperkuat oleh pernyataan Wilson dalam National Council of TeachersMathematics
(1993: 57) yang menyebutkan bahwa ”Problem solving has a special importance in study of
mathematics. A primary goal of mathematics teaching and learning is development the
ability to solve a wide variety of complex mathematics problems” (Pemecahan masalah
mempunyai arti penting dalam pembelajaran matematika. Tujuan utama pembelajaran
matematika adalah mengembangkan kemampuan kompleks untuk memecahkan masalah
matematika). Hal ini berarti bahwa proses pembelajaran harus diorientasikan pada
pemecahan masalah.

Individu yang kreatif dapat memandang suatu masalah dengan cara pandang yang
berbeda. Cara pandang demikian memeungkinkan individu tersebut memeroleh
berbagai alternatif solusi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Betapa
pentingnya kreativitas juga dikemukakan oleh DeBono (McGregor, 2007).
Menurutnya, individu memerlukan kreativitas untuk meningkatkan kualitas hidup
mereka, mendesain sesuatu, menyelesaikan masalah, mengkreasi perubahan, dan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas suatu sistem disini saya dituntu untuk
berpikir kritis dalam menangani masalah keterkaitan kesulitan dalam belajar
matematika dengan berpikir kreatif matematis dengan pembuatan soal atau problem
formation, penemuan(invention), kebebasan dan keaslian sedangkan menurut
Krutetski (Park, 2004) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif matematis
sebagai kemampuan menemukan solusi terhadap suatu masalah matematika secara
mudah dan fleksibel.

Anda mungkin juga menyukai