Pertemuan 2
Oleh:
Dr. H. Herinto Sidik Iriansyah, M.Si
Saryono, M.Pd
Negara yang baik memerlukan perpaduan antara warga negara yang baik dan intitusi
negara yang baik. Untuk yang pertama, tantangan generasi hari ini adalah memperjuangkan
nation and character building melalui pendidikan kewargaan (civic education) yang baik.
Untuk yang kedua, tantangannya memperjuangkan restorasi dan transformasi institusi-
institusi kenegaraan lewat pendalaman dan perluasan demokrasi.
Visi restorasi berisi konsepsi untuk memulihkan kembali kondisi bangsa agar bisa
merasa lebih sehat, lebih kuat dan lebih semangat setelah mengalami kelemahan,
kemurungan, dan keputusasaan, dengan cara menjangkarkan kembali pilihan-pilihan
kebijakan dan pembangunan pada nilai-nilai luhur bangsa. Visi transformasi berisi konsepsi
untuk mengubah keadaan dengan jalan menawarkan hal-hal baru yang lebih baik, lebih
sehat dan lebih kuat, dengan tetap mempertimbangkan koherensinya dengan basis nilai
kebangsaan.
Dalam perspektif pendidikan manusia adalah sasaran dari pendidikan, dimana manusia
merupakan subjek sekaligus objek bagi pendidikan. Ki Hajar Dewantoro yang berpandangan
bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang lebih luas dan esensial daripada pengajaran.
Pendidikan bermaksud menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan hendaknya dapat membantu peserta
didik dalam menumbuh kembangkan segala potensi kemanusiaanya. Jika diibaratkan
sebagai biji, potensi kemanusiaan itu adalah benih kemungkinan untuk menjadi manusia
seutuhnya. Seperti biji buah rambutan apapun wujudnya jika ditanam dengan baik, pasti
akan tumbuh menjadi pohon rambutan dan berbuah rambutan, bukannya menjadi pohon
mangga dan berbuah rambutan atau yang lebih parah lagi berbatang rambutan tapi berbuah
kelapa.
Penting bagi kita memiliki pemahaman yang utuh terhadap sifat hakikat manusia.
Pertanyaan tentang siapa manusia merupakan hal paling fundamental sebelum kita masuk
pada persoalan teknis tentang bagaimana membantu mengembangkan segala potensi yang
dimiliki manusia. Gambaran yang jelas dan benar tentang karakteristik manusia akan
Tim Penyusun
- Vaclav Havel
1Prof.Dr. Umar Tirtaraharja, Drs, S.L. a Sulo, PENGANTAR PENDIDIKAN, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h.3
2Prof.Dr. Toeti Heraty Noerhadi, SOSOK FILSAFAT DAN MANUSIA INDONESIA dalam BUKU FILSAFAT DI INDONESIA :
MANUSIA DAN BUDAYA INDONESIA, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2019), h.88-89
3
Prof.Dr. Umar Tirtarahardja-Sulo, PENGANTAR PENDIDIKAN, h.4
Selanjutnya mari kita cermati bersama pandangan dari beberapa aliran mengenai
sifat hakikat manusia. Seperti dari para tokoh Aliran Psikoanalitik kita dapati bahwa
struktur kepribadian manusia terbagi menjadi 3 komponen utama id (das es), Ego
(das ich), dan Super Ego (das uber).
Aliran ini beranggapan bahwa perilaku mansia pada dasarnya di gerakkan dan di
kontrol oleh kekuatan psikologisnya. Seiring berjalannya waktu aliran ini berkembang
menjadi aliran neoanalitik yang tetap berpegang pada 3 aspek struktur keperibadian,
namun lebih menekankan pada ego sebagai pusat keperibadian manusia. Aliran
neoanalitik berkeyakinan bahwa ego tidak saja berfungsi untuk merealisasikan
4
Drs. Anas Salahuddin, M.Pd, FILSAFAT PENDIDIKAN, (Bandung: PUSTAKA SETIA, 2011), h.91
Bernteraksi dengan
lingkungannya
Bergerak
Tabel 1.1
Ciri-ciri Manusia Sebagai Makhluk Hidup dari sudut pandang Filsafat Pendidikan.
Dimensi Keberagaman
Rooselvelt (dalam Sutirna, 2015:13) menyatakan bahwa keberagaman
berurusan dengan campuran kolektif dari perbedaan dan persamaan di sepanjang
dimensi yang terberi, misalnya usia dan latar belakang pribadi. Dimensi
keberagaman ditemukan sangat komplek sekali di Indonesia. Mulai dari perbedaan
letak geografis tentu saja menyebabkan bermacam- macam keberagaman.
C. Manusia Indonesia
Selama hidupnya, manusia selalu dihadapkan pada dua kenyataan yang
tidak dapat dihindarinya. Pertama, adalah kenyataan diri, keterbatasan dan
kelebihan, serta kebebasan yang dimilikinya. Kedua, adalah kenyataan social
yang tidak selalu tumbuh konsisten dan kondusif bagi perkembangan
kepribadiannya. Kadangkala lingkungan social dapat menindas kebebasan
manusia yang mengakibatkan manusia tidak bertumbuh sebagaimana mestinya.
Padahal seharusnya dengan kebebasan yang melekat pada diri manusia sejak
dirinya lahir mampu menjadi pribadi merdeka dalam menentukan identitas
dirinya, yang dengannya manusia menuliskan sejarah hidupnya.
Dalam sejarah kehidupan manusia, kita mengenal istilah kota, yang dalam
arti positif adalah keberadaban, kemuliaan, dan keteraturan. Yang menjadi
penjaganya disebut dengan polisi, yang merupakan satu rumpun dengan kata
poli yang mengandung arti tertib sosial atau santun berkeadaban. Max Weber
menafsirkan kota sebagai suatu tempat yang direncanakan bagi kelompok
berbudaya dan rasional. Penghuni kota itu tentu seharusnya adalah manusia-
manusia yang beradab. Fernand Braudel mengatakan menjadi manusia
REFERENSI
Prof.Dr. Umar Tirtaraharja, Drs, S.L. a Sulo. 2005. PENGANTAR PENDIDIKAN,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Prof.Dr. Toeti Heraty Noerhadi. 2019.SOSOK FILSAFAT DAN MANUSIA INDONESIA
dalam BUKU FILSAFAT DI INDONESIA : MANUSIA DAN BUDAYA INDONESIA,
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Drs. Anas Salahuddin, M.Pd, 2011. FILSAFAT PENDIDIKAN, Bandung: PUSTAKA
SETIA.
Yudi Latief. 2018. MAKRIFAT PAGI: Sepercik Embun Spriritualitas Di Terik
Republik. Bandung: Mizan Pustaka.