Anda di halaman 1dari 22

HANDOUT

MATERI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Pertemuan 2

Oleh:
Dr. H. Herinto Sidik Iriansyah, M.Si
Saryono, M.Pd

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP) KUSUMA NEGARA JAKARTA
2022

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 1


KATA PENGANTAR

Negara yang baik memerlukan perpaduan antara warga negara yang baik dan intitusi
negara yang baik. Untuk yang pertama, tantangan generasi hari ini adalah memperjuangkan
nation and character building melalui pendidikan kewargaan (civic education) yang baik.
Untuk yang kedua, tantangannya memperjuangkan restorasi dan transformasi institusi-
institusi kenegaraan lewat pendalaman dan perluasan demokrasi.
Visi restorasi berisi konsepsi untuk memulihkan kembali kondisi bangsa agar bisa
merasa lebih sehat, lebih kuat dan lebih semangat setelah mengalami kelemahan,
kemurungan, dan keputusasaan, dengan cara menjangkarkan kembali pilihan-pilihan
kebijakan dan pembangunan pada nilai-nilai luhur bangsa. Visi transformasi berisi konsepsi
untuk mengubah keadaan dengan jalan menawarkan hal-hal baru yang lebih baik, lebih
sehat dan lebih kuat, dengan tetap mempertimbangkan koherensinya dengan basis nilai
kebangsaan.
Dalam perspektif pendidikan manusia adalah sasaran dari pendidikan, dimana manusia
merupakan subjek sekaligus objek bagi pendidikan. Ki Hajar Dewantoro yang berpandangan
bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang lebih luas dan esensial daripada pengajaran.
Pendidikan bermaksud menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan hendaknya dapat membantu peserta
didik dalam menumbuh kembangkan segala potensi kemanusiaanya. Jika diibaratkan
sebagai biji, potensi kemanusiaan itu adalah benih kemungkinan untuk menjadi manusia
seutuhnya. Seperti biji buah rambutan apapun wujudnya jika ditanam dengan baik, pasti
akan tumbuh menjadi pohon rambutan dan berbuah rambutan, bukannya menjadi pohon
mangga dan berbuah rambutan atau yang lebih parah lagi berbatang rambutan tapi berbuah
kelapa.
Penting bagi kita memiliki pemahaman yang utuh terhadap sifat hakikat manusia.
Pertanyaan tentang siapa manusia merupakan hal paling fundamental sebelum kita masuk
pada persoalan teknis tentang bagaimana membantu mengembangkan segala potensi yang
dimiliki manusia. Gambaran yang jelas dan benar tentang karakteristik manusia akan

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 2


memberikan arah yang tepat bagi para pendidik kemana peserta didiknya harus dibawa.
Kerena gambaran itulah yang akan menjadi landasan serta acuan baginya dalam bersikap,
menyusun strategi, metode, teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam
merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Jakarta, 2 September 2022

Tim Penyusun

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 3


Adalah mustahil menulis persoalan besar tanpa hidup
dalam persoalan besar itu, menjadi pemimpin agung tanpa
menjadi manusia agung. Manusia harus menemukan dalam
dirinya sendiri rasa tanggung jawab yang besar terhadap
dunia, yang berarti tanggung jawab terhadap sesuatu yang
lebih besar dari dirinya sendiri.

- Vaclav Havel

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 4


A. Sifat Hakikat Manusia
Siapakah manusia itu sebenarnya telah banyak disinggung oleh para filsuf sejak
zaman Yunani Kuno dalam literatur filsafat. Sifat hakikat manusia masuk pada bidang
kajian filsafat antropologi, bidang kajian khusus tentang manusia yang berkembang
sejak awal abad ke-20. Secara hakiki manusia menanggap dirinya berbeda dari makhluk
lainya, bakan lebih baik. Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai cici-ciri
karakteristik yang secara prinsip menjadi pembeda antara manusia dengan hewan.1
Perjuangan panjang Charles Darwin untuk membuktikan bahwa manusia besasal dari
kera melalui teori evolusinya menuai kegagalan. Meski terdapat banyak kemiripan
antara manusia dengan kera jika ditinjau dari segi biologisnya, Darwin tidak dapat
membuktikan bahwa manusia adalah hasil evousi dari kera.
Jika ditinjau dari fisik hewan tingkat tinggi lain semisal kuda, unta, jerapah, gajah,
harimau, badak sebagai tolak ukur tentu fisik manusia jauh lebih lemah. Kuda, unta dan
jerapah memiliki kecepatan lari yang sangat luar biasa, gajah mampu mengangkat
beban yang sangat berat. Berhadapan secara langsung sebagaimanapun gagahnya fisik
manusia, ia tidak akan pernah mampu mengalahkan kekuatan dari fisik hewan-hewan
itu. Namun diluar itu, manusia memiliki akal/nalar dan kemauan sangat kuat yang
dengannya manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan juga teknologi. Dengan
alat ciptaan hasil olah pikirnya seperti pesawat manusia dapat terbang melintas antar
benua, mengangkat beban puluhan ton beratnya, dan banyak lagi yang lainnya.
Berpikir, ingin mengenal, menggagas, merefleksikan diri, mengenal sesamanya,
Tuhannya, kehidupannya, alam semesata tempat kehadirannya, asal dan tujuan
kehidupannya merupakan kodrat dari makhluk yang disebut manusia.
Drijarkara2 menggambarkan bahwa manusia sebagai berikut :
1) Manusia adalah individu, kesatuan yang meneguhkan diri.
2) Manusia hadir di dunia dan membentuk dunia berkelanjutan.
3) Sosialitas merupakan suatu eksistensial
4) Manusia merupakan makhluk historis yang mengalami evolusi secara dialektik.
Manusia terus mengembangkan ilmu pengetahuan berdasar pada kenyataan
bahwa ia memerlukannya, karena dituntut untuk menentukan sendiri bagaimana ia

1Prof.Dr. Umar Tirtaraharja, Drs, S.L. a Sulo, PENGANTAR PENDIDIKAN, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h.3
2Prof.Dr. Toeti Heraty Noerhadi, SOSOK FILSAFAT DAN MANUSIA INDONESIA dalam BUKU FILSAFAT DI INDONESIA :
MANUSIA DAN BUDAYA INDONESIA, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2019), h.88-89

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 5


harus bersikap terhadap persoalan-persoalan yang akan terus datang menghampiri
sepanjang ia hidup. Dengan kemampuan untuk mengerti dan untuk berbahasa yang
dimilikinya, manusia dapat menamakan, memahami, dan menilai setiap kejadian. Yang
darinya ia dapat menentukan suatu sikap yang ditentukan sendiri untuk
keberlangsungan hidupnya.
Menurut paham eksistensialisme3, wujud sifat hakikat manusia yang tidak
dimiliki oleh hewan adalah seperti berikut ini :
Kemapuan menyadari diri,
Adalah kesadaran manusia bahwa dirinya (aku) memiliki karakteristik diri
yang khass. Sebuah kemampuan untuk membedakan aku-nya dengan aku-aku
yang lain (ia, mereka) dan dengan lingkungan fisik (non-aku) di sekitarnya.
Tidak hanya membedakan, kemampuan ini juga dapan membuat distansi
atau membuat jarak dengan lingkungannya, baik dengan pribadi/orang lain di
sekitar maupun dengan nonpribadi seperti cuaca, batu, pohon, hewan, dan
sebagainya. Kemampuan distansi ini berarah ganda, arah ke dalam dan arah
keluar. Arah keluar, aku menjadikan lingkungan sebagai objeknya,
memanipulasi ke dalam lingkungan demi memenuhi kebutuhannya (gejala
egoisme). Arah ke dalam, aku memberikan status terhadap lingkugan (kamu-
dia-mereka) sebagai sebagai subjek berhadapan dengan aku sebagai objek, aku
keluar dari dirinya dan menempatkan akunya pada aku-aku yang lain (perbuatan
terpuji). Dikatakan terpuji karena berupa tenggang rasa, pengabdian,
pengorbanan, dan lain sebagainya.
Selain itu manusia juga mampu membuat distansi dengan aku-nya sendiri
(meng-aku). Para ahli memandang ini sebagai anugerah luar biasa dari Tuhan
dan merupakan manifestasi dari puncak karakteristik manusia yang memjadikan
manusia lebih unggul dari hewan. Dimana dengan kemampuan meng-aku-nya
manusia dapat berperan ganda sebagai subjek dan sekaligus objek, aku
mengeksplorasi segala potensi yang ada pada aku-nya, dan menjadikan potensi-
potensi tersebut sebagai kekuatan yang dapat dikembangkan menuju
kesempurnaan dirinya.

3
Prof.Dr. Umar Tirtarahardja-Sulo, PENGANTAR PENDIDIKAN, h.4

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 6


Rasa kebebasan (kemerdekaan),
Rasa kebebasan atau kemerdekaan adalah kemampuan manusia dalam
megaktualisasikan diri tanpa adanya belenggu dari luar dirinya.
Sebuah bentuk kesadaran manusia atas pengakuan bahwa setiap individu
mampu untuk mengurus diri sendiri dan terlepas dari belenggu atau paksaan
dari indvidu lainnya. Oleh rasa kebebasan ini lah manusia dapat
mengembangkan dan mengaktualisaikan segala potensi yang dimiliknya.
Kemampuan bereksistensi,
Dengan kemampuan “meng-aku”-nya dan rasa kebebasan yang dimiliki
menjadikan manusia dapat menembus atau menerobos dan mangatasi batas-
batas yang membelenggunya. Dengannya manusia dapat menembus ruang dan
waktu, membuatnya tidak lagi terjebak pada saat ini (sekarang) tetapi dapat
menembus masa depan juga masa lampau. Kemampuan inilah yang di sebut
kemampuan bereksistensi.
Oleh karena kemampuan bereksistensinya menjadikan manusia tidak hanya
ber-ada tetapi meng-ada di muka bumi ini. Menjadikan manusia sebagai
makhluk human, sehingga membedakannya dengan hewan yang merupakan
makhluk infra human, dimana hewan hanya sebagai alat dari lingkungan,
sedangkan manusia sebagai manajer terhadap lingkungannya.
Pemilikan kata hati,
Pemilikan kata hati merupakan kemampuan memberi penerangan pada diri
manusia tentang apa yang baik dan apa yang buruk dari perbuatannya sebagai
manusia. Dengan kata lain kata hati adalah kemampuan membuat keputusan
tentang baik/benar atau buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.
Dikatakan baik/benar atau buruk/salah bagi manusia sebagai manusia
karena terkadang kemampuan manusia dalam mengambil keputusan baik/benar
dan buruk/salah hanya berdasarkan sudut pandang tertentu, seperti dari sudut
kepentingan pribadi misalnya dapat menghasilkan keputusan yang menurutnya
baik/benar menjadi buruk/salah dari sudut pandang orang lain.
Oleh karenanya, kriteria baik/benar dan buruk/salah harus selalu
disandarkan pada sudut pandang manusia sebagai manusia.

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 7


Moral,
Jika kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang baik/benar
atau buruk/salah bagi manusia sebagai manusia, maka moral merupakan
tindakan sebagai perwujudan dari keputusan kata hati tersebut. Moral adalah
tindakan manusia yang ukuran baik/benar atau buruk/salah-nya bersandar pada
manusia sebagai manusia.
Agar lebih mudah dalam memahami tentang apa yang dimaksud dengan
moral, penulis memberikan gambaran seperti berikut :
1) Tejo adalah dosen yang buruk (jalan pikirannya kacau, omongannya
tidak jelas, dan lainnya), tetapi sebagai manusia dia baik sekali dan dicintai oleh
mahasiswanya.
2) Siska adalah mahasiswi yang baik (ramah, cerdas, dan sebagainya),
tetapi sebagai manusia di buruk sekali (misal selingkuh dengan dosen).
Dari contoh diatas kita menemukan bahwa kekhususan kebaikan moral
terletak pada perspektif pandangan. Apakah ia baik atau buruk sebagai dosen,
sebagai mahasiswi, tetapi apakah dia baik dalam arti moral, tergantung apakah
dia baik sebagai manusia.
Seseorang dikatakan bermoral tinggi jika ia mampu menyatukan diri dengan
nilai-nilai luhur, dan segala tindak dan perbuatannya merupakan perwujudan
dari nilai-nilai luhur tersebut.
Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak,
Realitas bahwa manusia tidak mampu hidup tanpa kehadiran manusia
lainnya pada akhirnya menjadikan manusia menyadari adanya ikatan yang
timbul atara dirinya dengan manusia lainnya, sebuah ikatan tanpa paksaan
yang muncul atas dasar kemanusiaannya.
Kemampuan bertanggung jawab,
Jika kata hati memutuskan, moral melakukan, maka kemampuan
bertanggung jawab merupakan kesadaran diri manusia akan kesediaannya
menerima segala konsekuensi akibat dari perbuatannya.
Salah satu ciri orang yang beranggung jawab adalah seseoang itu memiliki
kesediaan untuk menanggung segala akibat dari perbuatannya yang menuntut
jawab. Macam-macam tanggung jawab antara lain tanggung jawab terhadap

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 8


diri sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada
negara, juga tanggung jawab kepada Tuhan.
Kemampuan menghayati kebagahiaan.
Max Scheler berujar manusia menghayati kebahagiaan apabila jiwanya bersih
dan stabil, jujur, bertanggungjawab, mempunyai pandangan hidup dan
keyakinan hidup yang kukuh dan bertekat untuk merealisasikan dengan cara
yang realistis. Sementara menurut Prof. Umar Tirtarahardja kebahagiaan adalah
sebagai perpaduan dari usaha, hasil/takdir, dan kesediaan menerimanya.
Sedangkan Viktor Frankl lebih spesifik mengatakan bahwa kebahagiaan tertinggi
bukan terletak dalam keberhasilan, tetapi lebih pada keberanian untuk
menghadapi kenyataan.

Selanjutnya mari kita cermati bersama pandangan dari beberapa aliran mengenai
sifat hakikat manusia. Seperti dari para tokoh Aliran Psikoanalitik kita dapati bahwa
struktur kepribadian manusia terbagi menjadi 3 komponen utama id (das es), Ego
(das ich), dan Super Ego (das uber).

Id/das es, berisi dorongan, kemauan, dan


berbagai keinginan instingtif. (Selalu memerlukan
pemenuhan dan kepuasan).

Ego/das ich, berfungsi sebagai jembatan untuk


id ego merealisasikan berbagai doromgan. (Dengan
mempertimbangkan kondisi lingkungan)

Super Ego/das uber, berfungsi sebagai control


super ego atau kata hati boleh tidaknya suatu dorongan di
realisasikan. (Tumbuh dan berkembangnya super
ego karena adanya interaksi individu dengan
norma, lingkungan, dan tatanan social).

Aliran ini beranggapan bahwa perilaku mansia pada dasarnya di gerakkan dan di
kontrol oleh kekuatan psikologisnya. Seiring berjalannya waktu aliran ini berkembang
menjadi aliran neoanalitik yang tetap berpegang pada 3 aspek struktur keperibadian,
namun lebih menekankan pada ego sebagai pusat keperibadian manusia. Aliran
neoanalitik berkeyakinan bahwa ego tidak saja berfungsi untuk merealisasikan

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 9


dorongan yang muncul tapi dengannya manusia akan lebih rasional, dan bertanggung
jawab atas perilaku intelektual dan sosialnya.
Menolak pendapat aliran psikoanalitik yang mengatakan bahwa manusia tidaklah
rasional, Aliran Humanistik berpandangan bahwa manusia memilki dorongan
terhadap diriya sendiri untuk berperilaku positif. Aliran humanistik menekankan bahwa
manusia bersifat rasional dan tersosialisasikan, mampu menentukan sendiri nasinya,
juga mengontrol dan mengatur dirinya sendiri. Jika di dukung oleh keadaan yang
memungkinkan manusia akan mendorong dirinya sendiri menjadi individu yang positif,
menjadi masyarakat yang merdeka (terbebas dari kecemasan). Aliran ini meyakini
bahwa perilaku individu tidak hanya di gerakkan atas dasar untuk kepuasannya sediri,
tapi lebih banyak didasarkan pada tanggung jawab sosial dan dorongan memenuhi
kebutuhannya.
Sedangkan para tokoh Aliran Behavioristik berpendapat bahwa tingkah laku
manusia sepenuhnya di kontrol oleh faktor-faktor eksternal. Saat lahir manusia bersifat
netral, perkembangan individu sepenuhnya tergantung pada lingkungan. Secara garis
besar aliran ini meyakini bahwa perilaku manusia adalah reaksi dan adaptasi dari
lingkungan sekitarnya. Mengabaikan potensi yang dimiliki oleh individu dan mengingkari
adanya kemauan individu. Berdasar pada sudut pandang filsafat pendidikan, manusia
sebagai makluk hidup pada umumnya memiliki ciri-ciri seperti pada Tabel 1.14
Pandangan diatas menegaskan bahwa rasa keingintahuan manusia akan realitas
dirinya, makhluk hidup, dan alam semesta sangatlah tinggi, terus tumbuh dan
berkembang dari zaman ke zaman. Manusia terus saja bertanya bagaimana dan
mengapa. Hal demikian tergambar dari cara bagaimana manusia menemukan masalah
dan cara bagaimana menusia menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupannya.
Dengan kecerdasannya manusia mampu menggunakan pengetahuan lama yang telah
dimiliki mengkombinasikannya dengan pengetahuan baru menjadi pengetahuan yang
lebih baru lagi.

4
Drs. Anas Salahuddin, M.Pd, FILSAFAT PENDIDIKAN, (Bandung: PUSTAKA SETIA, 2011), h.91

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 10


Organ tubuhnya kompleks dan
sangat khusus, terutama otaknya

Mengadakan metabolisme atau


penyusunan dan membongkar
zat, yaitu ada zat yang masuk dan
keluar

Memberikan tanggapan terhadap


MANUSIA rangsangan dari dalam dan luar
SEBAGAI
MAKLUK
HIDUP Memiliki potensi untuk
berkembang

Bernteraksi dengan
lingkungannya

Bergerak

Tabel 1.1
Ciri-ciri Manusia Sebagai Makhluk Hidup dari sudut pandang Filsafat Pendidikan.

Segala aktifitas untuk mengetahui, mengenal, dan berefleksi adalah bagian


kodrati dari kehadiran dan keberadaannya sebagai manusia. Manusia berbeda dari
binatang karena manusia bertindak secara sadar dan atas kehendaknya sendiri, sedang
binatang bertindak hanya berdasarkan insting belaka. Oleh karenanya, manusia
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Bertanggung jawab disini dalam arti
bahwa ia harus bersedia untuk memperlihatkan bahwa perbuatanya tidak saja enak
dan berguna bagi dirinya, melainkan benar dalam arti dapat dipertahankan secara

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 11


argumentatif berhadapan dengan klaim-klaim altenatif. Tidak hanya berdasarkan
emosi, persangka, juga apriori belaka melainkan secara rasional, objekif, dan
argumenatif. Jadi, benar disini bukanlah benar yang hanya menunjuk pada intruksi legal
tertentu, dogma tertentu, ajaran ini dan itu, dan yang semacamnya. Benar yang
berdasarkan prinsip ratio (prinsip akal budi).

B. Dimensi-Dimensi Esensial Manusia


Dimensi Keindividualan
Keindividualan manusia terwujud pada adanya kesadaran manusia terhadap
dirinya sendiri. Kesadaran manusia mebuat manusia sebagai individu sebagai suatu
kenyataan yang riel. Semakin manusia sadar akan dirinya, maka semakin sadar
manusia akan kesemestaan. Hal itu dikarenakan posisi manusia adalah komponen
yang tidak dapat dipisahkan dari alam semesta.
Tuhan menganugerahi manusia kodrat alami, hak asasi manusia. Hak asasi
itu berupa hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memiliki. Yang dengannya juga
memuat konsekuensi bagi manusia untuk mengemban kewajiban-kewajiban serta
tanggung jawab social maupun tanggung jawab moral. Oleh karenanya status
individualisme manusia menduduki fungsi primer.
Dimensi Kesosialan
Self-existence, merupakan kesadaran diri sendiri dalam membuka suatu
realitas. Walaupun diri kita sebagai subyek yang menyadari, namun diri kita
bukanlah pusat dari segala realita. Setiap individu memiliki kedudukan martabat
kemanusiaan (human dignity) yang sejerajat, sehingga kita wajib untuk saling
menghormati setiap individu. Perwujudan dari manusia sebagai makhluk sosial
dapat dilihat bahwa tidak pernah ada manusia yang tidak membutuhkan bantuan
orang lain. Kesadaran individu sebagai makhluk sosial akan menumbuhkan rasa
tanggung jawab dalam mengayomi individu yang lebih lemah daripada dirinya.
Esensi manusia sebagai makhluk sosial yaitu adanya kesadaran manusia tentang
status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama masyarakat. selain itu manusia
sebagai makluk sosial juga dapat dilihat dari bagaimana tanggung jawab dan
kewajiban manusia tersebut dalam dalam kebersamaan itu. Manusia sebagai

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 12


makhluk sosial terwujud dalam kesadaran interpedensi dan saling membutuhkan
serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
Dimensi Kesusilaan
Pandangan ini menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk susila berasal dari
kepercayaan bahwa budi nurani manusia yang secara sadar mematuhi norma-
norma yang ada. Pernyataan tersebut sesuai dengan ilmu jiwa yang berkaitan
dengan struktur jiwa yaitu das Es, das Ich dan das Uber Ich. Struktur jiwa das Uber
Ich berkaitan dengan esensi manusia sebagai makhluk susila. Antara kesadaran
susila (sense of morality) dengan realitas sosial tidak dapat dipisahkan. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai hanya dapat terjadi pada kehidupan sosial. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan sosial tanpa adanya hubungan susila,
dan tidak ada hubungan susila tanpa adanya hubungan sosial. Dari ketiga esensi
tersebut merupakan sebagai satu integritas ialah kodrat hakikat manusia secara
potensial. Hal ini berarti bahwa keadaan lingkungan hidup manusia dapat
berkembang menjadi realita ataupun sebaliknya tidak dapat menjadi realita. Hal ini
sesuai dengan Hadis yang diriwayatkan Buhkari (dalam Samsudin, 2015:13) yaitu
“bahwa bayi tiap dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami), ayah dan ibunya
lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan
berhala). Dengan demikian jelas bahwa potensi yang dimiliki oleh anak tentu saja
harus dibangung dan dikembangkan oleh lingkungan baik oleh orang tua maupun
lembaga pendidikan yaitu sekolah. Samsudin (2015:14) mengemukakan bahwa
potensi secara umum yang dimiliki oleh manusia diantaranya potensi fisik
(psychomotorik), potensi mental intelektual (intellectual quotient), potensi
emosional (intellectual quotient), potensi mental spiritual (spiritual quotient), dan
potensi ketahanmalangan (adversity quotient).

Dimensi Keberagaman
Rooselvelt (dalam Sutirna, 2015:13) menyatakan bahwa keberagaman
berurusan dengan campuran kolektif dari perbedaan dan persamaan di sepanjang
dimensi yang terberi, misalnya usia dan latar belakang pribadi. Dimensi
keberagaman ditemukan sangat komplek sekali di Indonesia. Mulai dari perbedaan
letak geografis tentu saja menyebabkan bermacam- macam keberagaman.

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 13


Konsekuensi dari perbedaan geografis tersebut diantaranya perbedaan pekerjaan,
suku, etnis, budaya dan ras. Selain itu, perbedaan yang terjadi dapat berupa gaya
hidup, cacat fisik dan mental.
Meskipun terdapat perbedaan yang sangat kompleks di Indonesia, namun
permasalahan tersebut teratasi dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Seboyan tersebut yang memiliki arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Kaelan
(2014:261) memperjelas bahwa Bhineka Tunggal Ika melambangkan realitas
bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam perbedaan. Bhineka Tunggal
Ika diambil dari bahasa Jawa Kuno pada masa kerajaan Majapahit yaitu
syncristisme. Meskipun pada zaman itu terdapat berbagai perbedaan aliran dan
sekte dari masing- masing agama Hindu dan Budha, namun masih terdapat tradisi
yang tampak sama dlam Tantrayana dan upacara Crada (upacara menghormati
nenek moyang yang telah meninggal).

C. Manusia Indonesia
Selama hidupnya, manusia selalu dihadapkan pada dua kenyataan yang
tidak dapat dihindarinya. Pertama, adalah kenyataan diri, keterbatasan dan
kelebihan, serta kebebasan yang dimilikinya. Kedua, adalah kenyataan social
yang tidak selalu tumbuh konsisten dan kondusif bagi perkembangan
kepribadiannya. Kadangkala lingkungan social dapat menindas kebebasan
manusia yang mengakibatkan manusia tidak bertumbuh sebagaimana mestinya.
Padahal seharusnya dengan kebebasan yang melekat pada diri manusia sejak
dirinya lahir mampu menjadi pribadi merdeka dalam menentukan identitas
dirinya, yang dengannya manusia menuliskan sejarah hidupnya.
Dalam sejarah kehidupan manusia, kita mengenal istilah kota, yang dalam
arti positif adalah keberadaban, kemuliaan, dan keteraturan. Yang menjadi
penjaganya disebut dengan polisi, yang merupakan satu rumpun dengan kata
poli yang mengandung arti tertib sosial atau santun berkeadaban. Max Weber
menafsirkan kota sebagai suatu tempat yang direncanakan bagi kelompok
berbudaya dan rasional. Penghuni kota itu tentu seharusnya adalah manusia-
manusia yang beradab. Fernand Braudel mengatakan menjadi manusia

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 14


beradab berarti memuliakan tingkah laku, menjadi lebih tertib, taat hukum, dan
ramah. Dalam perandaian Indonesia adalah sebuah kota, para pemimpin adalah
polisi, dan kita sebagai penghuni atau warganya. Yang berarti kita, manusia
Indonesia, adalah manusia yang beradab. Sekolompok manusia yang
memuliakan tingkah laku, tertib, taat hukum, dan ramah.
Indonesia lahir karena perjuangan juga komitmen luhur menegakkan cita-
cita kemanusiaan dan keadilan. Oleh karenanya, generasi muda Indonesia
sebagai pelaku sejarah dan pelaku perubahan diharapkan adalah generasi
cerdas, generasi yang mampu bertanggung jawab atas perubahan dirinya
sendiri dan orang lain. Dalam bingkai kebersamaan dan keberagaman mampu
bertumbuh dan mengembangkan komunitas dan masyarakat menjadi lebih baik,
adil, dan manusiawi dari apa yang ada hari ini.
Indonesia ada karena perjuangan dan komitmen luhur menegakkan cita-cita
kemanusiaan dan keadilan, Saudaraku, selalu ada laju dan yang layu. Dalam
rentang waktu lebih dari setengah abad sejak Kerapatan Besar Pemuda
Indonesia (KBPI) II, 28 Oktober 1928, ada garis kontinuitas dan diskontinuitas
anatar generasi hari ini dan generasi Sumpah Pemuda.
Yang terus melaju adalah kualitas kecerdasan anak-anak muda negeri ini.
Adapun yang melayu adalah kepeloporan politik kaum muda untuk merajut
kecerdasan yang berserak menjadi kekuatan progresif.
Bayangkan, di usia 25 tahun Bung Karno telah melahirkan pikiran-pikiran
visioner untuk menyintesiskan antara "Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”,
yang menjadi bantalan vital bagi perumusan dasar negara. Pada usia 26 tahun,
Bung Hatta telah memikirkan dasar-dasar “Indonesia Merdeka” (Indonesia
Vrije).
Pada usia 25 tahun, Muhammad Yamin telah menyodorkan gagasan
“Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”, dalam KBPI II, dengan secara visioner
melihat kemustahilan negeri seluas Indonesia hanya memiliki satu bahasa;
sehingga dituntut oleh persatuan kebangsaan bukanlah berbahasa satu,
melainkan “menjunjung bahasa persatuan”, bahasa Indonesia. Pikiran-pikiran

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 15


cemerlang generasi muda pada decade 1920-an itu mencerminkan kegeniusan
respons minoritas kreatif yang sepadan dengan tantangan zamannya.
Dalam konteks yang berbeda, minoritas kreatif pemuda hari ini juga tak
kalah cemerlangnya. Tanda-tandanya bisa dilihat dari keberhasilan delegasi seni
dan sains Indonesia dalam kompetisi antarbangsa. Dalam berbagai ajang
olimpiade international di bidang Matematika, fisika, kimia, dan robotic, para
pelajar Indonesia bukan saja bisa bersaing dengan utusan-utusan negera-
negara terpandang seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan India, bahkan
berulang kali memendangi mereka. Ratusan jenius muda Indonesia memainkan
peran penting di pusat-pusat pengetahuan dan industry dunia.
Kantong-kantong negeri ini, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Bali, juga
seperti tak pernah mati akal, terus-menerus melahirkan kreatifitas baru yang
memberi nilai tambah. Bukanlah suatu isapan jempol apabila Prof. Yaumil Agoes
Achir (almarhum) pernah memperkirakan, sekitar 2 persen dari manusia
Indonesia masuk dalam kategori genius. Lebih dari itu, Indonesia sebagai
masyarakat multi-etnis tampaknya mengandung potensi multi-inteligensia dan
multi-talenta, yang memberikan potensi kejayaan pada bangsa.
Pada setiap generasi, kuantitas pemuda sebagai pemikir dan pelopor itu
selalu merupakan minoritas kreatif. Tahun 1926, pada masa puncak aktivitas
politik Perhimpunan Indonesia (PI), dari 673 lebih mahasiswa Indonesia di
Belanda pada saat itu, hanya 38 orang yang menjadi aktivis PI (Ingleson, 1979:
2). Demikian pula halnya dengan situasi kepemudaan di Tanah Air. Menyusul
berdirinya tiga perguruan tinggi pada 1920-an (THS, RHS, dan GHS), beberapa
klub mahasiswa universitas benmunculan di Hindia, dengan arus utamanya
bersifat rekreatif.
Akan tetapi, di sela arus utama klub-klub beroarientasi rekreasi, muncullah
sekelompok kecil mahasiswa sadar politik yang mendirikan perkumpulan
berorientasi politik dengan pengikut yang sangat terbatas, seperti Algemene
Studieclub, yang dipimpin Sukarno. Sejarah mencatat, minoritas kreatif inilah

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 16


yang menjadi pelopor perubahan, yang mengonseptualisasikan “Indonesia”
sebagai simpil persatuan dan kemerdekaan.
Alhasil, tidak perlu terlalu diratapi jika kebanyakan anak muda hari ini lebih
suka menghabiskan waktu dengan chatting di media sosisal, bersenang-senang
di pusat belanja, atau plesiran ke tempat-tempat wisata. Toh, masih ada
minoritas pemuda kreatif yang terlibat dalam kerja-kerja inovatif,
kewirausahaan, dan aksi-aksi politik. Malahan, sesuai dengan struktur
demografis Indonesia saat ini, minoritas kreatif masa kini jumlahnya jauh lebih
besar dengan varietas bidang kreatif yang lebih beragam ketimbang generasi
sebelumnya.
Struktur demografis Indonesia membengkak pada penduduk berusia muda.
Jika definisi pemuda mengikuti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yakni mereka yang berusia 16 sampai 30
tahun, maka jumlahnya pada saat ini setara dengan 25 persen dari total
penduduk Indonesia. Jika satu persen saja dari total pemuda itu bersifat kreatif,
kita akan mendapatkan gambaran pemuda kreatif dengan magnitude yang tiada
tara dibandingkan generasi Sumpah Pemuda.
Letak masalahnya, jika minoritas kreatif pada generasi Sumpah Pemuda
mampu mempertautkan dan mengorganisasi potensi-potensi kreatif yang
berserak menjadi kesatuan generasi perubahan, generasi hari ini belum
menunjukkan kesanggupan seperti itu dengan resiko bisa menuju “generasi
yang hilang” (the lost generation).
Pengertian generasi dalam sosiologi tidak sekadar merepresentasikan
kolektivitas atas dasar kesamaan usia, tetapi juga kesamaan pengalaman, visi,
dan panggilan kesejarahan yang membentuk kekuatan perubahan. Ron
Eyerman menyatakan, “Konsepsi sosiologis mengenai generasi
mengimplikasikan lebih dari sekadar terlahir pada masa yang hamper sama.
Konsepsi itu menyatakan sebuah kesamaan pengalaman sehingga menciptakan
sebuah dasar bagi cara pandang yang sama, orientasi tujuan yang sama,

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 17


sehingga bisa mempersatukan para pelaku, bahkan meskipun mereka tak
pernah saling bertemu.”
Dalam pandangan Karl Mannheim, sebuah generasi membentuk identitas
kolektifnya dari sekumpulan pengalaman yang sama, yang melahirkan “sebuah
identitas dalam cara-cara merespon, dan rasa keterikatan tertentu dalam suatu
cara di mana semua anggotanya bergerak dengan dan terbentuk oleh kesamaan
pengalaman-pengalaman mereka”.
Tidak ada generasi perubahan tanpa usaha kesengajaan. Generasi Sumpah
Pemuda secara sengaja merespon tantangan kolonialisme dan feodalisme lewat
penciptaan ruang public, wacana public, dan organisasi aksi kolektif yang
mempertautkan minoritas kreatif yang berserak menjadi blok nasional pengubah
sejarah (historical bloc).
Dengan mendirikan rumah penerbitan, Koran, studies club, sekolah dan
jaringan pergaulan lintas kultural, mereka membentuk ruang public baru sebagai
wahana collective social learning. Ruang public ini menjadi tempat pertemuan
minoritas kreatif yang tercerahkan, ajang perseorangan terhubung ke dalam
jaringan memori kolektif lewat komunikasi intersubjektif, dengan ikhtiar
membebaskan diri dari dominasi kuasa dan uang. Di dalam kehadiran ruang
public baru ini, minoritas kreatif membangun agenda setting lewat
pengarusutamaan agenda bersama sebagai wacana dominan di ruang public.
Melalui penciptaan ruang public, wacana public dan kekuatan nalar public,
terbentuklah suatu konektivitas-konektivitas yang dalam kekuatan artikulasifnya
menjadi katalis bagi perwujudan politik perubahan.
Adapun minoritas kreatif hari ini, ibarat matahari, rerumputan dan
pepohonan yang bergerak dalam sunyi. Tanpa usaha sengaja untuk
mengangkat partikularitas sel-sel kreatif terpencar kedalam unit-unit yang
terkucil. Munculnya media social baru dengan kecenderungan individuasi yang
sangat kuat semakin memperkuat tendensi kea rah atomisasi kekuatan-
kekuatan kreatif.

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 18


Sesekali jaringan kesadaran yang merambat melalui media social ini
memang bisa melahirkan kekuatan korektif. Namun, kekuatan korektif ini, tanpa
keberadaan agenda dan pengorganisasian bersama, sering kali hanya sekedar
kekuatan reaktif yang akan segera padam begitu daur isu memudar.
Tampak jelas, kemampuan mengorganisasikan gagasan secara public-
politiklah yang bisa mengangkat partikularitas kekuatan kreatif menjadi
kekuatan perubahan kolektif. Seperti kata Hannah Arendt, politiklah yang
menjadi “ruang penampakan” (space of appearance) bagi ide-ide yang
terpendam. Tanpa kesanggupan mengorganisasikan diri secara politik,
kekuatan-kekuatan kreatif hari ini, betapa pun besar jumlahnya, tak membuat
ide-ide mereka terungkap secara publik, tak mampu membangkitkan inspirasi
kreatif bagi banyak orang, dan tak mendorong pengikatan bersama kekuatan-
kekuatan progresif untuk bangkit bersama membentuk generasi perubahan.
“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda,” ujar
Tan Malaka. Masalahnya, setiap zaman memiliki tantangannya tersendiri yang
menuntut respons yang berbeda. Seturut dengan itu, idealisme pemuda juga
harus diletakkan dalam konteks tantangan zamannya.
Tantangan idealisme hari ini adalah bagaimana mentransformasikan
individu-individu yang baik dan kreatif menjadi kolektivitas yang baik dan kreatif.
Seperti kata Aristoteles, kebaikan manusia sebagai manusia tidak selalu identic
dengan kebaikan manusia sebagai warga negara. Keindentikan antara manusia
yang baik dan warga negara yang baik hanya berlangsung dalam suatu negara
yang baik. Karena dalam suatu negara yang buruk, manusia baik dan kreatif
bisa menjadi warga negara yang buruk dan destruktif.
Negara yang baik memerlukan perpaduan antara warga negara yang baik
dan intitusi negara yang baik. Untuk yang pertama, tantangan generasi hari ini
adalah memperjuangkan nation and character building melalui pendidikan
kewargaan (civic education) yang baik. Untuk yang kedua, tantangannya
memperjuangkan restorasi dan transformasi institusi-institusi kenegaraan lewat
pendalaman dan perluasan demokrasi.

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 19


Visi restorasi berisi konsepsi untuk memulihkan kembali kondisi bangsa agar
bisa merasa lebih sehat, lebih kuat dan lebih semangat setelah mengalami
kelemahan, kemurungan, dan keputusasaan, dengan cara menjangkarkan
kembali pilihan-pilihan kebijakan dan pembangunan pada nilai-nilai luhur
bangsa. Visi transformasi berisi konsepsi untuk mengubah keadaan dengan jalan
menawarkan hal-hal baru yang lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat, dengan
tetap mempertimbangkan koherensinya dengan basis nilai kebangsaan.
Semuanya itu memerlukan keterlibatan pemuda secara politik. Politik dalam
arti ini bukanlah politik sebagai bahasa teori “pilihan rasional”, bahwa
rasionalitas kepentingan individual harus dibayar oleh irasionalitas kehidupan
kolektif. Politik dalam konsepsi kaum muda merupakan usaha resolusi atas
problem-problem kolektif dengan pemenuhan kebijakan kolektif. Mirip dengan
pemahaman Aristotelian, politik yang dipandang sebagai seni mulia untuk
meraih harapan dan memelihara kemaslahatan umum.
Peran politik kaum muda seperti itu kini dipanggil kembali oleh sejarah,
ketika politik sebagai seni mengelola republic demi kebajikan kolektif mulai
tersisihkan oleh apa yang disebut Maciavelli sebagai raison d’etat (reason of
state) yang berorientasikan kepentingan sempit. Jika “politik” sejati memiliki
kepedulian untuk mempertahankan kepentingan kolektif melalui perbaikan
otoritas public, reason of state memperioritaskan kepentingan elite dan
kelompok penguasa dengan mengatasnamakan “kebajikan public”.
Manakala elemen-elemen kemapanan menjadikan politik sebagi seni
memerintah dengan menipu rakyat, pemuda-pemuda kreatif hari ini perlu secara
sadar menghadirkan suatu creative destruction dengan menawarkan ide-ide
progresif dalam semangat republikanisme. Tendensi menuju “generasi yang
hilang” harus dicegat dengan secara sadar membangun kebersamaan
pengalaman, visi, dan panggilan kesejarahan lewat penciptaan ruang public,
wacana public, dan aksi public yang mempertautkan minoritas kreatif yang
berserak menjadi kolektivitas progresif generasi perubahan.

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 20


Di hadapan mahkamah sejarah, generasi muda hari ini dihadapkan pada
“wajah janus” (janus face) keberadaannya sendiri. Kehadiran penduduk usia
muda dalam jumlah besar, jika berhasil mengelolanya, bisa menjadi “bonus
demografis” yang menjanjikan kejayaan bangsa, tetapi jika gagal meresponnya
secara kreatif, bisa menjelma menjadi “bencana demografis” yang
melumpuhkan bangsa.
Dalam titik persilangan seperti itu, idealism muda kembali dipanggil untuk
“bersumpah”, seperti tekat yang pernah di ikrarkan Bung Hatta: “Di atas segala
lapangan Tanah Air aku hidup, aku gembira. Dan di mana kakiku menginjak
bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang tersimpan dalam
dadaku.”
Indonesia ada karena perjuangan dan komitmen luhur menegakkan cita-cita
kemanusiaan dan keadilan, Indonesia terancam karam seiring dengan
pemudaran tekat kejuangan dan komitmen keadilan.
Indonesia telah lolos dari berbagai ujian kemelaratan dan penderitaan
sejauh masih ada semangat perjuangan dan solidaritas kemanusiaan. Namun,
daya hidup dan karakter keindonesiaan justru digoyah saat ketamakan elite
negeri menari di atas penderitaan rakyat banyak. Kemiskinan memang membuat
bangsa ini tidak memiliki banyak hal, tetapi keserakahan membuat bangsa ini
kehilangan segalanya.
Kehilangan terbesar bangsa ini bukanlah kemerosotan pertumbuhan
ekonomi, melainkan kehilangan harga diri, yang membuat para abdi negara
lebih rela menjadi pelayan modal ketimbang pelayan rakyat.
Indonesia memanggil: “Save our nation!” mari berjuang meniti jalan
keselamatan bangsa: “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia berdasarkan persatuan dengan mewujudkan keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Nilai inti spiritualitas Nusantara itu mencari harmoni persatuan dalam
perbedaan dengan mengembangkan hubungan cinta kasih dalam relasi
ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman. Dari realisasinya, spiritualitas itu harus

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 21


dapat mendorong peri kehidupan ketuhanan yang berkebudayaan dan toleran,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dalam kebinekaan,
permusyawaratan secara inklusif dan argumentative, serta mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

REFERENSI
Prof.Dr. Umar Tirtaraharja, Drs, S.L. a Sulo. 2005. PENGANTAR PENDIDIKAN,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Prof.Dr. Toeti Heraty Noerhadi. 2019.SOSOK FILSAFAT DAN MANUSIA INDONESIA
dalam BUKU FILSAFAT DI INDONESIA : MANUSIA DAN BUDAYA INDONESIA,
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Drs. Anas Salahuddin, M.Pd, 2011. FILSAFAT PENDIDIKAN, Bandung: PUSTAKA
SETIA.
Yudi Latief. 2018. MAKRIFAT PAGI: Sepercik Embun Spriritualitas Di Terik
Republik. Bandung: Mizan Pustaka.

Handout Pendidikan Karakter Bangsa | 22

Anda mungkin juga menyukai