Anda di halaman 1dari 8

NAMA : Annisa Nur Saputri

NPM 2001010041
KELAS : Ilmu Komunikasi Reguler Malam Semester 5
MATKUL : Komunikasi Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN
Sejak penghujung 60-an, di kalangan ilmu komunikasi telah berkembang suatu spesialisasi
mengenai penerapan teori dan konsep komunikasi secara khusus untuk keperluan pelaksanaan
program pembagunan. Pengkhususan itu kemudian dikenal dengan sebutan Komunikasi
Pembagunan.
Cikal bakal yang lain bagi tumbuhnya komunikasi pembangunan adalah disiplin ilmu komunikasi
pertanian di University of Philippine, Los Banos. Belakangan, ada pula yang mengajukan
periklanan pembangunan atau “development advertising”. Kegiatan itulah yang kemudian
meluas dan dicakup dalam konsep dan praktek komunikasi pembangunan seperti yang
berkembang pada masa sekarang.
1. TIGA SERANGKAI KONSEPTUAL
Menurut Quebral (1986), ketiga konsep di atas, yakni jurnalisme pembangunan, komunikasi
penunjang pembangunan, dan komunikasi pembangunan, saling berpautan satu sama lain,
karena memang merupakan hasil dari suatu pencarian bersama akan isi dan metode
komunikasi yang lebih sesuai dengan keadaan masyarakat miskin yang berjuang menuju suatu
kehidupan yang lebih baik. Ketiganya dimaksudkan untuk memerangi problem ekonomi dan
sosial dengan informasi yang umumnya berasal dari ilmu pengetahuan. “adalah menarik
perhatian bahwa ketiganya telah dikembangkan di Asia”, kata Quebral.
Jurnalisme Pembangunan (JP) lahir dari institut pers, yang mencerminkan penekanan ganda
dari jurnalisme pembangunan, yaitu : (a) pembangunan ekonomi di Asia, dan (b) teknik
penulisan yang jelas mengeani hal itu.
Secara singkat, menurut Aggarwala (1980), JP merupakan peliputan pembangunan sebagai
proses ketimbang sebagai suatu peristiwa. Bahkan penekanan dalam berita pembangunan
bukanlah pada kejadian yang terjadi pada waktu atau hari tertentu, melainkan pada apa yang
berlangsung semasa periode tertentu. Seorang jurnlis pembangunan memandang kepada
proses pembangunan tersebut, berhenti sesaat, dan menoleh ke belakang serta melihat ke
depan untuk menyampaikan kepada khalayak, proses perubahan sosial dan ekonomi yang
bersifat berkesinambungan dan berjangka panjang. Menurut Anggarwala, dalam meliputi
berita, jurnalis pembangunan dapat dan harus secara kritis mengkaji, mengevaluasi, dan
memberitakan :
(a)relevansi suatu proyek pembangunan dengan kebutuhan nasional dan, yang terpenting,
dengan kebutuhan lokal,
(b) perbedaan antara program menurut rencananya dengan yang di implementasikan, dan
(c) perbedaan antara dampaknya terhadap masyarakat seperti yang diklaim oleh pejabat
pemerintah dan yang sebenarnya.
Komunikasi penunjang pembangunan (KKP) lahir dari birokrasi internasional sistem PBB.
Pada 1960-an itu juga, Erskine Childers, kemudian direktur Development Support
Communication Services di Bangkok merinci suatu metode penaksiran (appraisals),
perencanaan hingga produksi dan evaluasi komunikasi untuk proyek-proyek pembangunan di
negara berkembang tertentu. Proyek pembangunan itu dibantu oleh UNDP dan UNICEF, dan
dilaksanakan atau dibimbing oleh badan-badan di lingkungan PBB. Sebagian besar memang
merupakan proyek yang keberhasilannya pada tingkat tertentu tergantung pada pendaran
(sensitising), pemberitahuan (informing), dan mendidik (educating).
Titik tolak metodologi KPP adalah proyek pembangunan. Aktivitas ini bertujuan untuk
melengkapi suatu proyek dengan bahan-bahan dan evaluasi yang akan membekali proyek
tersebut dengan staf yang bermotivasi, alat bantu pengajaran yang tepat, pemanfaatan
hasilnya, dan suatu iklim yang menerima (receptive climate) terhadap suatu proyek di
lokasinya, berkenaan dengan lingkungan manusiawi yang tindak tanduk dan perilakunya dapat
mempengaruhi hasil dari proyek yang dimaksud.
Komunikasi pembangunan (KP) seperti yang diajarkan, diteliti, dan dipraktekkan di Los
Banos, menerima rasional dan metodologi JP dan KPP sebagai sesuatu yang valid (berlaku).
Pada awal 1970-an, pemerintah di Dunia Ketiga merasakan potensi yang besar pada
jurnalisme pembangunan tadi untuk mempromosikan ideologi dan kampanye program mereka.
Dari sini lalu muncul istilah komunikasi pembangunan, dengan pengertian suatu komitmen
untuk meliput secara sistematik, prolembatika yang dihadapi dalam pembangunan suatu
bangsa.
Dari sisi yang lain, sebenarnya kehadiran komunikasi pembangunan dapat dipandang sebagai
suatu perwujudan respon kalangan disiplin komunikasi untuk menyumbang dan menerpkan
ilmunya dalam rangka ikut ambil bagian menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan.
Pada hakikatnya perbedaan lahirlah antara kegiatan-kegiatan komunikasi pembangunan
dengan yang “bukan komunikasi pembangunan” nyaris tidak kelihatan, karena memang tidak
begitu tajam. Perbedaan itu, kalaupun ada, hanyalah pada konteks kegiatan komunikasi yang
bersangkutan.

2. BEBERAPA TERMINOLOGI YANG BERKAITAN


Meski tidak secara resmi disebut komunikasi pembanugnan, beberapa kegiatan
pengembangan masyarakat sesungguhnya merupakan penerapan komunikasi pembangunan.
Hal itu dapat dipahami antara lain karena kegiatan yang dimaksud telah ada sejak sebelum
berkembangnya komunikasi pembangunan seperti sekarang ini.
Sebutan yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dimaksud misalnya, penyuluhan,
pengembangan masyarakat, pendidikan luar sekolah, dan pendidikan nonformal. Namun jika
ditilik lebih jauh, sekalipun istilah yang digunakan bermacam-macam, kegiatan yang dilakukan
sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yakni meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
anggota masyarakat.

Pendidikan Nonformal
Dalam kehidupan sehari-hari sejumlah kegiatan pengembangan masyarakat sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Di sekitar kawasan tempat tinggal anda misalnya, tentu pernah dijumpai
suatu yayasan atau lembaga swadaya masyarakat melakukan program pembinaan anak-anak
yang berada dalam usia sekolah, namun tidak bersekolah. Tidak semua orang bernasib baik dan
berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Karena itu bagi mereka yang
kurang beruntung dalam hal pendidikan tadi harus dibukakan peluang untuk mencapai
kemampuan pengetahuan dasar yang mutlak diperlukan dalam menjalani hidup sehari-hari.
Menurut Marvin Grandsaff, kegiatan pendidikan nonformal ditandai oleh ciri-ciri berikut ini :
1. Biaya per orang atau per unit instruksional rendah.
2. Durasi waktu yang terbatas, dengan waktu selesai (completion point) yang banyak pada titik
mana siswa dapat berhenti.
3. Dasar yang jelas pada kebutuhan manusiawi yang langsung apakah ekonomi, politik, sosial,
kesehatan, gizi, dan sebagainya.
4. Pengakuan terhadap, dan akomodasi yang responsif kepada aspirasi peserta.
5. Pertautan yang utuh (solid linkage) dengan kesempatan kerja yang nyata, khususnya seperti
pertanian dan insdustri yang pada karya.
6. Provinsi kerja untuk perencanaan yang didesentralisasi dan perubahan pada level
penggunaan.
7. Potensi yang tinggi untuk distribusi komoditi apa pun yang berkaitan dengan program
pendidikan, penghasilan ekonomi, kesehatan yang meningkat, gizi yang membaik, dan
sebagainya.

Community Development
Di sebuah desa ada kegiatan lain. Warga desa setempat diajak untuk belajar membaca dan
menulis. Setelah mereka pandai membaca dan menulis, lalu diajar keterampilan lain yang
dianggap dapat menghasilakan pendapatan tambahan untuk hidup sehari-hari. Setelah itu
kepada mereka juga diajarkan bagaimana mempratekkan cara hidup sehari-hari yang sehat.
Selain itu ada kegiatan pengembangan masyarakat lainnya yang berupa pembentukan
kelompok usaha bersama. Penduduk yang mempunyai bidang usaha yang misalnya sesama
pedagang makanan jajanan berkumpul bersama membentuk kelompok usaha mereka.
Kelompok usaha ini diberi bantuan modal oleh lembaga yang melakukan kegiatan
pengembangan masyarakat tadi, lalu dibina berbagai keterampilan yang diperlukan agar usaha
mereka itu dapat meningkat. Selain bantuan modal, kepada mereka juga diberikan latihan-
latihan keterampilan dasar dalam mengelola usaha seperti pembukuan, pemasaran, dan juga
kegiatan simpan pinjam antar sesama anggota kelompok usaha tersebut. Kegiatan seperti ini
disebut juga sebagai income generating program. Semua dirancang dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip pendidikan, psikologi, komunikasi dan cabang ilmu lain yang terkait. Tujuannya
adalah agar para peserta latihan dapat memahami materi dengan mudah serta kemudian
mampu mempraktekkannya dalam kehidupan yang nyata.

Penyuluhan Pertanian
Di desa-desa dapat ditemukan yang bertujuan membina para petani agar kehidupan mereka
meningkat. Mereka itu dibimbing untuk mampu bertani secara modern, dan tidak lagi hanya
bercocok tanam menurut kebiasaan lama. Secara harfiah, penyeluhan bersumber dari kata
suluh yang berarti obor ataupun alah untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan
tersebut dapat diartikan bahwa penyeluhan dimaksudkan untuk memberik penerangan
ataupun penjelasan kepada mereka yang disuluhi, agar tidak lagi berada dalam kegelapan
mengenai sesuatu masalah tertentu. Claar et al (1984), membuat rumusan bahwa penyeluhan
merupakan jenis khusus pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi
pada tindakan yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan, dan memotivasi, tapi tidak
melakukan pengaturan (regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang nonedukatif.
Samsudin (1977) menyebut penyuluhan sebagai suatu usaha pendidikan nonformal yang
dimaksudkan untuk mengajak orang sadar dan mau melaksanakan ide-ide baru. Dari rumusan
tersebut dapat diambil tiga hal yang terpenting, yaitu : pendidikan, mengajak orang sadar, dan
ide-ide baru. Ketiga hal itu memang senatiasa melekat dalam setiap kegiatan penyuluhan,
karena penyuluhan pada hakikatnya merupakan suatu langkah dalam usaha mengubah
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti yang dicita-citakan. Penyuluhan
merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru agar masyarakat mau tertarik dan
berminat untuk melaksanakannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Profesor
Mubyanto, penyuluhan pertanian dapat disebut sebagai bentuk pendidikan non-formal. Cara-
cara, bahan, dan sasaran pendidikan ini disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, waktu
maupun tempat petani. Agar pembinaanya bisa lebih berdaya guna, maka para petani tadi
dikelompokkan ke dalam sejumlah kelompok tani. Setiap kelompok dibimbing oleh seorang
penyuluh. Pada pagi
hari ataupun malam hari kelompok tani tadi berkumpul bersama-sama mendengarkan siaran
pedesaan yang disiarkan oleh RRI.
Pada tahun 1956 AJR dan UNESCO melakukan studi tentang forum radio tersebut. Di India
ketika itu sekitar 200 desar telah memiliki forum radio masing-masing. Studi ini bertujuan untuk
menjajaki penggunaan forum radio buat penyampaian pengetahuan baru kepada masyarakat
desa, dan sebagai suatu alat perubahan sosial. Gunannya diskusi sesudah mengikuti siaran
pedesaan adalah untuk menanamkan pengertian kepada khalayak pendengar mengani
informasi yang telah disiarkan, menjauhkan kekhawatiran dan keraguan yang ada selama ini,
dan membawa anggota keompok pendengar ke tahap putusan inovasi atau proses pembuatan
keputusan. Diskusi sehabis mendengarkan siara itu dimulai dengan dengan membahas isi siara.
Para anggota kelompok pendengar kemudian mengemukakan komentar mereka masing-
masing terhadap isi siaran tadi. Kelompok pendengar juga mendiskusikan secara panjang lebar
faktor- faktor sosial budaya yang menghambat diterimanya ide-ide baru, dan upaya untuk
mengatasi problem tradisi dan kepercayaan. Kadang-kadang kurangnya pengetahuan petani
dapat memperlemah penerimaan mereka terhdapa suatu inovasi. Agar kelompok pendengar
dapat berhasil guna haruslah tersedia staf dan tenaga penyuluh di tiap daerah, yang didukung
dengan organisasi dan sarana transportasi yang memadai. Lalu didukung dengan keterlibatan
dan keterikatan para petugas lapangan semua instansi pemerintahan yang ada di desa.
Kerjasama dengan tenaga ahli spesialis dalam bidang-bidang pertanian, kesehatan dan
pendidikan haruslah terjalin erat. Agar menarik dan berhasil guna, program yang disiarkan
harus disesuakan dengan kebutuhan dan kepentingan desa “setempat”.
Frekuensi kegiatan kelompok pendengar sebanyak-banyaknya hanya sekali dalam seminggu,
karena jika lebih dari itu akan dirasakan terlalu menyita waktu petani yang selain telah bekerja
juga masih mempunyai keperluan hidup yang lain. Biasanya suatu kelompok pendengar
dipimpin oleh seorang ketua dan sekretaris. Dalam menyelenggarakan kegiatan kelompok
pendengar, hal- hal teknis yang perlu diperhatikan adalah adanya tempat yang aman, di mana
kegiatan dapat berlangsung. Salah seorang ditugaskan untuk bertanggung jawab dalam hal
menyetel dan memelihara pesawat radio milik kelompok serta melaporkan seandainya ada
kerusakan ataupun kebutuhan baterai baru. Sebaiknya anggota kelompok pendengar terdiri
dari orang-orang yang sudah dewasa, dan tergolong dalam kelompok umur pertengahan (tidak
terlalu muda namun tidak terlampau tua). Anggota kelompok seyogyanya adalah mereka yang
bekerja di lapangan pertania atau profesi kedesaan lainnya kemudian komposisi keanggotaan
kelompok hendaklah mewakili kehidupan ekonomis desa setempat dalam arti mencerminkan
seluruh lapisan yang ada. Agar kelompok benar-benar menjadi ajang tukar pikiran, anggotanya
harus tidak bersifat aku-sentris yang tidak bersedia mendengarkan pandangan orang lain, atau
menjadi anggota kelompok cuman karena mengharapkan kesempatan politis dan kekuasaan
pemerintahan. Siaran pedesaan yang ditujukan kepada kelompok pendengar berlangsung
kurang lebih 30 menit sampai 45 menit. Isi siaran umumnya adalah jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang dikirimkan oleh kelompok, berita-berita kegiatan kelompok,
laporan dari berbagai proyek nyata yang telah dilaksanakan, lalu sebuah sajian dengan topik
tertentu. Setelah selesai mendengarkan siaran, kemudian dilanjutkan dengan diskusi.
Keputusan diskusi biasanya tentang tindakan apa yang akan dilakukan bersama atau dapat pula
sekedar mencatat pertanyaan-pertanyaan yang akan disampaikan ke stasiun siaran guna
memperoleh jawaban dalam siaran bereikutnya. Siaran pedesaan itu telah dirancang begitu
rupa agar benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh para petani dalam
meningkatkan pertaniann mereka. Berbgai informasi dan pengetahuan baru di kemas dalam
bermacam bentuk seperti drama, percakapan, ataupun uraian baisa dan diolah semenarik
mungkin agar petani tertarik untuk mengikuti siaran tersebut. Yang penting pula, penyampaian
siaran pedesaan tersebut disusun dengan mempertimbangkan bahasa yang sederhana dan
tingkat pemahaman para petani.
3. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Dalam Bab 1 yang merupakan pendahuluan, digambarkan pemandangan umum tentang
kandungan buku ini. Diawali dengan latar belakang munculnya ide tentang komunikasi
pembangunan, dilanjutkan dengan menjelaskan beberapa peristilahan yang erat berkaitan
dengan komunikasi pembangunan.
Kemudian Bab 2 dimulai dengan suatu penelusuran terhadap perkembangan konsep
pembangunan sejak masa awalnya atau yang sering juga disebut sebagai paradima awal (early
paradigm) pembangunan. Suatu penelaahan mengenai komunikasi pembangunan sudah baran
gtentun harus berangkat dari pemahaman yang memadai mengenai apa yang dimaksud dengan
pembangunan itu sendiri.
Bab 3 melanjutkan bagian sebelumnya dalam memperjelas pengertian pembangunan
dengan menyajikan berbagai rumusan pemikiran baru sekurang-kurangnya yang santer
dibicarakan pada masa belakangan ini tentang pembangunan.
Bab 4 dikemukakan pandangan berbagai disiplin ilmu tentang pembangunan. Ini
dimaksudkan sebagai penambah wawasan mengenai berbagai ide dan gagasan yang muncul di
seputar pembangunan. Inti bagian ini adalah, suatu kenyataan, bahwa pembangunan tidak
seperti kesan umum yang (terlanjur) ditampilkan selama ini sesungguhnya merupakan suatu
proses manusiawi, atau perubahan mental dan sikap, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
hidup sehari-hari.
Bab 5 mengetengahkan beberapa pandangan sejumlah disiplin ilmu mengenai perenan yang
diharapkan dari komunikasi dalam pembangunan.
Bab 6 dibahas penerapan komunikasi pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Di sini
dikemukakan sejumlah pilihan contoh penerapan komunikasi pembangunan yang dirasa dapat
menggambarkan bagaimana penerapannya di lapangan.
Bab 7 tentang teknologi informasi dan komunikasi untuk pembangunan berupaya mengulas
secara singkat mengenai isu-isu pokok diseputar hal ini, yaitu penerapan TIK di beberapa
bidang, tentang perniagaan elektronik, dan kesenjangan digital.

BAB 2 : PEMBANGUNAN MASA PARADIGMA AWAL

Pembangunan sebagai sesuatu kegiatan nyata dan berencana, menjadi menonjol sejak
selesainya perang dunia II. Dalam pandangan barat, pembangunan seperti yang diartikan secara
umum ekarang ini bermula atau dipengaruhi oleh pemerintah.
Dikemudian hari,dunia mengenal apa yang disebut sebagai marsball plan yang merupakan
program bantuan AS untuk membangun kembali negara-negara sekutunya di Eropa yang
hancur akibat perang dunia II.
Negara yang baru merdeka tadi, pada umumnya berada dalam situasi yang kurang lebih sama
sama yaitu: kehidupan sosial ekonomi yang merana akibat penjajahan,tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah, keadaan pendidikan yang enyedihkan, kondisi kesehatan yang parah.
Dengan kenyataan seperti itu logislah jika dunia lalu terdapat dua macam keadaan di antar
negara sepertti negara besar yang keadaan nya cukup makmur dan tidak begitu terpengaruh
oleh dunia yang baru selesai dan sisanya, sejumlah besar negara baru yang kelak disebut
sebagai negara terkebelakang (underdeveloped), kurang maju (less developed), atau negara
sedang berkembang (developing countries).
Sejak itulah berkembang berbagai rencana pembangunan yang menjadi pegangan bagi negara-
negara yang baru merdeka tersebut. Para pemikir pembangunan di kala itu, menurut servaes
(1986), seolah olah begitu yakin bahwa masalah keterbelakangan yang terdapa d negara miskin
dapat diatasi dengan penerapan sistema ekonomi dan politik yang ada di barat ke negara-
negara dunia ketiga.
1. Konsep Awal dan Pengertian Pembangunan

Beberapa definisi berikut kiranya dapat mengambarkan umu tentang pembangunan.


Pembangunan adalah :
- Perubahan menuju pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik
dari nilai-nilai kemanusiaan yang memunngkinkan masyarakat mempunyai control
yang lebih besar. (Inayatullah 1967)
- Suatu jenis perubahan sosial di mana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu
sistema sonial untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkata kehidupan
yang lebih tinggi. (Rogers dan Shoemaker 1971)
- Pada akhirnya bukanlah soal teknologi atau GNP, tetapi pencapaian pengetahuan
dan keterampilan baru, tubuhnya suatu kesadaran baru, perluasan wawasan
manusia, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri
(Kleinjans 1975)
- Suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu
masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material untuk mayoritas
rakyat melalui control yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan
mereka (Rogers 1983)
Tujuan umum (goals) pembangunan : proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide
manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin atau masyarakat ideal
terbaik yang dapat dibayangkan.
Tujuan khusus (objectives) pembangunan : tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih
sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. (Suld and Tyson 1978)
Target pembangunn : tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan
rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia,
yang di tegakkan sebagai aspirasi antara suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir
pembangunan.
2. Rencana Marshall (Marshall Plan)

Tahun 1947, menteri luar negeri Amerika Serikat bernama George C.Marshall berpidato
di Universitas Hardvard, ia mencetuskan gagasan pemerintah AS yang membantu
memulihkan Negara-negara sekutunya di Eropa yang menderita akibat Perang Dunia II
agar bangkit dan menumbuhkan ekonomi mereka. Karena itulah konsep tersebut
disebut Rencana Marshall yang mahsyur sebagai suatu program berencana untuk
membantu pembangunan ekonomi Negara lain.
Dalam pandangan ahli dari Barat, pembangunan seperti yang diartikan secara umum
sekarang ini, bermula ataupun dipengaruhi oleh program Amerika Serikat yang
dicetuskan oleh Presiden Harry S. Truman dalam pidato pelantikannya pada tanggal 20
Januari 1949. Butir keempat (dikenal dengan point IV) dari pidatonya itu,
mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan melaksanakan suatu program yang
menyediakan keuntungan-keuntungan kemajuan ilmu pengetahuan dan industry AS
bagi pertumbuhan
wilayah-wilayah terbelakang. Hal ini merupakan permulaan dari program bantuan
teknik dan keuangan bagi Negara-negara miskin didunia

3. Pembangunan Sebagai Pertumbuhan

Dalam pandangan ahli ekonomi pada masa itu, terdapat perbedaan yang mencolok
dalam tingkat pendapatan masyarakat Negara maju dan Negara miskin. Itulah sebabnya
mengapa perhatian para perencana pembangunan dikala itu terpusat pada keinginan
untuk meningkatkan pendapatan perkapita di Negara- negara baru. Teori-teori
pembanguan ekonomi pada masa itu mengaitkan pertumbuhan pendapatan kotor
nasional (GNP) dengan empat faktor penting, yaitu :
- Akumulasi modal
- Sumber-sumber daya baru
- Kemajuan teknologi, dan
- Pertambahan penduduk.

Dalam bukunya yang berjudul The Stages of Economic Growth: A Non-communist


Manifesto, (Cambridge: Cambridge University Press, 1960), Rostow mengemukakan
tahap-tahap pertumbuhan yang dilalui oleh Negara modern, hingga mencapai keadaan
yang sekarang, yaitu :
- Masyarakat tradisional, dimana prokduktivitas ekonomi masih terbatas.
- Prakondisi untuk tinggal landas, dimana pembangunan merupakan sektor utama
(leading sector) dalam ekonomi yang mempengaruhi sektor-sektor yang lain.
- Tinggal landas (take off), yakni suatu interval dimana bagian yang lama dari sistem
ekonomi dan hambatan terhadap pertumbuhan yang mantap dapat diatasi.
- Masa menjelang kedewasaan, suatu interval panjang untuk bertahan kalau fluktuasi
ekonomi bergerak maju.
- Abad konsumsi massa yang tinggi, suatu perubahan structural tidak lagi terjadi secara
cepat dan sector utama bergerak kearah barang-barang konsumen dan jasa.
Dalam konsep tinggal landas Rostow inipun, terlihat jelas bahwa masalah akumulasi
modal yang dimungkinkan dengan peningkatan tabungan dan investasi, adalah sangat
penting.

4. Pembangunan sebagai proses modernisasi

Model ini diterima sebagai suatu kebijaksanaan kurang lebih antara tahun 1945 hingga
pertengahan 1960-an dan didasarkan pada serangkaian asumsi bahwa :
- Pembangunan identik pertumbuhan
- Pertumbuhan dapat dicapai dengan penerapan ilmu-ilmu dan teknoloi barat kepada
problema produksi
- Semua masyarakat melalui suatu rangkaian pertumbuhan dicerminkan oleh
kemampuan mereka berinvestasi dan pemanfaatan perangkat ilmu teknologi
- Ssementara pertumbuhan berlangsung, institusi sosial dan politik masyarakat
tradicional akan digantkan oleh bentuk-bentuk modern dalam kenyataan sosial, hal
ini berati penggantian pola-pola kewajiban dan identifikasi yang lebih komunal
dengan model motivasi yang lebih individualisik
- Bentuk-bentuk kekuasaan politik tradisinal dan feodal akan dgantikan oleh bentuk-
bentuk aturan yang lebih demokratis
- Konvergensi maasyarakat-masyarakat menuju model modernitas ini akan
menghasilkan suatu tatanan global yang tidak begitu mendukung konflik-konflik
ideologis

Menurut Rogers dan Svenning (1969), modernisasi pada tingkat individual berkaitan
dengan pembangunan pada tingkat masyarakat. Modernisasi merupakan proses
perubahan individual dari gaya hidup tradisional ke suatu cara hidup yang lebih
kompleks, secara teknologis lebih maju dan berubah cepat. Selama ini menurut mereka
terjadi kesalahpahaman (miskonsepsi) tentang modernisasi, yaitu ;

- Modernisasi sering disetarakan dengan Eropanisasi dan Westernisasi.


- Seringkali terkandung arti bahwa seluruh modernisasi adalah baik.
- Proses modernisasi tidak berdimensi tunggal (unidimensional,), sehingga tidak dapat
diukur hanya dengan satu kriteria atau indeks saja.

5. Pembangunan dan Distribusi Sosial Hasilnya

Pengalaman pembangunan di tahun 60-an ternyata tidak seperti yang diharapkan


semula. Memang benar pendapatan per kapita telah meningkat, pabrik-pabrik telah
berdiri, tabungan dan investasi juga talah menaik. Tapi kenyataan yang ada ternyata
tidak seperti yang diharapkan oleh Negara-negara baru yang memimpikan jalan pintas
untuk sampai pada keadaan Negara maju. Kenyataan-kenyataan tersebutlah, yang pada
dasarnya melatarbelakangi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diajukan Seers
(1969), seorang ekonom dari Sussex, yang selalu dikutip dalam berbagai pembahasan
mengenai pembangunan: “ masalah-masalah yang harus dipersoalkan mengenai
pembangunan suatu Negara adalah : apakah yang terjadi terhadap kemiskinan ? apa
yang terjadi terhadap pengangguran ? dan apa yang terjadi terhadap ketidakadilan?
Kalau ketiganya merosot dari tingkat yang tadinya tinggi, maka tidak diragukan lagi
bahwa pembangunan telah terlaksana di Negara yang bersangkutan. Tapi, jika salah
satu atau dua dari masalah utama tersebut justru semakin memburuk, apalagi bila
ketiga-tiganya, maka akan aneh untuk menyebutnya sebagai hasil dari suatu
pembangunan. Sekalipun pendapatan perkapitanya telah naik berlipat”
Pembangunan merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam suatu Negara,
khususnya dalam proses pertumbuhan ekonomi suatu Negara tersebut. Jadi,
pembangunan tidak akan terbentuk kalau tidak diseimbangkan dan diselaraskan dengan
tingkat kebutuhan, pendapatan per kapita, dan posisi masing-masing masyarakat yang
ada dalam Negara tersebut. Oleh karena itu, pembangunan yang akan berjalan baik,
apabila pemerintah juga bekerjasama dengan masyarakat, membantu dalam
meningkatkan pembangunan itu sendiri. Dan juga berani membuktikan bahwa Negara
tersebut mampu berdiri sendiri, tanpa menggunakan “embel-embel” dari Negara lain.
Dengan demikin, pembangunan yang ada dalam Negara tersebut dapat dijadikan acuan
masyarakatnya untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Anda mungkin juga menyukai