Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“FUNGSI KEPEMIMPINAN, KONFLIK DALAM ORGANISASI SERTA UU


TENTANG PENYEKESAIAN PERSELISIHAN”

DOSEN PENGAMPU :
I Dewa Arik Permana Putra, SE.,MM

Disusun oleh :

Kelompok 3

Wulan Indah Syafitri (08 / 2102612010954)


Ni Putu Diah Wikantari (15 / 2102612010961)
Ni Kadek Evitasari (25 / 2102612010971)
Ni Kadek Sri Devi Muryanti (26 / 2102612010972)
I Komang Agus Aditya Sukma Putra (28 / 2102612010974)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah- nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalh yang berjudul “Fungsi Kepemimpinan, Konflik Dalam Organisasi Serta
Uu Tentang Penyekesaian Perselisihan” tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
dari bapak I Dewa Arik Permana Putra, SE.,MM. Pada mata kuliah Manajemen Sumber Daya
Manusia di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah
ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang topik dimakalah ini. Penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada bapak I Dewa Arik Permana Putra, SE.,MM. Selaku dosen
mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan
terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Gianyar, 1 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................1
1.4 Manfaat.......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1Kepemimpinan Dalam Perusahaan..............................................................................2
2.2 Konflik Dalam Organisasi..........................................................................................8
2.3 uu Tentang Penyelesaian Perselisihan......................................................................10

BAB III PENUTUP.................................................................................................................16


3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................16
3.2 Saran.........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku karyawan agar
mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. salah satu
tantangan yang cukup berat yang dihadapi oleh pemimpin yakni, bagaimana ia menggerakkan
para karyawannya agar bersedia mengerahkan kemampuannya untuk kepentingan kelompok atau
organisasinya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana kepemimpinan dalam perusahaan?

1.2.2 Konflik apa saja yang terjadi dalam organisasi?

1.2.3 Bagaimana UU tentang penyelesaian perselisihan?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui apa saja kepemimpinan dalam perusahaan.

1.3.2 Untuk mengetahui konflik apa saja yang terjadi dalam organisasi.

1.3.3 Untuk mengetahui UU tetang penyelesaian perselisihan.

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada semua pihak baik
pembaca maupun penulis sendiri dan manfaat tersebut sebagai berikut :
1.4.1 Guna menambah pengetahuan tentang kepemimpinan.
1.4.2 Dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dibidang pendidikan.
1.4.3 Memperoleh gambaran mengenai kepemimpinan, konflik organisasi, dan UU tentang
penyelesaian perselisiahan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) seorang manajer disebuah perusahaan harus mampu


memberikan pengaruh yang bisa mendorong motivasi para karyawan agar semangat untuk
bekerja yang nantinya akan meningkatkan kinerja. Menurut Kartini Kartono pemimpin adalah
seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya di satu bidang, sehingga dia
mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
untuk pencapaian beberapa tujuan.

Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi atau
perusahaan dapat menciptakan integritas yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan
untuk mencapai sasaran yang maksimal. Pemimpin adalah seorang yang mempergunakan
wewenang dan mengarahkan karyawan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya untuk
mencapai tujuan organisasi. Leader adalah sifat seorang pemimpin yang mempunyai sifat-sifat
kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority).

Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku karyawan agar


mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan
demikian, maka pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan
partisipasi, loyalitas dan internal motivasi pada karyawan dengan cara persuasive. Semua hal ini
akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilakunya.

Salah satu tantangan yang cukup berat yang sering harus dihadapi oleh pemimpin adalah
bagaimana ia dapat menggerakkan para karyawannya agar senantiasa mau dan bersedia
mengerahkan kemampuannya yang terbaik untuk kepentingan kelompok atau organisasinya.
Sering kali menjumpai adanya pemimpin yang menggunakan kekuasaannya secara mutlak
dengan memerintahkan karyawannya tanpa memperhatikan keadaan yang ada pada
karyawannya. Hal ini jelas akan menimbulkan suatu hubungan yang tidak harmonis dalam
perusahaan.

2
Berdasarkan, berbagai definisi kepemimpinan, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan harus meliputi beberapa hal penting berikut :

1. Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) mempengaruhi orang lain.


2. Keinginan mempengaruhi orang lain.
3. Adanya visi misi dan tujuan yang jelas, yang ingin dicapai bersama.
4. Kemampuan menggerakkan orang lain berdasarkan cara-cara yang disukai.

2.1.2 Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan salah satu pengaruh yang menentukan kinerja karyawan.
Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus dapat menentukan dan mengimplementasikan gaya
kepemimpinan yang tepat, yaitu melalui unsur pengarahan dan unsur bantuan. Sehingga,
memungkinkan terciptanya hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan, maupun
karyawan dengan karyawan dan suasana kerja yang kondusif. Berikut ini beberapa gaya
kepemimpinan yang ada :

1. Otokrasi

Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin cenderung memusatkan kekuasaan


kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara
sepihak, dan meminimalisir partisipasi karyawan. Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya
otokrasi dalam kepemimpinannya bukan berarti pemimpin selalu memerintah karyawannya
dalam melakukan pekerjaan, melainkan pemimpin tersebut secara tidak langsung memberikan
pengalaman untuk anggotanya apabila di kemudian hari mereka menjadi pemimpin agar menjadi
seorang pemimpin yang tegas, bisa memiliki karisma dan selalu mempertimbangkan etika dalam
mengambil keputusan, melakukan pembicaraan yang memotivasi untuk berprestasi,
mengutamakan penggunaan kecerdasan dalam mengatasi masalah, memberikan perhatian secara
pribadi terhadap karyawan, agar menjadi seorang pemimpin yang bertanggungjawab atas apa
yang dia perintahkan kepada karyawannya.

2. Pembinaan

Gaya kepemimpinan pembinaan hampir mirip dengan oktrasi. Pada gaya kepemimpinan
ini masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut.

3
Namun, pada kepemimpinan ini karyawan dilibatkan untuk ikut memecahkan masalah yang
sedang dihadapi.

3. Demokrasi

Pada gaya kepemimpinan demokrasi, karyawan memiliki peranan yang lebih besar. Pada
gaya kepemimpinan ini, seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja,
tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, karyawan yang menentukan. Selain itu, karyawan
juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan
demokrasi ini, pemimpin cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan,
mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan menentukan bagaimana metode
kerja dan tujuan yang ingin dicapai, serta memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan
untuk melatih karyawan.

4. Kendali bebas

Gaya kepemimpinan ini adalah model kepemimpinan yang paling harmonis. Pada gaya
kepemimpinan ini, seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai
saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara
mencapai sasaran dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan
demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja. Namun, terkadang kebebasan
karyawan dibatasi oleh pemimpin dengan menetapkan tujuan yang harus dicapai disertai
parameter-parameternya.

5. Ahli

Gaya kepemimpinan ini didasarkan pada kepemilikan keahlian tertentu oleh seorang
pemimpin sesuai dengan bidang yang menjadi tugas pokok/pekerjaan utama di lingkungan
sebuah perusahaan. Pemimpin yang ahli dalam bidang garapan perusahaannya diasumsikan akan
mampu menjalankan kepemimpinan untuk mengefektifkan perusahaan dalam mencapai
tujuannya.

6. Kharismatik

Gaya kepemimpinan kharismatik bersandar pada karakteristik kualitas kepribadian yang


istimewa sehingga mampu menciptakan kepengikutan pada pemimpin sebagai panutan, yang

4
memiliki daya tarik yang sangat memukau, dengan memperoleh pengikut yang banyak (sangat
besar) jumlahnya. Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan juga sebagai kepemimpinan yang
memiliki kekuasaan yang kuat dan tetap, serta dipercaya oleh pengikut-pengikutnya, berdasarkan
kekuatan khusus yang luar biasa.

7. Paternalistik

Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang perannya diwarnai oleh sikap kebapak-
bapakan dalam arti bersifat melindungi, mengayomi, dan menolong karyawan perusahaan yang
dipimpinnya. Pemimpin merupakan tempat bertanya dan menjadi tumpuan harapan bagi
pengikutnya dalam menyelesaikan masalah-masalah. Disamping itu, dikatakan juga bahwa
pemimpin paternalistik tidak mementingkan diri sendiri, melainkan memberikan kesejahteraan
dan mengutamakan kepentingan bersama.

8. Transformasional

Berikut ini beberapa ciri-ciri dari gaya kepemimpinan trasformasional :

a. Kepemimpinan ini cenderung kharismatik, melalui perumusan visi dan misi secara
jelas, menanamkan kebanggaan pada perusahaan dan pemimpin, dukungan dan
kepercayaan dari karyawan.
b. Kepemimpinan ini mengutamakan inspirasi, yang mencakup mengkomunikasikan
harapan yang tinggi, menggunakan slogan dan lambang untuk memfokuskan usaha
mengungkapkan sesuatu yang penting secara sederhana.
c. Kepemimpinan ini memiliki kemampuan menggalakan penggunaan kecerdasan,
mengutamakan rasionalitas, dan melakukan pemecahan masalah secara teliti.
d. Kepemimpinan ini memberikan pertimbangan yang diindividualkan, memberi
perhatian secara pribadi, menyelenggarakan pelatihan dan menasehati.

Pada dasarnya, tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan
mengetahui kondisi nyata karyawan, seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan
yang tepat. Tidak menutup kemungkinan, seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda
untuk divisi atau seksi yang berbeda.

2.1.3 Sifat-sifat kepemimpinan

5
Menurut Burt Nanus membagi sifat sifat kepemimpinan diantaranya :

a. Berpandangan jauh kedepan, yaitu mempelajari kegiatan yang sekarang dan resiko apa
saja yang akan dihadapi.
b. Menguasai perubahan, pemimpin membuat suatu perubahan terhadap kegiatan
kepemimpinannya dan selalu mengevaluasi kegiatan yang dibuat.
c. Desain organisasi. Pemimpin harus dapat merancang organisasi yang tepat dengan
menempatkan jabatan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing karyawan.
d. Akhlak yang terpuji. Pemimpin adalah orang yang adil, jujur, toleran, terpercaya, peduli,
terbuka, dan loyal karena pemimpin adalah contoh bagi karyawannya.

Menurut Keith Davis, terdapat empat sifat yang harus dimiliki pemimpin yaitu :

a. Intelegensi (kecerdasan). Pemimpin harus cerdas ketika perusahaan mendapatkan


masalah dengan mencari solusi terbaik.
b. Kematangan dan keleluasaan pandangann sosial. Dengan begitu pemimpin tidak hanya
ingin dihargai akan tetapi juga dapat menghargai seseorang.
c. Motivasi dari dalam untuk berprestasi, karena jika pemimpin memiliki sifat ini akan
selalu memotivasi untuk melakukan pekerjaannya secara profesional.
d. Mempunyai kemampuan untuk mengadakan hubungan antar manusia untuk memiliki
banyak relasi, baik di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin adalah orang yang
mempunyai pandangan jauh kedepan (visioner), berkemauan kuat, integritas yang tinggi, berani,
menguasai perubahan, dan tidak ada henti-hentinya belajar dari masalah dan pengalaman yang
dihadapi, serta mempunyai sifat sosial yang tinggi, dan lain-lain. Karena sifat-sifat pemimpin
yang disebutkan tersebut berguna dalam memberikan keputusan serta mendukung karyawan
untuk berprestasi dalam kerjanya.

2.1.4 Tugas-tugas Kepemimpinan

Berikut ini tugas-tugas penting dari kepemimpinan, yaitu :

a. Sebagai konseler : membantu atau menolong SDM untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.

6
b. Sebagai instruktur : pengajar yang baik terhadap SDM yang ada di bawahnya. Instruktur
yang baik akan berperan sebagai guru yang bijaksana yang memungkinkan karyawan
semakin lama semakin pintar dan profesional dalam melaksanakan tugasnya.
c. Memimpin rapat : seorang pemimpin pada tingkat manapun, pada suatu waktu perlu
mengadakan rapat dan memimpinnya, dan biasanya pemimpin mengikutsertakan seluruh
potensi yang terkait, termasuk juga potensi yang akan melaksanakan rencana itu.
d. Mengambil keputusan : keberhasilan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh
keterampilan mengambil keputusan, di segala situasi.
e. Mendelegasikan wewenang : sebagian tugas dan wewenang seorang pemimpin harus
didelegasikan kepada karyawannya karena tidak mungkin seorang pemimpin dapat
mengerjakan sendiri seluruh pekerjaannya.

2.1.5 Fungsi Kepemimpinan

Fungsi pemimpin dalam suatu perusahaan tidak dapat dibantah karena merupakan
sesuatu yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan perusahaan yang bersangkutan. Pada
dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek, yaitu sebagai berikut :

a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan


menyediakan fasilitasnya.
b. Fungsi sebagai top management, yakni mengadakan planning, organizing, staffing,
directing, commanding, controlling, dsb.

Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi, yaitu sebagai berikut :

a. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan


atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipemimpinnya.
b. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang
dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan
dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.

Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi
pokok kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :

7
a. Fungsi instruktif : dalam fungsi ini, orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan
perintah. Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaan suatu pekerjaan pada orang-
orang yang dipimpin/diperintahnya.
b. Fungsi konsulatif : pemimpin dapat menggunakan fungsi konsulatif sebagai komunikasi
yang berlangsung dan bersifat dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin
dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan
berkonsultasi. Dengan menjalankan fungsi konsulatif dapat diharapkan keputusan
pemimpin akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya kepada
karyawan, sehingga kepemimpinan menjadi efektif.
c. Fungsi partisipasi : pemimpin dalam menjalankan fungsi partisipasi berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan
maupun dalam pelaksanaannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas
pokok.
d. Fungsi delegasi : pemimpin dalam menjalankan fungsi delegasi memberikan pelimpahan
wewenang membuat atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah
kepercayaan seorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan
wewenang dengan melaksanakannya secara betanggungjawab.
e. Fungsi pengendalian : disini pemimpin berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif
harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

2.2 Konflik dalam Organisasi


Konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Sekecil apapun
konflik yang muncul baik yang berasal dari masing-masing individu atau organisasi secara luas,
harus dikenali apa yang menyebabkan munculnya konflik tersebut. Berikut ini, beberapa jenis
konflik dalam organisasi yaitu sebagai berikut :
1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang, di mana peraturan yang berlaku tak
dapat diterima oleh seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan
sesuatu sesuai dengan pertauran yang berlaku tersebut.
2. Konflik antar peranan, di mana orang menghadapi persoalan karena dia menjabat dua
atau lebih fungsi yang saling bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor dalam
perusahaan, tetapi juga sebagai ketua serikat pekerja.

8
3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang misalnya
seorang rektor yang harus memenuhi permintaan dari dekan-dekan fakultas yang
berlainan atau dekan yang harus mengakomodir semua kepentingan/kebutuhan para ketua
jurusan yang juga sangat bermacam-macam.
4. Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan.
Konflik sebagai sebuah situasi timbul karena adanya sebab yang mengkondisikannya. Jika
dipandang dari sumbernya konflik juga bisa timbul karena adanya beberapa sebab antara lain :
1. Konflik individu
Timbul ketika seorang individu sedang menghadapi pekerjaan yang tidak
disukainya di satu sisi tetapi harus dilakukannya pada sisi yang lain sebagai bentuk
konsekuensi dari status dan jenjang kepangkatan yang melekat pada dirinya. Selain itu,
pada situasi tertentu seseorang akan mengalami konflik individu ketika target pekerjaan
yang harus diselesaikannya tidak didukung oleh kemampuan teknis yang dimilikinya
karena faktor pendidikan, usia, dan kesehatan.
2. Konflik antar individu
Timbul dalam suatu organisasi akibat perbedaan latar belakang, etnis, suku,
agama, tujuan, dan kepribadian antar individu. Konflik semacam ini juga bisa muncul
karena antar individu dibedakan oleh peranan masing-masing dalam organisasi seperti
direktur dengan manajer, manajer dengan mandor, dan mandor dengan para buruh atau
sebaliknya. Perbedaan peran tentunya memunculkan perbedaan tujuan, orientasi, dan
kepentingan masing-masing.
3. Konflik antar individu dengan kelompok
Hal ini terjadi karena individu tertentu sebagai bagian dari kelompok dalam suatu
organisasi tidak/kurang bisa memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga dikucilkan dari pergaulan kelompok tersebut. Perasaan dikucilkan,
tidak dihargai, tidak dipandang/dihormati seperti individu yang lain menimbulkan konflik
individu yang dapat mengganggu integritas dan keseimbangan hubungan antar individu
sehingga dapat merugikan organisasi secara keseluruhan.
4. Konflik antar kelompok
Konflik ini terjadi karena perbedaan kepentingan dan tujuan yang satu sama lain
tidak ada yang mau mengalah. Biasanya konflik antar kelompok ini muncul karena ingin
saling menguasai, yang mayoritas merasa lebih berhak menjadi pemimpin dan
menentukan tujuan kelompok tersebut. Sedangkan, kelompok minoritas berasumsi bahwa
dalam kelompok tidak boleh ada superior dan inferior, semua memiliki hak dan
kewajiban yang sama, berhak atas perlakuan dan keadilan yang sama.
5. Konflik antar kelompok dengan organisasi
Konflik ini timbul ketika organisasi menuntut target produktivitas terlalu tinggi
sedangkan para individu anggota organisasi hanya bisa memberikan terlalu rendah.
Seorang direktur ingin perusahaannya maju dengan tingkat produksi yang optimal agar
dicapai laba perushaan secara optimal pula, sementara dari sisi manajer, mandor,
buruh/karyawan berkeinginan bagaimana memperoleh gaji/upah yang setinggi-tingginya
agar dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya.

9
6. Konflik antar organisasi
Timbul sebagai akibat persaingan bisnis, persaingan memperoleh
pengakuan/pengaruh dari masyarakat, kesalahpahaman antar individu anggota organisasi
saja tetapi mengakibatkan eskalasi masalahnya melibatkan masing-masing organisasi
sehingga pihak manajemen harus turun tangan. Dari sisi bisnis, perang harga, perebutan
pangsa pasar, pengembangan produk, dan kemajuan teknologi menimbulkan konflik
sesama perusahaan.

2.3 Tinjauan Tentang Perselisihan Hubungan Industrial.

2.3.1 Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial.

Berdasarkan Pasal 1 angka 22 UU Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 1 angka 1 UU


Nomor 2 Tahun 2004, perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

2.3.2 Jenis Perselisihan Hubungan Industrial.

1. Berdasarkan beberapa literature hukum ketenagakerjaan, pada awalnya perselisihan hubungan


industrial dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Perselisihan hak (rechtsgeschillen) Yaitu perselisihan yang timbul karena salah satu
pihak tidak memenuhi isi perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
perburuhan atau ketentuan peraturan perundangan.
b. Perselisihan kepentingan (belangengeschillen) Yaitu perselisihan yang terjadi akibat
dari perubahan syarat-syarat perburuhan atau yang timbul karena tidak ada
persesuaian paham mengenai syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.

2. Menurut Widodo dan Judiantoro, berdasarkan sifatnya perselisihan dibagi menjadi dua
macam, yaitu :

a. Perselisihan perburuhan kolektif

10
Yakni perselisihan terjadi antara pengusaha/majikan dengan serikat pekerja/serikat
buruh, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-
syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.
b. Perselisihan perburuhan perseorangan
Yakni perselisihan antara pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja
atau serikat buruh dengan pengusaha/majikan (Widodo dan Judiantoro,1992:25-26).

3. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2004 disebutkan bahwa jenis perselisihan
hubungan industrial meliputi empat macam :

a. Perselisihan hak. Yaitu perselsihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturanperusahaan, atau perjanjian kerja
bersama. (Pasal 1 angka 2)
b. Perselisihan kepentingan. Yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-
syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,atau peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 3).
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja. Yaitu perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak (Pasal 1 angka 4).
d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Yaitu
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh
lain hanya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat-pekerjaan (Pasal 1 angka 5).

2.3.3. Prinsip Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Prinsip yang harus menjadi pegangan bagi para pihak dalam menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial adalah :

a. Wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/seikat


buruh secara musyawarah untuk mufakat (Pasal 136 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun
2003).

11
b. Bila upaya musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial melalui prosedur yang diatur undang-undang (Pasal 136 ayat (2)
UU Nomor 13 Tahun 2003).

2.3.4. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 menganut penyelesaian perselisihan melalui


pengadilan dan di luar pengadilan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
mengedepankan musyawarah untuk mufakat (melalui win-win solution) agar dengan demikian,
proses produksi barang dan jasa tetap berjalan sebagaimana mestinya.

a. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit (Pasal 3- Pasal 7


UU Nomor 2 Tahun 2004).

Setiap perselisihan hubungan industrial harus terlebih dahulu diselesaikan melalui


perundingan bipartit antara pengusaha dan pekerja dalam waktu tiga puluh hari (30) kerja
dihitung sejak tanggal dimulainya perundingan. Dalam jangka waktu tiga puluh hari kerja
apabila salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan, tetapi tidak
mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal sehingga salah satu pihak atau
kedua belah pihak wajib mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui bipartite telah dilakukan. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak,
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.
Apabila para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase
dalam jangka waktu tujuh hari, maka instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan
setempat melimpahkan penyelesaian perselisihan melalui mediator. Setiap perundingan bipatit
harus dibuat risalah yang isinya terdiri dari : nama lengkap dan alamat lengkap para pihak,
tanggal dan tempat perundingan, pokok masalah dan alasan perselisihan, pendapat para pihak,
kesimpulan atau hasil perundingan serta tanggal dan tanda tangan para pihak yang melakukan
perundingan.

b. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Konsiliasi (Pasal 17- Pasal 28).

12
Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator setelah para pihak
mengajukan permintaan secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para
pihak. Selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian
perselisihan secara tertulis, konsiliator harus mengadakan penelitian tentang duduknya perkara
dan selambat-lambatnya pada hari kedelapan mengadakan sidang konsiliasi pertama. Jika
tercapai kesepakatan melalui konsiliasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditanda-tangani
oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator serta didaftar di pengadilan hubungan industrial
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka konsiliator
mengeluarkan anjuran tertulis yang harus sudah disampaikan kepada para pihak selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama. Para pihak wajib memberikan
jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis.
Para pihak yang tidak memberikan pendapatnya/jawaban dianggap menolak anjuran tertulis.
Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis ,konsiliator harus sudah selesai membantu para
pihak membuat Perjanjian Bersama selambat-lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran tertulis
disetujui yang kemudian didaftarkan di pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta
bukti pendaftaran. Konsiliator wajib menyelesaikan tugas konsiliasi selambat-lambatnya tiga
puluh hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perkara.

c. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Arbitrase (Pasal 29 - Pasal 54).

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase dilakukan oleh arbiter


berdasarkan kesepakatan tertulis para pihak yang berselisih. Arbiter wajib menyelesaiakan tugas
arbitrase selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian
penunjukan arbiter. Pemeriksaan atas perselisihan dilaksanakan selambat-lambatnya tiga hari
kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter dan atas kesepakatan para
pihak arbiter berwenang memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan hubungan
industrial satu kali perpanjangan selambat-lambatnya empat belas hari kerja. Pemeriksaan oleh
arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup kecuali para pihak yang berselisih
menghendaki lain. Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat diwakili oleh
kuasanya dengan surat kuasa khusus. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter
diawali denggan upaya mendamaikan kedua pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tercapai,
maka arbiter atau majelis arbiter wajib menbuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para

13
pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter, kemudian didaftarkan di pengadilan
hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Apabila
upaya perdamaian tersebut gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.
Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan
merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Putusan arbitrase didaftarkan di pengadilan
hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. Terhadap
putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada
Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkan
putusan arbiter. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui
arbitrase tidak dapat diahukan ke pengadilan hubungan ind|strial.

d. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi (Pasal 8 - Pasal 16).

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan oleh mediator


dengan mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan sidang mediasi. Apabila tercapai
kesepakatan melalui sidang mediasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh
para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di pengadilan hubungan industrial
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Apabila tidak tercapai kesepakatan melalui mediasi
maka mediator mengeluarkan `anjuran tertulis. Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis,
mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama selambat-
lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran teetulis disetujui-yang kemudian didaftar di pengadilan
hubungan industrial untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Mediator menyelesaakan tugas
mediasi selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak pelimpahan perkara.

e. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal


55- pasal 58).

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial


diawali dengan mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan
`negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Pengajuan gugatan harus
dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, jika tidak dilampiri maka hakim
wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat. Terhadap isi gugatan ada kewajiban hakim
untuk memeriksa melalui proses dismissal. Pemeriksaan perkara di pengadilan hubungan
industrial dilakukan dengan acara biasa atau acara cepat. Putusan majelis hakim wajib diberikan

14
selambat-lambatnya lima puluh hari kerja sejak sidang pertama dalam sidang terbuka untuk
umum. Putusan pengadilan hubungan industrial mengenai perselisihan hak dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak dhajukan
permohonan kasasi kepada mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya empat belas
hari. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya
tiga puluh kerja. Perlunya dicermati bahwa upaya penyelesaian di luar pengadilan ternyata
memiliki keterkaitan dengan mekanisme penyelesaian melalui pengadilan sebagaimana diatur
dalam Pasal 83 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut: ”Pengajuan
gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim
Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat

15
16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Setelah memahami materi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan
adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku karyawan agar mau bekerja sama dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. Dengan demikian, maka
pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan partisipasi, loyalitas dan
internal motivasi pada karyawan dengan cara persuasive. Semua hal ini akan diperoleh karena
kecakapan, kemampuan, dan perilaku. Oleh karena itu penerapan kepemimpinan dapat di
implementasikan sebagai berikut diantaranya Gaya kepemimpinan, Sifat kepemimpinan, Tugas
kepemimpinan serta Fungsi kepemimpinan. Dalam penerapannya tentu saja tidak akan berjalan
lancar, tentu saja akan ada konflik dari suatu Tindakan tersebut contohnya dari individu, antar
individu maupun kelompok maka sebagai pemimpin kita memiliki peranan penting dalam
mengatur semua itu. Dalam kasusnya yaitu perselisihan dalam hubungan industrial yang dimana
perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan. Dalam penyelesaiannya ada 5 cara yang dapat dilakukan agar kondisi menjadi
membaik yaitu . Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit,
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Konsiliasi, Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Arbitrase, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui
Mediasi serta Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan
Industrial.

17
3.2 SARAN
Dalam penerapan sebagai seorang pemimpin Berdasarkan kepada kesimpulan-kesimpulan
yang diambil berkaitan dengan penelitian ini, maka penulis menyampaikan saran yang kiranya
dapat dilakukan dan bermanfaat bagi kemajuan perusahaan yaitu:
1. Sebagai seorang pemimpin, pemimpin harus menyadari bahwa eksistensi dirinya sangat
dibutuhkan oleh orang lain sehingga ia harus berusaha menyesuaikan dirinya dengan tuntutan
organisasi dengan memperbaiki meningkatkan kualitas dirinya.
2. Para pegawai atau karyawan memiliki komitmen organisasional yang baik Dan benar-
benar setia dan mengikatkan diri terhadap tempat dimana bekerja Guna memberikan kontribusi
berharga dalam bentuk kinerja yang baik maka sudah menjadi kewajiban seorang karyawan
untuk tidak menunda tugas yang diembannya dan melaksanakan tanggung jawab sesuai yang
telah diperintahkan oleh atasan agar tugas dan pekerjaan menjadi tidak tertunda.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, P. D dan Harjoyo. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-1. Banten :
UNPAM PRESS.
Sunarta. (2010). Konflik dalam Organisasi (Merugikan dan Menguntungkan). Direction of
Open Access Journals. Volume 10 (1) : 61-66.
Dahlia dan Jumiati.A. (2011). penyelesaian perselisihan hubungan indrustrial berdasarkan uu
nomor 2 tahun 2004. Dosen Fakultas hukum Unisri. Volume. IX : 45-50

19

Anda mungkin juga menyukai