DISUSUN OLEH:
UNIVESITAS TADULAKO
2022
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penyusun panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT., karena atas
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah dengan judul
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari Dosen pengajar Mata Kuliah Agama
Islam sebagai salah satu bahan penilaian. Makalah ini berisikan materi filsafat Konsep
Ketuhanan dalam Islam agar sekiranya dapat bermanfaat bagi seluruh para pembaca.
Penyusun menyadari bahwa di dalam membuat Makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan sebagai bahan koreksi untuk
Penyusun
Kelompok I
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL............................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makalah ini merupakan pemenuhan tugas Pendidikan Agama Islam yang memang harus
terpenuhi sebagai nilai tambahan yang sudah ditentukan oleh pengajar disamping itu juga
makalah ini sangat bermanfaat bagi pembaca karena pada makalah ini sedikit/banyaknya
terdapat ilmu yang dapat diambil sebagai pengetahuan atau wawasan.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan dibandingkan
makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan akalnya untuk
mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintauan seperti halnya pada makalah ini juga
akan mengkaji yaitu diantaranya tentang filsafat Ketuhanan dalam Islam, keimanan dan
ketakwaan, yang berisi dari berbagai sumber, agar makalah ini ada nilai banding dengan makalah
lain.
BAB II
PEMBAHASANS
2.1. Filsafat Konsep Ketuhanan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau
hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah
itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan
perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan
bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat,
dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[1]
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami
perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang
yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat
1
diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas
yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Orang menyediakan hawa nafsunya, yang dipuji dalam hidupnya, berarti telah berbuat
syirik yang sebenarnya menurut Islam hawa nafsu harus tunduk kepada kehendak Allah Swt.
Dalam surah Al-Qoshos: 38, lafal Ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri, yang artinya:
“Dan Fir’aun berkata, wahai para pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian mempunyai Ilah
selain diriku”
Bagi manusia, Tuhan itu bisa dalam bentuk konkret maupun abstrak/gaib. Al-Qur’an
menegaskan Ilah bisa dalam bentuk mufrad maupun jama’ (ilah, ilahian, ilahuna). Ilah ialah
sesuatu yang dipentingkan, dipuja, diminintai, diagungkan diharapkan memberikan
kemaslahatan dan termasuk yang ditakuti karena mendatangkan bahaya.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang
Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Ilah yang
dituju ayat di atas adalah Allah Swt, yang menurut Ulama’ Ilmu Kalam Ilah di sini bermakna al-
2
Ma’bud, artinya satu-satunya yang diibadati/disembah. Sedang Al-Matbu’, yang dicintai, yang
disenangi, diikuti. Inilah yang disebut Tauhid Uluhiyah, bahwa Allah Swt. satu-satunya Tuhan
yang diibadahi, dicintai, disenangi, dan diikuti.
Allah Swt memfirmankan dalam Al-Qur’an surat Thoha : 14, yang artinya: “Sesungguhnya Aku
Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku (Allah), maka beribadahlah hanya kepada-Ku (Allah), dan
dirikanlah sholat untuk mengingatku”.
Kalimat Tauhid keesaan secara konprehensif mempunyai pengertian sebagai berikut:
La Kholiqo illa Allah: Tiada Pencipta selain Allah
La Roziqo illa Allah: Tiada Pemberi rizqi selain Allah
La Hafidha illa Allah: Tiada Pemelihara selain Allah
La Malika illa Allah: Tiada Penguasa selain Allah
La Waliya illa Allah: Tiada Pemimpin selain Allah
La Hakima illa Allah: Tiada Hakim selain Allah
La Ghoyata illa Allah: Tiada Yang Maha menjadi tujuan selain Allah
La Ma’buda illa Allah: Tiada Yang Maha disembah selain Allah
Lafal Al-ilah pada kalimat tauhid[4] menurut Ibnu Taimiyah memiliki pengertian yang dipuja
dengan cinta sepenuh hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri di hadapan-Nya, takut dan
mengharapkan kepadaNya, berserah hanya kepada-Nya ketika dalam kesulitan dan kesusahan,
meminta perlindungan kepada-Nya, dan menimbulkan ketenangan jiwa dikala mengingat dan
terpaut cinta denganNya. Ini yang disebut Tauhid Rububiyah.
Lawan tauhid adalah syirik, artinya menyekutukan Allah Swt dengan yang lain,
mengakui adanya Tuhan selain Allah, menjadikan tujuan hidupnya selain kepada Allah. Dalam
ilmu tauhid, syirik digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan selain dengan Allah Swt, baik
persekutuan itu mengenai dzatNya, sifatNya atau af’alNya, maupun mengenai ketaatan yang
seharusnya hanya ditujukan kepada-Nya saja.
Syirik merupakan dosa yang paling besar yang tidak dapat diampuni, syirik itu
bertentangan dengan perintah Allah Swt, juga berakibat merusak akal manusia, menurunkan
3
derajat dan martabat manusia, serta membuatnya tak pantas menempati kedudukan tinggi yang
telah ditentukan Allah Swt. dalam kaitannya dengan masalah ini, Allah Swt berfirman dalam
surah Luqman : 13 yang artinya “Dan (ingatlah ketika Luqman berkata kepada Anaknya. Wahai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah
benar-benar kedhaliman yang amat besar”.
Dan didalam ayat lain, Allah Swt menjelaskan bahwa orang yang telah berbuat syirik
kepadaNya, tergolong orang yang telah berbuat dosa besar, sebagaimana firmanNya,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, bagi siapa berkehendak. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar”. (QS. An-Nisa’: 48)
4
bersifat liberal, tradisional dan ada aliran diantara keduanya. Ketiga corak pemikiran ini
mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan (teologi) dalam Islam. Aliran-aliran tersebuut
adalah:
1. Muktazilah, adalah kelompok rasionalis dikalangan orang Islam, yang sangat menekankan
penggunaan akal dalam memahami semua ajaran Islam. Dalam menganalisis masalah ketuhanan,
mereka memakai bantuan ilmu logika guna mempertahankan keimanan.
2. Qodariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan berbuat.[5]Manusia berhak menentukan dirinya kafir atau mukmin sehingga
mereka harus bertanggung jawab pada dirinya. Jadi, tidak ada investasi Tuhan dalam perbuatan
manusia.
3. Jabariyah, adalah kelompok yang berpendapat bahwa kehendak dan perbuatan manusia sudah
ditentukan Tuhan. Jadi, manusia dalam hal ini tak ubahnya seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang
dilakukan manusia tidak ada gunanya.
4. Asy’ariyah dan Maturidiyah, adalah kelompok yang mengambil jalan tengah
antara Qodariyah dan Jabariyah.Manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Akan tetapi,
Tuhanlah yang menentukan hasilnya.
Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang
dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Eksistensi
atau keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada manusia, tetapi yang
diperoleh melalui proses pemikiran atau perenungan.
Informasi melalui wahyu tentang keimanan kepada Allah dapat dibawa dalam kutipan di bawah
ini:
5
a. Surat Al-Anbiya’ : 25 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum
kamu, melainkan Kami wahyukan kepadaNya, bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Sejak diutusnya Nabi Adam AS sampai Muhammad Saw Rasul terakhir. Ajaran Islam yang
tAllah Swt wahyukan kepada para utusanNya adalah Tauhidullah atau monotheisine murni.
Sedangkan lafadz kalimat tauhid itu adalah laa ilaha illa Allah. Ada perbedaan ajaran tentang
Tuhan yang ada asalnya dari agama wahyu. Hal semacam itu disebabkan manusia mengubah
ajaran tersebut. Dan hal seperti itu termasuk kebohongan yang besar (dhulmun’adhim).
b. Surat Al-Maidah : 72 “Dan Al masih berkata; Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu, sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka Allah pasti mengharamkan
baginya surga dan tempatnya adalah neraka”.
c. Surat Al-Baqarah : 163 “ Dan Tuhamu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan kecuali
Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang mutlak keesaannya. Lafadz
Allah swt adalah isim jamid, personal nama, atau isim a’dham yang tidak dapat diterjemahkan,
digantikan atau disejajarkan dengan yang lain. Seseorang yang telah mengaku Islam dan telah
mengikrarkan kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah) berate telah
memiliki keyakinan yang benar, yaitu monoteisme murni/monoteisme mutlak. Sebagai
konsekuensianya, ia harus menempatkan Allah Swt sebagai prioritas utama dalam setiap
aktivitas kehidupan.
6
diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin,
malaikat langit dan bumi, surga dan neraka.
Adanya alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya
pula bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu
kekuatan yang telah menciptakannya.
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini juga
ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang
adanya penciptaan alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk, tetapi
menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.
Kita belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan pencipta itu
tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam semesta dan seluruh
isinya ini adalah Allah Swt.
7
Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai hukum tersebut tentu
tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
d. Argumentasi Qur’ani
Allah Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya “Seluruh puja
dan puji hanalah milik Allah Swt, Rabb alam semesta”.
Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt. Allah
Swt sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya
8
“Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan ukuran-ukuran ciptaannya
dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt yang menciptakan
ciptaannya, yaitu alam semesta, menyempurnakan, menentukan aturan-aturan dan memberi
petunjukterhadap ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah jamak dari yaum yang berarti periode.
Jadi, sittati ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan proses waktu yang sangat
panjang.
Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya
jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai kepada manusia
membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan mengkaji dengan
metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Setelah menyelesaikan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat
diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia
terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan
aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Kata iman berasal
dari bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara ethimologi berarti yakin atau
percaya. Sedangkan takwa berasal dari bahasa Arab, yaitu waqa-yuwaqi-wiqayah, secara
ethimologi artinya hati-hati, waspada, mawasdiri, memelihara, dan melindungi. Pengertian
9
Takwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-hadits, yang artinya menjalankan semua perintah
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
3.2. Saran
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu
akan bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
10
Agung Sukses, Konsep Ketuhanan Dalam Islam, [Online], diakses pada tanggal 8 Oktober 2017
di http://agungsukses.wordpress.com
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi Umum. Jakarta :
Departemen Agama RI
Dr. M. Yusuf Musa, 1984, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam (editor : DR. Ahmad
Daudy, MA) Jakarta : Bulan Bintang.
Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta : Bulan
Bintang
11