Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH REGULASI KEPEGAWAIAN

Dibuat Oleh :

ROSANIA

XI OTKP 2

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM ASHABULYAMIN

SMK PLUS ASHABULYAMIN CIANJUR

TERAKREDITASI A (UNGGUL)

JL. KH. Saleh No. 57A Pabuaran Telp/Fax. 0263-267740 Cianjur 43213

E-mail: smkplusashabulyamin@gmail.com Website: www.smkashabulyamin.sch.id


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya, kami dapat mengerjakan tugas

penulisan makalah tentang "REGULASI KEPEGAWAIAN".

Sesuai dengan judul yang telah disebutkan dalam penulisan ini

memaparkan mengenai Regulasi Kepegawaian, Pegawai Pemerintah

dengan Perjanjian Kerja, jenis-jenis cuti, serta materi-materi lain yang

berkaitan dengan topik tersebut.

Tujuan penulisan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu

tugas mata pelajaran Otomatisasi Tata Kelola Kepegawaian, dan

dilakukan sebagai bahan pembelajaran untuk lebih mendalami atau

memahami tentang materi ini.

Namun disamping itu, saya menyadari bahwa di dalam

penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu saya

mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya membangun dari para

penulis agar kekurangan dalam penelitian ini dapat diperbaiki dan

menjadi lebih sempurna untuk proses penumbuhan wawasan kita

semua.

Cianjur, 11 September 2022

Penulis

Rosania
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pegawai PPPK

2.2 Langkah Pembuatan Peraturan Perusahaan

2.3 Undang-undang No. 12 Tahun 2022

2.4 Jenis - Jenis Cuti dalam PP No. 11 Tahun 2017

2.5 Ringkasan PP No. 11 Tahun 2017

2.6 Penilaian Kinerja dan Disiplin

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan


mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, netral dan bebas dari investasi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan
mampu menjalankan peran sebagai unsur pelekat persatuan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara selama ini
belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan
kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan
kualifikasi calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan,
dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Untuk mewujudkan aparatur sipil negara sebagai bagian
dari reformasi birokrasi, perlu ditetapkan aparatur sipil negara
sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan
kinerja maka disusun beberapa regulasi secara efektif dan
efisien.

1.2 Rumusan Masalah

1.Jelaskan apa yang dimaksud dengan pegawai PPPK (P3K),


bagaimana langkah selanjutnya dalam pembuatan PP yang
sudah disetujui, isi UU No. 12 Th 2012, jenis cuti dalam PP No.
11 Th 2017, ringkasan isi PP No. 11 Th 2017, penilaian kinerja
dan disiplin !
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pegawai PPPK (P3K)

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau


dikenal juga oleh masyarakat sebagai Pegawai Honorer (kini
diganti dengan Tenaga Alih Daya atau Outsourcing) adalah
warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu
tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
Perbedaan PPPK dengan pegawai honorer berada di
jangka waktu kerja hingga gaji yang dikeluarkan. Pegawai
honorer umumnya bekerja selama kurang lebih 3 atau 5 tahun
dengan gaji yang ditetapkan oleh instansi setempat tanpa terikat
peraturan perundang-undangan atau perjanjian tertentu,
jumlah gaji yang dibayar dapat berubah tergantung dari
kebijakan instansi. Sedangkan PPPK bekerja dan mendapat gaji
sesuai peraturan perundang-undangan dan perjanjian yang
telah disetujui sejak awal, jangka waktu kerja untuk PPPK
maksimal 5 tahun dan minimal 2 tahun.
Kedudukan hukum PPPK sebagai ASN diatur dalam UU
Nomor 5 Tahun 2014 dan turunannya pada PP 11 Tahun 2017,
PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan Peraturan Badan
Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Teknis Pengadaan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) adalah pengelolaan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja untuk menghasilkan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang profesional, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kedudukan PPPK sebagai ASN adalah:

 Menduduki jabatan pemerintahan


 Jabatan ASN yang dapat diisi: JF & JPT Madya dan Utama
tertentu
 Diangkat dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan
instansi
 Memiliki NIP secara Nasional
 Melaksanakan tugas pemerintahan
 Usia paling rendah 20 thn dan paling tinggi setahun
sebelum batas usia pensiun (58 Tahun)
 Masa kerja paling singkat 1 tahun
 Gaji berdasarkan perundang-undangan
 Perlindungan: JHT, JamKes, JKK, JKM, BanHK

2.2 Langkah Pembuatan Peraturan Perusahaan

Ketentuan mengenai peraturan perusahaan diatur pada


Pasal 108 sampai dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”) dan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”).
Pasal 1 angka (20) UU No.13/2003 mendefinisikan
peraturan perusahaan sebagai peraturan yang dibuat secara
tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan
tata tertib perusahaan (“Peraturan Perusahaan”). Pengusaha
yang mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh wajib membuat Peraturan Perusahaan. Peraturan
Perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk.
Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan
tidak berlaku apabila perusahaan telah memiliki perjanjian
kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan
Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta tidak boleh lebih
rendah dari peraturan perundang-undangan.
Peraturan Perusahaan harus disahkan oleh pejabat yang
berwenang. Yang dimaksud sebagai pejabat yang berwenang
adalah sebagai berikut (“Pejabat”).
kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang
terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota. Kepala
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1
(satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, untuk perusahaan yang terdapat
pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
Pasal 111 ayat (1) UU No.13/2003 mengatur bahwa
Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat sebagai
berikut:

 hak dan kewajiban pengusaha;


 hak dan kewajiban pekerja/buruh;
 syarat kerja;
 tata tertib perusahaan; dan
 jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan.

Untuk melakukan pengesahan Peraturan Perusahaan


maka pengusaha harus mengajukan permohonan pengesahan
Peraturan Perusahaan tersebut kepada Pejabat.
Pasal 8 ayat (2) Permenaker 16/2011 mengatur bahwa
permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan dilengkapi
dengan dokumen sebagai berikut:

a) naskah Peraturan Perusahaan yang dibuat dalam rangkap 3


(tiga) dan ditandatangani oleh pengusaha; dan
b) bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari serikat
pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh apabila
di perusahaan tidak ada serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam hal pengajuan Peraturan Perusahaan telah
memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud di atas dan
materi dari Peraturan Perusahaan tidak lebih rendah dari
peraturan perundang-undangan maka Pejabat wajib
mengesahkan Peraturan Perusahaan dengan menerbitkan surat
keputusan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan.
Pasal 11 ayat (3) UU No.13/2003 mengatur bahwa
Peraturan Perusahaan berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan
wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Perusahaan
dapat mengubah Peraturan Perusahaan asalkan hal tersebut
telah disepakati oleh para pekerja/buruh dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perubahan Peraturan Perusahaan harus mendapatkan
pengesahan kembali dari Pejabat. Jika perubahan Peraturan
Perusahaan tersebut tidak mendapat pengesahan maka
perubahan terhadap Peraturan Perusahaan tersebut dianggap
tidak ada.

2.3 Undang-Undang No. 12 Tahun 2022


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2022 menjelaskan tentang Tindak pidana kekerasan seksual
dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik
Indonesia, menimbang :
a. Bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlindungan
kekerasan dan berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
sebagaimana dijamin dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan nilai
ketuhanan dan kemanusiaan serta mengganggu keamanan
dan ketentraman masyarakat.
c. Bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan kekerasan seksual belum optimal dalam memberikan
pencegahan, perlindungan, akses keadilan, dan pemulihan,
belum memenuhi kebutuhan hak korban Tindak Pidana
Kekerasan Seksual, serta belum komprehensif dalam
mengatur mengenai hukum acara.
d. Bahwa berdasarkan perimbangan sebagaimana dimaksud
dalam ketiga penimbangan tersebut, perlu membentuk
Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Mengikat, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28G ayat (2)
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
memutuskan menetapkan, Undang-undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual.

2.4 Jenis - Jenis Cuti dalam PP No. 11 Tahun 2017


Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang
ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017,
terdapat aturan tentang cuti bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Cuti bagi PNS yang ditugaskan pada lembaga yang
bukan bagian dari kementerian atau lembaga diberikan oleh
pimpinan lembaga yang bersangkutan kecuali cuti di luar
tanggungan negara,” bunyi Pasal 309 ayat (3) PP tersebut. Dalam
PP ini disebutkan jenis cuti, terdiri atas :
a. Cuti Tahunan
PP ini menyebutkan, PNS dan calon PNS yang telah
bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus menerus
berhak atas cuti tahunan. Lamanya hak atas cuti tahunan
sebagaimana dimaksud adalah 12 (dua belas) hari kerja.
“Hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud
diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas
cuti tahunan,” bunyi Pasal 312 ayat (4) PP ini.
PNS yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan
Jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan
menurut peraturan perundang-undangan, menurut PP ini,
disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti
tahunan.
b. Cuti Besar
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja
paling singkat 5 (lima) secara terus menerus, menurut PP ini
berhak lama 3 (tiga) bulan. Ketentuan paling singkat 5 (lima)
tahun secara terus menerus dikecualikan bagi PNS yang masa
kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk kepentingan agama.
PNS yang menggunakan hak atas cuti besar, menurut PP ini,
tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang
bersangkutan.
“Hak cuti besar diberikan secara tertulis oleh PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti besar. Namun hak cuti besar dapat
ditangguhkan penggunaannya oleh PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas
cuti besar untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila
kepentingan dinas mendesak, kecuali untuk kepentingan
agama,” bunyi Pasal 317 PP ini.

c. Cuti Sakit
Menurut PP ini, setiap PNS yang menderita sakit
berhak atas cuti sakit. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari
sampai dengan 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak
atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan
harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenangng untuk
memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
“Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana
dimaksud , PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan
secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit
dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan,”
bunyi Pasal 321 ayat (2) PP ini.
d. Cuti Melahirkan
PP ini juga menyebutkan, untuk kelahiran anak
pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat
menjadi PNS, berhak atas cuti melahirkan. Untuk kelahiran
anak keempat dan seterusnya, kepada PNS diberikan cuti
besar. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud
adalah 3 (tiga) bulan.
“Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud
diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas
cuti melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2) PP ini.

e. Cuti Karena Alasan Penting


Menurut PP ini, PNS berhak atas cuti karena alasan
penting, apabila:
1) Ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua,
atau menantu salit keras atau meninggal dunia;
2) Salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada
huruf a meninggal dunia, dan menurut peraturan
perundang-undangan PNS yang bersangkutan harus
mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang
meninggal dunia;
3)Melangsungkan perkawinan.

“Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh


PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti karena alasan penting paling lama
1 (satu) bulan,” bunyi Pasal 330 PP Nio. 11 Tahun 2017 itu.

f. Cuti Bersama
PP ini menegaskan, Presiden dapat menetapkan cuti
bersama. Cuti bersama sebagaimana dimaksud tidak
mengurangi hak cuti tahunan.
Hak atas cuti bersama, menurut PP ini, hak cuti
tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama
yang tidak diberikan. Cuti bersama sebagaimana dimaksud
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

g. Cuti di Luar Tanggungan Negara


PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja
paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus karena
alasan pribadi dan mendesak dapat diberikan cuti di luar
tanggungan negara. Cuti di luar tanggungan negara itu dapat
diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
“Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara
sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang paling lama I
(satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting
memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat (3) PP ini.
Menurut PP ini, cuti di luar tanggungan negara
mengakibatkan PNS yang bersangkutan diberhentikan dari
Jabatannya. Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian
cuti di luar tanggungan negara harus diisi.

2.5 Ringkasan PP No. 11 Tahun 2017


Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan
pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil
yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Manajemen PNS meliputi:
a. penyusunan dan penetapan kebutuhan;
b. pengadaan;
c. pangkat dan Jabatan;
d. pengembangan karier;
e. pola karier;
f. promosi;
g. mutasi;
h. penilaian kinerja;
i. penggajian dan tunjangan;
j. penghargaan;
k. disiplin;
l. pemberhentian;
m. jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan
n. perlindungan.
2.6 Penilaian Kinerja dan Disiplin
Penilaian kinerja karyawan dapat disebut juga sebagai
performance appraisal. Dalam hal ini, penilaian kinerja adalah
proses yang dilakukan perusahaan untuk mengevaluasi dan
memberikan feedback mengenai kinerja karyawan. Proses
penilaian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi perusahaan untuk memberikan kenaikan gaji atau promosi.
Secara garis besar, penilaian kinerja karyawan atau
performance appraisal adalah serangkaian proses yang
dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kecakapan karyawan
dalam melakukan pekerjaannya berdasarkan indikator yang
ditentukan. Selanjutnya, hasil penilaian kinerja karyawan
tersebut akan diberitahukan pada karyawan yang bersangkutan.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, proses penilaian ini
dilakukan dengan menilai dan mengukur kecakapan karyawan
dalam melakukan tugas dan bertanggung jawab pada setiap
pekerjaannya.
Menurut Snell dan Bohlander, pihak yang dapat
melakukan penilaian kinerja karyawan adalah manajer atau
supervisor, karyawan itu sendiri, rekan kerja, serta bawahan
dari karyawan yang bersangkutan. Tujuan penilaian kinerja
karyawan dibagi menjadi dua jenis, yakni tujuan penilaian
kinerja secara umum dan tujuan penilaian kinerja secara
khusus dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Penilaian kinerja umum


Penilaian kinerja secara umum dilakukan untuk
memperbaiki tata cara karyawan bekerja dengan
memberikan bantuan yang dibutuhkan agar karyawan
mampu memanfaatkan setiap potensi miliknya dengan lebih
maksimal.
b. Penilaian kinerja khusus
Penilaian kinerja secara khusus dilakukan untuk
memberikan penghargaan pada karyawan, memberikan
penilaian yang akan menjadi bahan pertimbangan promosi
jabatan, menegakkan kedisiplinan, dan untuk kepentingan
bersama, dan menghentikan praktik kerja yang keliru.
Digunakan sebagai feedback untuk karyawan dalam
meningkatkan efisiensi kinerjanya.

Selain tujuan, penilaian kinerja karyawan juga memiliki


manfaat tersendiri bagi perusahaan, pihak yang memberikan
penilaian, serta karyawan itu sendiri. Bagi karyawan yang
bersangkutan, penilaian kinerja karyawan memiliki manfaat
sebagai berikut:
1) Mengetahui kelemahan dan memperbaiki kelemahan
tersebut.
2) Mengetahui kelebihan dan mengembangkan kelebihan
tersebut.
3) Mengetahui standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
4) Mengetahui harapan perusahaan setelah melihat
kelebihan yang dimiliki karyawan tersebut.
5) Memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan
dengan lebih baik.
6) Menjalin komunikasi yang baik melalui diskusi dengan
atasan, rekan kerja, dan bawahan.

Dalam proses penilaian, terdapat beberapa indikator


kinerja karyawan yang menjadi tolok ukur, yaitu sebagai
berikut:
1)Tepat waktu
2)Bertanggung jawab
3)Kuantitas dari hasil pekerjaan
4)Kualitas Pekerjaan
5)Kehadiran
6)Karakter
7)Perilaku
8)Inisiatif
9)Bekerja sama dalam tim
10) Kepemimpinan

Contoh penilaian kinerja karyawan menurut Warther


dan Davis adalah menggunakan metode sebagai berikut :
a. Penilaian yang berorientasi
Metode penilaian ini memiliki kecenderungan untuk
melihat kembali pilihan yang sudah diambil oleh karyawan
dan tidak dapat diubah lagi.

b. Rating scale
Contoh penilaian kinerja karyawan selanjutnya
menggunakan metode skala rendah hingga tinggi. Evaluasi
penilaian dilakukan berdasarkan pendapat dari pemberi
nilai.

c. Critical incident method


Metode penilaian ini dilakukan dengan mengukur
perilaku ekstrem yang baik maupun buruk yang dilakukan
karyawan saat menghadapi waktu kritis. Metode penilaian
ini digunakan untuk melengkapi metode teknik ranking.

d. Field review method


Contoh penilaian kinerja karyawan yang juga sering
digunakan adalah field review method. Dalam metode ini,
bagian kepegawaian akan turun langsung ke tempat kerja
untuk menilai dan memberikan feedback.

Anda mungkin juga menyukai