1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Sejarah Cakupan Dan Metode Psikologi
Pendidikan”. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari Ibu siska ,makalah ini diharapkan
dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta bagi penulis sendiri.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen ibu “Siska Amelia S.Pd M.Pd”,Pada
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan. yang sudah mempercayakan tugas ini kepada penulis,
sehingga sangat membantu penulis untuk memperdalam pengetahuan pada bidang studi yang
sedang ditekuni.
Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan dari
makalah ini.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................
Daftar Isi.............................................................................................................................
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang................................................................................................................
2. Rumusan Masalah..........................................................................................................
3. Tujuan.............................................................................................................................
Bab II Pembahasan
1. Sejarah singkat psikologi pendidikan..............................................................................
2. Cakupan psikologi pendidikan........................................................................................
3. Metode psikologi pendidikan..........................................................................................
Bab III Penutup
1. Kesimpulan.....................................................................................................................
Daftar Pustaka....................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Bersamaan dengan perubahan yang di hadapi bangsa indonesia pada era dan pasca
era reformasi muncul juga tuntutan globalisasi yang semakin merasuk dan menerap
dengan keras,terhadap seluruh aspek kehidupan kondisi ini menuntut aspek untuk
segera di antisipasi oleh bangsa indonesiadengan mempersiapkan tenaga pembangunan
yang tangguh dan berwawasan global.selain itu,terkait dengan situasional yang di hadapi
oleh bangsa indonesia sendiri untuk melakukan reformasi di segala bidang termasuk
pendidka.Perubahan di sektor pendidikan tidak saja terkait dengan sistem kelembagaan
dan program pendidkan,tetapi juga berkaitam demgam perananya dalam merespon
tuntutan baru ndewasa ini dengan wawasan global, nasional,regional dan lokal.Ppproses
pendidikan yang selama ini mereka peroleh belum bisa membangun kesadaran untuk
menjadi pelaut bangsa ini.kondisi tersebut menuntut perubahan orientasi pendididkan
untuk kalangan mereka,salah satumya dengan melakukan pembelajaran yang efektip
bagi siswa umtukn mengahadapi perkembangan globalisasi di jaman milenial ini.upaya-
upaya tersebut salah satunya bisa dilakukan dengan melakukan penguatan pendidikan
karakter di semua lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal.Dalam pendidikan
karakter di sekolah,semua elemen pendidikan harus di libatkan termasuk komponen-
kompenen itu sendiri,yaitu isi kurikulum,proses pembelajaran,dan pendidikan di wujudkan
melalui proses pengajaran baik di luar maupun di dalam.
2. Rumusan Masalah
A. sejarah dan cakupan psikologi pendidikan
3. Tujuan
A. untuk memahami dan mengetahui apa itu sejarah dan cakupan psikologi pendidikan
B. untuk memahami metode psikologi pendidikan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Aliran pemikiran Herbartianisme, menurut Reber (1988), adalah pendahulu pemikiran
psikoanalisis Freud dan berpengaruh besar terhadap pemikiran psikologi eksperimental
Wundt. Ia juga dianggap sebagai pencetus gagasan-gagasan pendidikan gaya baru
yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.
3
1. aliran Humanisme dengan tokoh-tokoh utama J.J Rousseau, Abraham Maslow, C.
Rogers;
2. aliran Behaviorisme dengan tokoh utama J.B. Watson, E.L. Thorndike, dan B.F.
Skinner;
3. aliran Psikologi Kognitif dengan tokoh-tokoh utama J. Piaget, J. Bruner, dan D. Ausbel.
1. Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri
khas perilaku belajar siswa, dan sebagainya.
2. Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa
yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.
3. Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan
baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip Suryabrata (1984),
menetapkan 16 topik bahasan yang rinciannya sebagai berikut:
4
6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
5
Khusus mengenai proses mengajar-belajar, para ahli psikologi pendidikan seperti
Barlow (1985) dan Good & Brophy (1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam
tujuah bagian.
1. Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi pengendalian kelas dan
penciptaan iklim kelas.
2. Metodologi kelas (metode pengajaran).
3. Motivasi siswa peserta kelas.
4. Penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa.
5. Penanganan siswa berprilaku menyimpang.
6. Pengukuran kinerja akademik siswa.
7. Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.
6
Data sebenarnya dapat diangkat dari sumbernya dengan metode apa saja asal cocok
dengan jenis, sifat, dan sumber atau usul-usul data tersebut. Namun, kebanyakan ahli
psikologi pendidikan membatasi pengunaan metode sesuai dengan wilayah riset (apek
psikologi) dan sifat pertanyaan penelitian yang benar-benar relevan dengan kebutuhan
kajian atau kebutuhan kependidikan.
Metode, seperti yang penyusu uraikan pada bagian lain buku ini, secara singkat dapat
dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang singkat dapat dipahami
sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan.
Dalam psikologi pendidikan, metode-metode tertentu dipakai untuk mengumpulkan
berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan dengan
kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Pada umunya, para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologi di bidang
kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti: a)
eksperimen; b) kuesioner; c) studi khusus d) penyelidikan klinis; dan e) observasi
naturalistic. Di samping lima macam metode di atas, H.C. Witherington menyebut satu
metode lagi yang bernama metode filosofis atau spekulatif.
1. Metode Eksperimen
Pada asasnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang
dilakukan eksperimenter (peneliti yang bereksperimen) di dalam sebuah laboratorium
atau ruangan tertentu lainnya. Tekni pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang
akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata
siswa ketika sedang membaca. Selain itu, eksperimen dapat pula dipakai untuk
mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu. Alat utama
yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau
fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah computer dengan
pelbagai progrmnya seperti program cognitive psychology test.
Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan
tujuan untuk menguji eabsahan dan kecermatan simpulan-simpulan yang idtarik dari
hasil temuan penelitian dengan metode lain. Contoh: apabila sebuah simpulan yang
ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan
keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.
Metode eksperimen bagi para psikolog, termasuk psikolog pendidikan dianggap
sebagai metode pilihan dalam arti lebih utama untuk digunakan dalam riset-riset.
Alasannya, data dan informasi yang dihimpun melalui metode ini lebih bersifat definitive
(pasti) dan lebih sainstifik (ilmiah) jika dibandingkan dengan data dan informasi yang
dihimpun melalui penggunaan-penggunaan metode lainnya.
Anggapan itu sesungguhnya tidak sepenuhnya bena, sebab sering terjadi perilaku
subjek yang terekam dalam eksperimen ternyata berlawanan dengan perilaku subjek
tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, subjek tadi mungkin telah berpura-pura
ketika diteliti karena ingin membantu atau mengacaukan rancangan operasional
penelitian ekperimenter.
7
Untuk mengantisipasi hal yang bakal terjadi tidak sesuai dengan harapan peneliti,
rancangan eksperimen (experimental design) biasanya dibuat sedemikian rupa,
sehingga, seluruh unsur penelitian termasuk penggunaan laboratorium/tempat dan
subjek yang akan diteliti betul-betul memenuhi syarat penelitian eksperimental.
Dalam penelitian ekperimental objek yang akan diteliti dibagi ke dalam dua kelompok,
yakni 1) kelompok percobaan (experimental group); 2) kelompok pembanding (control
group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang tingkah lakunya diteliti dengan
perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok
pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah karakteristknya sama dengan kelompok
percobaan, tetapi yang tingkah lakunya tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan
(treatment) seperti yang diberikan kepada kelompok percobaan. Setelah eksperimen
usai, data dari kelompok percobaan tadi dibandingkan dengan dari kelompok
pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulkan dengan teknik statistic tertentu.
2. Metode Kuesioner
Metode kuesioner (qustionaire) lazim juga disebut metode surat-menyurat (mail
survey). Kuesioner disebut “mail survey” karena pelaksanaan penyebaran dan
pengembaliannya sering dikirimkan ke dan dari responden melalui jasa pos.
Namun, sebelum kuesioner disebarkan atau dikirimkan kepada responden yang
sesungguhnya seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (try
out). Caranya, sejumlah kuesioner dibagi-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang
memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya,
untuk memastikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan
untuk dijawab, dan untuk memeroleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi
penyempurnaan kuesioner tersebut.
Penggunaan metode kuesioner dalam riset-riset sosial termasuk bidang psikologi
pendidikan relatif lebih menonjol apabila dibandingkan dengan penggunaan metode-
metode lainnya. Gejala dominasi (penguasaan/kemenonjolan) penggunaan metode ini
muncul karena lebih banyak sampel yang bisa dijangkau di samping unit cost (biaya
satuan) per responen lebih murah. Contoh data yang dapat dihimpun dengan cara
penyebaran adalah sebagai berikut.
a. Karakteristik pribadi siswa seperti jenis kelamin, usia, dan seterusnya tapi tidak
termasuk nama.
b. Latar belakang keadaan siswa seperti latar belakang keluarga, latar belakang
pendidikan, dan sebagainya.
c. Perhatian siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
d. Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.
e. Aplikasi (penerapan), mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari-hari siswa
(seperti salat dalam pelajaran agama).
f. Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.
8
3. Metode Studi Khusus
Studi kasusu (case study) ialah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk
memeroleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologis seorang siswa atau
sekelompok siswa tertentu. Metode ini, selain dipakai oleh para peneliti psikologi
pendidikan, juga sering dipakai oleh peneliti ilmu-ilmu sosial lainnya karena lebih
memungkinkan peneliti melakukan investigasi (penyelidikan dengan mencatat fakta)
dan penafsiran yang lebih luas dan mendalam.
Instrument atau alat data (APD) yang digunakan dalam studi kasus bisa bermacam-
macam terutama yang dapat mengungkapkan variable yang sukar ditentukan dalam
satuan jumlah tertentu (Tardif, 1987). Selanjutnya karena simpulan-simpulan yang
ditarik dari hasil studi kasus biasanya sulit dijadikan tolak ukur yang berlaku umum
(digeneralisasikan), studi tersebut sering diikuti dengan investigasi dan survey lain yang
berskala lebih besar. Tetapi, dalam hal subjek yang diteliti, studi kasus relatif sama
dengan metode penyelidikan klinis yakni hanya terdiri atas seorang individu atau
kelompok kecil individu.
Fenomena dan peristiwa yang diselidiki dengan metode ini lazimnya terus-menerus
diikuti perkembangannya selama kurun waktu tertentu. Bahkan seorang peneliti
psikologi pendidikan terkadang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menghimpun
bahan-bahan berupa data dan informasi yang akurat, yang tepat dan cermat, mengenai
seorang individu atau sekelompok kecil individu. Studi kasus akan memerlukan waktu
yang lebih lama lagi apabila dipakai untuk menyelidiki fenomena genetika (karakteristik
keturunan) yang dihubungkan dengan aktivitas pendidikan. Dalam hal ini, studi
biasanya dimulai sejak seorang anak berusia muda (balita umpanya) hingga berusia
tertentu (remaja misalnya) untuk mendapatkan pengertian yang tepat mengenai aspek-
aspek perkembangan yang perlu diperhatkan demi kepentingan praktik kependdikan
untuk anak tersebut.
4. Metode Penyelidikan Klinis
Pada mulanya, metode penyelidikan klinis atau sebut saja metode klinis (clinical
method) hanya digunakan oleh para ahli psikologi klinis atau psikiater. Dalam metode
ini terdapat prosedur diagnosis dan penggolongan penyakit kelainan jiwa serta cara-
cara memberi perlakuan pemulihan (psychological treatment) terhadap kelainan jiwa
tersebut.
Jean Piaget adalah yang mula-mula memanfaatkan metode penyelidikan klinis
tersebut untuk kepentingan pendidikan. Piaget telah sering menggunakan metode ini
untuk mengumpulkan data dengan cara yang unik yakni interaksi semu alamiah (quasi-
natural) antara peneliti dengan anak yang diteliti (Reber, 1988).
Dalam hal pelaksanaan penggunaannya, peneliti menyediakan benda-benda dan
memberi tugas-tugas serta pertanyaan-pertanyaan tertentu yang boleh
diselesaikanoleh anak secara bebas menurut persepsi dan kehendaknya, kemudian,
setelah data dari hasil penyelidikan pertama diangkat dan diberi perlakuan khusus
(misalnya dianalisis sekilas), peneliti mengajukan lagi pertanyaan atau tugas tambahan
untuk mendukung data yang terhimpun sebelumnya.
9
Sebelumnya perlu dicatat bahwa metode penyelidikan klinis pada umumnya hanya
diberlakukan untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan
psikologis tak terkecuali penyimpangan perilaku (maladaptive behavior/behaviorisme).
Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode tersebut
selalu memperhatikan batas-batas kesanggupan siswa. Sama halnya dengan metode
eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium, metode klinis juga mementingkan
intensitas dan ketelitian yang sungguh-sungguh.
Sasaran yang akan dicapai oleh peneliti dengan penggunaan metode klinis terutama
untuk memastikan sebab timbulnya ketidaknormalan perilaku seorang siswa atau
sekelompok kecil siswa. Kemudian, berdasarkan kepastian faktor penyebab itu
penelitian berupaya memilih dan menetukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi
penyimpangan tersebut.
5. Metode Observasi Naturalistik
Metode observasi naturalistic (naturalistic observation) adalah sejenis observasi yang
dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau
tidak menampakkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.
Pada mulanya, observasi naturalistik lebih banyak digunakan oleh para ahli ilmu
hewan (ethologist) untuk mempelajari perilaku hewan tertentu, misalnya perkembangan
perilaku ikan jantan terhadap ikan betina (Lazerson, 1975). Kemudian, metode
observasi naturalistik digunakan oleh psikolog sosial untuk meneliti peranan
kepemimpinan dalam sebuah masyarakat atau meneliti sekelompok orang yang
memerlukan terapi (perawatan dan pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan.
Selanjutnya, metode ini juga digunakan oleh para psikolog perkembangan para
psikolog kognitif, dan para psikolog pendidikan.
Dalam hal penggunaannnya bagi kepentingan penelitian psikolog pendidikan, seorang
peneliti atau guru yang menjadi asistennya dapat mengaplikasikan metode observasi
ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau mengajar-belajar dalam kelas regular, yakni
kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses
mengajar-belajar berlangsung, jenis perilaku siswa yang diteliti (misalnya, kecepatan
membaca) dicatat dalam lemabar format observasi yang khusus dirancang sesuai
dengan data dan informasi yang akan dihimpun.
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan :
1. Kematangan adalah kemampuan seseorang untuk berbuat sesuatu dengan
cara-cara tertentu.Singkatnya ia telah memiliki intelegensi.Intelegensi itu ialah faktor
total.Berbagai macam jiwa erat bersangkutan di dalamnya
(ingatan,fantasi,perasaan,perhatian,minat dan sebagainya yang turut mempengaruhi
intelegensi seseorang ).
2. Prinsip-prinsip pembentukan kematangan diantaranya :
- Semua aspek pertumbuhan ,berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
- Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu.
- Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi
kepribadian individu baik jasmaniah maupun yang rohaniah.
- Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri
seseorang,maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan mas
formatif bagi perkembangan pribadinya.
1. Adanya ciri-ciri kematangan pada diri anak ditandai dengan adanya :
- Perhatian si anak.
- Lamanya perhatian berlangsung.
- Kemajuan jika diajar atau dilatih.
1. Dalam proses perkembangan atau belajar,fungsi kematangan itu adalah sebagai
berikut :
- Pemberi bahan mentah atau bahan baku bagi sebuah perkembangan ,misalnya
kematangan otot dan urat kaki sebagai bahan untuk perkembangan berjalan.
- Pemberi batas dan kualitas perkembangannya,makin baik kualitas
perkembangan suatu fungsi akan semakin baik kualitas hasil perkembangan yang akan
terjadi dan juga sebaliknya.
- Pemberi kemudahan bagi pendidik atau pengasuh apabila melatih,membimbing
ataupun mengajarnya.
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan
struktur fisiologis dalam system syaraf,otak dan indra,sehingga semua itu
memungkinkan individu matang dalam mengadakan reaksi-reaksi terhadap stimulus
lingkungan.Lingkungan atau kultur juga berperan sebagai penyumbang pembentukan
readiness(kesiapan belajar) karena stimulasi lingkungan serta hambatan-hambatan
mental,kebutuhan minat dan tujuan-tujuan,perasaan dan karakter individu yang
bersangkutan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Sumber bacaan :
Biehler, Robert F. Tanpa Tahun. Psychology Applied to Teaching. Boston: Houghton Miffin Company.
Fetsco,
Rizali, Ahmad, Indra Djati Sidi, Satria Dharma. 2009. Dari Guru Konvensional Menuju Guru
Profesional. Jakarta : PT Gramedia Widiasaraa Indonesia.
Slavin, Robert E. 2012. Educational Psychology Theory and Practice Tenth Edition. Boston: Pearson
Education.
12