Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoarthritis merupakan suatu kelainan pada sendi yang bersifat

kronik dan progresif biasanya didapati pada usia pertengahan hingga usia

lanjut ditandai dengan adanya kerusakan kartilago yang terletak di persendian

tulang. Kerusakan kartilago ini bisa disebabkan karena stress mekanik atau

perubahan biokimia pada tubuh. Bagian sendi yang sering terkena adalah

bagian lutut yang paling besar, selain itu bagian lain seperti pinggul. Secara

anatomis maupun fungsional berhubungan dengan adanya beban yang harus

disangga oleh sendi lutut, seperti pada saat posisi berjalan menumpu berat

badan, naik turun tangga, aktivitas sehari-hari yang secara terus menerus

(Singh, 2015).

Menurut Wolrd Health Organization (WHO), Satu dari tiga wanita dan

satu dari lima pria berusia 50 tahun menderita Osteoporosis, yang berarti

diseluruh dunia terdapat 200 juta orang mengalami osteoporosis. Pada tahun

2050, diperkirakan lebih dari 50% kejadian patah tulang akibat dari

osteoporosis akan muncul di Asia. (WHO, 2019).

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018,

prevalensi penyakit sendi di Indonesia tercatat sekitar 7,3% dan osteoarthritis

(OA) atau radang sendi merupakan penyakit sendi yang umum terjadi

(Riskesdas, 2018).

1
2

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2018

menunjukkan bahwa sebanyak 13.036 orang (5,30%) yang mengalami

kelainan sendi atau osteoarhtritis. Penyakit sendi atau osteoarthritis

merupakan gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan, merah,

dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan/kecelakaan

(Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2018).

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Sakra tahun 2020

menunjukkan bahwa prevalensi osteoartritis sebanyak 200 orang. Angka

kejadian osteoartritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra tidak hanya terjadi

pada lansia dengan umur lebih dari 60 tahun keatas, tapi osteoarthritis juga

terjadi pada orang usia produktif yaitu 45 tahun sedangkan jumlah lansia yang

mengalami osteoarhtritis dari pada tahun 2021 sebanyak 49 orang yanng

terdiri dari perempuan sebanyak 20 orang (40,82%) dan laki-laki sebanyak 29

orang (59,18%) (Puskesmas Sakra, 2021).

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 20

Desember 2021 terhadap 10 orang lansia yang menderita osteoartritis, 7 orang

lansi mengatakan bahwa mengeluhkan nyeri pada bagian persendian kaki serta

sering mengalami kakukaku pada lutut yang dapat menyebabkan

terganggunya aktivitas sehari-hari. Mereka juga mengatakan bahwa tidak

paham tentang penyakit osteoartritis. Akibat dari kurangnya informasi dan

pengetahuan dan sikap tentang penyakit osteoartritis, maka dari itu penderita

sering mengalami kekambuhan. Kemudian 3 orang lansia lainnya mengatakan

bahwa pernah mendapatkan sedikit informasi tentang penyakit osteoartritis.


3

Pengetahuan kesehatan tentang penyakit osteoartritis sangat penting

diketahui oleh masyarakat, karena penyakit osteoartritis merupakan penyakit

yang umum dan sering terjadi di usia produktif maupun usia lanjut terutama

pada sesorang yang bekerja berat. Maka dari itu sangat penting untuk

memberikan informasi dan pendidikan kesehatan tentang osteoartritis kepada

masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan

keperawatan yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam

memberikan informasi maupun pengetahuan kepada klien tentang suatu

penyakit, sehingga nantinya keluarga maupun penderita osteoarthritis dapat

mencegah munculnya kembali tanda gejala osteoarthritis (Notoatmodjo,

2018).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Selain pengetahuan yang dapat

mempengaruhi pencegahan osteoporosis adalah sikap. Sikap yang dimiliki

oleh seseorang secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial, termasuk bagaimana

lansia dalam bersikap mengenai osteoporosis (Notoatmodjo, 2018).

Hasil penelitian Leo Yosdimiyati (2016), tentang hubungan antara

pengetahuan osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada

lansia, berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan hasil yang menunjukkan

bahwa pengetahuan osteoporosis pada lansia baik 11,7%, pengetahuan cukup

50%, dan pengetahuan kurang 44,1% dengan perilaku osteoporosis positif


4

20,5% dan perilaku negative 79,4% memiliki tingkat yang signifikan p=0,002,

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan natara pengetahuan osteoporosis

dengan perilaku pencegahan osteoporosis.

Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang : “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia dengan Pencegahan

Osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

pertanyaan yaitu apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan lansia tentang pencegahan osteoatritis

di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021.

b. Untuk mengetahui sikap lansia tentang pencegahan osteoatritis di

Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021.

c. Untuk mengetahui pencegahan osteoatritis pada lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021.


5

d. Menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun

2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah

informasi dan wawasan tentang pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatritis yang harus disampaikan kepada lansia yang

mengalami osteoatritis agar bisa menjaga kesehatannya dengan baik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah referensi

bacaan untuk bidan dan tenaga kesehatan lainnya, agar selalu

memberikan informasi kesehatan terutama tentang pencegahan

osteoatritis.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan masyarakat terutama lansia yang mengalami osteoatritis.


6

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian


Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Leo Hubungan Antara Jenis penelitian Hasil penelitian Persamaannya Perbedaannya
Yosmidati Pengetahuan yang digunakan menunjukkan yaitu sama- yaitu pada
R, dkk Osteoporosis adalah deskriptif bahwa sama meneliti penelitian
(2016) dengan Perilaku dengan pengetahuan variabel yang
Pencegahan pendekatan Cross osteoporosis pengetahuan dilakukan
Osteoporosis Pada Sectional. pada lansia baik oleh Leo
Lansia di Desa 11,7 %, jenis
Bantaran pengetahuan penelitianya
Kecamatan cukup 50 %, menggunakan
Bantaran dan deskriptif
Kabupaten pengetahuan sedangkan
Probolinggo kurang 44,1 % pada
dengan perilaku penelitian
osteoporosis yang akan
positif 20,5 % peneliti
dan perilaku lakukan jenis
negatif 79,4 % penelitiannya
memiliki menggunakan
tingkat yang survey
signifikan ρ= analitik
0.002

Tutuk Hubungan Jenis penelitian Hasil penelitian Persamaannya Perbedaannya


widowati, Tingkat ini adalah analitik menunjukkan yaitu sama- yaitu pada
dkk (2019) Pengetahuan Dan observasional ada hubungan sama meneliti penelitian
Sikap Dengan dengan tingkat variabel yang
Pencegahan pendekatan pengetahuan pengetahuan dilakukan
Osteoporosis Pada crosssectional. dan sikap dan sikap oleh Tutuk
Lansia Desa dengan Widowati
Sranten pencegahan jenis
Kecamatan osteoporosis penelitianya
Karanggede pada lansia menggunakan
Desa Sranten deskriptif
Kecamatan sedangkan
Karanggede pada
dengan nilai t penelitian
hitung = -1,96 yang akan
dan t tabel = peneliti
3,15 lakukan jenis
penelitiannya
menggunakan
survey
analitik

Regina Hubungan Penelitian ini Hasil penelitian Persamaannya Perbedaannya


Johana Pengetahuan dan dilakukan dengan menunjukkan yaitu sama- yaitu pada
(2019) Sikap dengan metode ada hubungan sama meneliti penelitian
Tindakan obsevasional antara tentang yang
Pencegahan analitik dengan pengetahuan pengetahuan dilakukan
Osteoporosis pada menggunakan dengan tindakan dan sikap oleh Regina
7

Wanita Usia rancangan cross WUS terhadap Johana jenis


Subur di sectional pencegahan penelitianya
Kecamatan osteoporosis menggunakan
Babakan Ciparay memiliki nilai observasional
Kota Bandung P=0.303 dan r=- analitik
0.177. sedangkan
Sedangkan pada
hubungan sikap penelitian
dengan tindakan yang akan
pencegahan peneliti
osteoporosis lakukan jenis
memiliki nilai penelitiannya
P=0,750 dan menggunakan
r=0,051. survey
analitik
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2014).

b. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan (Notoatmodjo, 2014), yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling

rendah.

8
9

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

pengguanaan hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah


10

suatu bentuk kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justfikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi

materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur

dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang, yaitu:

1) Faktor Internal meliputi:

a) Umur

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari

segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih

percaya dari pada orang yang belum cukup tinggi


11

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa

(Nursalam, 2016).

b) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is

the best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa

pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman

itu merupakan cara untuk memperoleh suatu kebenaran

pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat

dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan

yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapai

pada masa lalu (Notoadmodjo, 2018).

c) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin

pendidikan yang kurang akan mengahambat perkembangan

sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan

(Nursalam, 2016).

d) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi

lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang


12

membosankan berulang dan banyak tantangan (Nursalam,

2016).

e) Jenis Kelamin

Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang melekat

pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan

secara sosial maupun kultural.

2) Faktor eksternal

a) Informasi

Menurut Nursalam dan Pariani (2015) informasi

merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa

cemas. Seseorang yang mendapat informasi akan mempertinggi

tingkat pengetahuan terhadap suatu hal.

b) Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (2018), hasil dari beberapa

pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di lapangan

(masyarakat) bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya

perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman

seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan

non fisik)

c) Sosial budaya

Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial

seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi

pula.
13

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2018), terdapat beberapa cara

memperoleh pengetahuan, yaitu:

1) Cara kuno atau non modern

Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah,

atau metode penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan

pengetahuan pada periode ini meliputi:

a) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini dilakukan dengan mengguanakan kemungkinan

dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut

tidak bisa dicoba kemungkinan yang lain.

b) Pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan.

c) Melalui jalan fikiran

Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya

manusia harus menggunakan jalan fikirannya serta

penalarannya. Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-

tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran

apakah yang dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan

seperti ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke


14

generasi berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan ini diterima dari

sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak.

2) Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih

sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian

ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, yaitu:

a) Metode induktif

Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap

gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya

dikumpulkan atau diklasifikasikan, akhirnya diambil

kesimpulan umum.

b) Metode deduktif

Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih

dahulu untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-

bagiannya yang khusus.

e. Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto (2016), pengetahuan seseorang dapat

diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu:

1) Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.

2) Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh

pertanyaan.

3) Kurang, bila subyek menjawab benar <56% seluruh pertanyaan


15

2. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap (attitude) merupakan konsep paling penting dalam

psikologi social yang membahas unsur sikap baik sebagai individu

maupun kelompok. Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan

pengertia sikap, proses terbentuknya sikap, maupun perubahan.

Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap kaitannya

dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem

hubungan antar kelompok serta pilihan-pilihan yang ditentukan

berdasarkan lingkungan dan pengaruhnya terhap perubahan. Sikap

adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek (Wawan dan Dewi, 2018). .

b. Komponen Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2018), struktur sikap terdiri atas 3

komponen yang saling menunjang yaitu :

1) Komponen kognitif merupakan representrasi apa yang dipercayai

oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan

stereotipe yang dimilki individu mengenai sesuatu dapat

disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut

masalah isu atau problem yang kontroversial.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling


16

bertahan terhadap pengaruh- pengaruh yang mungkin adalah

mengenai sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimilki oleh seseorang. Dan

bersisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak /bereaksi

terhadap sesuatu dengan cara- cara tertentu. Dan berkaitan dengan

objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa

sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi

perilaku.

c. Tingkatan Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2018), sikap terdiri dari berbagai

tingkatan yakni :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap

karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.


17

3) Menghargai (valuing)

Pada tingkat ini individu sudah mampu untuk mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah,

berarti individu sudah mempunyai sikap positif terhadap suatu

objek tertentu.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini individu sudah mampu untuk mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah,

berarti individu sudah mempunyai sikap positif terhadap suatu

objek tertentu.

d. Ciri-Ciri Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2018), ciri–ciri sikap terdiri dari :

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya.

Sifat ini membedakannya dengan sikap motif-motif biogenis

seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-

keadaan dan syarat syarat tertentu yang mempermudah sikap pada

orang itu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,
18

dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

alamiah yang membedakan sikap dak kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan- pengetahuan yang dimiliki orang.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap

obyek sikap antara lain :

1) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meningggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap

akan lebih mudah terbnetuk apabila pengalaman pribadi tersebut

terjadi dalam dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memilih sikap

yang konformis atau searah dengan sikap yang diangap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggap penting tersebut.


19

f. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun

tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat

atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung

dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian

ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2012).

Sikap diukur dengan berbagai item pertanyaan yang dinyatakan

dalam kategori respon dengan metode Likert. Untuk mengetahui sikap

responden digunakan lima alternatif jawaban yang kemudian diberikan

skor untuk dapat dihitung.

Menurut Arikunto (2013) skor dihitung dan dikelompokkan ke

dalam dua kategori positif dan negatif, sebagai berikut :

1. Pernyataan positif diungkapkan dengan kata-kata : Sangat Setuju

(SS) mendapat skor 5, Setuju (S) mendapat skor 4, Ragu-Ragu

mendapat skor 3, Tidak Setuju (TS) mendapat skor 2, dan Sangat

Tidak Setuju (STS) mendapat skor 1.

2. Pernyataan negatif diungkapkan dengan kata-kata : Sangat Setuju

(SS) mendapat skor 1, Setuju (S) mendapat skor 2, Ragu-Ragu

mendapat skor 3, Tidak Setuju (TS) mendapat skor 4, dan Sangat

Tidak Setuju (STS) mendapat skor 5


20

3. Lansia

a. Pengertian Lansia

Lansia adalah seseorang yang mengalami tahap akhir dalam

perkembangan kehidupan manusia. UU No. 13/Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang

berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Proses menua adalah proses

alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal seseorang hidup, dan

memiliki beberapa fase yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016).

Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi

banyak penurunan dan perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling

berhubungan satu sama lain, sehingga berpotensi menimbulkan

masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada lansia (Cabrera, 2015).

Lansia mengalami penurunan biologis secara keseluruhan, dari

penurunan tulang, massa otot yang menyebabkan lansia mengalami

penurunan keseimbangan yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada

lansia (Susilo, 2017)

b. Batasan Usia Lanjut

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.


21

5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90

tahun

c. Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI

(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut

ini :

1) Jenis kelamin

Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan.

Artinya, ini menunjukan bahwa harapan hidup yang paling tinggi

adalah perempuan.

2) Status perkawinan

Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian

besar berstatus kawin 60% dan cerai mati 37%

3) Living arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur <15 tahun

dan >65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64

tahun). Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi

yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai

penduduk usia nonproduktif.

4) Kondisi kesehatan

Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka


22

kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan negatif. Artinya,

semakin rendah angka kesakitan menunjukan derajat kesehatan

penduduk yang semakin baik

d. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Menurut Sevilla (2013), perubahan-perubahan yang terjadi pada

lansia terdiri dari :

1) Sistem Integumen

Pada lansia sudah mengalami perubahan yang terjadi

hilangnya elastisitas kulit, perubahan pigmentasi, atrofi kelenjar,

penipisan rambut dan pertumbuhan kuku yang lambat.

2) Sistem Pendengaran

Terjadinya presbicusis atau hilangnya kemampuan

pendengaran sekitar 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun.

3) Sistem Penglihatan

Terjadinya penurunan daya akomodasi mata (presbyopia),

hilangnya respon terhadap sinar, penurunan adaptasi terang gelap

dan lensa mata sudah mulai menguning.

4) Sistem Respirasi

Penurunan reflex batuk, pengeluaran lendir, debu, iritan

saluran napas berkurang dan terjadi peningkatan infeksi saluran

nafas.
23

5) Muskuloskeletal

Terjadinya penurunan massa otot dan kekuatan otot,

kekakuan pada sendi serta terjadi penurunan produksi cairan

sinovial. Otot pada lansia mengalami pengecilan akibat kurangnya

aktivitas, proses pembentukan tulang mengalami perlambatan.

Tulang menjadi berongga yang disebabkan penyerapan kalsium

oleh vitamin D mengalami penurunan akibatnya rawan untuk

terjadi patang tulang pada lansia. Penurunan fungsi sistem

muskuloskeletal pada lansia dapat menyebabkan beberapa

perubahan seperti osteoarthritis, osteoporosis yang dapat

memunculkan keluhan nyeri, kekauan pada sendi, hilangnya

pergerakan, dan muncul tanda-tanda inflamasi, pembengkakan

serta mengakibatkan gangguan mobilitas.

4. Osteoatritis

a. Pengertian Osteoatritis

Osteoarthritis merupakan suatu gangguan kesehatan degeneratif

dimana terjadi kekakuan dan peradangan pada persendian yang

ditandai dengan kerusakan rawan sendi sehingga dapat menyebabkan

nyeri pada sendi tangan, leher, punggung, pinggang, dan yang paling

sering adalah pada sendi lutut (Kalim & Wahono, 2019).


24

b. Etiologi

Terjadinya osteoartritis disebabkan karena beberapa hal seperti

yang dikemukakan oleh Sellam J (2013) yaitu :

1) Perubahan metabolik seperti akibat dari penyakit wilson, artritis

kristal, akromegali, hemokromatosis.

2) Kelainan anatomi atau struktur sendi seperti panjang tungkai tidak

sama, deformitas valgus atau varus, dislokasi koksa kongenital.

3) Trauma: trauma sendi mayor, fraktur pada sendi atau

osteonekrosis, akibat bedah tulang.

4) Inflamasi: semua artropati inflamasi dan artritis septik

c. Faktor Resiko

Faktor resiko pada osteoartritis menurut Ganong (2011), terdiri

dari :

1) Usia

Usia sangat mempengaruhi osteoarthritis karena berkaitan

dengan akumulasi gangguan sendi, penurunan fungsi

neuromuscular, dan menurunnya mekanisme perbaikan.

2) Aktivitas

Aktivitas dalam pekerjaan seperti jongkok, naik turun

tangga, mengangkat beban dapat meningkatkan resiko

osteoarthritis karena aktivitas tersebut dapat membebani sendi.


25

3) Obesitas

Semakin berat seseorang maka resiko terjadinya

osteoarthritis semakin besar khususnya pada sendi lutut karena

sendi bekerja lebih berat untuk menopang beban sehingga

menimbulkan stress mekanis abnormal dan meningkatkan

frekuensi penyakit.

4) Jenis kelamin

Wanita memiliki resiko lebih besar terkena osteoarthritis

dibandingkan pria. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan

hormonal. Estrogen dan pembentukan tulang memiliki peran dalam

perkembangan progresivitas penyakit OA (Prices & Wilson, 2013).

Estrogen berpengaruh terhadap pembentukan osteoblast dan

sel endotel. Jika terjadi penurunan estrogen maka transforming

growth factor β (TGFβ) yang dihasilkan oleh osteoblast dan nitric

oxide yang dihasilkan sel endotel akan ikut menurun sehingga

mengakibatkan diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat.

Pada wanita menopause akan terjadi penurunan estrogen oleh

karena itu wanita memiliki lebih besar terkena osteoarthritis.

d. Klasifikasi Osteoarthritis

Osteoartritis berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi

2 yaitu osteoartritis primer dan sekunder (Moskowitz, Altman,

Hochberg, Buckwalter, & Goldberg, 2012).


26

1) Idiopatik (Primer)

Pada osteoarthritis primer tidak diketahui penyebabnya dan

tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses

perubahan lokal sendi.

2) Sekunder

Osteoarthritis sekunder disebabkan karena adanya perubahan

degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah deformitas,

perubahan metabolik, kelainan anatomi/struktur sendi, trauma, dan

inflamasi. Sedangkan menurut Rekomendasi IRA untuk Diagnosis

dan Penatalaksanaan Osteoartritis tahun 2014 mengklasifikasikan

osteoartritis berdasarkan lokasi sendi yang terkena yaitu :

a) OA tangan

Biasanya terjadi pada usia > 45 tahun dan lebih banyak

terjadi pada wanita postmenopause. Pada OA tangan sendi

yang terkena yaitu sendi distal interfalang, proksimal

interfalang, dan karpometakarpal.

b) OA lutut

Pada OA lutut dapat menyerang medial tibiofemoral,

lateral tibiofemoral, dan bagian femoropatellar.

c) OA panggul

Lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita.

Osteoartritis panggul dapat terjadi unilateral atau bilateral.

Nyeri dapat dirasakan di panggul saat berdiri dan dapat


27

menjalar kebawah menuju bagian anterior. OA panggul ini

bersifat destruktif.

d) OA vertebra

Biasanya mengenai vertebra servikal dan lumbal dimana

osteofit pada vertebra dapat menyebabkan penyempitan

foramen vertebra lalu menekan serabut saraf dan menyebabkan

nyeri punggung hingga pinggang.

e) OA kaki dan pergelangan kaki

Umumnya mengenai sendi I metatarsofalang. Dapat

terjadi bursitis dan deformitas valgus. Pada gambaran radiologi

ditemukan osteofit dan dapat terjadi pada usia < 40 tahun.

f) OA bahu

Osteoartritis ini paling jarang ditemukan. Nyeri terjadi

saat pergerakan dan sulit di lokalisasi.

g) OA siku

Osteoartritis siku terjadi karena paparan getaran

berulang, trauma, dan metabolik artropati.

h) OA temporomandibular

OA temporomandibular ditandai dengan krepitasi, nyeri

saat chewing
28

e. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan

ditentukan oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan

karakteristik masing-masing serta kebutuhannya (Lane, Miller, &

Parker, 2017). Tujuan dari penatalaksanaan OA ini yaitu :

1) Mengurangi/mengendalikan nyeri

2) Mengoptimalkan fungsi gerak sendi

3) Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari

(ketergantungan pada orang lain) dan meningkatkan kualitas hidup.

4) Menghambat progresivitas penyakit.

5) Mencegah terjadinya komplikasi.

Berdasarkan Rekomendasi Guidelines American College

Rheumatology (ACR) pada tahun 2017, penatalaksanaan osteoarthritis

meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.

1) Terapi farmakologi

a) Pada OA dengan gejala nyeri ringan sampai sedang dapat

diberikan salah satu obat :

(1) Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari)

(2) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

b) Pada OA dengan gejala nyeri sampai sedang dengan resiko

sistem pencernaan (usia > 60 tahun, disertai riwayat ulkus

peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi

kortikosteroid atau antikoagulan) dapat diberikan :


29

(1) Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).

(2) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) topical.

(3) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) non selektif

dengan pemberian obat pelindung gaster (gastro-protective

agent).

c) Untuk nyeri sedang hingga berat serta pembengkakan sendi,

aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular

(misal triamsinolon hexatonide 40mg) untuk penanganan nyeri

jangka pendek (satu sampai 3 minggu) dapat diberikan.

d) Injeksi intraartikular/intra lesi

Dalam penggunaan terapi ini, sangat diperlukan kehati-

hatian dikarenakan dapat menimbulkan efek merugikan yang

bersifat lokal maupun sistemik.

2) Terapi Non Farmakologi

a) Edukasi pasien

b) Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs)

engan modifikasi gaya hidup.

c) Bila berat badan berlebih (BMI > 25), anjurkan program

penurunan berat badan (minimal penurunan 5% dari berat

badan) dengan target BMI 18,5-25.

d) Program latihan aerobic (low impact aerobic fitness exercise).


30

e) Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi,

menggunakan splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas

fisik.

f) Hold Relax Exercise

Latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot-otot

(quadriceps/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive

devices for ambulation), latihan isometrik.


31

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,

2012).

Variabel Independent Variabel Depenent

Faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan Pengetahuan
Faktor internal Pencegahan
Umur
Pendidikan Osteoatritis
Pekerjaan Sikap
Pengalaman
Jenis kelamin
Faktor eksternal
Informasi Faktor yang
Lingkungan mempengaruhi
Sosial budaya pengetahuan
Pengalaman pribadi
Pengaruh orang lain
yang dianggap
penting

Keterangan :
____________ : Diteliti

------------------ : Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Sumber : (Modifikasik Notoatmodjo, 2014 dan Wahono, 2019)


32

C. Hipotesis

Secara etimologis, hipotesis berasal dari dua kata hypo yang berarti

“kurang dari” dan thesis yang brarti pendapat. Jadi hipotesis adalah suatu

pendapat atau kesimpulan yang belum final, yang harus diuji kebenarannya

(Notoadmojo, 2018).

1. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun

2021.

2. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun

2021.
33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian. Desain dalam penelitian ini adalah penelitian

survey analitik yaitu peneliti hanya mengamati fenomena atau objek penelitian

tanpa memberikan perlakuan tertentu dan peneliti mencoba menarik suatu

kesimpulan atau melihat pengaruh dari fenomena atau objek yang diteliti.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

cross sectional yaitu setiap subjek penelitian hanya di observasi satu kali saja

dan pengukuran terhadap variabel dilakukan pada saat yang sama (Nursalam,

2017).

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2017), populasi adalah wilayah generalisasi

objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami

osteoarthritis yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra Tahun 2021

sebanyak 49 orang.

33
34

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Untuk itu sampel yang diambil

dari populasi harus betul-betul mewakili dan harus valid, yaitu bisa

mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2018).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua lansia

yang mengalami osteoarthritis yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas

Sakra Tahun 2021 sebanyak 49 orang.

3. Tehnik Pengambilan Sampel

Tehnik sampling adalah cara yang dilakukan untuk menentukan

jumlah sampel yang dipakai dalam suatu penelitian. Tekhnik sampling

yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan total

sampel yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sampel (Sugiyono, 2018)

C. Variabel dan Definisi Operasinal Penelitian

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas (Variabel Independent)

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang berpengaruh

yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat dan

merupakan variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan dan

sikap lansia
35

b. Variabel terikat (Variabel Dependent)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang diduga nilainya

akan berubah karena pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikatnya

adalah pencegahan osteoatritis.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek/fenomena (Hidayat, 2017).

Tabel 3.1 Definsi Operasonal


Definisi
No Variabel Parameter Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Pengetahuan Segala 1. Tahu Kuesioner a. Baik : 76- Ordinal
sesuatu yang 2. Memahami 100%
diketahui 3. Aplikasi b. Cukup : 56-
oleh lansia 4. Sintesis 75%
tentang 5. Evaluasi c. Kurang :
pencegahan <56%
osteoatritis

2 Sikap Reaksi atau 1. Menerima Kuesioner a. Baik : 76- Ordinal


respon lansia 2. Merespon 100%
yang masih 3. Menghargai b. Cukup :
tertutup 4. Bertanggung 56-75%
terhadap jawab c. Kurang :
pencegahan <56%
osteoatritis

3 Pencegahan Upaya yang 1. Usia Kusioner a. Melakukan Nominal


osteoatritis dilaukan oleh 2. Aktivitas pencegahan
lansia untuk 3. Obesitas osteoartritis
mencegah 4. Jenis b. Tidak
terjadinya kelamin melakukan
osteoatritis pencegahan
osteoartritis
36

D. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya melakukan penelitian adalah melakukan pengukuran,

maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasa

dinamakan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,

2019).

Adapun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner berupa pertanyaan tertutup dan terbuka.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Januari

2022.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di Wilayah Kerja

Puskesmas Sakra.

F. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli. Data primer dapat berupa opini subyek secara individual atau

kelompok, dan observasi. Metode yang digunakan untuk mendapatkan

data primer yaitu metode wawancara dan observasi (Sugiyono, 2019).


37

a. Data tentang tingkat pengetahuan lansia tentang osteoatritis di Wilayah

Kerja Puskesmas Sakra diperoleh dari responden dengan

menggunakan alat bantu kuesioner.

b. Data tentang sikap lansia tentang osteoatritis di Wilayah Kerja

Puskesmas Sakra diperoleh dari responden dengan menggunakan alat

bantu kuesioner.

c. Data tentang pencegahan osteoatritis pada lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Sakra diperoleh dari responden dengan menggunakan alat

bantu kuesioner.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa

bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip

(Sugiyono, 2019).

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data tentang gambaran

umum Puskesmas Sakra diperoleh dari buku Profil.

G. Cara Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Editing

Editing yaitu kegiatan pengecekan hasil pengukuran untuk dilihat

kembali apakah ada kesalahan memasukkan data.


38

2. Scoring

scoring merupakan penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini

menggunakan skala ordinal. Oleh karena itu hasil kuesioner yang telah di

isi bila benar diberi skor 1 dan bila salah diberi skor 0. Kemudian di

prosentasikan dengan cara jumlah jawaban benar dibagi jumlah soal dan

dikalikan 100%

3. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka/ bilangan.

a. Pengetahuan

1) Baik : diberi kode 3

2) Cukup : diberi kode 2

3) Kurang : diberi kode 1

b. Sikap

1) Baik : diberi kode 3

2) Cukup : diberi kode 2

3) Kurang : diberi kode 1

c. Pencegahan Osteoatritis

1) Melakukan pencegahan osteoatritis : diberi kode 2

2) Tidak melakukan pencegahan osteoatritis : diberi kode 2

4. Tabulating

Tabulating merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden

dengan cara tertentu. Tabulasi juga dapat digunakan untuk menciptakan


39

statistik deskriptif variabel-variabel yang diteliti atau yang variabel yang

akan di tabulasi silang.

5. Entri

Entri data yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam computer untuk

selanjutnya dapat dilakukan analisis data.

H. Analisis Data

Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap

variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung jenis datanya.

Untuk data numerik digunakan mean (rata-rata), median dan standar

deviasi (Notoatmodjo, 2018).

Analisis univariat pada penelitian ini meliputi: pengetahuan, sikap

lansia dan pencegahan osteoatritis dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi dengan bantuan SPSS.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Meliputi satu variabel independen

(pengetahuan dan sikap lansia) dan variabel dependen (Pencegahan

Osteoatritis). Kemudian untuk analisis pengaruhnya menggunakan uji chi

square, uji ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan

variabel x dan y. Hasil perhitungan bila p value lebih kecil dari 0,05,

maka Ho ditolak, bila p value lebih besar maka Ho diterima.


40

I. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian. Prinsip

etik diterapkan dalam kegiatan penelitian dimulai dari penyusunan proposal

hingga penelitian ini di publikasikan (Notoatmodjo, 2018).

1. Persetujuan (Inform Consent)

Prinsip yang harus dilakukan sebelum mengambil data atau

wawancara kepada subjek adalah didahulukan meminta persetujuannya.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan lembar persetujuan

(inform consent) kepada responden yang diteliti, dan responden

menandatangani setelah membaca dan memahami isi dari lembar

persetujuan dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian. Peneliti tidak

memaksa responden yang menolak untuk diteliti dan menghormati

keputusan responden. Responden diberi kebebasan untuk ikut serta

ataupun mengundurkan diri dari keikutsertaannya (Notoatmodjo, 2018).

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Etika penelitian yang harus dilakukan peneliti adalah prinsip

anonimity. Prinsip ini dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada hasil penelitian, tetapi responden diminta untuk mengisi

inisial dari namanaya dan semua kuesioner yang telah terisi hanya akan

diberi nomer kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi

identitas responden. Apabila penelitian ini di publikasikan, tidak ada satu

identifikasi yang berkaitan dengan responden yang dipublikasikan

(Notoatmodjo, 2018)
41

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Prinsip ini dilakukan dengan tidak mengemukakan identitas dan

seluruh data atau informasi yang berkaitan dengan responden kepada

siapapun. Peneliti menyimpan data di tempat yang aman dan tidak terbaca

oleh orang lain. Setelah penelitian selesai dilakukan makan peneliti akan

memusnahkan seluruh informasi (Notoatmodjo, 2018).

J. Alur Penelitian

Surat Pengantar dari Direktur


Kampus Bappeda Puskesmas Sakra

Penelitian Populasi Pengambilan Data


dan Sampel Awal

Penyusunan Proposal Ujian Proposal Revisi Proposal


Penelitian Penelitian Penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian hubungan pengetahuan dan sikap dengan


pencegahan osteoatritis di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra
Tahun 2021.
42

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian dijelaskan secara umum

sebagai berikut :

1. Survey Literatur

Tahap ini adalah melakukan pengumpulan bahan literatur dan

informasi berkaitan dengan judul penelitian.

2. Identifikasi Masalah

Melakukan identifikasi tentang masalah apa yang akan dibahas

berkaitan dengan hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan

pencegahan osteoatrisi berdasarkan literatur dan informasi yang telah

diperoleh.

3. Studi Pustaka

Mempelajari literatur yang akan digunakan sebagai kajian teori

dalam penelitian ini.

4. Hipotesis

Mengemukakan pertanyaan awal yaitu hubungan pengetahuan dan

sikap lansia dengan pencegahan osteoatritis.

5. Menentukan variabel dan sumber data

Menentukan variabel-variabel dan data-data seperti apa yang

dibutuhkan berdasarkan populasi, sampel dan cara pengambilan sampel.

Kemudian menentukan subyek penelitian dan respondennya

6. Menentukan dan Menyusun Instrumen Penelitian

Tahap ini adalah penentuan instrumen penelitian yaitu dengan

mengisi kuesioner.
43

7. Observasi Lapangan dan Perizinan

Melakukan pencarian sumber data dan perizinan penelitian kepada

pihak-pihak yang berkompeten.

8. Mengumpulkan data

Melakukan observasi kepada responden dan perizinan untuk

menghemat waktu, biaya dan tenaga.

9. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari pemberian kode variabel, tabulasi,

perhitungan dengan program SPSS untuk kemudian dilakukan tabulasi

kedua.

10. Analisa Data

Merupakan analisa hasil pengolahan data berdasarkan hasil

penelitian dan teori yang ada.

11. Menarik Kesimpulan

Menarik kesimpulan adalah kesimpulan diambil berdasarkan analisa

data dan diperiksa apakah sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian
44

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Cabrera, 2015. Theoris of human aging of molecules To society. MOJ


Immunology. 2(2). 00041.

Dewi, 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 1. Yogyakarta: Deepublish.


Kementrian Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2018. Prevalensi Kejadian Osteoartritis.


Mataram : NTB.

Ganong, 2011. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Kalim H, & Wahono, 2019. Penyakit Sendi Degeneratif Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: UB Press.

Kementerian Kesehatan RI, 2016. INFODATIN Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI Situasi Balita Pendek. Jakarta Selatan

Kholifah, 2016. Keperawatan Keluarga dan. Komunitas. Jakarta Selatan:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Notoatmodjo, 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, dan Siti Pariani. 2015. Pendekatan Praktis Metodologi Riset.


Keperawatan. CV. Agung Seto. Jakarta. Puspitasari.

Nursalam, 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Puskesmas Sakra, 2020. Prevalensi Kejadian Osteoartritis. Lombok Timur : NTB.

Price, S.A., Wilson, L.M, 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Regina Johana, 2019. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan


Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Usia Subur di Kecamatan
Babakan. Ciparay Kota Bandung.

Riskesdas, 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


RI tahun 2018.
45

Singh, 2015. Peran Intervensi Bedah Dalamtatalaksana Tuberkulosis Paru


Resisten Obat. Ina J CHEST Crit and EmergMed, 2 (3): 130-3.

Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV


Alfabeta.

Susilo, 2017. Risiko Jatuh Pada Lansia Meningkat Dengan Bertambahnya Usia
Dan Tidak Dipengaruhi Jenis Kelamin. Journal of Medicine and Health
Vol.1 No.6.

Tutuk widowati, 2019. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan


Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia Desa Sranten Kecamatan
Karanggede.

Yosdimiyati, 2016. Hubungan Antara Pengetahuan Osteoporosis dengan Perilaku


Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia di Desa Bantaran Kecamatan
Bantaran Kabupaten Probolinggo.

Wawan dan Dewi, 2018. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai