Dibuat Oleh:
Kelompok 4 / KL-2
Dini Kusumastuti 25010116120013
Lutfi Setyowati 25010116120075
Mulia Syakira Ramadhani 25010116140173
Demetrius William Sautmartua 25010116130221
Ayu Shafira Rachmani 25010116130252
Mitha Karunia Baeti 25010116140281
Chika Aldila Cahyani 25010116130328
A. Latar Belakang
Pengendalian organisme pengganggu pada tanaman dengan pestisida banyak digunakan
oleh petani pada tanaman hirtikultura, baik tanaman buah-buahan ataupun tanaman sayuran
seperti kubis, tomat, semangka, cabai, bawang merah dan lain sebagainya. Hal ini
dikarenkaan tuntutan masyarakat akan mutu produksi hortikultura yang mengutamakan
penampakan luar. Dalam upaya pengendalian hama, pada umumnya petani menggunakan
pestisida sebagai sarana untuk memberikan effect toxic terhadap hama sehingga diharapkan
populasi dapat dikontrol seminimal mungkin.
Pestisida selain digunakan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian juga untuk
mengendalikan berbagai vektor penyakit menular (Insectborne Diseases) seperti malaria,
filariasis, dengue hemorrhagic fever (penyakit demam berdarah), dan pes. Salah satu
perusahaan yang bergerak di bidang pemberantasan hama penular penyakit atau serangga
yang mengganggu kegiatan aktifitas manusia adalah Perusahaan Pemberantasan Hama yang
sering disebut Pest Control. Perusahaan ini telah syah menurut peraturan yang berlaku, yang
bergerak dibidang usaha pemberantasan serangga, tikus dan hama pengganggu lainnya
dengan menggunakan pestisida di rumah – rumah, pekarangan penduduk, gedung- gedung,
bangunan pergudangan, tempat – tempat kerja, tempat – tempat umum dan sarana angkutan.
Gejala keracunan pestisida golongan organofosfat: apabila masuk kedalam tubuh baik
melalui kulit, mulut saluran pencernaan maupun saluran pernapasan, pestisida organofosfat
akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu
kholinesterase. Apabila kholinesterase terikat maka enzim tersebut tidak dapat
melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah
kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian otot – otot tersebut senantiasa bergerak –
gerak tanpa dapat dikendalikan. Disamping timbulnya gerakan – gerakan otot – otot tertentu,
tanda dan gejala lain dari keracunan pestisida dari organofosfat adalah pupil atau celah iris
mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa atau
mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung
yang cepat, mual, muntah – muntah, kejang pada perut, mencret, sukar bernafas, otot-otot
tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan. Sedangkan golongan karbamat: cara kerja
pestisida karbamat sama dengan pestisida organofosfat, yaitu menghambat enzim
kholinesterase, tetapi pengaruh pestisida karbamat terhadap kholinesterase hanya
berlangsung singkat karena pestisida karbamat cepat mengurai dalam tubuh. Tanda dan
gejala keracunan yang ditimbulkan oleh pestisida karbamat sama dengan yang ditimbulkan
oleh pestisida organofosfat.
Pengaruh negatif pestisida terhadap penjamah pestisida menjadi masalah yang cukup
serius bagi pengusaha pemberantas hama (pest control) maupun bagi para petani yang
berhubungan langsung dengan pestisida secara terus menerus sebagai penjamah pestisida.
Dimana residual effect yang dihasilkan oleh bahan aktif pestisida akan menyebabkan
penurunan kesehatan penjamah pestisida. Namun demikian risiko ini dapat dicegah dengan
menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), memberikan pengetahuan kepada petugas agar
mengetahui cara penanganan pestisida dengan baik dan benar sehingga dapat mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh bahan pestisida tersebut. Namun dalam kenyataannya
masih banyak karyawan maupun petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri dalam
bekerja atau menggunakan alat pelindung diri tetapi tidak lengkap.
Dari permasalahan penyakit lingkungan berbasis lingkungan yaitu keracunan pestisida
yang berhubungan dengan sanitasi dan masalah kesehatan lingkungan. Tidak akan maksimal
bila pemberantasannya hanya menonjolkan efek kuratif dan rehabilitatif. Dalam
memberantas penyakit berbasis lingkungan ini, yang perlu dilakukan adalah dengan
mengubah perilaku masyarakat dengan cara menggencarkan aspek promotif dan preventif
melalui klinik sanitasi.
Klinik sanitasi merupakan suatu upaya dan kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan
kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang
beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah
kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersama
masyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar puskesmas.
Pelaksanaan klinik sanitasi dapat dilihat dari petugas, sarana prasarana, dana, pedoman,
jumlah penderita penyakit berbasis lingkungan, jumlah pasien klinik sanitasi, jumlah klien
klinik sanitasi, jumlah konseling yang dilakukan, jumlah kunjungan ke rumah warga,
kerjasama lintas program dan lintas sektor, dan evaluasi program klinik sanitasi. Dengan
melihat pelaksanaan dari klinik sanitasi, diharapkan sarana klinik sanitasi dapat memberikan
pelayanan yang baik dan dapat juga menurunkan angka terjadinya penyakit berbasis
lingkungan untuk kasus keracunan pestisida.
Bila ada pasien datang ke puskesmas menderita penyakit berbasis lingkungan dengan
latar belakang buruknya kebersihan diri, keluarga dan lingkungan, maka pasien tersebut
akan diarahkan ke klinik sanitasi dan segera diobati. Petugas klinik sanitasi akan
memberikan konseling mengenai penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi lingkungan. Bila
perlu, petugas akan melakukan kunjungan ke rumah pasien tersebut untuk mencari
penyebab utama penyakit dan masalah sanitasi pasien tersebut dan memberi solusi untuk
agar dapat di tuntaskan penyakitnya. Selain itu masyarakat umum juga dapat berkonsultasi
di klinik sanitasi. Dalam waktu sebulan, petugas klinik sanitasi akan mengemukakan
masalah kesehatan lingkungan yang ada, dan akan berdiskusi dengan petugas lainnya di
puskesmas mengenai solusi untuk menyelesaikannya dan evaluasi program tersebut. Dengan
kegiatan konseling, kunjungan ke rumah pasien dan klien, dan lokakarya mini yang
dilakukan, klinik sanitasi diharapkan mampu menurunkan angka penyakit berbasis
lingkungan dan mengatasi masalah kesehatan lingkungan yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan program klinik sanitasi untuk kasus keracunan pestisida?
2. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi tersebut?
3. Bagaimana monitoring dan evaluasi untuk pelaksanaan program klinik sanitasi dalam
kasus keracunan pestisida ?
C.
BAB II
ISI
Tabel 2.2 Obat-obatan atau jenis-jenis pestisida yang dipakai oleh CV.Pradipa
Asri Karya sebagian besar 60% tingkat bahaya sedang.
B. Identitas Responden
1. Jumlah Responden
CV. Pradipa Asri Karya Denpasar mempekerjakan 31 (tiga puluh satu) orang
tenaga pemberantas hama. Responden dalam penelitian ini adalah semua tenaga
pemberantas hama yang bekerja di CV. Pradipa Asri Karya Denpasar yakni sebanyak
31 orang. Jenis kelamin responden semuanya laki-laki.
2. Umur
umur responden sebagian besar pada umur sampai dengan 27 tahun sebanyak 16
orang (51,6%). Distribusi umur responden dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Distribusi Umur Petugas Pemberantas Hama pada CV. Pradipa Asri Karya
Denpasar Tahun 2006
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan responden sebagian besar SLTA sebanyak 17 orang (54,8%).
Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Distribusi Tingkat Pendidikan Petugas Pemberantas Hama pada CV.
Pradipa Asri Karya Denpasar Tahun 2006
b. Masa Kerja
Lamanya pemaparan dilihat dari masa kerja, masa kerja responden terbanyak
yakni < 5 tahun 17 orang (54,8 %). Distribusi lamanya pemaparan responden
dapat dilihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Distribusi Lamanya Pemaparan Dilihat Dari Masa Kerja Petugas
Pemberantas Hama pada CV. Pradipa Asri Karya Denpasar Tahun 2006
3. Perencanaan Program
Sasaran program : Petugas Pemberantas Hama, di Perusahaan (CV. Paradipa Asri Karya
Denpasar) dengan rata-rata umur 27 tahun
Ruang Lingkup :
a. Upaya Pencegahan
1) Pemeriksaan Kadar Kolinesterase awal pada pegawai (Dilakukan terhadap seluruh
pegawai pemberantas hama di Perusahaan (CV. Paradipa Asri Karya Denpasar)
setelah itu juga perlu dilakukan bertahap.
2) Diadakanya Klinik Sanitasi terkait permasalahan keracunan pestisida
3) Observasi Lapangan oleh pihak yang berwenang (missal dinkes / lab kesehatan
yang dirujuk oleh perusahaan setempat)
4) Sosialisasi pemakaian Alat Pelindung Diri oleh Bagian K3 Dinkes daerah
perusahaan
5) Sosialisasi oleh dinas pertanian terkait dampak penggunaan pestisida bagi petugas
pemberantas hama
b. Strategi
1) Penyuluhan/ Sosialisasi dilakukan ketika Perusahaan sedang melaksanakan event
kunjungan dari pihak pertanian
2) Sosialisasi dengan membawa door prize sebagai ucapan terimakasi atas partisipasi
pegawai.
3) Memaparkan sosialisasi dengan teknik yang berbeda, diselingi dengan
penayangan video dan tetap menyampaikan intinya, namun tidak monoton.
4) Memancing materi yang menimbulkan rasa penasaran bagi petani, sehingga akan
ada banyak hal yang dikonsultasikan kepada petugas.
c. Intervensi
- Kegiatan Sosialisasi Penggunaan Pestisida dan Alat Pelindung Diri (APD) Pada
Pegawai Pemberantas Hama di Perusahaan (CV. Paradipa Asri Karya Denpasar)
- Sasaran penyuluhan
Prioritas utama penyuluhan adalah pegawai pemberantas hama di Perusahaan
(CV. Paradipa Asri Karya Denpasar) baik yang berusia sama dengan atau lebbih
dari 27 tahun, dan baik kurang atau lebih bekerja selama 5 tahun.
- Tujuan penyuluhan
Tujuan penyuluhan adalah menambah wawasan, pengetahuan serta praktik yang
benar dalam menggunakan pestisida sesuai dengan jenis yang tepat.
- Metoda penyuluhan
a) Ceramah umum untuk meningkatkan pengetahuan pegawai pemberantas hama
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida.
b) Focus Group Discussion yang terdiri dari sekelompok pegawai yang
melakukan penyemprotan/pemberian pestisida.
c) Demonstrasi penggunaan pestisida di lahan Perusahaan Perusahaan (CV.
Paradipa Asri Karya Denpasar) Adapun alat Pelindung Diri juga diperlukan
untuk peragaan yang dicontohkan oleh petugas Dinas Kesehatan setempat
agar pegawai disiplin dan memahami pemakaian Alata Pelindung Diri yang
benar.
D. Pelaksanaan Program
1. Dalam Gedung
a. Pemeriksaan Kadar Kolinesterase Pada Petugas Pemberantas Hama di Perusahaan
(CV. Paradipa Asri Karya Denpasar)
Topik: Pelayanan dalam ruang klinik sanitasi
Sub topik: Pemeriksaan kadar kolinesterase pada petugas pemberantas hama di
perusahaan CV. Paradipa Asri Karya Denpasar
Sasaran: Petugas Pemberantas Hama, di Perusahaan (CV. Paradipa Asri Karya
Denpasar) dengan rata-rata umur 27 tahun.
Pernyataan Standar: Pemeriksaan kadar kolinesterase pada petugas pemberantas
hama yang memiliki gejala penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh
paparan pestisida.
2. Luar Gedung
a. Observasi Lapangan
b. Sosialisasi
Topik: Sosialisasi
Sub topik: Sosialisasi penggunaan pestisida dan APD dalam pemberatasan hama.
Sasaran: Prioritas utama penyuluhan adalah petugas pemberantas hama di
Perusahaan (CV. Paradipa Asri Karya Denpasar).
Pernyataan Standar: Penyuluhan ini dilaksanakan guna meningkatkan
pengetahuan penggunaan pestisida dan APD dalam pemberantasan hama.
Tanpa Gejala
Observasi Lapangan
Praktik Penyemprotan
Pestisida, Jenis Pestisida
Yang Digunakan, dan
APD
Analisis Data
Sosialisasi
MONEV
E. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membandingkan
antara perencanaan suatu penelitian/pengkajian, diseminasi dan kegiatan manajemen dengan
pelaksanaan di lapangan serta hasil yang dicapai. Dengan demikian, monitoring dan evaluasi
merupakan suatu kegiatan pemantauan dan penilaian kemajuan serta keberhasilan dari suatu
sistem manajemen kegiatan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi
kesenjangan atau kelemahan dari suatu program kegiatan sehingga dapat digunakan sebagai
dasar perbaikan untuk kedepannya.
1. Monitoring
Monitoring merupakan kegiatan yang mengacu pada pemeriksaan atau
pemantauan terhadap kinerja yang telah dilakukan dalam suatu program. Monitoring
dilakukan ketika sebuah kebijakan sedang diimplementasikan. Kegiatan monitoring
diperlukan agar kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan perbaikan,
sehingga dapat mengurangi risiko yang lebih besar. Metode yang digunakan dalam
pelaksanaan monitoring adalah menggunakan metode campuran yaitu dengan
menggunakan dokumentasi, observasi lapangan dan wawancara.
Kegiatan monitoring dapat berupa observasi ke lapangan melihat penggunaan
pestisida yang digunakan oleh petugas pemberantas hama yang telah mendapatkan
intervensi dan dilakukan wawancara langsung serta dokumentasi.
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang mengacu pada penilaian berdasarkan hasil dan
dampak yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kegiatan. Evaluasi kebijakan
public dalam tahap pelaksanaannya menggunakan pengembangan beberapa indikator
untuk menghindari timbulnya bias serta sebagai pedoman ataupun arahan untuk
evaluator. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dicapai melalui
tindakan publik. Dalam teori Dunn menjelaskan bahwa kriteria rekomendasi kebijakan
memiliki kriteria yang sama dalam evaluasi kebijakan. Oleh karena itu, teori ini dapat
dijadikan sebagai tolak ukur penilaian evaluasi dalam sebuah program pengawasan
pestisida. Penilaian evaluasi berupa lembaran penilaian aspek-aspek kinerja kebijakan
yang harus dievaluasi berdasarkan Teori Dunn, sebagai berikut:
1. Evaluasi Pada Perencanaan:
a. Efektifitas: Apakah sasaran sudah sesuai dengan permasalahan?
b. Pemerataan: Apakah seluruh petugas pemberantasan hama sudah termasuk ke
dalam kelompok sasaran yang akan di intervensi?
c. Responsivitas: Apakah strategi yang digunakan sudah tepat sasaran?
d. Ketepatan: Apakah intervensi yang direncanakan benar-benar memiliki dampak
yang signifikan?
2. Evaluasi Pada Pelaksanaan:
a. Efektifitas: Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?
b. Efisiensi: Seberapa banyak upaya yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan?
c. Kecukupan: Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan untuk memecahkan
masalah?
d. Pemerataan: Apakah biaya manfaat didistribusikan secara merata kepada
kelompok-kelompok yang berbeda?
e. Responsivitas: Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan/preferensi atau
nilai-nilai kelompok tertentu?
f. Ketepatan: Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar atau bernilai?
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sasaran dari program kinik sanitasi dalam kasus keracunan pestisida adalah Petugas
Pemberantas Hama, di Perusahaan rata-rata berumur 27 tahun dengan upaya pencegahan
berupa dan intervensi
Pelaksanaan program berupa pemeriksaan kadar kolinesterase, klinik sanitasi, observasi
lapangan, sosialisasi APD dengan beberapa strategi dalam melakukan intervensi.
Pelaksanaan program dibagi menjadi dua yaitu didalam gedung dan diluar gedung.
Pelaksanaan program didalam gedung berupa pemeriksaan kadar kolinesterase pada
petugas pemberantasan hama serta konsultasi klinik sanitasi oleh sanitarian puskesmas.
Pelaksanaan program diluar gedung berupa observasi lapangan pada petugas
pemberantasan hama, sosialisasi penggunaan pestisida dan APD kepada petugas
pemberantasan hama.
Monitoring klinik sanitasi menggunakan metode campuran yaitu dengan dokumentasi,
observasi lapangan dan wawancara, seddangkan evaluasi klinik sanitasi mengacu pada
teori Dunn, yaitu melakukan evaluasi pada perencanaan (efektivitas, pemerataan,
responsivitas, ketepatan) serta evalluasi pada pelaksanaan (efektivitas, efisiensi,
kecukupan, pemerataan, responsivitas, ketepatan)
B. Saran
Perlunya pengalokasian dana khusus untuk kegiatan klinik sanitasi baik di DKK maupun
ditingkat Puskesmas yang berasal dari APBD
Dalam membuat perencanaan tidak hanya melibatkan petugas Puskesmas,namun
sebaiknya petugas sanitasi juga melibatkan tokoh masyarakat
Untuk pencatatan dan pelaporan tidak saja petugas klinik sanitasi, dari pihak perusahaan
juga melakukan pencatatan sendiri mengenai pasien yang dirujuk ke klinik sanitasi.
DAFTAR PUSTAKA
[skripsi] Nariyati, Ni Gusti Made Ayu. Hubungan Pengetahuan, Pemakaian Alat Pelindung Diri
dan Lama Pemaparan Pestisida terhadap Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Pemberantas Hama (Studi di CV Pradipa Asri Karya Denpasar). Surabaya: Universitas
Airlangga.
I. DATA UMUM.
1. Propinsi :
2. Kabupaten/Kota :
3. Kecamatan :
4. Desa/Kelurahan :
a. 100 % c. 62,5 %
b. 87,5 % d. 50 %
A. PEDOMAN OBSERVASI
HASIL
NO KRETERIA PENGAMATAN
YA TIDAK